Malam itu mungkin menjadi malam terindah bagiku dan mungkin juga bagi Hera, di bawah terangnya sinar bulan purnama lama kami saling memandang dan bertatapan tanpa ada kata-kata yang keluar sama sekali, pokoknya kalau ada yang bilang bahasa cinta mungkin itulah bahasa yang sedang kami lakukan, bahasa tanpa kata-kata he.. he.. he.. Malam itu Hera menumpang tidur di tendaku untungnya aku punya persediaan sleeping bag cadangan kalau tidak bisa mati beku doi he.. he.. he.. Terlihat manis dirinya tertidur dengan nyaman dalam sleeping bag-ku yang besar dan juga mengenakan jaket gunungku yang besar itu.
Pagi harinya kami bangun dan kudapati Hera sudah bangun terlebih dahulu, ia pamit ke tendanya sebentar untuk mengambil barang-barang keperluan mandi untuk mandi di pancuran air terjun yang berada tidak jauh dari tendaku. Sebenarnya sih bukan air terjun hanya pancuran air biasa namun air yang turun terlihat seperti air terjun karena ketinggian mata airnya cukup jauh dan di bawahnya terdapat seperti telaga kecil dengan ke dalaman sekitar 1,5 m tidak dalam sih namun buat orang yang pendek (sorry) lumayan terasa seram juga.
Kebanyakan anak-anak wanita mandi di kali kecil yang mengalir di bawah perkemahan kami, hanya sedikit yang mengetahui pancuran air ini selain aku dan Hera serta beberapa anak pencinta alam. Tapi kebanyakan tidak mau mandi di sana karena letaknya agak tinggi dan mungkin agak berkesan seram padahal menurutku sangat indah dan eksotis terutama karena penduduk pun tidak ada yang pergi ke sana sebab letaknya cukup tinggi dan di atasnya masih hutan belukar.
Aku sendiri sih sebenarnya kepingin mandi bareng juga tapi nggak mungkin lah yauw he.. he.. he.. Lagian bisa-bisa baru jadian nantinya malah jadi putus karena dianggap kurang ajar, jadi yach aku mandi di aliran sungai kecil yang letaknya sedikit di bawah telaga tempat Hera mandi tidak jauh dari tendaku. Untung letak sungainya agak tertutup rerimbunan pohon dan kedalamnya sekitar 1 meter kalau tidak kan tengsin juga kelihatan si Junior yang berukuran super jumbo lagi ngaceng kedinginan he.. he.. he.. Jadi lah aku mandi sendirian di situ.
Ketika sedang asyik-asyiknya mandi tiba-tiba aku mendengar pekikan kecil dari arah atas, kudengar seperti suara Hera, tanpa pikir panjang aku langsung lompat keluar dari air dan berlari memanjat ke atas kulihat Hera sedang mengigit jari-jari kukunya dan memandang ke arah air terjun, langsung aku loncat ke dalam telaga dan berjalan menghampirinya.
Aku bertanya, "Ada apa Ra?"
"Itu.. Kodok" ujarnya dengan nada tertahan.
Aku hampir saja tertawa kalau tidak melihat ekspresi mukanya yang pucat, untung saja aku bisa menahan diri. Tapi beberapa saat kemudian Hera sepertinya sadar bahwa kami berdua sedang dalam keadaan bugil berduaan di dalam telaga dan ia berbalik memandangku dan berkata, "Kamu ngapain And?"
"Loh kan kamu tadi teriak Ra.. Aku kirain kamu kenapa-kenapa jadi ya aku langsung ke sini nggak sempat pakai pakaian lagi" ujarku agak panik juga takut doi nantinya malah teriak nanti bisa-bisa di sangka aku mau coba perkosa anak orang lagi he.. he.. he..
Akhirnya kami sama-sama terdiam. Hera memandangku agak lama sambil menatap tajam sepertinya ingin menyelidiki kebenaran alasanku tapi lama-kelamaan tatapan matanya berubah menjadi lembut dan kami kembali bertatapan mesra seperti malam barusan, lalu entah siapa yang terlebih dahulu memulai kami tahu-tahu sudah saling berdekatan dan detik berikutnya tahu-tahu bibirku dan bibir Hera saling bersentuhan lembut, lidah saling bertautan, mulut saling melumat dan selanjutnya bisa ditebak deh kelanjutannya.
Yang jelas acara mandi itu berubah menjadi acara percintaan kami dan tanpa banyak cincong dari apa yang kami lakukan tampaknya baik aku maupun Hera sudah sama-sama mafhum bahwa kami sudah sama-sama tidak suci lagi jadi yach lancar-lancar aja tuh malah kami sampai melakukannya sebanyak tiga kali hingga tak terasa mentari telah berada di puncaknya dan perut kami berdua terasa lapar dan tubuh pun terasa sangat lelah.
Akhirnya aku dan Hera sama-sama keluar dari telaga "asmara" itu dan kami sama-sama mengepak pakaian kami yang tergeletak di pinggiran tentu saja aku sambil hanya berbalut handuk Hera harus jalan ke bawah sedikit untuk mengambil pakaianku yang tertinggal. Untungnya tidak ada satupun yang naik-naik hingga ke atas sini dan bagusnya juga tidak semua orang tahu tentang lokasi strategis ini.
