Hubunganku dengan Mei (baca ceriteraku sebelumnya, "Penghibur Hati Yang Sepi") semakin hari semakin akrab. Hari-hari kami terasa indah. Wanita cantik dan seksi itu ternyata sangat liar kalau di atas ranjang. Nafsu seksnya besar dan terus menerus butuh pemuasan. Akupun dengan senang hati melayaninya. Apalagi ia sangat akrab dengan kedua anakku, Anita dan Marko. Mereka sering diajak jalan-jalan dan diberi hadiah. Melihat keakraban mereka aku berpikir, apakah Mei dapat menjadi ibu baru bagi mereka.
"Anak-anak kelihatannya suka denganmu, Mei", kataku satu malam sesudah melewati satu ronde persetubuhan yang panas, "Mereka kelihatannya mau kalau kamu menjadi ibu baru mereka. Bagaimana pendapatmu?"
"Kita jalani saja seperti ini dulu", kata Mei menanggapi, "Aku memang menantikan kata-kata ini. Aku senang kalau diberi kesempatan menjadi ibu bagi Anita dan Marko. Namun lingkungan keluargaku masih agak sulit menerima kamu, maaf, yang bukan keturunan Cina. Tapi kupikir lama-lama mereka juga akan mau. Sabarlah, sayang. Lagi pula tidak banyak bedanyakan. Aku selalu siap untuk kamu kapan saja", lanjutnya.
Aku paham sepenuhnya. Sejak mengenalku kami rutin bertemu untuk hubungan seks. Paling kurang beberapa kali seminggu, kecuali kalau lagi saat menstruasinya. Akhir pekan selalu menjadi kesempatan terindah. Ia mengakui kalau ia ketagihan bersetubuh denganku. Selalu orgasme, begitu katanya. Karena itu ia selalu menantikan saat-saat pertemuan. Aku merasa bangga karena kapan saja aku dapat menikmati tubuh Mei yang cantik dan seksi itu. Menggumuli tubuhnya yang mulus dengan buah dada yang montok dan pantat yang besar itu menjadi kebanggaan tersendiri. Mungkin karena selalu puas bersetubuh denganku, ia menjanjikan hadiah kejutan untuk ulang tahunku.
"Aku ingin memberi hadiah khusus buatmu", katanya empat hari sebelum ulang tahunku.
"Apa itu?" tanyaku.
"Kalau disampaikan sekarang itu bukan kejutan namanya", katanya, "Yakin deh, pasti akan menyenangkan hadiahnya."
"Tapi anak-anak pasti merayakannya pada hari itu", kataku.
"Yah, kita rayakan sehari sesudahnya", katanya, "Untuk itu mulai besok sampai hari itu kita tidak bertemu", lanjutnya.
Aku mengerti. Hadiah khususnya itu ternyata hubungan seks, tapi pasti dengan cara yang khusus. Apa ada pesta berdua dengan cahaya lilin? Dilanjutkan dengan hubungan kelamin yang penuh gelora? Ataukah menginap di satu hotel sambil saling memberi kenikmatan? Terserah dia saja. Toh namanya hadiah.
Ternyata hari-hari menanti hadiah itu sungguh menyiksa. Aku selalu merindukan tubuh montok itu. Aku menelponnya tetapi ia hanya menjawab dengan tertawa-tawa. Ia pasti tahu kalau aku sudah tidak dapat menahan birahiku yang menggelora.
Hari ulang tahunku. Di kantor teman-temanku menyanyikan "Happy Birthday to you" dan ada ucapan selamat. Yang membuatku terkejut adalah kartu ucapan selamat atas adanya "pendamping" baruku, "Congratulations for your new beautiful soul mate!"
"Aku dukung, Mas Ardy", kata Ibu Nadya kepala bagianku.
"Dukung apa, Bu?" tanyaku.
"Alaa.. Mas Ardy ini ada aja", sela Santi yang lincah, "Kan sudah ada pendamping baru. Cantik lagi. Siapa namanya? Kenalin ke kita, dong", godanya.
