"Aaa..", Yen menjerit.
Kemaluanku yang besar dan panjang itu menerobos ke dalam lubang kemaluannya, lancar seperti di jalan tol. Yen menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar kemaluanku dapat menyuruk lebih dalam. Aku berhenti dan membiarkan ia menikmatinya. Nikmat rasanya kemaluanku digigit-gigit oleh dinding vaginanya. Ia mendesis-desis dan mengerang-erang nikmat. Lalu perlahan tetapi pasti aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur. Erangan Yen semakin keras. Buah dadanya bergoncang-goncang hebat seirama dengan genjotanku. Rambutnya yang panjang terserak-serak, membuat ekspresi wajahnya yang menahankan kenikmatan itu menjadi sangat menarik.
Aku mengatur ritme genjotanku agar ia dapat menikmatinya. Aku mempercepat gerakan pantatku. Kenikmatan yang semakin menggila membuat ia mencengkam kedua lenganku. Ketika ia semakin menjerit-jerit, aku memperlambat bahkan menghentikan genjotanku. Ia mendesah-desah kecewa. Di saat ia masih mendesah-desah, kembali aku menyentakkan pantatku dan mengocok dengan cepat. Kembali jeritannya memenuhi ruangan itu.
"Cepat.. Cepat.." gumamnya tidak karu-karuan, "Aku mau keluar.."
Kupercepat tempo genjotanku. Tiba-tiba ia menarik tubuhku hingga rebah sepenuhnya di atas tubuhnya. Kubenamkan wajahku di lehernya mengiringi jeritan kenikmatan yang dilepaskannya.
"Aaahh..", jeritnya.
Tubuh montoknya itu bergetar hebat. Pantatnya dihentak-hentakkannya ke atas. Pahanya terangkat dan membelit pantatku sehingga menyatu sepenuhnya. Aku diam memberikan kesempatan kepadanya untuk menikmati orgasmenya. Tubuhnya bergetar-getar diiringi desah nafas terengah-engah. Rasanya dunia ini dilupakan kalau tidak karena desahan Mei yang berbaring di sebelah kami. Mei ternyata sedang asyik mempermainkan vaginanya sendiri. Kurasa ini saat yang tepat untuk menyetubuhi Mei. Apalagi aku belum orgasme sehingga kemaluanku masih tegak.
"Sekarang giliran Mei", bisikku di telinganya.
Yen mengangguk pelan dan melepaskan pelukannya. Ia menelentang seperti kehabisan tenaga di sebelah Mei. Aku beralih ke Mei. Kutarik tangannya. Ia segera membuka pahanya lebar-lebar. Kemaluannya sudah basah dan merekah, rupanya sudah tak sabar menunggu gilirannya digenjot. Aku merayap mendekatinya. Kemaluanku masih basah dan berkilat-kilat oleh cairan vagina Yen. Kuarahkan ujung kemaluanku ke lubang kemaluannya.
Mei memejamkan matanya sambil memegang kain seprei yang sudah acak-acakan itu, menanti saat-saat sensasional penetrasi batang kemaluanku. Ujung kemaluanku menyentuh bibir vaginanya dan menyeruak di antar bibir-bibir itu mencari jalan masuk. Aku menurunkan pantatku sedikit dan kurasakan kemaluanku mulai memasuki kemaluannya. Mei mulai mendesah-desah. Aku menariknya keluar lagi. Ia mendesah lagi seperti kecewa. Di saat itu aku menyurukkan kemaluanku ke dalam lobang surgawinya.
"Aaa.." Mei menjerit keras.
Matanya membelalak. Kemaluanku kutancapkan dalam-dalam di lubang kemaluannya. Setelah jeritannya berubah menjadi erangan, aku mulai menggerak-gerakkan pantatku maju mundur. Kususupkan tanganku ke bawah lengannya dan merangkul erat bahunya. Mulutku kubenamkan ke leherya yang jenjang. Ia melingkarkan tangannya ke punggungku dan memelukku erat-erat. Pantatnya yang bundar besar itu diputar-putar untuk memperbesar rasa nikmat. Mulutnya terus menerus mengeluarkan desisan, erangan dan jeritan, mengiringi sodokan-sodokan kemaluanku yang semakin menggila. Jepitan dinding vaginanya terasa sangat nikmat.
"Lebih keras.. Lebih keras lagi.." erang Mei.
Aku memompanya semakin bersemangat. Peluh mengucur dari seluruh tubuhku, bercampur dengan keringatnya. Aku mengangkat sedikit dadaku. Mulutku segera menerkam buah dada kirinya yang berguncang-guncang itu. Ia mengerang dan menekan kepalaku ke dadanya. Dari buah dada kiri aku beralih ke kanan. Ia menceracau semakin tak menentu. Pahanya membuka dan menutup. Kecipak cairan vaginanya semakin memperbesar nafsuku.
"Aku mau keluar", katanya terputus-putus.
"Aku juga", sahutku merasakan desakan magma spermaku yang akan memancar.
"Di dalam saja, sayang", bisiknya.
