Setelah berpakaian sewajarnya kami keluar kamar, ternyata Mas Surya dan istrinya sudah berada di teras depan Pavilliun, kami saling menyapa seolah tidak pernah terjadi apa apa diantara kami, semuanya berjalan normal separti biasa, tak ada rasa canggung ataupun segan, padahal diantara kami sudah saling menikmati pasangan masing masing. Bedanya, kini seringkali Mbak Eliz memandangku dengan sorot mata yang penuh gairah, dan kubalas dengan senyum penuh arti, tentu hal ini hanya kami berdua yang tahu. Mungkin juga hal yang sama dilakukan Mas Sur dan istriku.
Kami berempat ke Bangunan utama yang letaknya di depan melintas kolam renang, berbaur dan ngobrol dengan penjaga dan mereka yang tidak ikut Tea Walk, ternyata 3 orang tidak ikut termasuk Bobby. Anak anak dan lainnya belum pada datang, mungkin mereka langsung makan siang.
"Pa, sepertinya susah menyingkirkan Mbak Eliz, nggak ada alasan yang kuat, bagaimana kalau kita ajak aja mereka bersamaan, kita berempat" usul istriku ketika kami berdua di dapur.
"Aku sih oke saja, toh kita sudah sering melakukannya, tapi gimana ngajaknya?" tanyaku
"Serahkan padaku, panggil Mbak Eliz kemari" jawab istriku meyakinkan, kutinggalkan istriku yang sedang membuat bandrek untuk kami semua, aku bergabung kembali dengan mereka di teras, dan Mbak Eliz segera ke dapur setelah kuberi tahu.
Kulihat mereka berbicara serius sambil berbisik, terkadang tertawa renyah, entah apa yang dibicarakan, aku yakin istriku sedang me-lobby Mbak Eliz dan percaya cara lobby istriku yang seringkali membawa hasil.
Tak lama kemudian kuhampiri mereka, ingin tahu hasilnya.
"Mulanya dia keberatan kalau suaminya ikutan, apalagi dengan aku, tapi setelah kubujuk akhirnya dia mau, asal aku yang memberitahu ke Mas Surya. Pa tahu nggak, ternyata dia pernah melakukannya dengan dua laki laki.."
Percakapan kami terhenti ketika salah seorang pembantu mendekat.
"Aku yakin Mas Surya akan menyetujui rencana ini, dia bukan halangan yang berarti" lanjutnya setelah pembantu itu pergi. Kami bergabung kembali sambil membawa beberapa cangkir Bandrek, kulihat Mbak Eliz duduk di samping suaminya dengan pandangan penuh Tanya. Kami terlalu asyik ngobrol sehingga istriku sepertinya agak kesulitan mencari kesempatan membicarakan rencananya dengan Mas Surya.
"Mas Surya, bisa Bantu aku sebentar" pinta istriku lalu meninggalkan kami menuju Pavilliun, Mas Surya mengikutinya, kulihat Mbak Eliz memandangku dan kubalas dengan senyuman dan anggukan. Entah yang lainnya curiga atau enggak, kenapa istriku minta bantuan Mas Surya dan bukan aku, suaminya.
"Mungkin istriku perlu bantuan lagi" kataku seraya beranjak meninggalkan ruangan.
"Aku ikut Mas" kata Mbak Eliz mengikutiku.
"Aku nggak yakin apakah Mas Surya mau menyetujui rencana istri Mas, aku juga masih ragu apakah bisa melihat kenyataan suamiku sedang mencumbu istri Mas" kata Eliz ketika kami melintas dekat kolam renang.
"Aku yakin kamu pasti bisa, terbukti kamu makin bergairah ketika melihat suamimu sedang bermain dengan istriku di kolam renang tadi pagi" jawabku meyakinkannya.
