Menjadi Sekda Propinsi X tidak menghilangkan kesukaanku berbusana sebagaimana layaknya perempuan. Kerinduan berkumpul dengan teman sesama waria juga merupakan kerinduan yang tak mudah terobati.

Untuk mengobati kerinduan-kerinduan macam itu, aku gunakan kesempatan saat pergi dinas keluar kota. Apabila berdinas bersama rombongan keluar kota aku selalu berusaha tidak sehotel. Aku beralasan menginap di tempat saudara yang kebetulan tinggal di kota tersebut. Dengan cara itu aku bisa bebas di malam harinya untuk 'mampir' dengan busana wanitaku ke tempat-tempat berkumpulnya para waria.

Setidaknya sepotong setiap bulan aku selalu membeli dan menyimpan pakaian perempuan di traveling bag-ku. Kalau ketahuan teman aku bilang ini punya istri, sebagai obat kangen, agar selalu ingat istri. Sementara kalau ketahuan istri aku bilang ini adalah oleh-oleh baginya dari kota yang barusan aku kunjungi. Aku juga mengoleksi perabot keperluan wanita berupa BH, wig dan kosmetik. Untuk kosmetiknya, biasanya aku ngecer saja di warung-warung setempat.

Begitulah, pada suatu kesempatan aku berdinas untuk seminar antar Sekda se-Indonesia di Surabaya. Aku sangat bergairah mendengar Surabaya. Di kota itu, pangkalan warianya di jalan Irian Barat (IB) sangat luas dan ramai. Rencananya seminar akan berlangsung 2 hari. Pada teman rombongan aku bilang akan menginap di tempat pamanku, yang telah lebih 10 tahun tidak berjumpa. Jadi aku hanya berkumpul dalam rombongan selama seminar dan sesudahnya aku balik ke losmen tempat aku nginap. Sengaja aku pilih penginapan murah agar tidak menjadi perhatian orang.

Agar tidak kesulitan, aku memilih jenis pakaian praktis, seperti jeans & blus atau rok & blus yang tidak memerlukan pernik-pernik yang rumit. Dalam tempo 10 menit, aku bisa masuk toilet di mall manapun dan keluar sebagai 'lady'. Untuk make up dan parfum aku pilih Shiseido yang dengan mudah kubeli di manapun. Aku juga memiliki beberapa model wig yang dengan mudah akan dapat mengubah penampilanku.

Begitulah, dalam usiaku yang masih 36 tahun, aku telah memiliki 2 dunia. Di kala siang aku adalah Drs. Wignyo, Sekda Propinsi X, dan di kala malam aku adalah Widya yang jangkung, cantik dan genit yang memiliki segudang pengagum dan teman kencan ranjang.

Di bandara, aku langsung berpisah dari rombongan. Rencananya seminar baru akan dimulai besok pagi, sehingga malam ini aku bisa berpuas diri, berdandan sebagai Widya yang cantik, dan nampang di jalan IB. Kebetulan atas referensi dari teman, aku bisa menginap di pondokan khusus waria yang tidak jauh dari tempat mereka mangkal. Di tempat itu aku bisa ketemu Susi yang juga waria. Dia akan membantu berbagai kebutuhanku selama 2 hari di Surabaya.

Ternyata Susi adalah primadonanya jalan IB. Sepintas postur dan wajahnya mengingatkanku pada Tessa Kaunang yang bintang sinetron dan presenter itu. Dia sangat ramah dan gembira menyambutku. Dengan penuh semangat dia membantuku bersiap-siap untuk untuk ikut meramaikan malam di jalan IB. Secara kebetulan posturku hampir sama dengan Susi. Dia bilang kalau ke Surabaya aku nggak perlu bawa macam-macam, pakai saja miliknya. Kini aku merasa punya pos di kota Surabaya ini.

Jam 7 malam aku sudah naik becak bersama Susi menuju jalan IB yang kira-kira hanya berjarak 10 menit. Malam ini aku berbusana casual, dengan rok & blus katun yang menurut Susi sangat serasi pada tubuhku. Aku memakai rok & blus Donna Karan yang berbahan katun 100%. Susi memberikanku parfum Chanel no. 5-nya. Aku merasa tampil prima dan percaya diri saat turun dari becak dan melangkah menuju keramaian malam di jalan IB ini.

Aku diperkenalkan pada teman-teman Susi. Rata-rata mereka memang ramah kepada waria pendatang. Mereka juga berharap kalau suatu saat mereka berkesempatan ke kotaku akan mendapatkan sambutan ramah pula dari teman-teman waria kotaku. Aku menjamin hal itu, karena kami merupakan teman-teman senasib.

Susi juga mengenalkan para pelanggannya padaku. Pak Hari yang cukong pabrik gelas mengajakku ke hotel. Susi berbisik padaku agar aku mengikuti saja kemauannya. Pak Kharisma sangat baik. Dia akan memberi uang yang banyak padaku kalau aku melayaninya dengan baik dan dapat memuaskannya. Aku tergetar mendengar omongan Susi. Sesungguhnya aku tidak mencari uang, namun di sisi lain uang juga menjadi pertanda bahwa pelanggan kita puas atas apa yang bisa kita berikan padanya.