Kami sesudahnya saling merapikan diri di tendaku lalu kami berdua jalan turun ke bawah untuk mengikuti acara selanjutnya dan tentu saja hal yang paling di tunggu oleh orang yang habis bercinta adalah makan he.. he.. he.. Buat yang udah sering gituan pasti pada tau deh abis bercinta pasti pada laper banget khan? Begitupula kami berdua, aku dan Hera makannya bisa di bilang paling lahap deh sampai-sampai ada yang ngeledekin "kalian berdua emang habis ngapain koq makannya kayak tukang becak gitu" tapi terus terang baik aku dan Hera tidak peduli dan lagipula tidak ada yang curiga karena sesuai komitment malam sebelumnya bahwa aku dan Hera sepakat untuk merahasiakan jadiannya kami berdua selama perkemahan dan baru akan mengumumkannya sekembalinya kuliah nanti. Jadi saat menuruni bukit dari lokasi tendaku pun kami tidak saling bergandengan tangan meskipun baru saja mengalami saat-saat paling intim.
Sepulang dari acara kemping tersebut kurang lebih seminggu kemudian kami kembali disibukkan oleh kegiatan rutin di kampus dari mulai perkuliahan yang menjemukan hingga kegiatan senat, namun yang menggembirakan hatiku adalah kenyataan bahwa aku berhasil mendapatkan Hera, bidadari kampusku yang terkenal dengan pesona orientalnya yang khas. Terus terang sesudah kami resmi sebagai sepasang kekasih hari-hariku terasa sangat berbeda, terutama kegairahanku untuk berangkat ke kampus dan mengikuti acara perkuliahan jauh lebih termotivasi utamanya karena dorongan untuk segera bertemu dengan Hera dan berduaan dengannya. Terus terang kesannya mungkin jadi agak norak karena jadi kayak ABG yang baru pacaran saja, tapi memang begitulah yang kualami dan kurasakan sendiri.
Namun rupanya kemesraan kami berdua bukan saja menimbulkan kesirikan di sebagian besar cowok-cowok di kampus kami namun juga para wanitanya. Bahkan Lie Chun pun terang-terangan secara demonstratif menunjukkan sikap cemburunya terhadap Hera dengan tidak mau lagi pergi bersama dengannya. Untungnya Hera adalah tipe wanita yang tidak terlalu ambil peduli dengan itu semua jadi sikapnya biasa saja menghadapi perubahan sifat Lie Chun. Hal ini semakin menambah rasa geer dalam hatiku. Namun aku sedikit khawatir, takut-takut Lie Chun malah menjadi membenci diriku dan akan berdampak buruk bagi semangat belajarnya. Maklumlah namanya juga cewek perantauan, kalau sampai kenapa-kenapa bisa-bisa aku dituduh membuat prestasinya jeblok.
Untuk itu aku segera mengambil inisiatif untuk menyapa Lie Chun terlebih dahulu. Kupikir tidak ada salahnya bersikap ramah. Bukankah wanita umumnya lebih bisa menerima penolakan yang bersifat halus. Jadi kalau ada di antara kalian yang kebetulan ditaksir cewek and kebetulan nggak mood ya harap hati-hati aja nolaknya jangan sampai si cewek sakit hati.
Untuk itu seusai jam kuliah MKDU Kewiraan, aku sengaja menunggu Lie Chun bergegas pulang melewati deretan bangkuku. Hal ini tentu saja karena aku kebetulan memang satu kelas dengan Lie Chun untuk mata kuliah MKDU. Ketika ia melewati diriku aku yang memang sengaja belum beranjak berdiri segera memasang tampang seramah mungkin dan menyapanya. Namun Lie Chun bersikap seolah tidak melihat kehadiranku dan bergegas berlalu dengan sikap secuek mungkin.
Terus terang aku agak kesal juga. Kupikir ini anak belagu amat sih, apa lantaran anak orang kaya jadi sifatnya manja dan sombong begini? Tapi tentu saja aku tidak menyerah begitu saja. Bukan karena ada maksud tapi memang semata ingin berusaha mencairkan suasana perang dingin yang mengkristal di antara kami bertiga. Lagipula apa enaknya bermusuhan. Bukankah siapa tahu suatu saat bisa saja aku membutuhkan bantuannya?
Untuk itulah aku segera bergegas bangkit berdiri dan berjalan agak cepat untuk memburu Lie Chun agar jangan sampai ia keluar dari gerbang kampus. Lagipula kebetulan hari itu Hera tidak masuk kampus karena memang sedang tidak ada kuliah. Jadi kupikir aku tidak perlu terlalu khawatir akan ada kecurigaan macam-macam darinya. Tahu merasa dirinya di buntuti Lie Chun malah semakin mempercepat langkahnya dan setengah berlari langsung naik ke angkot yang kebetulan melintas di depan gerbang kampus kami.
Terus terang aku agak gondok, tapi biarlah buat apa siapa tahu ia memang butuh waktu untuk cooling down. Jadi aku membiarkan angkot itu berangkat disertai debu yang terbawa oleh angin. Aku kembali masuk ke dalam kampus. Kebetulan memang sedang ada rapat senat yang akan di gelar sejam lagi. Jadi aku mengambil kesempatan jeda waktu satu jam itu untuk beristirahat sambil makan di kantin.
Seusai rapat senat kurang lebih menjelang jam lima sore, aku bergegas ikut naik motor Bram sahabatku (nanti akan ada kisah mengenai dirinya). Kebetulan pacar Bram sudah pulang duluan karena ada acara bersama teman-temannya jadi aku bisa ikutan nebeng. Sembari duduk di atas motor Bram yang melaju perlahan, ia sedikit menginterogasiku dengan berbagai pertanyaan yang intinya mempertanyakan sifat Lie Chun yang terlihat aneh saat berhadapan denganku di kelas saat kuliah pagi tadi. Terus terang aku mengatakan tidak tahu karena memang aku tidak merasa punya masalah dengannya. Untungnya Bram bukan tipe biang gosip jadi pembicaraan pun beralih ke topik lainnya antara lain ke masalah hubungan antara aku dengan Hera dan seputar dunia senat.
Bersambung . . . .