"Namanya, Mei", kataku karena tak ada pilihan lain, "Tapi belum jelas nih. Jangan dulu deh ucapan selamatnya, nanti keburu bubarkan repot,"
Siang itu di kantor aku tidak dapat berkonsentrasi dengan baik. Aku hanya mereka-reka, pesta seks apa yang disediakan Mei untuk merayakan hari ulang tahunku. Menunggu sehari saja rasanya sangat lama. Akhirnya toh hari yang dinantikan itu tiba. Mei menelpon, jam tujuh sudah harus ada di rumahnya.
Jam tujuh malam itu aku sudah di depan rumahnya. Ternyata pintu pagar tidak dikunci. Ada kertas kecil di pintu minta agar pagar dikunci. Aku menguncinya dan terus ke pintu depan. Ternyata pintu itu sedikit terbuka. Aku masuk. Ruangan depan kosong. Aku terus melangkah ke dalam. Begitu aku masuk ruang tengah, Mei menyongsongku.
"Selamat Ulang Tahun!" serunya.
Aku segera merangkul tubuhnya ke dalam pelukanku. Bibirku mencari bibirnya dan dengan buas melumat bibir itu setelah empat hari tidak merasakannya.
"Uhmm.. Uhmm..", gumamnya gelagapan menghadapi seranganku.
Ia sepertinya mau bicara tetapi aku tak memberinya kesempatan. Lidahku menerobos masuk ke mulutnya dan mempermainkan lidahnya. Tangan kiriku kulingkarkan ke lehernya dan tangan kananku meraih pantatnya. Kutekan tubuhnya ke arahku membuat ia tidak dapat bergerak ke mana-mana. Di saat itulah kudengar suara.
"Ehem..", suara seorang wanita.
Aku terkejut dan melepaskan pelukanku. Aku menoleh. Di atas sofa ruang tengah duduk seorang wanita lain. Aku kaget bukan kepalang. Wanita itu senyum-senyum menatapku salah tingkah. Pastilah wajahku memerah seperti udang rebus.
"Makanya tahan-tahan sedikit", kata Mei sambil tertawa menggoda.
Aku terdiam tidak tahu mau bicara apa.
"Ada yang nonton, tuh", lanjutnya, "Ayo mari aku kenalin. Ini Yen, sepupuku, "
"Yen", kata wanita itu malu-malu sambil menyorongkan tangannya.
"Ardy", sahutku sambil menjabat tangannya.
"Cantik, kan", kata Mei.
Aku memandang lekat wanita itu. Seperti Mei, wanita ini pun keturunan Cina. Ia lebih tinggi dari Mei, sekitar 170 cm. Rambutnya yang panjang hingga menyentuh pinggul dibiarkan tergerai. Ia memakai blouse kuning pucat berleher rendah dengan lengan pendek berenda, dipadu dengan celana sebatas lutut dari bahan denim sebatas lutut. Mataku dengan cepat merayap ke dadanya yang jelas semontok dada Mei. Pinggangnya cukup ramping walau tidak seramping Mei, diimbangi oleh pantatnya yang besar. Betisnya bulat padat. Jelas ia lebih muda dari Mei.
"Aku sudah sering mendengar cerita tentang Kho Ardy dari Ci Mei", kata Yen, "Jadinya penasaran aku, pingin kenalan,"
"Apa kata Mei", pancingku. Yen tersenyum malu-malu.
"Ha ha..", ia tertawa, "Katanya Kho Ardy orangnya baik, sabar, romantis dan.. Hi hi.."
"Hi hi apa", potongku.
"Kuat", katanya tertawa sambil menutup mulutnya.
"Ada aja Mei ini", sahutku agak malu sambil menoleh ke Mei. Tapi dalam hati aku jelas sangat berbangga.
