"Pinokio, kamu kan sudah tahu segala hal tentang pria, sekarang aku mau lanjutkan tentang wanita", kata si peri.
Pinokio mengangguk dan tambah ingin tahu.
"Aku adalah peri tapi tubuhku sama persis dengan wanita, jadi kau lihat saja tubuhku agar kau bisa mengerti", lanjut si peri.
Pinokio tambah gusar dan makin tak sabar lagi. Si peri lalu berdiri dan melepaskan semua pakaian yang dikenakannya. Hingga tak seutas benangpun menempel di tubuhnya. Pinokio terbelalak melihat setiap lekuk dan detil tubuh si peri. Ia terpesona dengan keindahan tubuh si peri.
Putih kulitnya, bersih lagi halus. Tak ada kerut maupun keriput. Ditumbuhi bulu-bulu halus yang hampir tak nampak. Namun pasti akan terasa bila dapat menyentuhnya. Tak ada bercak ataupun cacat sedikitpun. Kulit yang ideal bagi seorang wanita.
Semua bagian terletak pada tempatnya dengan tepat. Dua buah dadanya pas dengan badannya, tak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil. Seimbang dan tak berat sebelah. Dihiasi puting yang mempesona. Keduanya tampak kencang dan menggairahkan.
Si peri juga memiliki perut yang rata. Tidak terlalu kurus dan tak terlalu gemuk. Berhias lubang pusar yang menarik. Berpadu dengan pinggul yang meliuk menyambung kedua belah pantatnya yang membuat ngiler siapapun yang melihatnya. Benar-benar pas bagai sebuah patung yang dipahat dengan cermat.
Kedua paha dan kakinya jenjang lurus dan klop dengan ukuran tubuhnya. Tak ada kelebihan lemak atau apapun yang membuatnya menjadi tak sempurna lagi. Diantara kedua pahanya tampak bulu-bulu kemaluannya yang tipis. Melindungi rahasia kemaluannya yang berwarna pink itu.
Pinokio hanya dapat menelan air ludah saja melihat kesemuanya itu. Ia seperti terhipnotis oleh pemandangan yang menggiurkan. Semua fantasi, imajinasi dan khayalan gambaran tubuh wanita yang ada di kepalanya kalah jauh dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Pinokio tak perlu mengucapkan sepatah kata pun. Penisnya menjawab seluruh respon dari pemandangan yang ada di depannya. Penisnya mendongkak, membesar, memanjang dan keras. Lebih besar, panjang dan keras daripada sebelum-sebelumnya. Nafasnya berderu seiring hasrat dan nafsu yang tancap gas tanpa rem.
"Apakah aku bermimpi?", seru Pinokio.
Ia menampar mukanya sendiri dan merasakan kesakitan.
"Oh, aku tidak bermimpi, ini benar-benar nyata", kata Pinokio.
"Kamu tidak bermimpi Pinokio!", ujar si peri menyadarkan Pinokio.
"Pinokio, apakah kamu siap melanjutkan pelajaran atau hanya melotot saja?", tanya si peri sambil duduk seranjang dengan Pinokio. Duduk tepat dihadapan Pinokio.
"Sssi.. Si.. Siap!", jawab Pinokio terbata-bata.
"Siap apanya? Siap melotot terus ya?", goda si peri sambil tersenyum ramah.
Meski hasratnya sudah melampaui ambang batas tapi Pinokio masih menaruh hormat dan malu pada si peri. Muka Pinokio memerah dan agak ia tundukkan.
"Si.. Siap belajar peri!", jawab Pinokio sambil mengkonsentrasikan pikirannya pada pelajaran yang akan diberikan oleh si peri.
"Baik akan saya lanjutkan, ..", terang si peri yang berkelanjutan dengan menerangkan setiap detil organ tubuh wanita.
Setiap anggota tubuh yang ia miliki ia tunjukkan pada Pinokio. Pinokio manggut-manggut sambil menalar semua penjelasan si peri.
"Peri, boleh aku tanyakan sesuatu?", potong Pinokio dengan wajah agak penasaran.
"Silakan bertanya sepuasmu", jawab peri.
"Tapi mungkin ini tak ada hubungannya dengan penjelasan peri.", lanjut Pinokio.
Peri mengangguk tanda tak apa.
"Peri, dulu sewaktu aku kau hidupkan dari sebuah boneka, kuingat engkau memiliki sepasang sayap, sekarang mana sayap itu?", tanya Pinokio.
"Ini kan bukan cerita anak kecil lagi jadi lupakan soal sayap. Meski sebenarnya peri tak memiliki sayap tapi tetap saja bisa kemana-mana dengan mudah dan tanpa ongkos!", jawab peri dan mengingatkan Pinokio pada celetukannya.
Pinokio hanya tersenyum sambil berkata lirih, "Oh, begitu ya, saya kira sayapnya digadaikan untuk ongkos kesini".
Si peri tersenyum mendengar kenakalan celetukan Pinokio.
