Kemudian tangannya bergeser. Robet mulai melepasi busanaku. Jari-jarinya cepat membuka kancing-kancingnya. Kemudian tali BH-ku ditariknya dan lepas. Hampir serentak, blus dan BH-ku merosot dan jatuh ke lantai. Sambil merabai penisku, jarinya melepasi kancing celana jeansku. Didorongnya turun hingga aku tinggal memakai CD-ku. Saat aku hendak melepas sepatu hak tinggiku, dia berbisik menahan,

"Tunggu.. ", hampir tak terdengar olehku.

Dia menuntun aku ke sofa empuk yang ada di kamar itu. Aku disuruhnya duduk sementara dia bersedeku dengan lututnya berada di lantai menghadap ke aku. Diraihnya satu tungkai kakiku dan diangkatnya. Dia mulai mencium lagi.

Kali ini dia menciumi hak sepatu tinggiku. Kemudian nampak dengan sepenuh perasaannya Robet mencium dan melumati sepatuku. Diangkatnya kakiku lebih tinggi. Dia berusaha lidahnya menggapai jari-jari kakiku di ujung sepatu. Lidahnya melata menjilati hingga tumitku yang putih bersih ini, sementara tangan kirinya mengelus dan meremasi penis dalam CD-ku.

Ciumannya merambah terus melaju ke betisku. Saat bibirnya menyentuh betis aku sepertinya disambar sengatan listrik. Aku terlonjak kecil dari sofa. Kegelian syahwat langsung menerpaku dan membuat aku menggelijang.

Robet melumati seluruh permukaan betisku dengan penuh greget. Kudengar erang atau desah dari mulutnya, "Lliss.., Lliss.. Lissa Ramoonn.. ".

Penisku semakin berdiri ngaceng. Kemudian diletakkannya kembali satu kakiku itu untuk meraih kaki yang lain. Dia mengulangi apa yang dilakukan sebelumnya. Kakiku yang lain dilumatinya dari hak sepatu hingga ke betisku. Robet telah melihat penisku yang tegak dan kaku, tetapi dia menahan diri untuk belum menyentuhkan bibir atau lidahnya.

Bibirnya meneruskan rambahannya yang kini sampai pada lutut untuk melaju ke pahaku. Gigitan-gigitan gemas pada lututku sungguh membuat nafsu seksualku melonjak. Darahku serasa tersekat, nafasku jadi sedikit tersengal dan membuat sesak dadaku. Dan gigitan pada lututku itu mengakibatkan seluruh saraf birahiku terbangun. Ribuan anai serasa merambati seluruh wilayah pekaku. Aku merintih menahan kegelian birahi yang sangat.

Aku terbangkit bangun. Kuraih tak tertahan kepala Robet. Kujambaki rambutnya. Aku ingin menghambat laju gigitannya pada lututku itu. Dan sepertinya Robet acuh saja sambil melanjutkan rambahan bibirnya ke paha. Dengan penuh kegemasan dia melumat pahaku. Jilatan dan kecupannya beruntun hingga membuat pahaku kuyup oleh ludahnya.

Aku benar-benar tak mampu mengendalikan diriku. Tubuhku berpilin menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan. Dengan jatuh bangun aku benar-benar ingin menahan ciuman dan jilatan Robet. Tetapi mana mungkin?Posisi tubuhnya yang berada diantara paha pahaku membuat tubuhku terkunci. Tangan-tangannya memeluki ketat kedua tungkai kakiku dan mukanya siap untuk dibenamkan ke selangkanganku. Aku benar-benar tersiksa.

Prahara nikmat ini menerjang dan melandaku. Membuat aku sangat menderita. Tetapi kuakui aku tak hendak menyingkirkan semua ini. Yang aku cari kini adalah sarana untuk mengkompensasikan deritaku ini menjadi nikmat sepenuhnya. Aku memerlukan pegangan. Akhirnya tanganku meraih kain penutup sofa Hyyat Regency ini. Aku remas-remas seakan hendak menyobek-sobeknya.

