Cerita Pinokio, boneka kayu buatan Gepeto yang dihidupkan oleh peri baik hati telah banyak dikenal. Kali ini adalah lanjutan cerita Pinokio tersebut, namun cerita yang akan anda baca ini tidak untuk anak-anak. Karena Pinokio telah beranjak dewasa, maka cerita Pinokio ini nanti akan sarat dengan adegan-adegan sex dan pornografi XX yang khusus untuk dewasa. Sekali lagi sebelum membaca cerita Pinokio X, cek tahun kelahiran anda. Bila usia anda kurang dari 17 tahun, sebaiknya anda tidak membacanya. Sebelumnya, terima kasih telah membaca cerita ini. Selamat menikmati!
*****
Sekarang Pinokio telah melalui kehidupan selama 17 tahun dan setara dengan pemuda-pemuda yang berusia 17 tahun. Sebuah masa peralihan menjadi dewasa. Masa-masa yang sulit bagi seorang pemuda seperti Pinokio. Apalagi ia sudah 2 tahun hidup seorang diri sepeninggal Pak Gepeto.
Meninggalnya Pak Gepeto yang dimakan usia merupakan pukulan yang hebat bagi Pinokio. Pembuat dan sekaligus ayahnya itu telah mendidiknya dengan baik. Walau pada awal kehidupannya, Pinokio menjalani cobaan dari godaan-godaan lingkungannya tapi berkat bantuan peri baik hati yang menghidupkannya akhirnya ia kembali ke jalan yang benar (dari versi cerita Pinokio yang asli).
Dan sejak ia kembali menjadi anak yang baik nan jujur, peri baik hati tak pernah lagi mengunjunginya. Tapi Ia menjalani hidup bahagia berdua bersama Pak Gepeto. Dua tahun terkahir ini menjadi masa yang amat sulit, karena ia menjalani kehidupannya seorang diri. Kebutuhan materiil tak menjadi masalah bagi Pinokio, karena ia diwarisi oleh Pak Gepeto toko boneka dan keahlian membuat boneka-boneka kayu.
Kesepian sering melanda diri Pinokio. Apalagi dengan perubahan sifat yang dialaminya sejak Pak Gepeto tiada. Pinokio berubah, dari seorang pemuda yang selalu riang gembira menjadi pemuda yang murung dan tertutup. Dunianya berubah, teman-temannya pun mulai berubah dan makin dewasa. Tapi Pinokio masih berpikiran sebagai anak kecil dan belum mampu untuk beradaptasi dengan kedewasaan. Ia mulai tidak cocok dengan teman-temannya dan menjauhi mereka.
Rupanya Pak Gepeto belum sempat memberinya pelajaran hidup menjadi orang dewasa. Pinokio serba bingung dengan perubahaan lingkungannya. Traumanya pada perilaku bohong yang pernah ia lakukan semasa kecil hingga menyebabkan hidungnya memanjang masih belum hilang dari kepalanya. Sehingga ia masih sangat takut mencoba hal-hal yang umum dilakukan oleh pemuda-pemudi seusianya. Meskipun begitu ia bukan tipe pemuda yang mudah menyerah begitu saja. Ia berusaha mengatasi ketakutannya seorang diri. Rasa penasarannya pada bentuk tubuh wanita membuat Pinokio makin berani.
Pernah suatu ketika ia dipinjami beberapa majalah porno oleh seorang temannya. Saat itu Pinokio seperti mendapat semangat hidup kembali. Di rumah ia membuka majalah yang berisi gambar-gambar wanita telanjang. Ia nikmati lekuk-lekuk tubuh wanita yang ada di gambar itu dengan sedalam-dalamnya. Berbagai pose wanita bugil telah ia lalap malam itu. Dengan mudah kepalanya terisi bayangan-bayangan yang menggiurkan Pinokio. Ia menjadi hafal dengan mudah detil lekuk tubuh wanita yang berpose menantang di majalah itu.
Tak hanya itu saja, di majalah yang lainnya Pinokio malah dapat melihat cowok-cewek saling merangsang dan akhirnya melakukan hubungan badan. Benar-benar sebuah pemandangan yang amat baru bagi Pinokio. Ia pun mulai terangsang dan merasakan adanya sebuah perbedaan pada kemaluannya.