Pavilliun C seperti sebelumnya terlihat sepi, tirai kamar tertutup repat, kami curiga, kuberi tanda pada Mbak Eliz untuk masuk dengan cara mengendap endap, sayup sayup kudengar desahan istriku dari kamar Mas Surya yang sedikit terbuka. Berdua kami mendekati dan mengintip apa yang sedang terjadi, kami melihat Mas Surya sedang berlutut di depan istriku yang duduk di tepi ranjang, keduanya tidak mengenakan celana lagi, istriku sedang menggeliat menerima jilatan dari suami Mbak Eliz, tangannya meremas remas rambut Mas Surya, aku yakin istriku sudah memberikan kuluman penis padanya. Kurasakan Mbak Eliz menggenggam tanganku erat, entah dia cemburu atau makin bergairah.
"dia tak pernah melakukannya padaku" bisik Mbak Eliz, kuberi tanda supaya tidak bersuara.
Sambil menjilati vaginanya, tangan Mas Surya menjelajah ke daerah dada istriku yang ternyata sudah tidak mengenakan bra, desah istriku terdengar tertahan.
Kuelus pundak Mbak Eliz, untuk menenangkan gejolak emosinya, melihat suaminya memberi istriku apa yang belum pernah diberikan padanya. Dia membalas dengan elusan dan remasan di selangkanganku, kejantananku makin menegang. Mbak Eliz menarikku ke samping, aku bersandar di dinding, dia langsung melorotkan celana pendekku dan berlutut di antara kedua kakiku, dipegang dan dikocoknya sebentar kejantananku yang sudah menegang lalu dijilatinya dengan penuh nafsu, tak lama kemudian kejantananku sudah keluar masuk mulut Mbak Eliz. Aku tidak berani mendesah, sementara di dalam kamar desahan istriku masih terdengar penuh gairah meskipun lirih.
Kukocok mulut Mbak Eliz, dia jauh lebih bergairah mengulumku dibandingkan sebelumnya, mungkin karena cemburu atau dendam, makin cepat aku mengocoknya. Aku tak berani terlalu bernafsu, perhatianku sesekali tertuju keluar, takut kalau ada yang lewat pasti bisa melihat kami karena tirai ruang tamu belum sempat kami tutup.
Desahan istriku sudah berubah, aku hapal betul desahan itu, pasti Mas Surya sudah melesakkan penisnya ke vagina istriku. Sungguh berani mereka melakukannya tanpa melihat situasi, sungguh nekat tanpa perhitungan, pikirku.
Kuminta Mbak Eliz untuk pindah ke dapur, tapi dia tak mau, sepertinya ada rasa cemburu dan menikmati mendengar istriku mendesah bersama suaminya, ternyata aku mengalami hal yang sama, makin mendesah istriku makin aku bernafsu mengocok mulutnya.
Ingin rasanya kulesakkan segera penisku ke vagina Mbak Eliz, tapi keadaan tidak memungkinkan, Mbak Eliz tetap menolak ketika kuberi isyarat untuk pindah ke kamarku, dia masih menikmati desahan istriku yang kini sudah bergantian dengan desahan suaminya dari dalam kamar, jilatan dan kulumannya tak henti dari penisku.
Mbak Eliz melepaskan penisku, dia merangkak mengintip ke dalam kamar, begitu juga aku. Dugaanku benar, kami lihat Mas Surya sedang menindih tubuh istriku sambil menciumi lehernya, pantatnya turun naik mengocok vaginanya, sementara kaki istriku menjepit pinggang Mas Surya, mereka saling memeluk erat mengunci.
Mbak Eliz diam saja ketika kusingkapkan rok-nya, begitu asyik dia melihat suaminya sedang bersetubuh dengan istriku, aku tertegun sejenak melihat celana dalamnya hijau tua yang menutupi pantatnya, lebih tepat menghiasi pantatnya karena hanya seutas tali, celana dalam model String, sungguh sexy pantatnya yang mulus dan padat berhias itu. Tak perlu membukanya, hanya menyisihkan tali itu sudah cukup bagi penisku untuk mencapai vaginanya. Kuciumi dan kujilat pantatnya, dari lubang anus hingga ke vaginanya, dia menungging makin tinggi pantatnya. Mbak Eliz diam saja ketika kusapukan kepala penis ke vaginanya yang sudah basah, perlahan sekali aku mendorong masuk penisku, takut kalau Mbak Eliz menjerit, tapi tak luput juga dia menjerit kecil ketika penisku tertanam semua dan menyentuh dinding dalam vaginanya.