Aku tarik lepas dari tempatnya hingga sofa ini nampak awut-awutan. Ternyata Robet kembali menahan dirinya. Dia tidak membenamkan mukanya ke selangkanganku. Dari paha dia bangkit dan melepasi kemeja serta celananya. Tinggal CD-nya yang menampakkan gembungan kemaluannya yang telah mengeras Robet merebahkan tubuhnya menindih tubuhku.

Kembali aku bergidik dan merinding. Benar perkiraanku, tangan, lengan, dada dan paha atau tungkai kaki Robet penuh ditumbuhi bulu-bulu.

Wwooww, Robet.. Sinii.. Biar kujilat dan 'kemot-kemot' bulu-bulumu itu, desahku.

Sungguh aku sangat terobsesi. Dia rengkuh dadaku. Memelukku sambil kembali mendaratkan bibirnya ke bibirku. Kami berpagut. Dia sedot ludahku seakan hendak dikeringkannya mulutku. Lidahnya menyeruak berputar-putar di rongga mulutku. Bulu-bulunya yang serasa menggelitik tubuhku itu membuat aku mendesah kenikmatan. Demikian pula dia. Kami benar-benar saling menikmati ciuman yang terasa semakin meningkatkan nafsu birahi kami.

Kemudian Robet merambah leher, bahu dan membuka lenganku untuk membiarkan bibir dan lidahnya melata ke lembah-lembah dan lereng ketiakku.

Wwuuhh.. Robettzz..

Sungguh tak bertara kenikmatan yang meghanyutkanku. Jari-jari tanganku meremasi punggungnya. Situasi syahwat kami ternyata berkembang sangat laju. Robet ingin analku menjemput kemaluannya. Dia merubah posisinya. Dia duduk bersandar ke sofa sambil menghela tubuhku ke pangkuannya.

Kembali kami berpeluk dan berciuman. Kurangkul bahunya sementara tangan Robet merengkuh pinggulku. Dia angkat sedikit tubuhku agar pantatku berada tepat dalam titik kemaluannya yang telah demikian tegak dan berkilatan kepalanya. Aku tahu. Robet ingin selekasnya merasakan penisnya dalam jepitan analku.

Aku mengangkat sedikit pantatku sambil tangan kananku meraih penisnya untuk ku-pas-kan menusuk lubang anusku. Dan tak banyak kesulitan. Anusku yang memang telah siap langsung menelan amblas kemaluan Robet. Kini aku yang memompa. Aku menaik turunkan bokongku. Slurp., slurp., slurp.. Penis Robet keluar masuk ke analku. Kami lantas saling mempererat pelukkan untuk menikmati apa yang sedang berlangsung ini. Sesudah sekian waktu, Robet ingin merubah posisi.

Tanpa melepas penisnya dari anusku dia rebahkan aku dan kembali menindihku di sofa sempit ini. Diangkatnya satu kakiku untuk lebih membuka pantatku. Dan gerakkan memompa kembali berulang. Hanya kini yang harus beraksi adalah Robet sendiri. Aku menggoyang pantatku karena nikmat yang tak tertahan ini. Tanganku mulai meremas-remasi dadaku sendiri. Jari-jariku memilin-milin pentilnya.

Wwuuzz.. Roobetzz.. Tusukkan penis Robet makin cepat. Slurp, slurp, slurp..

Kulihat matanya tertutup sambil bibirnya meracau, "Lizz, lizz, Lizz.. Lizzaa.. ".

Pada suatu saat, dalam desakkan birahinya yang semakin tak tertahankan, dengan penuh gegas dia bilang, "Kamu nungging, Lizz.. ",

Ahh.., dia telah berada di ambangnya.. Dan dia mau menyodomi aku dalam gaya 'anjing ngentot' atau 'doggy style'. Wuuwww.. Ini juga gaya kesuakaanku. Aku cepat berbalik dan nungging. Dengan kepalaku yang bertumpu pada tangan-tangan sofa, lubang pantatku menjadi terbuka dan siap menerima tusukkan penis Robet.