Dalam usianya yang telah menginjak 50 tahun, Pak Kharisma memiliki stamina yang hebat. Kami berasyik masyuk sampai pagi. Dua kali dia mengentot mulutku dan menumpahkan spermanya ke gerbang tenggorokanku. Dan sekali dia mengentot lubang pantatku. Sementara aku mendapatkan 2 kali ejakulasi di mulutnya. Malam pertama ini sangat menyenangkan hatiku. Sekitar jam 3 pagi, aku diantar pulang oleh Pak Kharisma hingga sampai di depan pintu pondokan.

Sesudah tidur sekitar 4 jam, aku terbangun dan bersiap diri ke tempat seminar. Aku menceritakan perihalku pada Susi. Susi keheranan atas keberanianku untuk tampil dalam 2 dunia. Dia bilang bahwa aku sangat tampan dengan tampilan priaku. Aku mirip Onky Alexander tokoh pujaan remaja tahun 1980-an yang super ganteng itu. Dengan stelan jas dan dasiku, Susi mengantarku hingga ke pintu halaman dimana taksi Surabaya telah menungguku untuk menuju Hotel Bumi Hyatt dimana seminar akan dilangsungkan.

Pada sore harinya aku sampai kembali di pondokan sekitar jam 7 malam. Susi telah menungguku. Dengan cepat aku mengubah diri.

Seseorang merapatkan mobilnya di samping kakiku. Lampunya yang menyilaukan dia redupkan dan kaca pintunya dengan pelan turun otomatis dan memunculkan seorang pemuda.

"Hai..", dia menegurku.
"Hai juga", aku menyahut kemudian mendekat.
"Mau kemana sayang?", ucapan klise keluar dari mulutku. Pemuda ini mengajakku ke motel di bilangan jalan Darmo. Aku minta ijin dulu dari Susi.
"Jalan saja, dia itu A Keng pemilik showroom di Sudirman. Sering koq, ngambil banci dari IB ini", Susi menghapus keraguanku.

A Keng membukakan pintu untukku. Malam ke dua ini aku berasyik masyuk dengannya hingga tengah malam. Saat mengantarku pulang, dia memberiku 2 juta rupiah. Kuberikan separuhnya untuk Susi.

Pada malam terakhir aku mendapatkan kejutan yang baru kali ini aku alami sepanjang hidupku dalam 2 dunia. Pada malam itu aku baru turun dari becak. Dessy, teman Susi memanggilku. Seseorang telah menungguku sejak sore tadi. Aku langsung digandengnya untuk dipertemukan dengan orang itu.

Deg.. Aku hampir lari saat melihat orang itu. Ternyata dia adalah Pak Johan salah satu anggota rombonganku. Dia adalah Kepala Perusda Propinsi X. Ini berbahaya. Bisa habis karirku. Namun aku tidak mungkin lari. Bukankah itu justru lebih membahayakan? Lebih membuka peluang terbukanya kepalsuanku? Adakah dia tahu siapa sesungguhnya aku? Kenapa kebetulan aku yang ditunggunya? Apakah ini hanya kebetulan semata?

Untung cahaya malam menyamarkan kecemasan dan pucatnya wajahku. Merasa seakan pesakitan aku dituntun Dessy mendekat ke Pak Johan. Dia mengulurkan tangannya untuk mengenalkan diri. Dari raut muka dan pandangan matanya sepertinya dia benar-benar tidak tahu siapa sesungguhnya aku.

"Arwan", dia tidak menyebutkan nama sesungguhnya,
"Wina", sahutku sambil menyambut uluran tangannya. Aku sedikit lega. Dan tak ada tanda-tanda dia menyelidik aku. Pandangannya wajar saja. Pandangan lelaki hidung belang kepada waria cantik dan seksi macam aku ini.

Sebagai Kepala Perusda, setidaknya sebulan sekali aku melakukan koordinasi dengan Pak Johan. Kuakui, Pak Johan ini sangat ganteng. Aku sering masturbasi dengan mengkhayalkan mengulum kontolnya dan meminum spermanya.

Pak Johan yang usianya sudah lebih dari 50 tahun benar-benar menujukkan kejantanannya. Posturnya sangat gagah dan prima. Dia boleh dikata seakan copy dari El Manik yang bintang film itu. Kepalanya sedikit botak, seluruh tubuhnya penuh ditumbuhi bulu. Aku pernah main tenis dengan Pak Johan. Pada saat itu aku melihat betapa dadanya, tangan-tangannya, paha dan tungkai kakinya ditumbuhi bulu-bulu yang membuatnya nampak begitu jantan.

Bagiku lelaki jantan di kota X yaa.. Pak Johan ini. Aku menganggap dialah lelaki yang sempurna. Dan sering kudengar, banyak ibu-ibu yang tergila-gila padanya. Apabila ada kesempatan, ibu-ibu itu pasti rela selingkuh dan bohong pada suaminya untuk bisa tidur dengan Pak Johan ini. Dan sekarang 'El Manik' ini ada di depanku. Bukan sebagai teman kerjanya Wignyo, tetapi sebagai teman kencannya Widya.