Untungnya jeritan kecil itu tertutup desah mereka hingga belum menyadari keberadaan kami di luar kamar. Pelan pelan mulai kukocok Mbak Eliz dari belakang, dogie style, aku bisa merasakan dia kurang enjoy karena harus bercinta tanpa desahan sedikitpun, tapi tetap menolak untuk berpindah ke kamar. Disamping itu aku harus tetap waspada dengan keadaan di luar, sebenarnya ini terlalu ceroboh, tak pernah aku melakukan seceroboh ini, tapi setelah beberapa menit berlalu, aku mulai menikmati ketegangan ini, baik ketegangan dari dalam kamar maupun dari luar. Seringkali Mbak Eliz menengok ke dalam kamar ketika kukocok, terutama ketika desahan istriku meninggi, aku tak tahu posisi apa di dalam.
Tiba tiba terdengar jerit orgasme dari Mas Surya, cepat juga padahal belum 10 menit mereka bercinta, mungkin karena terburu buru. Aku tak tahu harus berbuat apa, ingin menyelesaikan tapi takut mereka segera keluar, akirnya kucabut penisku dari Mbak Eliz, dia tidak protes berarti setuju untuk menghentikannya.
Kami merapikan pakaian dan duduk di ruang tamu menunggu mereka keluar. Tak lama kemudian Mas Surya dan istriku keluar kamar, tampak expresi terkejut dari Mas Surya tapi istriku hanya senyum senyum saja mengetahui keberadaan kami.
"Eh.. Mas Hendra, udah lama?" terlihat kegugupan pada pertanyaannya.
"Cukup lama untuk mengetahui Mas dan Mbak Lily di kamar" jawab istrinya ketus tanpa memandang ke arah suaminya, aku yakin cuma pura pura saja untuk memperkuat posisinya.
"Kami hanya.."
"Berdua dengan Mbak Lily dan memuaskannya" potong istrinya tetap dengan nada tinggi.
Mas Surya diam saja, memandang ke arahku seakan meminta bantuan, karena tidak tahu hasil pembicaraanku dengannya sebelumnya maka aku tak berani komentar dan kualihkan pandanganku keluar, istriku juga diam dan duduk di sebelahku melihat perlakuan Mbak Eliz pada suaminya, kami semua terdiam.
Mbak Eliz berdiri, menggandeng tanganku dan istriku, kami bertiga masuk kamar yang tadi dipakai Mas Surya dan istriku, pintu sengaja tidak ditutup, tanpa mempedulikan suaminya lagi dia memeluk dan menciumku. Mbak Eliz langsung jongkok di depanku dan mengeluarkan kejantananku, dijilati dan dikulum seperti yang dia lakukan tadi, kutarik istriku ke pelukanku dan kami berciuman sementara penisku sudah meluncur nikmat di mulut Mbak Eliz. Cukup demonstratif dia mengulumku di depan suaminya, sambil memeluk dan berciuman dengan istriku, kupegang rambut Mbak Eliz dan mengocoknya.
Mbak Eliz mendorongku hingga telentang di ranjang, setelah melepas rok dan celana dalam mininya, segera membuat posisi 69 di atasku, seolah dia juga ingin memberikan apa yang belum pernah diberikan pada suaminya, kusambut vaginanya dengan jilatan lidah penuh gairah, dan dia mulai mendesah lepas penuh kenikmatan. Istriku lalu ikutan Mbak Eliz mengulum penisku secara bergantian, dua lidah wanita cantik bekerja di daerah kejantananku, membuatku mendesis desis nikmat. Mas Surya berdiri di depan pintu melihat istriku dan istrinya menjilati kejantananku yang jauh lebih besar dari punya-nya. Dia tidak berani masuk, mungkin ada perasaan bersalah.
Desah kenikmatan dan gairah Mbak Eliz sungguh jauh lebih menggairahkan dibanding tadi, seolah dia ingin memamerkan kenikmatannya pada suaminya, bahwa dia bisa mendapatkan kenikmatan yang lebih dari orang lain, suami dari wanita yang tadi disetubuhinya.
Bersambung ...