Tenggelam dalam api asmara dan nafsu, keduanya bergumul dan saling memuaskan. Desahan dan erangan keduanya memenuhi kamar itu, namun ditenggelamkan oleh hingar bingar musik yang telah disetel terlebih dahulu oleh Hadi. Keringat bercucuran di mana-mana seiring dengan semakin panasnya permainan seks mereka. Sebuah erangan panjang mengakhiri semuanya saat Hadi menyemprotkan cairan kelaki-lakiannya. Lemas terkulai, keduanya saling berpelukan sambil mengumpulkan energi mereka kembali.
Hari-hari berikut diisi dengan pelukan dan ciuman mesra meskipun Hadi tidak bisa datang setiap hari. Tak jarang, Hadi mengajak Andi keliling-keliling ke mall. Kebersamaan semacam ini malah membuat Andi semakin lengket pada Hadi. Dalam hatinya, Andi bersumpah akan melakukan apapun asalkan Hadi bahagia. Dalam sebuah kesempatan, Hadi mengajaknya window-shopping ke toko kaset. Di sana, dia sibuk mencari kaset dari artis kesukaannya. Andi tentu saja penasaran sebab Hadi seringkali menyebutkan betapa dia ingin memiliki lagu itu.
"Lagu itu populer pas saya masih SMA. Semacam lagu nostalgia. Send Me A Lover, yang nyanyi Taylor Dayne. Aku penasaran banget. Kok nggak ada toko kaset yang jual lagu itu," jelas Hadi panjang lebar.
Andi tak tahu apa arti sebenarnya dari lagu itu bagi Hadi. Bisa saja itu lagu nostalgia saat dia pacaran di SMA dulu. Tapi Andi tidak mau ambil pusing. Masa lalu Hadi tidak penting. Yang terpenting adalah Hadi mencintainya Maka tanpa Hadi tahu, Andi memulai perburuannya. Tapi ternyata benar, tidak ada satu toko pun yang menjual lagu itu. Namun, untung saja ada internet. Dari sanalah, Andi berhasil mendapatkan lagu itu, meskipun yang didapatnya adalah versi Celine Dion. Setelah disimpan di dalam CD kecil berbentuk bintang, lagu itu siap dijadikan kejutan. Hadi memang terkejut dan nampak senang sekali. Tapi saat Andi menyinggung tentang cinta, Hadi dengan cepat menepis topik itu.
*****
Sebuah desahan panjang lepas dari bibir Hadi, sedih memikirkan kenangan indah bersama Andi dulu. Andi memang tidak terlalu lihai dalam bercinta, tapi Hadi tetap menyukainya sebab Andi selalu berusaha keras untuk memuaskannya. Terbayang kembali nikmatanya hisapan mulut Andi saat dia mengoral batang kejantanan Hadi. Dan juga kehangatan badannya saat hadi memasukinya dari belakang.
"Aahh.." desah Hadi.
Di saat-saat normal, batang kejantanan Hadi pasti langsung bangkit tiap kali memikirkan hal-hal mesum. Tapi kali ini, batangnya tetap lemas. Rasa sedih dan duka telah mematikan nafsu birahinya untuk sementara waktu. Tangisan seorang anak laki-laki kecil yang sedang merengek ibunya untuk dibelikan balon sesat memecah lamunan Hadi. Dari tempat duduknya, Hadi melihat ibu muda itu merogoh dompetnya dan mengeluarkan selembar uang ribuan kepada penjual balon. Mata Hadi terus saja memandangi anak kecil itu yang paling tidak berusia sekitar 6 tahun. Seorang anak dan keluarga yang normal. Itulah yang mengakibatkan Hadi tega melepas Andi..
*****
"Hadi, aku cinta padamu. Aku ingin sekali menjadi kekasihmu. Kumohon, saya tulus mencintaiku tanpa menuntut banyak. Kamu bahkan bebas ML ama cowok-cowok lain asalkan kamu mau jadi pacarku," mohon Andi memelas.
"Tapi aku nggak mau punya pacar. Kan dulu pernah kita setujui kalo kita ini cuma teman seks saja," balas Hadi agak jengkel.
Berhubungan badan dengan Andi memang hal yang menyenangkan tapi mengambilnya menjadi kekasihnya adalah hal yang berbeda, dan Hadi sama sekali tak menginginkannya. Terbayang sudah rasa malu yang akan dideritanya saat semua orang mencapnya sebagai homo. Tak peduli bagaimana cara Andi memohonnya, Hadi tetap tidak mau. Dia memang sayang pada Andi, namun dia tak mau menjadi gay dan dipermalukan seumur hidupnya. Tanpa mempedulikan rengekan Andi, Hadi pergi dan tak pernah kembali lagi.
Selang tiga minggu kemudian, Hadi mengirim sebuah email pada Andi. Sebuah email perpisahan tepatnya.
Andi, visaku sudah keluar. Saya berangkat besok. Maaf, saya nggak bisa membalas cintamu, tapi pasti ada pria lain untukmu. Saya nggak mau jadi gay, mengertilah. Belajarlah untuk melupakanku. Jangan pikirkan aku lagi.
Tertanda,
Hadi.
Di luar dugaan, Andi tidak mengirimkan email rengekan, melainkan sebuah puisi yang agak menyayat hati. Tapi Hadi sama sekali tidak merasakan apa-apa saat membacanya:
Pernahkah kau mencintai seseorang, sebegitu dalam hingga bumi bergetar?
Pernahkah kau mencintai seseorang walaupun terasa menyayat hati?
