Ingin bercinta

Ini adalah sebagian kisah kehidupan yang kualami, sebelumnya aku akan memberikan sedikit gambaran tentang diriku. Alya namaku, aku seorang wanita yang telah 26 tahun berada di dunia ini, aku terlahir dari buah cinta seorang keturunan Pakistan dan Jerman, jadi tak heran kalau aku mewarisi kecantikan ras bangsa aria dengan tinggi hampir 170 cm dan berat badan yang ideal. Aku sendiri sangat bersyukur karena Tuhan memberikan anugerah kecantikan dan kemolekan tubuh seperti ini, wajar saja semasa kuliah dulu aku sering menjadi rebutan teman pria di kampusku. Sekarang aku telah menjadi Ibu rumah tangga dan aku pun sangat mencintai kekasih yang kini menjadi suamiku.

Mungkin karena berada di tempat yang baru dengan suasana baru pula yang membuat aku dan suamiku begitu bergairah malam ini. Memang tadi siang kami baru berjalan-jalan di sekitar kota untuk hanya sekedar mengenal tempat yang untuk beberapa waktu kedepan akan menjadi tempat tinggalku yang baru. Mas Rohan suamiku memang baru mendapat promosi untuk memimpin cabang perusahaan dimana suamiku bekerja, dan aku memang terpaksa ikut dengan suamiku pindah kekota baru ini karena aku tidak mau berpisah dengan Mas Rohan suamiku.

Sudah hampir setahun pernikahan kami, tetapi rasanya baru kemarin kami berhadapan dengan penghulu di hadapan sanak keluarga. Aku sangat mencintai Mas Rohan suamiku dan begitu juga sebaliknya sehingga rasanya kami menikmati bulan madu terus setiap hari walaupun sudah hampir setahun usiarumah tangga kami. Seperti malam ini walaupun seharian kami keliling kota Bandung, tapi rasanya kami tidak merasa lelah untuk sekedar menumpahkan rasa cinta kami yang begitu menggebu.

“Ayo dong Mas, katanya Mas mau bawa aku terbang malam ini..”
Mas Rohan memang tidak pernah menolak kalau aku sudah mulai merajuk seperti itu.
“Iya, sebentar Mas mau ambil air minum dulu ya, sayang..”, ujarnya sambil beranjak dari tempat tidur dan bergegas keluar kamar untuk mengambil segelas air. Mas Rohan memang biasa menyiapkan air minum sebelum kami melakukan hubungan suami istri, katanya biar tambah tenaga kalau nanti mau ronde kedua.

Sepeninggal Mas Rohan aku segera menanggalkan pakaianku sehingga aku kini telanjang bulat dan segera masuk kebalik selimut. Ketika Mas Rohan kembali aku berpura-pura memejamkan kedua mataku.
“Lho, katanya mau terbang ko malah bobo sih”.
Aku diam saja, Mas Rohan duduk ditepi tempat tidur dan menarik selimutku. Mas Rohan sedikit terkejut ketika mendapati tubuhku yang sudah telanjang bulat ketika dia menarik dan mencampakkan selimut tersebut ke lantai. Tentu saja bila melihatku sudah seperti ini Mas Rohan akan segera menanggalkan pakaiannya dan langsung menerkam tubuh molekku yang tengah menanti kedatangannya.
“Hhh.. Ssshh..”.
Mulutku mulai mengeluarkan suara, tangan Mas Rohan mulai menelusuri tubuhku, agak tergesa ia menyentuh dua bukit kembar yang membubung di dadaku. Aku semakin memuncak, kali ini usapan lidah Mas Rohan yang bermain di dadaku. Lama ia mengulum, menjilat dan terkadang menggigit kecil puting susu yang telah tegak berdiri dengan kokohnya di kedua belah payudara indahku.

“Hhh.. Alya sayang.. ayo kita terbang sayang..”.
Aku diam dan menjawab erangan Mas Rohan dengan perlawanan cumbuan yang semakin panas. Perlahan mulut Mas Rohan turun menjalar mendekati perutku dan terus melewatinya dan akhirnya.., sentuhan lidah yang basah kembali kurasakan menyapu organ tubuhku yang paling sensitif, mulutku mulai meracau entah kemana dan kujepit erat kepala Mas Rohan dengan kedua paha putihku. Hampir setiap kami melakukan hubungan badan tiap saat itu pula Mas Rohan memainkan liang kewanitaanku dengan jilatan dan sapuan-sapuan lidah yang basah, tapi aku seakan tidak pernah bosan terus saja ingin kembali mendapat sensasi yang menyenangkan itu.