Pinokio segera ke kamar mandi karena mengira ia akan buang air kecil. Tapi setelah ia melepas celananya ia amat kaget. Dilihatnya batang kemaluannya membesar serta memanjang dan menjadi keras. Ia hampir terjengkang kebelakang karena kagetnya. Ia pegang penisnya dan ia paksa untuk mengecil dengan menggosok-gosoknya. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Penis Pinokio malah mendongkak ke atas makin panjang dan besar saja.
Pinokio merasa ia tidak ingin buang air kecil lagi. Dengan setengah ketakutan ia masukkan penisnya yang masih mendongkak besar panjang dan keras itu ke dalam celananya. Tentu dengan amat susah payah dan menimbulkan sedikit perih. Setelah berhasil ia kembali ke kamarnya lagi.
Pinokio mencoba menenangkan pikiran. Sewaktu ia mencoba duduk di ranjangnya, ujung penisnya sempat menembus kolor celana dalamnya dan menyembul keluar dari celananya. Karena merasakan tekanan kolor celana dalam yang menyakiti penisnya, ia lepas seluruh celananya. Lalu ia berbaring telanjang sambil mengamati penisnya sendiri. Pinokio ingin tahu sampai seberapa panjang penisnya dapat membesar.
Pinokio benar-benar khawatir bahwa penisnya akan mengalami kejadian serupa dengan hidungnya. Trauma lama muncul kembali. Semasa kecil ketika ia bohong, hidungnya bertambah panjang. Itu merupakan peringatan dan hukuman baginya. Saat ini ketika ia melihat gambar-gambar wanita telanjang, penisnya membesar dan memanjang kaku. Pinokio menganggap bahwa melihat aurat wanita juga merupakan kesalahan seperti halnya bohong. Ia merasa mendapat hukuman lagi, bukan pada hidung tapi pada penis.
Ketakutan Pinokio membuat penisnya lambat laun kembali pada ukuran semula. Pinokio merasa lega dan segera memakai semua celananya kembali. Detik itu juga ia membungkus majalah-majalah porno itu dengan mata terpejam. Takut melirik kembali ke covernya yang memang heboh.
Tak lama kemudian Pinokio sudah menghambur keluar rumah. Berlari menuju ke rumah teman yang meminjaminya majalah-majalah porno tersebut. Sesampainya, ia mengetuk pintu rumah sambil terengah-engah. Beruntung teman Pinokio yang bernama Gigolo itu belum tidur.
Gigolo: "Ada apa Pinokio?"
Pinokio: "Nih majalahmu kukembalikan!"
Gigolo: "Kukira ada sesuatu yang gawat. Soal beginian saja kamu bela-belain larut malam begini kamu berlari kesini"
Pinokio: "Gigolo, beginian katamu? Ini memang gawat, bukan sekedar beginian!"
Belum sempat Gigolo berkomentar lagi, Pinokio sudah membalikkan badan dan berlari pulang. Lenyap dalam gelapnya malam dari pandangan Gigolo yang hanya dapat geleng kepala dan tersenyum ringan. Ia benar-benar heran dengan Pinokio.
Sampai di rumah, Pinokio merasa amat lelah dan segera berbaring di ranjangnya. Terlelap tak lama kemudian. Dan segera menuju alam mimpi.
Pinokio duduk-duduk santai di tokonya sambil menunggu pembeli. Seorang wanita muda berparas cantik dan berambut pirang datang. Wanita itu sempat tersenyum pada Pinokio sebelum melihat-lihat seluruh boneka-boneka hasil karya Pinokio. Namun sepertinya tak ada koleksi yang benar-benar minat wanita itu. Dengan ramah Pinokio berusaha melayani satu-satunya pembeli yang datang ke tokonya pada sore itu.
"Cari boneka yang seperti apa?" tanya Pinokio pada wanita cantik itu.
Wanita itu tak menjawab pertanyaan Pinokio.
Ia malah balik bertanya, "Jam berapa toko ini tutup?".
"Biasanya jam segini sudah saya tutup, tapi nona tenang saja, silakan saja mencari boneka yang paling diminati. Saya bisa menutupnya setelah nona mendapatkan boneka yang cocok", jawab Pinokio.
Wanita itu mendekat ke arah Pinokio.
"Sebaiknya kamu tutup saja sekarang, agar tak ada lagi yang kemari! Dengan demikian saya dapat mengatakan padamu boneka yang kucari", pinta wanita itu.
"Baiklah!", kata Pinokio menuruti kata-kata wanita itu.
Setelah memasang tanda tutup dan menutup pintu, Pinokio kembali mendekati pembeli wanita itu.