Dia mengajakku ke Motel La Brigo di pantai Kenjeran. Sebuah motel yang termewah di kota Surabaya. Dari mana duit Pak Johan untuk membayar motel yang hampir 1 juta rupiah semalam itu?

Di atas taksi yang membawa kami ke Kenjeran, 'El manik' ini terus mencumbu dan memagut tubuhku. Aku rasa dia ini keranjingan pada penampilanku. Aku semakin yakin bahwa dia tidak mengetahui siapa sesungguhnya aku.

Aku juga heran, bertahun-tahun Pak Johan yang selalu hadir dalam khayalku setiap masturbasi, tanpa kuduga malam ini dia berada dalam pelukanku. Dan aku sendiri tak mampu menahan diri. Kontolku telah ngaceng berat. Setiap pagutannya melemparkanku ke awang nikmat. Hasrat syahwatku berkobar membayangkan sesaat lagi aku akan tenggelam dalam selangkangannya yang penuh bulu itu.

Sejak awal Pak Johan sangat memanjakanku. Di dalam motel yang mewah ini, berbagai makan, minuman dan buah-buahan dia pesan untuk menyenangkan aku. Dia mengajakku tinggal hingga dini hari. Ternyata kemanjaan yang aku terima itu harus kukembalikan.

Begitu kami bertelanjang, Pak Johan menuntutku memanjakannya di atas ranjang. Tanpa banyak macam-macam dia mendorongku ke ranjang. Dia pagut leherku dan melumatinya. Tangannya meraba bagian-bagian sensual dalam tubuhku. Aku merasakan rabaannya mengelus paha dan merangsek ke celana dalamku. Tangannya meraih dan membetot keluar kontolku.

"Woo.. Wid.. Kontolmu.. Sungguh meruntuhkan imanku. Boleh aku menjilatinya..?".

Tanpa menunggu jawabanku, mulutnya sudah nyosor. 'El Manik' yang Kepala Perusda propinsi X sekaligus teman kerja Drs. Wignyo ini membuatku berkelojotan dalam gelegak birahiku.

Aku menggelinjang tanpa kendali saat wajahnya menggeluti pahaku. Kumisnya yang tebal serta cukuran cambangnya yang kasar seperti amplas sangat menggatalkan syahwat birahiku. Sambil melepaskan rintihan dan desah-desah aku meraih kepala botaknya. Kuelus dan juga kuremas. Gelinjang ini begitu nikmat dan menggetarkan saraf-saraf peka di sekujur tubuhku.

Tiba-tiba dia bangkit. Dengan kontolnya yang berayun-ayun, 'El Manik'-ku ini bergerak mengangkangi tubuhku. Dia menduduki dadaku dan naik lagi hingga pantatnya yang penuh bulu-bulu itu tepat berada di atas wajahku.

"Jilati aku Wid.. Jilati pantatku..".

Kemudian dia menduduki wajahku dengan anusnya tepat pada bibirku. Dia melakukan 'face sitting' dan aku gelagapan. Sesaat bulu-bulu anusnya yang tebal membuat nafasku gelagapan. Aroma lubang anus Pak Johan langsung menyergap hidungku. Tindakan Pak Johan langsung mendongkrak nafsu birahiku.

Tanpa diminta dua kali tanganku bergerak meraih dan menggenggam kontolnya yang hitam gede dan panjang itu. Dengan sepenuh gairahku aku mengelusinya. Dan sesuai dengan permintaannya, lidahku tanpa ayal langsung menjilati anusnya.

Mulutku melumat bulu-bulu tebal anusnya. Aku berharap keringat yang lekat akan larut dalam basah ludahku. Aku akan menyedotinya. Lidahku merasai licinnya lubang tai Pak Johan. Aku merasakan sepat-sepat semen analnya. Dan aku rasakan kontol gede dalam genggamanku terasa makin keras dan kaku seiring dengan lenguh dan desah nikmat yang melanda Pak Johan.

Ketika kocokkan tanganku dirasakan semakin nikmat Pak Johan kembali bangkit melepaskan lumatan bibirku pada analnya. Dengan histeris di tusukkan kontolnya ke mulutku. Dengan ngangkang sambil menaik turunkan pantatnya Pak Johan ngentot mulutku. Kontolnya menerjangi gerbang kerongkonganku. Dia tengah getaran syahwat yang tak lagi bisa ditahannya. Dia meracau,

"Ayo Wid.. Nikmati kontolku. Ini kontol jantan impian para istri-istri pejabat. Ayo Wid.. Agar kamu tahu.. Banyak ibu-ibu yang telah aku entot mulutnya.. Ayoo Wid isep Wid.. Nikmati Wiidd..". Edan. Benarkah racauannya itu? Ah, masa bodoh. Aku memang percaya, kontol Pak Johan ini sangat nikmat di mulutku.

Entah berapa kali dia diserang ejakulasinya. Berliter-liter sperma 'El Manik' selalu muncrat di mulutku. Aku selalu menikmati dalam kenyaman mulutku sebelum menelannya.

TAMAT