Karena ingin mencapai orgasme bersama-sama, aku meningkatkan kecepatan genjotan kemaluanku. Mei menjerit-jerit semakin keras. Aku menggeram dan menggigit lehernya. Ia merangkulku erat-erat. Kuku-kukunya terasa menembus daging punggungku. Akhirnya oleh satu hentakan keras aku membenamkan kemaluanku dalam-dalam diiringi lolongan panjang Mei membelah udara malam. Pantatnya dihentak-hentakkan ke atas. Pahanya terangkat membelit pinggangku seakan memeras setiap tetes spermaku menyembur ke dalam rahimnya. Kurasakan banjir lahar spermaku deras memancar. Aku letih, Mei juga.
Sekitar sepuluh menit aku diam membiarkan kenikmatan itu mengendur perlahan-lahan. Lalu aku melepaskan diriku dari pelukan Mei dan terhempas ke atas kasur empuk spring-bed Mei, tepat di antara Mei dan Yen. Kedua wanita montok itu seperti dikomando merapat ke arahku. Buah dada keduanya menyentuh dadaku dan paha kiri Mei serta paha kanan Yen sama-sama membelit pahaku. Keduanya menciumku dengan lembut.
"Terima kasih, Kho", kata Yen. Aku hanya mengangguk-angguk kecil.
Setelah beberapa saat beristirahat, kami beralih ke kamar mandi dan membersihkan tubuh. Kedua wanita itu memandikanku. Mereka menyirami tubuhku dengan air hangat dan menggosokkan body foam. Yang menarik, gosokan itu tidak dibuat dengan tangan tetapi dengan buah dada masing-masing. Acara mandi erotik ini jelas memancing nafsu birahiku. Perlahan-lahan kemaluanku mulai bangun lagi. Uh.. Sungguh acara mandi malam yang tak terlupakan.
"Wuii.. Si ujang sudah bangun nih", goda Mei sambil mengelus kemaluanku, "Sesudah ini kita akan mulai ronde kedua", lanjutnya.
Acara mandi selesai dan kami kembali ke ruang tengah lantai bawah. Bertiga kami tidak mengenakan sehelai benangpun. Sepenuhnya bugil. Kupandangi dua wanita Cina yang menawan ini. Mereka lagi menuang anggur. Yen membawa dua gelas, satu diserahkan kepadaku.
"Untuk si jantan yang berulang tahun", kata Mei, "Semoga tetap kuat perkasa,"
"Untuk Mei dan Yen", sahutku, "Semoga tetap seksi dan menawan,"
"Untuk kita bertiga", kata Yen, "Semoga jadi group seks yang kompak,"
Gila! Dunia apa yang sedang aku masuki sekarang ini? Rasanya seperti bermimpi, tetapi ini bukan mimpi. Ini sungguh kenyataan. Mengapa menolak untuk menikmati semua ini. Kedua wanita itu kini merapat ke tubuhku dan memulai aksinya.
"Sekarang kita main di sini saja", kata Mei.
Aku dan Yen tidak menjawab. Setuju saja. Apa sih salahnya bersetubuh di atas karpet lembut ruang tengah ini? Keduanya segera tenggelam dalam aksinya masing-masing. Rabaan dan elusan disertai jilatan dan kecupan menjalari seluruh tubuhku, mengiringi kedua tanganku yang bebas bergerilya di setiap lekuk tubuh keduanya. Pada saat kedua tanganku melingkar ke pantat keduanya dan merasakan betapa montok dan padat pantat keduanya, timbul ideku untuk menyetubuhi keduanya dalam doggy-style. Kemaluanku dengan segera tegang kembali oleh ide menarik ini.
"Ayo, Mei dan Yen", kataku, "Sekarang kalian berlutut di lantai. Aku mau doggy-style, "
Tanpa berkata-kata kedua wanita itu saling memandang dan tertawa mengikik. Lalu keduanya segera berlutut membelakangiku. Keduanya saling bertaut lengan, biar bisa saling membagi kenikmatan mungkin. Pemandangan di depanku sungguh indah. Aku memandang kedua bokong yang besar, putih, mulus dan padat itu. Di antara paha itu nampak gundukan rambut kemaluan masing-masing yang lebat dan hitam. Di sela-sela rambut itu nampak bibir-bibir kemaluan yang merekah merah, siap untuk digenjot bergantian.
"Ayo Kho", kata Yen, "sudah nggak sabar nih!"
Aku mendekati dan mengelus-elus pantat keduanya. Ketika jari-jariku mulai merayapi bibir kemaluan, keduanya mendesis serentak. Jari-jariku menyeruak ke antara bibir-bibir vagina itu dan mempermainkan kedua klitoris. Keduanya serentak menjerit kecil dan mendongak. Sungguh sensasi yang indah. Kemaluanku yang sudah sekeras senapan itu kuarahkan ke bokong Mei. Tanpa kesulitan aku menembus kemaluannya yang telah basah licin itu.