"Kan benar, apa yang aku ceritakan", sahut Mei, "Dan yang paling penting", lanjutnya sambil merangkul bahu Yen, "Kami berdua adalah hadiah ulang tahunmu,"
Aku tertegun tak mampu berkata-kata. Mimpi apa aku semalam? Kedua wanita Cina seksi menawan ini menjadi hadiah ulang tahunku? Keduanya berdiri di hadapanku sambil mengikik. Kupandangi keduanya lurus-lurus dengan mata berbinar. Waooh! Tak dapat kubayangkan seperti apa sensasi di ranjang nanti diapit oleh dua wanita Cina cantik, bahenol dan seksi ini.
"Wah, sudah nafsu nih", goda Mei. Yen tertawa pelan menimpali.
"Abis hadiahnya istimewa begini", sahutku.
Keduanya mendekatiku. Mei merangkulku ketat dan mendaratkan ciumannya bertubi-tubi. Kurasakan padat tubuhnya. Buah dadanya yang montok lembut dan menggairahkan itu menekan dadaku. Kurengkuh pantatnya dan kurapatkan ke tubuhku.
"Selamat Ulang Tahun, sayang", katanya.
Dilepaskannya tubuhku. Yen mendekatiku. Kurangkul ia ke dalam pelukanku. Ia mencium pipiku kiri dan kanan. Buah dadanya yang montok dan kenyal itu menekan dadaku. Tubuh seksi itu bergetar. Denyut jantungnya terasa olehku. Tanganku melingkar ke bongkahan pantatnya yang bulat padat itu dan kurengkuh rapat ke tubuhku. Ia menggeletar dalam pelukanku ketika kudaratkan ciumanku ke bibirnya. Ia menyambut hangat. Kujulurkan lidahku dan menerobosi mulutnya. Lidahku segera disambut oleh permainan lidahnya. Celanaku mulai terasa sesak karena gerakan kemaluanku yang mengeras.
"Sudah.. sudah..", potong Mei, "Nanti diteruskan. Sekarang kita makan dulu, "
Aku melepaskan Yen dari pelukanku walaupun nafsu birahiku mulai meningkat ingin segera dituntaskan. Kami beralih ke ruang makan menikmati hidangan yang sudah tersedia. Kulihat ada sebotol anggur merah. Makam malam terasa sangat indah dalam cahaya lilin. Rasa bangga menyelimuti benakku. Bayangkan! Di tengah ruangan yang romantis dengan hidangan yang enak dalam temaram cahaya lilin, aku duduk menikmati anggur merahku dengan diapit dua wanita cantik bermata sipit nan bahenol dan seksi.
Aku tidak ingin terburu-buru menikmati semua ini walaupun senjata andalanku di bawah sana telah semakin tidak sabar, ingin segera menyatu dengan tubuh-tubuh seksi ini bergiliran. Keduanya pasti tahu dari gerak mataku yang jelalatan, melompat dari satu tempat ke tempat yang lain. Namun aku tidak ingin memberi kesan liar. Terutama untuk Yen, kesan pertama ini harus indah dan romantis sehingga di masa depan tetap ada kesempatan untuk menggarapnya.
Seperti Mei, Yen juga sudah menjanda sekitar enam bulan. Ditinggal suami yang pergi dengan wanita lain katanya. Usianya 29 tahun, tiga tahun lebih muda dari Mei, sepuluh tahun lebih muda dariku. Dalam hati aku berpikit, kok bisa ya, wanita secantik ini bisa ditinggal suami, minggat dengan wanita lain. Pasti bodoh lelaki itu. Tapi itu bukan persoalanku. Yang jelas ia ada di sini malam ini untukku. Malam ini kesempatan terbuka lebar bagiku untuk menikmati tubuhnya. Perbedaan sepuluh tahun sama sekali tidak ada pengaruhnya untuk urusan ranjang. Waahh.. Betapa beruntungnya aku.
Selesai makan malam, aku diminta menanti di ruang tengah. Keduanya menghilang ke lantai atas. Aku menungguh dengan jantung berdebaran. Lampu-lampu diredupkan. Dan dari lantai atas kulihat keduanya turun dengan membawa kue ulang tahun dihiasi lilin beryala berbentuk angka 39.