Dan terjadilah..

Robet mulai kembali memompa dengan frekwensi, kekuatan dan kecepatan yang lebih. Sesudah kemaluannya tepat keluar masuk ke anusku, aku mulai bergerak merangkak hingga tubuhku setengah membungkuk dan berdiri sementara tangan kananku berpegang pada sandaran sofa dan tangan yang lain me-'ranggeh' pinggul Robet untuk membantu percepatan tusukkannya. Kami sama-sama berayun dan menikmati penetrasi penis pada lubang anus.

Dan benarlah.. Robet nampak tengah bersiap menjemput orgasmenya. Dengan racauannya yang memanggil-manggil namaku terus menerus dia mempercepat penisnya keluar masuk ke lubang pantatku. Aku sendiri merasakan betapa nikmat setiap tusukkan ini. Aku tak lagi merasakan betapa panasnya lubang anusku saat menerima tusukkan yang semakin cepat ini. Aku ikut meracau dengan memanggil-manggil namanya.. Robetzz, Robetzz.. Betzz..

Dan saat puncak itu datang, tangan Robet menyambar kepalaku. Dia renggut rambutku. Dia tarik bagai tali lis kuda tunggangannya. Dia berpacu bak joki ditengah pacuan. Dia maju mundurkan sangat cepat penisnya hingga..

Ampuunn Betzz, amppuunn.., ampuunn.. Aku berteriak-teriak penuh kepedihan di pantatku, sementara sperma Robet menyemprot dan tumpahkan spermanya ke lubang analku. Pacuannya belum kunjung terhenti. Kedutan penis Robet masih datang beruntun yang disertai semprotan cairan kentalnya.. Aku yang demikian terbawa ke arus nafsu Robet, cepat menarik bokongku, berbalik dan menyambar penis Robet.

Aku pengin banget menerima semprotan spermanya ke mulutku. Masih beberapa tembakkan yang menyemprot yang kurasakan dalam rongga mulutku. Aku merasakan cairan kental hangat yang langsung kukecapi rasa gurihnya. Dengan penuh kerakusan nafsu, kutelan sperma Robet untuk menutupi kehausanku.

Demikianlah babak awal perjumpaan sayhwatku dengan syahwat Robet. Robet pesan makanan dan minuman dari room service. Kami istrirahat sejenak, ngobrol. Tanpa sengaja kami bicara berkaitan dengan profesi. Bukan maksudku untuk pamer pada dia, tetapi aku keceplosan bicara tentang sebuah teori managemen yang dia tahu tidak banyak orang yang memahaminya. Saat ngobrol tentang seks, aku bicara tentang Maslow dengan teori 5 jenjang kebutuhan manusianya.

Dia agak kaget, namun tersenyum. Ah, kamu pasti waria dengan profesi yang hebat. Dia nebak-nebak. Aku tidak tanggapi agar tidak keterusan. Dia hanya kembali tersenyum sambil,

"Biasanya waria khan hanya di salon-salon", sebagaimana kebanyakkan waria yang kerja di salon kecantikan.
"Atau jadi perancang busana",
"Kalau perancang busana bukan waria tetapi gay", aku coba nyambung lagi.

Berasyik masyuk bersama Robet sungguh menyenangkan. Akhirnya kurasakan betapa Robet menghargai aku sebagai teman intelek. Dia bilang 'nyaman berasyik masyuk' dengan seorang yang ber-profesi.
Aku menyetujui pendapatnya. Aku juga menikmati orang pinter macam dia. Malam itu aku melampiaskan obsesiku. Aku berkesempatan mengambil kendali.

