Berhari-hari setelah kejadian di dalam hutan, Pinokio masih belum dapat melupakannya. Apa yang telah diperbuat oleh temannya, Gigolo pada janda Hostesla terus membayang di pikirannya. Bayangan yang menancap di otaknya melebihi efek yang ditimbulkan oleh bayangan gambar-gambar di majalah porno.
Pinokio tak mau lagi berlama-lama di hutan. Tiap kali ia selesai mengambil kayu untuk bahan bonekanya, Pinokio segera ngibrit pulang. Hutan yang dulu menjadi tempatnya menenangkan pikiran sekarang telah punya kesan yang berbeda.
Apalagi setelah ia dikejar oleh beruang besar saat mencari kayu di dalam hutan. Penyebabnya tak lain adalah Pinokio sendiri. Saat itu ia kembali melamun membayangkan peristiwa tempo hari. Ia berandai-andai dan membayangkan dirinya sebagai Gigolo. Pada saat itu Pinokio tak sadar bahwa batang kayu besar yang tergeletak di bawah pohon adalah kaki beruang yang sedang tidur. Dalam keadaan masih melamun ia tarik-tarik kaki beruang itu hingga terbangun dari tidurnya. Suara geram keras dari beruang itu mengagetkan Pinokio hingga tersadar kembali. Ia pun segera lari tunggang langgang dikejar beruang itu.
Meski akhirnya lolos berkat kecerdikannya dan selamat sampai di rumah, tapi rasa takutnya masih menghinggapinya hingga berhari-hari. Pinokio benar-benar merasakan cobaan yang amat berat dari masa-masa pubernya. Ia adalah pemuda yang hidup seorang diri. Tak ada yang menuntunnya melewati masa-masa perubahan tersebut. Bertanya pun, Pinokio amat malu. Maka jadilah Pinokio sosok yang berusaha mencari jawaban namun selalu celaka tiap kali memperolehnya.
Beberapa bulan telah berselang. Entah dari mana asalnya, Pinokio mendapat ide untuk membuat boneka seukuran dengannya. Ia buat boneka itu persis sama dengan bentuk tubuh janda Hostesla yang pernah ia lihat. Dan setelah selesai, ia letakkan boneka wanita itu di ranjangnya.
Setiap kali hasrat nafsu birahinya memuncak, Pinokio menindih boneka wanita itu dengan telanjang. Lalu ia menggosok-gosokkan penisnya pada selakangan boneka itu hingga penisnya memuncratkan cairan putih. Pinokio berpikir bahwa yang ia lakukan sudah mirip yang dilakukan oleh temannya, Gigolo. Bedanya ia melakukan hal itu pada boneka. Meski penisnya sering lecet saat bermain dengan boneka wanitanya itu, tapi Pinokio tak juga kapok. Menurutnya hal itu adalah jalan keluar dari permasalahannya, karena setelah memuncratkan cairan putih, ukuran penisnya akan kembali normal dan ia dapat kembali ke aktivitasnya tanpa melamun lagi.
Setelah berkali-kali bermain dengan boneka wanita pemuas nafsunya, Pinokio merasa ada yang kurang. Setelah ia mengingat-ingat kembali tubuh janda Hostela, akhirnya Pinokio menemukan kekurangan pada boneka wanita itu. Pinokio segera mengambil perkakas yang biasa ia pakai untuk membuat boneka. Dan ia pun segera bekerja untuk memperbaiki boneka wanita itu dan menambah apa yang menurutnya kurang.
Tak lama kemudian Pinokio selesai. Senyum puas tersungging di bibirnya sambil mengamati boneka wanita tersebut. Setelah mengembalikan perkakasnya, sebenarnya Pinokio sudah tak sabar lagi untuk mencoba bermain dengan boneka wanita yang telah ia revisi itu. Tapi rasa lapar menunda sementara keinginannya.
Malam itu memang lebih dingin dari biasanya. Pinokio segera naik ranjang dan tanpa membuang waktu lagi telah bertelanjang di samping boneka wanitanya. Tangannya menyusuri lekuk-lekuk tubuh boneka yang sempurna itu. Pikiran Pinokio melayang jauh. Ketika tangannya sampai di selakangan boneka itu, Pinokio merasakan lubang yang telah ia tambahkan barusan. Nafsu Pinokio sudah memuncak, penisnya tengah membesar dan memanjang.
Tanpa menunggu lagi, Pinokio segera menindih boneka wanita itu dan memasukkan penisnya ke dalam lubang vagina boneka itu. Pinokio merasakan sensasi yang beda dari biasanya. Sensasi lebih itu membuat penisnya makin lama makin keras, tambah besar dan panjang.