"Happy Birthday to you", keduanya bernyanyi, "Happy birthday to you. Happy birthday, Dear Ardy. Happy birthday darling!"
Pemandangan di depanku sungguh-sungguh indah. Sambil memegang kue ulang tahun itu, keduanya ternyata hanya mengenakan BH dan celana dalam. Mei memakai BH dan celana dalam berwarna merah hati, sedangkan Yen mengenakan BH dan celana dalam hitam. Sangat kontras di kulit keduanya yang putih bersih. Buah dada keduanya menyembul dari BH kecil yang hanya menutupi sepertiga buah dada itu. Dalam temaram lampu yang redup kulit keduanya yang putih nampak sangat indah.
Pusar di perut itu nampak menawan. Paha-paha padat itu menopang pinggul yang bundar dan digantungi oleh bongkah-bongkan pantat yang padat dan bulat. Celana dalam kecil yang menutupi pangkal paha menampilkan pemandangan yang sungguh menggairahkan. Kemaluanku mengeras dan berdenyut-denyut, tidak sadar menanti saat nikmat menyatu dengan kedua tubuh menawan itu.
Setelah meletakkan kue dihiasi lilin bernyala itu di depanku, Mei memintaku berdiri. Lalu keduanya melepaskan pakaianku satu per satu. Bajuku, sepatuku, kaos kaki, celanaku, dan kaos dalamku. Yang tertinggal hanyalah celana dalamku yang sudah tidak mampu menyembunyikan kemaluanku yang sudah menggunung. Mei merapat ke sisi kiriku sedangkan Yen ke sisi kananku. Keduanya menggelayut ke dua lenganku sehingga tonjolan buah dada masing-masing menempel erat di lenganku.
"Ayo, lilinnya ditiup dan kuenya dipotong", kata Yen.
Aku duduk diapiti oleh keduanya dengan tubuh menempel erat ke tubuhku. Kutiup lilin itu dan memotong kuenya. Potongan pertama kusuapkan ke mulut Mei dan yang kedua ke mulut Yen. Setelah toast anggur merah, mulailah aku menikmati hadiah ulang tahunku. Aku menyandar di sofa dan kubiarkan kedua wanita cantik itu melakukan apa yang mereka mau. Setelah masing-masing memperoleh ciuman di bibir, mulailah mereka beraksi.
Mula-mula kedua puting susuku dikulum keduanya. Mei mengulum di sebelah kiri dan Yen di sebelah kanan. Lalu masing-masing mulai bergerak ke arahnya sendiri. Mei mulai menelusuri perutku dan mengarahkan jilatan-jilatannya ke bawah, sedangkan Yen mulai merambati dada dan leherku dengan jilatan dan hisapan. Aku menggeliat-geliat menahan rasa nikmat yang mulai menjalari seluruh tubuhku. Tanganku mulai aktif bergerilya. Buah dada keduanya menjadi sasaranku. Kucari pengait BH keduanya dan kulepaskan. Buah dada keduanya menyembul keluar bebas dengan indahnya. Tangan kiriku mencari-cari buah dada Mei dan meremasnya. Sejalan dengan itu kutarik Yen merapat. Dengan segera mulutku mengerkah buah dadanya yang ternyata lebih besar dari punyanya Mei.
"Ooohh.." erang Yen. Ditekannya kepalaku sehingga wajahku terbenam di belahan dadanya yang montok itu.
"Kita tuntaskan di kamar", kata Mei tiba-tiba.
Kurangkul kedua wanita itu pada pinggul masing-masing. Bertiga kami melangkah ke kamar tidur Mei di lantai atas hanya dengan mengenakan celana dalam masing-masing. Keduanya mengikik kecil merasakan kenakalan tanganku yang telah menyeruak ke balik celana dalam mereka masing-masing dan mengusap-usap pantat mereka. Rasanya sudah tidak sabar untuk menenggelamkan diri ke dalam pelukan keduanya secara bergiliran.