Pernahkah kau mencintai seseorang tapi hatimu tak berdaya menolaknya?
Pernahkah kau mencintai seseorang meski kau belum mengenalnya?
Pernahkah kau menyandarkan kepalamu di atas dada pria yang kau sukai?
Tapi kau harus memalingkan mukamu dan menyembunyikan perasaan cintamu
Kau berharap hari itu akan tiba hari di mana dia pun berkata,
"Aku juga mencintaimu, sayang"
Jikalau kau pernah mencintai seseorang, dan cintamu tak terbalas
Percayalah, saya mengerti dan paham lebih dari siapa pun juga
Pernahkah kau mencintai seseorang?
Seperti aku mencintaimu..
Dan itulah terakhir kalinya, Hadi berkomunikasi dengan Andi. Tak ada kepedihan dalam hatinya sama sekali sebab dia memang tak mencintai Andi. Sebaliknya, terbebas darinya merupakan sebuah kemerdekaan.
Keesokan harinya, tanpa beban apa-apa, Hadi terbang ke Riyadh dan mulai bekerja di sana. Waktu pun berlalu. Dua tahun setelah kepulangan Hadi dari Riyadh, Hadi masih tetap memutuskan hubungan dengan Andi. Dia tak mau membalas email ataupun SMS dari Andi. Baginya, Andi sudah tidak ada lagi, dan dia siap memulai lembaran baru dalam hidupnya. Kedua orangtua Hadi tentunya senang sekali melihat kepulangan putra mereka satu-satunya itu. Bahkan mereka telah menyiapkan seorang calon istri bagi Hadi.
Hadi tentu saja tidak menolaknya. Maka beberapa bulan kemudian, pernikahan Hadi pun dilangsungkan dengan adat Jawa Islam. Namun, sesuatu yang tak disangka-sangka terjadi. Tiba-tiba Hadi melihat seorang pria yang sangat dikenalnya, berdiri di pojok ruangan, menatapnya. Pria itu Andi! 'Tapi bagaimana mungkin?' pikir Hadi, kalut. 'Bagaimana jika Andi mengacaukan pernikahannya? Bagaimana jika dia tega membongkar homoseksualitasnya di depan semua tamu undangan?' Tapi Andi tidak berbuat apa-apa, hanya berdiri mematung.
Sebutir air mata jatuh berlinang dari matanya yang sembab. Hadi sempat tidak fokus saat para tamu berbaris menyalaminya. Saat dia ingin mencari Andi, pria itu sudah menghilang entah ke mana.
"Ada apa, sayang?" tanya istri baru Hadi, tersenyum manis.
Kebahagian tersirat di wajahnya, kebahagiaan yang seharusnya dirasakan oleh Andi. Hadi hanya menggeleng-geleng saja.
"Tidak ada apa-apa, istriku."
Untuk menenangkannya, Hadi memberi sebuah kecupan manis di pipinya. Dalam hatinya, dia bertekad untuk menjalani hidupnya tanpa Andi. Malam itu, Hadi menggauli istrinya. Baginya, semua terasa sama nikmatnya sebab dia bisa terangsang baik dengan pria maupun wanita. Saat kenikmatan menjalari tubuhnya, Hadi tak ingat sama sekali dengan Andi. Dengan sebuah lenguhan panjang, pria itu menanamkan benihnya di dalam rahim istrinya. Benih itu akhirnya tumbuh menjadi seorang bayi laki-laki sekitar 9 bulan kemudian. Mata Hadi berkaca-kaca saat dia menggendong bayi mungil itu di dalam tangannya untuk yang pertama kalinya.
Tangan kecil bayi itu menggapai-gapai, ingin menyentuh wajah ayahnya. Mendadak, Hadi teringat sesuatu, kalimat yang pernah diucapkan Andi dulu saat mereka selesai bercinta..
"Aku ingin sekali menjadi 'istrimu', Hadi. Aku ingin merawatmu, menjagamu, mencintaimu, dan mendampingimu," kata Andi, bergelayut manja di dalam pelukan Hadi.
Tubuh Andi yang telanjang bulat dan masih belepotan air mani terbungkus tangan Hadi yang kuat dan hangat. Denyut jantung Hadi terdengar kencang saat Andi membaringkan kepalanya di atas dada telanjang Hadi.
"Aku harus nikah, Andi. Kamu 'kan tahu kondisiku. Aku ini anak laki-laki satu-satunya. Lagipula, dalam agamaku, saya wajib nikah," jawab Hadi, membelai rambut Andi. Matanya menerawang ke depan.
"Bagaimana denganku, Hadi? Apakah kamu akan meninggalkanku?" tanya Andi, cemas.
Kedua bola matanya berkaca-kaca, ingin menangis.
"Pasti ada pria lain untukmu," sahut Hadi, memperat pelukannya.
Sesaat, keheningan menggantung.
Andi lalu berkata, "Oh, andai saja pria juga bisa hamil. Saya ingin sekali dihamili olehmu. Saya ingin sekali mengandung untukmu dan melahirkan anakmu.."
Hadi terpaku sejenak. Sudah lama dia tidak memikirkan Andi. Selama bertahun-tahun, dia berhasil melupakan pria itu. Tapi ini kenangannya kembali lagi. Tanpa dapat ditahan, Hadi bertanya-tanya di manakah Andi sekarang. Apa yang sedang dilakukannya? Apakah dia bahagia? Berbagai pertanyaan muncul di dalam benaknya. Bagaimana pun juga, dulu dia pernah mencintai Andi, meskipun sekarang sudah tidak lagi.
Bersambung . . . . . .