Membayangkan seperti yang dilakukan Giogolo, Pinokio mencoba mendorong pinggulnya.
"Uenak teunan!", pikir Pinokio.
Ia coba tarik lagi pinggulnya, tapi penisnya tak dapat bergerak. Pinokio tak memperkirakan penisnya bakal lebih besar dari lubang vagina yang ia buat pada boneka wanita itu. Penis Pinokio menancap tak bisa lepas pada vagina boneka itu.
Pinokio merasa kesakitan, kata enak tenan segera pupus dan berubah dengan lolongan kesakitan. Seorang diri ia mencoba untuk melepaskan penisnya dari boneka itu tapi masih gagal. Penisnya belum mau mengecil. Pinokio berusaha agar penisnya dapat memuncratkan cairan putih seperti biasanya agar bisa mengecil kembali. Tapi bagaimana ia dapat memuncratkan cairan putih itu bila tak menggesek-gesekkan penisnya. Pinokio benar-benar kehabisan akal hingga menangis tersedu-sedu.
Tak disangka dan tak dinyana, tiba-tiba keluarlah asap putih dari pojok kamar Pinokio. Dari balik asap itu muncullah seorang wanita anggun rupawan. Ia adalah peri baik hati yang telah menghidupkan Pinokio. Seketika itu juga Pinokio dapat mengenali wajah peri baik hati yang tak berubah dimakan oleh zaman. Wajah peri baik hati tetap cantik berseri. Wajah Pinokio langsung merah karena merasa malu dengan keadaan dirinya yang tengah telanjang dan menungging diatas sebuah boneka.
Peri baik hati hanya tersenyum dan memaklumi keadaan Pinokio. Tapi Pinokio amat malu dan merasa tak patut ditolong. Ia berusaha membuang muka dan menjauh dari peri baik hati yang semakin mendekati dirinya. Usahanya itu membuat Pinokio terjengkang kebelakang karena tanpa disadarinya penisnya telah kembali mengecil karena perasaan malu pada kedatangan peri baik hati. Sehingga terlepas pula penisnya dari lobang pada boneka itu.
Pinokio segera beranjak dari tempatnya terjengkang dan duduk di pojok ranjang sambil menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut. Ia ingin mengucapkan terima kasih pada peri baik hati namun tak kuasa berkata-kata. Pinokio merasa benar-benar amat malu. Kepalanya menunduk tak mampu memandang wajah peri yang ada dihadapannya. Wajah yang berseri, manis dan cantik serta dipadu dengan rambut panjangnya yang rapi hitam mengkilat. Wajah anggun nan bijaksana.
"Pinokio! Aku tahu semua yang terjadi padamu. Kamu tak usah malu apalagi takut padaku. Aku kesini untuk membantumu bukan untuk menghukummu", seru peri baik hati.
Pinokio mengangguk tapi masih diam."Baiklah, aku akan memberi beberapa pengetahuan yang mungkin berharga bagimu, perhatikan dan dengarkan semua ucapanku, bertanyalah bila kau tak mengerti!", lanjut peri baik hati.
Pinokio mengangguk lagi.
Selanjutnya si peri baik hati mengumbar penjelasan rinci mengenai beberapa persoalan yang menghinggapi Pinokio. Mulai dari organ tubuh manusia, masa pubertas cowok-cewek, seks dan lain-lain. Pinokio akhirnya memahami"sex-education" yang diberikan oleh peri baik hati. Keberanian Pinokio mulai bangkit dan menggunakan kesempatan itu untuk bertanya sepuas-puasnya. Peri baik hati menjawab semua pertanyaan itu dengan gamblang. Bahkan bisa dikatakan amat sabar karena pertanyaan Pinokio kadang polos juga konyol. Tak jarang pula pertanyaan Pinokio juga nakal.
"Nah itu tadi adalah teori, sekarang kutunjukkan prakteknya!", kata peri baik hati sambil duduk disamping Pinokio dan membuka selimut yang dikenannya.
"Praktek apa?", tanya Pinokio gemetar.
"Kutunjukkan ini adalah..", jawab peri baik hati sambil langsung memegang penis Pinokio.
Pinokio tak dapat menghindar pun juga tak hendak, karena penisnya tengah merasakan belaian dari jari-jari halus peri yang terasa nikmat dan sejuk.
Detak jantung Pinokio semakin cepat. Penisnya dengan cepat mendongkak, makin lama makin besar, panjang dan keras. Si peri tampak tak terpengaruh oleh hal itu. Ia terus mengoceh tentang bagian-bagian organ pria itu. Namun ia mengerti apa yang dirasakan oleh Pinokio. Secara ajaib, jari-jarinya mengeluarkan zat yang licin dan harum. Si peri telus membelai dan menggosok penis Pinokio yang besar itu.