Beberapa menit bermain dengan Mei, aku lalu beralih ke Yen. Ia pun menjerit kecil ketika kemaluanku menerobosi lubang surgawinya. Kukocok-kocok perlahan lalu semakin cepat. Ia mengerang semakin keras tak terkendali. Beberapa menit aku pun beralih ke Mei. Begitu seterusnya, sehingga kedua wanita itu semakin penasaran.
Malam semakin larut, namun untuk kami bertiga waktu tidak lagi penting. Yang penting sekarang ialah bagaimana meraih kenikmatan bersama-sama. Aku mulai merasa letih juga. Maka ingin kuakhiri dulu ronde kedua ini. Aku memegang bokong Mei dan menyodoknya keras-keras. Ia menjerit keras dan terus mengerang-erang tak karuan ketika kemaluanku bergerak lincah keluar masuk kemaluannya. Ketika kulihat ia mencengkram keras karpet aku tahu ia akan keluar. Aku mempercepat gerakanku dan menghentak keras. Mei menjerit keras dan rebah ke atas karpet. Aku mengikutinya dan beberapa saat menindihnya.
Melepaskan diri dari Mei aku beralih ke Yen yang setia menanti. Dengan cepat aku menghujamkan senjata kebanggaanku ke dalam kemaluannya. Seperti Mei ia pun menjerit keras. Rambutnya yang panjang itu kujambak sehingga ia mendongak ke atas sambil terus mengerang. Bunyi pantatnya yang beradu dengan pahaku seakan menjadi irama kenikmatan yang tak ada duanya. Aku pun merasa akan segera orgasme. Rambutnya semakin keras kutarik sehingga ia semakin mendongak. Pantatnya melengkung ke atas dan buah dadanya yang besar itu berguncang-guncang, seirama dengan gerakan pantatku.
"Aaauu, Kho" jeritnya, "Aku mau keluar!"
"Aku juga", balasku.
Serentak dengan jambakan rambutnya, mengiringi jeritan panjangnya, aku menghentakkan pantatku keras-keras. Ia rubuh ke atas karpet ditindih olehku. Di saat itu kurasakan deras spermaku memancar ke dalam rahimnya. Aku letih, juga Mei dan Yen. Aku diam membatu di atas pantat Yen yang montok. Mei merangkak mendekat dan mengelus-elus kepalaku.
Aku bangun. Yen juga. Sempoyongan ia berjalan dan duduk di sofa. Kakinya terbuka lebar dan dapat kulihat leleran spermaku menetes dari vaginanya. Aku menghempaskan tubuhku di samping kirinya. Kurangkul bahunya. Mei mendekat dan duduk di sebelah kiriku. Kedua tanganku merangkul punggung keduanya dan menggapai buah dada kanan Yen dan buah dada kiri Mei. Kugenggam kedua buah dada itu erat-erat.
"Terima kasih Mei, terima kasih Yen", kataku, "Terima kasih untuk kado ulang tahunya, "
Keduanya menatapku, mengangguk dan tertawa gelak-gelak.
"Tidak pernah terpikir dalam hidupku dapat mengumbar nafsu dengan dua wanita Cina yang cantik menawan, bahenol, montok dan seksi", kataku.
"Kho tak usah takut", sahut Mei, "Kami akan siap untuk Kho Ardy kapan saja,"
"Untuk lelaki sekuat Kho Ardy, Yen dan Mei akan siap selalu", timpal Yen.
Sejak peristiwa hadiah ulang tahun itu, aku jadi selalu punya wanita yang siap melayani nafsuku. Kalau Mei lagi menstruasi, Yen pasti siap untukku. Begitu juga sebaliknya. Namun kami juga sering berkumpul bertiga untuk saling berbagi kenikmatan.
Sekali di rumah Mei, larut malam setelah menyetubuhi keduanya secara bergiliran, iseng aku menggoda keduanya.
"Aku sudah punya dua wanita Cina yang cantik dan seksi", kataku, "Kapan dua ini akan bertambah?"
"Kho Ardy pingin tambah lagi", kata Yen di luar dugaanku, "Mudah, Kho. Akan Yen atur. Mau tambah satu atau dua lagi, terserah Kho Ardy aja,"
Aku terkejut dan menoleh ke Mei.
"Nggak usah khawatir", lanjut Mei, "Akan ada saatnya hadiah baru lagi. Tapi harus hemat-hemat tenaganya. Soalnya wanita Cina itu nafsunya gede-gede. Haha.."
Aku terkejut tetapi juga berbangga. Gimana ya rasanya kalau sekali waktu dikerubuti empat wanita cinta yang cantik dan bahenol seperti Mei dan Yen?
"Tapi", kataku terus menggoda, "Kalian nggak nyesal disetubuhi lelaki bukan Cina, apalagi yang berasal dari KTI sepertiku?"
"Ah", renggut Mei manja, "Tentu aja tidak. Hitung-hitung mendukung program pemerintah yakni pembauran,"
"Pembauran ada macam-macam, Kho", lanjut Yen, "Ada yang berbaur dalam pekerjaan, rumah, profesi dan pergaulan. Untuk kita bertiga, yah berbaur kelamin aja,"
TAMAT