Kamar tidur Mei harum dan romantis. Kamar ini telah puluhan kali menjadi saksi pertemuanku penuh birahi dengan Mei. Ranjang lebar ini menjadi saksi bisu jeritan-jeritan kenikmatan Mei dan erangan penuh kenikmatanku. Entah sudah berapa banyak spermaku tercecer di atas ranjang ini bercampur dengan cairan vagina Mei. Dan malam ini kamar ini sekali lagi menjadi saksi sejarah baru diriku, bersetubuh sekaligus dengan dua orang wanita Cina yang cantik, bahenol dan seksi.
Mei dan Yen segera melepaskan celana masing-masing. Kuminta keduanya berdiri berjajar. Dalam cahaya lampu yang sengaja diredupkan kedua tubuh bugil itu nampak sangat indah. Keduanya berputar bak peragawati mempertontonkan tubuh telanjangnya. Keduanya lalu mendekatiku dan merebahkan tubuhku ke atas ranjang. Yen cepat meloroti celana dalamku. Kemaluanku yang besar dan panjang itu segera mencuat tegak di hadapannya.
"Waoo.. Gedenya", seru Yen tertahan.
Jemari Yen yang lentik dan lembut itu segera menggenggam batang kemaluanku. Diremas-remas sebentar dan dielus-elus lembut. Aku mengerang-ngerang kenikmatan. Kuraih tubuh montok Mei dan buah dadanya segera menjadi bulan-bulanan mulutku. Sementara itu Yen mulai mempermainkan lidahnya di seputar pusarku dan semakin mendekati pangkal pahaku. Batang kemaluanku itu ada dalam genggamannya. Tangan kananku meraih buah dada Yen dan meremas-remasnya, sementara tangan kiriku merayap di sela-sela paha Mei. Jari-jariku merambah bulu-bulu kemaluannya yang lebat dan terbenam ke lubang basah kemaluannya.
"Aaacch..", erang Mei sambil menekan kepalaku lebih erat ke dadanya.
Jari-jariku semakin keras mencengkeram buah dada Yen ketika lidahnya yang lincah semakin mendekati batang kemaluanku yang semakin keras dan berdenyut-denyut. Ketika lidahnya semakin lidahnya menyentuh batang kemaluanku aku merasakan sensasi yang hebat dan mulut mungilnya itu dengan segera menelan senjata kebanggaanku itu.
Sementara itu Mei semakin menggelinjang dan kemaluannya semakin basah oleb banjir cairan vaginanya. Sambil terus mengulum kemaluanku Yen melepaskan tanganku yang meremas buah dadanya. Tangan itu dituntun ke arah selangkangannya. Tanganku segera menyapu kemaluannya yang berbulu lebat itu dan jemariku segera tenggelam ke lubang yang sudah basah oleh cairan vaginanya. Puas mengulum kemaluanku Yen minta buah dadanya dikulum. Segera Mei menggantikannya mengulum kemaluanku. Erangan dan lenguhan memenuhi ruangan. Tubuh Yen menggeletar hebat menandakan birahinya makin menggila butuh pelampiasan. Kupikir sudah saatnya menyetubuhi kedua wanita ini. Aku merebahkan keduanya hingga menelentang berjejer.
"Yen duluan", bisik Mei terengah-engah.
Yen telentang dengan mata tertutup dan paha yang sudah terbuka lebar siap disetubuhi. Aku memegang kedua pahanya dan beringsut mendekat. Mei menempelkan kedua buah dadanya di punggungku dan lidahnya bergerilya di seputar leher dan kupingku. Kuarahkan batang kemaluanku yang sudah keras dan tegak. Kuusap-usap di bibir lubang kemaluan Yen. Ia mendesis dan mulai menggelinjang, tidak sabar menanti saat-saat penetrasi. Ujung kemaluanku perlahan-lahan mulai menguak bibir kemaluannya yang telah basah. Mulutnya terbuka dan terdengar keluhan kecil. Aku berhenti sejenak. Ia membuka matanya dan di saat itulah kusentakkan pantatku ke depan.
BLES..!!
Bersambung...