"Santai saja Pinokio, nikmatilah dan lepaskan bebanmu selamu ini..", ucap peri baik hati.
Ia menyudahi pelajaran sex-nya, dan memberikan prakteknya dengan sebuah kenikmatan kocokan tangan ala peri pada Pinokio. Sebuah teknik kocokan yang hanya diketahui oleh peri. Kedua tangannya terus bergerak menggosok dan mengurut penis Pinokio bak tangan tukang pijat profesional.
Pinokio terlihat amat menikmati kocokan itu. Terduduk ia merasakan sebuah sensasi yang luar biasa. Nafasnya makin menderu dan makin berat. Kedua tangannya yang mencekeram ujung di ranjangnya.
"Hmm.. Sshh.. Ahh", desis Pinokio.
Kini rasa malunya pada peri baik hati sudah lenyap, namun tetap tak berani menjamah peri yang amat dekat dengannya.
"Oh, Peri.. Aku tak kuat lagi.. Ahh..", seru Pinokio.
Selang tak lama kemudian, penis Pinokio berdenyut hebat. Bersamaan dengan itu keluarlah cairan putih dari ujung penisnya. Sedemikian derasnya hingga cairan sperma Pinokio mengenai pakaian peri. Peri baik hati tersenyum lebar dan terus mengocok penis Pinokio hingga tak ada lagi yang keluar dari ujungnya.
Peri baik hati melepaskan kedua tangannya dari penis Pinokio. Sebuah keajaiban kembali terlihat. Ujung penis Pinokio berubah bentuk seperti bentuk kepala penis yang telah disunat. Pinokio merasa sangat lemas dan kehabisan banyak tenaga. Dengkulnya gemetar, apalagi setelah merasakan keajaiban itu. Namun ia sudah tak mampu untuk panik.
"Jangan khawatir Pinokio, penismu tak apa-apa, penismu telah berubah menjadi dewasa dan makin aduhai. Aku yakin wanita-wanita yang merasakannya akan ketagihan!", ujar peri baik hati membuat tenang Pinokio.
Sebuah peluh menetes dari dahi peri sewaktu berujar pada Pinokio. Sebuah hal yang sebenarnya tak mungkin terjadi bagi peri.
Sebuah hasrat berkembang dari diri peri baik hati. Si peri sebenarnya tak mempunyai nafsu. Berkali-kali ia membantu pemuda-pemuda pada masa itu yang mempunyai masalah yang sama dengan yang dihadapi Pinokio, tapi baru kali ini ia merasakan sebuah dorongan hasrat itu. Sebuah dorongan yang aneh menurutnya sendiri, tapi si peri tetap bersikap wajar dan berusaha tak memedam hatinya.
Pinokio masih duduk lemas dan tak merasa percaya dengan apa yang telah terjadi. Ia hanya memandangi wajah ayu si peri baik hati.
"Bagaimana rasanya Pinokio? Capek? Apa perlu aku sudahi pelajaran hari ini?", tanya si peri.
Pinokio menggeleng-gelengkan kepala tanda tak setuju campur bingung. Pinokio masih belum mau ditinggalkan oleh si peri. Tapi ia juga bingung, akan pelajaran apalagi yang akan diberikan si peri. Bukankah ia sudah mendapat teori dan praktek?
"Maaf peri, apakah pelajarannya masih banyak?", tanya Pinokio.
"Tak banyak lagi tapi masih ada yang bisa kusampaikan, tapi kelihatannya kamu sudah lelah!", jawab peri.
"Tidak peri, tidak, saya belum lelah, lihat ini saya masih segar kok!", seru Pinokio dengan semangat tinggi sambil berulah bak seorang binaragawan yang sedang mempertontonkan otot-ototnya.
Si peri hanya tersenyum melihat sikap Pinokio tersebut.
"Peri, sebaiknya pelajarannya dirampungkan sekarang saja!", pinta Pinokio.
"Daripada peri bolak-balik ke sini lagi dan ngabisin ongkos, rumah peri kan jauh!", sambung Pinokio.
"Pinokio, Pinokio, siapa yang mengajarimu merayu seperti itu? Perasaan aku tidak pernah mengajarimu merayu. Lagi pula bangsa peri tak butuh ongkos untuk bepergian.", kata peri.
"Saya tak bermaksud merayu peri, mana berani saya merayu peri, merayu wanita saja saya sudah takut.", jelas Pinokio sambil menundukkan mukanya.
"Baiklah akan kulanjutkan, tapi ingat ya, jangan kau beri tahu siapa-siapa akan hal ini!", kata peri.
Pinokio mengangguk setuju dengan air muka kembali ceria.
Bersambung . . .