“Ohh.. Mas.. ayo.. Mas aku sudah siap.. ak.. aku.. sudah basah..”.
Aku mulai membuka lebar kedua kakiku menanti tindakan Mas Rohan selanjutnya. Perlahan Mas Rohan mulai merayap naik mensejajarkan tubuhnya dengan tubuhku.
“Sebentar ya sayang.. aku pake ini dulu”.
Mas Rohan bergerak mengambil bungkusan kecil berisi kondom yang memang selalu tersedia di laci tempat tidur kami.
“Sudahlah Mas.. nggak usah pake itu sekarang.. aku udah nggak kuat nih”
“Iya.. sebentar yaang..!”
Dengan sigap Mas Rohan memakai kondom dengan tangan kanannya sedangkan tangan kiri tetap tak lepas dari puting susuku seakan takut lepas dari genggamannya.

Memang kami selalu melakukan safe sex untuk mengatur kelahiran anak kami, Mas Rohan belum berkeinginan untuk punya momongan saat ini, katanya ia belum siap dan ingin menyiapkan segalanya dulu untuk anak-anak kami. Kalau tidak dengan sistem kalender ya dengan memakai kondom pada saat masa subur memang sangat membantu menunda kehamilanku. Aku sendiri kurang senang dengan keadaan seperti ini, disamping aku memang sudah ingin punya momongan juga karena rasanya ada sesuatu yang kurang bila saat bersetubuh ada yang menghalangi penyatuan kami walaupun itu hanya sebuah karet tipis. Walaupun itu tidak mengurangi kenikmatan hubungan sex tapi terkadang aku selalu ingin lebih dari apa yang diberikan Mas Rohan. Aku memang tergolong wanita dengan hasrat sex yang begitu tinggi, terkadang aku baru benar-benar terpuaskan bila sudah mencapai orgasme lebih dari satu atau dua kali.

Aku sudah benar-benar basah, kali ini Mas Rohanpun telah siap memasuki diriku. Perlahan ia mengarahkan senjatanya ke selangkanganku dan sedikit dibantu dengan goyangan dari pantatku, amblaslah senjata kebanggaan milik Mas Rohan di vaginaku, walau tidak terlalu besar tapi penis ini telah benar-benar membuatku mabuk kepayang akan nikmatnya bercinta.
“Ohh..” mataku terpejam, detik berikutnya kami berpacu saling mengisi satu sama lain dalam hasrat birahi, goyangan dan genjotan diiringi ciuman dan gigitan kecil meng hiasi kamar tidur kami, dan akhirnya..
“Aaa.. All.. Alyaa..!” sedikit terpekik Mas Rohan mengejang untuk beberapa saat dan akhirnya terkulai lemas diatas tubuhku.

Mungkin karena terlalu capek sehabis seharian jalan-jalan Mas Rohan mencapai klimaks terlebih dulu meninggalkan aku yang tengah berpacu mengejarnya. Rasanya seperti digantung ditempat yang jauh, aku berusaha mengejar dengan terus menggoyangkan pantatku dan memeluk erat tubuh Mas Rohan yang terkulai lemas. Walaupun akhirnya masa klimaks itu datang juga tetapi aku tetap saja seperti belum benar-benar melayang seperti masa-masa pertama kami melakukan hubungan sex, ya aku selalu ingin lebih tapi aku hanya diam memeluk tubuh Mas Rohan yang masih menindihku.
“Terima kasih Alyaku Sayang..”, Mas Rohan mengecup telingaku sambil berbisik dan kemudian tertidur disampingku.

Pagi ini sengaja Mas Rohan mengajakku untuk bersama kekantornya dan akupun ingin melihat kantor baru Mas Rohan sekaligus berkenalan dengan para karyawan disana. Sesampainya di kantor kami mulai berkenalan dengan para karyawan.
“Rekan-rekan sekalian inilah pimpinan kita yang baru silakan anda semua berkenalan dengan beliau”.
Pak Yonas mulai memperkenalkan kami kepada para karyawan. satu persatu kami mulai bersalaman dan saling memperkenalkan diri masing-masing mulai dari staf manager sampai karyawan level dibawahnya. setelah selesai acara perkenalan akhirnya Pak Yonas menunjukan reuangan kantor suamiku, sedikit tentang Pak Yonas ini adalah wakil pimpinan sementara sebelum suamiku mengambil alih tugas memimpin perusahaan ini. Ia berumur sekitar 32 tahun dengan porsi tubuh begitu proporsional menurutku dan suamiku pun telah mengenal sedikit tentang Pak Yonas karena ia pernah di tempatkan di kantor pusat bersama suamiku.