"Pinokio, pelajarannya mau dilanjutkan lagi atau ganti topik soal ongkos?", tanya si peri.
"Lanjut, lanjut peri!", seru Pinokio dengan cepat.
"Sepertinya kamu tidak sungguh-sungguh belajar, ya!", gertak si peri dengan merubah wajahnya agak marah.
"Maafin Pinokio, peri jangan marah, saya cuma bergurau saja kok!", rengek Pinokio.
Si peri dapat memaklumi gurauan Pinokio dan melanjutkan penjelasannya dengan menunjukkan titik-titik rangsang pada wanita.
"Sekarang coba kamu pegang titik-titik rangsang yang ada padaku!", perintah si peri.
Pinokio ragu tapi setelah diyakinkan si peri bahwa tak apa-apa, maka tangan Pinokio mulai bergerak.
Pinokio membelai leher, buah dada dan daerah kemaluan si peri. Jari jemari Pinokio yang terampil dengan perkakas saat ini menggerayangi seluruh bagian tubuh si peri dengan hati-hati. Si peri merasakan sebuah angin telah merubah perasaannya yang seharusnya tak bernafsu.
"Pinokio, coba kamu beri aku rangsangan yang lebih lagi", pinta si peri sambil merebahkan tubuhnya.
Sebagaimana pelajaran teori yang telah diajarkan padanya, Pinokio mulai menciumi dan menjilati seluruh tubuh si peri dengan penuh perasaan. Tangannya pun juga tak berhenti. Pinokio menjadi semakin berani karena telah mendapat ijin.
Rangsangan yang diberikan Pinokio benar-benar telah menggugah nafsu si peri. Ia tak lagi memperhatikan benar tidaknya apa yang dilakukan Pinokio. Si peri memejamkan mata menikmati semua yang dilakukan Pinokio pada tubuhnya. Sentuhan-sentuhan tak sengaja dari penis Pinokio yang besar, panjang dan keras pada permukaan kulitnya, menambah kenikmatan yang dirasakan oleh si peri.
Bak bayi yang baru lahir, Pinokio juga menyedot kedua buah dada si peri secara bergantian. Menghisap dan memainkan lidahnya pada puting si peri yang semakin tegang. Setelah puas, Pinokio mulai merangsek turun kebagian bawah tubuh peri.
Pada permukaan daerah kemaluan si peri, lidah Pinokio kembali menari-nari. Terjulur-julur keluar masuk akhirnya masuk juga ke lubang vagina si peri. Si peri berusaha keras menahan suaranya. Ia tak ingin Pinokio tahu bahwa ia mengambil kesempatan dengan menikmati tugas membimbingnya. Bagaimanapun juga pelajaran yang telah ia ajarkan benar-benar dipraktekan dengan baik oleh Pinokio.
Seiring dengan kuluman-kuluman bibir Pinokio pada vaginanya, si peri merasakan gemuruh hebat nafsu dalam dirimnya telah berhasil menjebol tembok pertahanannya. Bila kekangan telah terlampaui berarti tinggal menunggu waktu untuk tercapainya puncak. Juluran lidah Pinokio sesekali terasa pada dinding-dinding liang vagina si peri. Dipadu dengan hisapan-hisapan nikmat membuat pinggul dan sekujur si peri bergerak-gerak tak karuan.
Tak lama kemudian tubuh si peri mengejang. Pinggulnya terangkat sedikit dan ditanggkap oleh kedua tangan Pinokio. Ia menarik ke arah mukanya, sehingga lidahnya yang sudah terjulur dapat masuk sangat dalam pada vagina si peri. Tubuh si peri semakin mengejang. Ia sudah sampai pada puncaknya. Otot-otot kemaluannya berdenyut mengalirkan bergelombang-gelombang cairan kepuasan. Menenggelamkan lidah Pinokio didalamnya.
Rasa aneh cairan itu membuat Pinokio makin penasaran. Pinokio berusaha menghisapnya sekuat nafasnya. Si peri makin menggelinjang merasakannya. Lalu gelombang nafsu kembali surut. Dan tubuh si peri kembali tenang, lemas dan lunglai setelah kepuasan terengguk.
Sebaliknya nafsu Pinokio sudah mencapi ubun-ubun. Tanpa memberi waktu istirahat bagi si peri untuk beristirahat, Pinokio menindih tubuh peri hingga kedua permukaan kulit mereka saling bersentuhan. Seakan menyatu, dada Pinokio bergesek dengan buah dada si peri. Penis Pinokio juga ikut bergesek pada selakangan dan permukaan bagian kemaluan si peri. Sementara itu mulut Pinokio menghisap leher si peri.
Sekuat tenaga si peri menahan nafsunya tak urung sebuah desah nikmat keluar dari bibirnya juga,
"Ssh.. Aah.."
Kesempatan itu tak disia-siakan Pinokio. Ia menyatukan bibirnya dengan bibir si peri. Melumat dan mengulum bibir si peri. Kedua lidah saling bertautan merengkuh nikmatnya berciuman bibir.