"Sekarang boneka yang seperti apa yang nona cari? Saya masih punya koleksi boneka-boneka yang tidak saya pajang disini dan saya yakin salah satunya pasti dapat menarik minat nona!", kata Pinokio bersemengat.
"Di mana?", tanya wanita itu.
"Mari saya tunjukkan!", jawab Pinokio sambil menunjuk dan berjalan menuju ke lantai bawah tanah. Wanita itu mengikuti Pinokio.
"Maaf agak gelap dan kotor!", seru Pinokio.
Wanita itu tersenyum sambil berucap, "Tak apa, yang penting saya dapat mendapatkan apa yang saya inginkan".
Pinokio tambah bersemangat mendengar antusias wanita itu. Ia yakin dapat menjual boneka dengan harga mahal. Ditunjukkannya satu per satu boneka-boneka terbaiknya.
Matahari sudah mulai terbenam, malam mulai tiba. Tapi wanita itu belum juga tertarik oleh koleksi-koleksi Pinokio. Karena sudah tak ada lagi yang ditunjukkannya, Pinokio menanyakan kembali macam boneka yang diinginkan wanita itu dengan agak kesal. Wanita bergerak mendekat ke arah Pinokio.
Wanita itu mendekatkan bibirnya yang sensual pada telinga Pinokio.
Lalu berbisik, "Boneka pria yang dapat memberiku kepuasan. Boneka yang seukuran denganmu. Dan yang terpenting, boneka itu memiliki.. ".
Wanita itu tak meneruskan kata-katanya tapi memegang bagian depan celana Pinokio. Sontak saja Pinokio kaget dan mundur kebelakang. Namun ia terhalang oleh dinding. Wajah lugu Pinokio membuat wanita semakin bertambah gemas. Genggaman wanita itu makin erat pada bagian depan celana Pinokio yang makin tambah menonjol. Diremas dan diusapnya tonjolan penis pada permukaan celana Pinokio.
"Boneka yang memiliki seperti yang kau miliki ini, besar dan kaku.. ", desah wanita itu dengan nada yang menghanyutkan.
Pinokio tak mampu berkata apa-apa. Ia hanya berdiri pasrah tanpa daya. Penisnya makin membesar dan memanjang. Ujungnya menerobos keluar dari celananya. Merasakan sentuhan jari jemari lentik wanita itu.
"Ahh.. Punyamu nakal dan hebat!", puji wanita itu makin tak sabar.
Melihat Pinokio hanya diam saja, wanita itu segera melucuti celana dan semua pakaian Pinokio. Pinokio pasrah, jantungnya berdetak keras, nafasnya mulai berat. Wanita itu mulai menciumi bibir Pinokio. Menjilati leher dan dada Pinokio. Sementara itu tangannya terus menggegam penis Pinokio.
Tak puas sampai disitu, wanita itu berjongkok dan menciumi batang kemaluan Pinokio. Dari pangkal hingga ujungnya. Lalu mengulumnya dan memainkan lidahnya pada ujung penis Pinokio. Terkadang juga menyedotnya dan mengulumnya lagi. Maju dan mundur. Pinokio merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasakan sebuah kenikmatan. Matanya terpejam merasakan gejolak nafsu yang luar biasa. Sebuah hasrat telah merasukinya sekujur bagian tubuhnya.
Kuluman bibir dan permainan lidah wanita itu membuat rangsangan yang luar biasa bagi Pinokio. Membuatnya seperti terbang tinggi. Tak lama kemudian Pinokio telah mencapai sebuah titik yang amat tinggi. Ia dapat merasakan penisnya berdenyut hebat. Denyutan pertama membawa gumpalan hasrat melewati setiap milimeter batang kemaluannya menuju ujung yang mulai menganga. Melesakkan gumpalan cairan putih yang amat pekat menuju rongga mulut wanita yang masih mengulum penisnya. Diikuti oleh denyutan-denyutan berikutnya yang saling kait mengkait dipicu oleh genggaman 2 tangan wanita itu yang mengocok-ocok penis Pinokio.
Denyutan-denyutan itu makin melemah dan akhirnya lenyap. Tak ada lagi cairan kental putih yang keluar. Seiring dengan kembalinya penis Pinokio ke ukuran semula, Pinokio mulai berani membuka matanya yang ia pejamkan sejak tadi. Dilihatnya wanita itu tengah berdiri di depannya. Menyungging senyum dengan sebuah arti yang tak diketahui oleh Pinokio.
Bersambung . . .