“Mari silakan Pak, Bu.., ini kantor Bapak yang baru disini “
“Oh.. iya terima kasih Pak Yonas, nah ini Ma, kantor baru Papa”
“Wah bagus juga ya Pa, saya rasa tak kalah bagus dengan suasana yang di kantor pusat”
“Silahkan Pak, sebentar saya tinggal dulu”
“Iya.. iya silakan”
Setelah Pak Yonas pergi kemudian kami masuk ke ruangan kantor yang cukup lebar dengan segala sesuatu yang tertata rapi. Karena nggak kikuk aku sengaja melepas blazer warna cerah yang kukenakan, pagi itu aku memekai pakaian agak sedikit formal dengan rok selutut dan blouse warna putih tanpa lengan yang lumayan tipis lalu di di tutup denganblazer, wah anggun sekali aku kelihatannya pagi ini.

Tok.. tok.. tok.. tiba-tiba pintu kantor terdengar diketuk dari luar.
“Masuk!” Mas Rohan mempersilakan untuk segera masuk.
“Maaf Pak, saya hanya mau ngasih berkas laporan terakhir cabang di sini Pak”.
Ternyata Pak Yonas yang masuk dan membawa berkas untuk di berikan kepada suamiku. Pak Yonas agak sedikit terkejut ketika matanya tertuju ke arahku yang telah membuka blazer tadi sehingga lengan mulusku terlihat jelas dan garis BH ku terpampang karena tipisnya blous yang kukenakan. Lama ia menatapku dengan tatapan mata yang tajam membuat aku agak risih dan tentu saja dadaku berdegup kencang.

“Oh iya makasih Pak Yonas”
“Baik Pak saya permisi dulu”
“Silahkan!”, setelah Pak Yonas pergi Mas Rohan mendekatiku dan duduk di sofa yang tertata di kantor itu.
“Gimana Al, Baguskan suasana disini?”
“Ya.. lumayan ramah juga orang-orangnya, tapi Pak Yonas itu agak aneh ya Mas”
“Ah, enggak mungkin karena dia baru melihat kamu aja sehingga dia kaya gitu, sebenarnya di baik dan ramah kan?”
“Iya juga sih Mas..”.
Lama aku di kantor Mas Rohan hingga saat makan siang dan kamipun makan bersama beberapa staf manager. Mas Rohan banyak bercerita terutama tentang aku, semua kebaikanku dan kemanjaan seakan menjadi kebanggaan bagi Mas Rohan. Kemudian mereka pun berbagi cerita ringan sekitar maslah keluarga dan setelah acara makan siang selesai aku diantar pulang oleh Mas Rohan kerumah setelah itu ia kembali ke kantor.

Tidak terasa sudah hampir sebulan kami tinggal di Bandung ini dan akupun semakin betah saja tinggal disini. Hampir setiap akhir pekan sengaja suamiku mengajak beberapa karyawannya untuk sekedar rekreasi bersama bersama keluarga masing-masing sehingga semakin mengenal satu sama lain. Hanya Pak Yonas yang selalu hadir tanpa didamping keluarga nya karena memang ia belum beristri apalagi punya anak, katanya ia belum siap ia untuk memulai keluarga. Ternyata memamg Pak Yonas ini orangnya baik dan sangant menghormati Mas Rohan dan aku sebagai sesama rekan sekaligus atasannya. Terkadang ia datang kerumah hanya sekedar untuk mengobrol dengan kami berdua dan meminta pengalaman berumah tangga katanya.

Pagi itu setelah Mas Rohan berangkat kekantor, seperti biasa aku mulai beres-beres merapikan rumah karena aku memamg sengaja tidak mau ketika Mas Rohan menyuruhku untuk cari pembantu. Alasannku karena aku juga ingin punya kesibukan dan mengurus suami dengan baik, setelah membereskan rumah dan memasak untuk makan siang aku lalu bergegas mandi untuk membersihkan tubuhku. Segar sekali rasanya guyuran air menyiram tubuhku, lama aku berendam dengan air hangat sambil membayangkan perlakuan Mas Rohan ketika kami memadu cinta walaupun akhir-akhir ini memang Mas Rohan sering kecapean dan terpaksa meninggalkanku untuk tidur lebih dulu.