Sedikit demi sedikit si peri membuka kedua pahanya lebar-lebar. Otot-otot kemaluannya ikut tertarik dan membuat lubang vaginanya menganga lebih lebar. Penis Pinokio yang sudah menggesek-gesek bagian luar kemaluan si peri seperti mendapat undangan masuk. Si peri melepas ciuman bibirnya pada bibir Pinokio. Sambil mendesah ia memerintahkan Pinokio.
"Sshh.. Aahh.. Cepat masukkan penismu ke dalam vaginaku.. Ohh.. Ayo masukin Pinokio.. Sshh.."
Pinokio lantas memegang penisnya dan mengarahkannya pada lubang vagina si peri. Pinokio dapat merasakan ujung penisnya sudah masuk tapi ia merasa kesulitan untuk memasukkan keseluruhannya.
"Ayo dorong lagi Pinokio.. Ahh..", pinta si peri.
Pinokio mendorong pinggulnya dan separoh penisnya terbenam dalam rongga kenikmatan. Penisnya terasa terjepit oleh pintu rongga namun terasa nikmat. Dan si peri merasa rongga vaginanya tersibak oleh batang milik Pinokio. Tanpa diminta lagi Pinokio menarik sedikit pinggulnya dan mendorongnya lebih kuat lagi. Dan lagi. Hingga seluruh penisnya benar-benar terbenam dalam vagina si peri.
"Ahh..", desah si peri merasakan lubang vaginanya benar-benar terisi sepenuhnya oleh penis Pinokio. Dinding-dinding vaginanya mencengkeram penis Pinokio dengan kehangatan yang basah.
"Ohh.. Rasanya enak sekali.. Ohh peri.. Nyaman", bisik Pinokio tepat di telinga si peri.
Kedua kaki si peri segera mengait pada bagian belakang kaki Pinokio. Si peri juga menggoyang-goyangkan pinggulnya sedemikian rupa. Pinokio masih mencerna rasa tersebut dan belum bergerak lagi sedikit pun. Tapi gesekan antar kulit di sekujur tubuhnya dan tubuh si peri dapat terasa hebat meski pinggul si peri cuma bergoyang sedikit. Pinokio segera mengikuti si peri dengan menggerakkan pinggulnya maju mundur. Gesekan diantara keduanya makin seru. Penis Pinokio maju mundur bergesek dengan dinding vagina si peri. Diiringi desah dan nafas-nafas berat yang saling memburu, mereka berdua hanyut dalam permainan saling menggesek.
Si peri merangkul tubuh Pinokio. Seakan tak kenal lelah, mulut Pinokio juga terus membuat kuluman-kuluman nikmat dengan berpindah-pindah tempat di sekitar leher dan wajah si peri. Sementara vagina si peri merasakan gesekan penis Pinokio, bagian tubuh lainnya juga tak kalah nikmat oleh gesekan badan Pinokio yang masih menindihnya. Kedua belah buah dadanya mendongkrak dada Pinokio. Putingnya saling bersinggungan, perut juga saling menempel, bahkan pelir Pinokio ikut menghantuk bagian selakangan si peri.
Tiap aksi menimbulkan reaksi. Saling gesek menimbulkan panas. Panasnya nafsu mengobarkan kenikmatan. Menjalar ke seluruh tubuh, meregangkan ikatan dan melepas beban hasrat yang mereka pikul selama ini. Peluh nikmat keluar dari pori-pori keringat. Saling larut dalam sebuah semangat menuju puncak kenikmatan.
Tiba-tiba rangkulan tangan si peri makin erat. Jepitan kakinya juga makin kencang. Menahan erat-erat gerak Pinokio pada dorongan yang paling dalam. Tubuh Pinokio pun turut mengejang. Dalam waktu yang hampir bersamaan keduanya mencapai titik tertinggi kenikmatan. Saling berdenyut memicu satu sama lainnya. Muntahan dan semprotan kedua cairan kepuasan bercampur menjadi satu dan membanjiri liang vagina si peri. Pinokio dan si peri telah merengkuh sebuah kepuasan dan selangit kenikmatan bersama-sama.
Menjelang fajar, keduanya tidur bersama dalam sebuah selimut kenikmatan setelah meakukan pergumulan hebat.
****
Sejak itu nama Pinokio seolah lenyap dari peredaran. Konon ia ikut terbang bersama si peri balik ke negerinya. Gosip lain menyebutkan bahwa Pinokio menjadi pengusaha 'sex shop' pertama di dunia. Tak ada yang tahu kisah sebenarnya..
Sementara itu teman Pinokio yang bernama Gigolo menjadi sebuah inpirasi sebutan dari pemuas nafsu para wanita kesepian. Tak ketinggalan si Hostesla juga ikut menjadi inspirasi sebutan dari para wanita yang menjadi teman kencan bagi pria-pria hidung belang.
Yang terakhir.. Inspirasi dari semua itu hanyalah sebuah kisah fantasi saja.
Tamat