Di atas ranjang Robet kulumat habis. Tak ada bagian tubuhnya yang kulewatkan. Lidah dan bibirku asyik meng'emot-emot' detail tubuhnya. Teristimewa bulu-bulunya yang terserak di segala tempat. Selangkangannya juga menebarkan aroma jantan yang sungguh merangsangku. Bulu-bulu analnya sempat menari-nari di rongga mulutku. Robet pengin aku me-nyodomi pantatnya itu. Dia tidak takut dengan kemaluanku yang gede. Dia berteriak histeris saat aku memuncratkan spermaku dalam lubang pantatnya.

Entah berapa kali kami saling meraih orgasme malam itu. Aku keluar dari kamarnya sekitar pukul 6 pagi, saat semua orang baru bangun atau sibuk di fitness centre, atau bersiap mau ke bandara. Aku panggil taksi yang banyak mangkal di Hyyat Regency Hotel itu.

Ini hari terakhir acaraku di Surabaya. Akhirnya 'kelakon' juga keinginanku. Aku sangat menikmati 'full waria'-ku yang hampir usai ini. Hari ini aku habiskan waktuku untuk keliling kota Surabaya bersama Bella dan satu teman lamaku lagi Nancy yang cantik itu. Dengan busana wanita yang sangat sensual kami naik turun bus dan naik turun taksi. Kami juga pergi ke Kebon binatang dan makan sea food di pantai Genjeran. Semuanya atas biayaku. Aku menerima banyak amplop uang dari teman-teman kencan selama di Surabaya ini. Aku tak pernah membukanya hingga pagi ini.

Ternyata isinya lebih dari modal yang telah kukeluarkan untuk bersenang-senang ke Surabaya ini. Bahkan lebih. Aku bagikan sebagian untuk Bella dan Nancy sebagai bentuk terimakasihku. Malam terakhir kami lewatkan untuk nongkrong dan ngobrol bersama teman-temanku di jalan IB. Kami pulang dari IB sekitar pukul 12 malam.

Kami tak sempat benar-benar bercumbu 'three some' antara aku, Nancy dan Bella. Tetapi kami melakukan sekedar obat kangen. Kami saling pagut dan remas. Hanya Nancy yang sempat mendapatkan orgasmenya. Aku bersama Bella menampung puncratan spermanya di mulut, di pipi serta dagu-dagu kami.

Ah, Nancy yang manis, yang tetap nampak 'innocent' sejak aku pertama kali melihatnya beberapa waktu yang lalu di Surabaya yang sama. Besoknya jam 7 pagi aku sudah berada di taksi menuju bandara. Aku tidak membawa kembali busana wariaku. Semuanya kutinggalkan pada Bella dan sebagiannya ke Nancy.

Kubayangkan merubah diriku kembali menjadi Norman ternyata lebih rumit. Toilet pria biasanya lebih ramai dan akan lebih mengundang perhatian apabila aku masuk ke dalamnya. Sejak dari tempat kost memang sudah kupikirkan semuanya ini. Hari ini aku tidak lagi menggunakan kosmetik dan parfum. Aku juga telah memakai jeans yang memang kesukaanku.

Di dalam taksi dimana aku duduk tepat di belakang sopir, kubuka tasku dan kukeluarkan satu lembar T. Shirt-ku. Secepatnya blusku kubuka untuk kuganti dengan T. Shirt. Dengan cermin kecilku kuamati wajahku untuk melihat sisa kosmetik kalau ada yang teringgal. Saat turun dan membayar ongkos, kulihat sopir taksi sedikit bengong. Aku telah berubah menjadi pria yang tampan.

Aku berjalan dengan gagah masuk ke ruang boarding pass. Tak ada lagi mata-mata penuh birahi memandang ke arahku. Aku berbaur dengan calon penumpang lain.

Jam 11 siang aku telah berada di taksi yang tersendat-sendat karena kemacetan menuju rumahku di Bintaro, Jakarta.

TAMAT