Jam di dinding menunjukkan pukul 22, "sebaiknya Tia bobo sekarang, istirahat, hari ini khan cape abis berenang", kataku.


"Tapi Tia takut sendirian, Kak Sonya temenin Tia bobo ya", kata Tia.


Sonya tersenyum dan mengangguk.


"Nah ayo sekarang Tia dan Sonya pergi ke kamar dan bobo!" perintahku.


"Tia mau, tapi harus digendong lagi sama abang sampai ke kamar yaa" pinta Tia manja.


Aku pun bangkit, lalu dengan membentangkan kedua tanganku dan bergaya seperti monster yang mau menangkap mangsanya, aku berkata dengan suara yang kubuat seserak dan seseram mungkin "Hrrmm.. hrrmm.. mana anak kecil yang mau digendong monster.. hrrm.. hmm..


"Kyaa.. ada monster!" Tia berteriak sambil tertawa senang.


Ia dan Sonya yang juga sudah berdiri berlarian mengelilingi sofa, berusaha menghindari kejaran sang monster sambil tertawa-tawa gembira. Ya, mereka senang dengan permainan ini karena kami sering memainkannya sejak lama. Akhirnya aku pun berhasil menerkam Tia dan kami bergulingan di karpet.


"Kyaa.. Kak Sonya, tolong Tia!" Tia berteriak sambil tertawa kegirangan.


Sonya pun datang dan berusaha untuk menolong melepaskan adiknya dengan menarik lenganku dan dengan satu gerakan, kubuat Sonya juga rebah di karpet dengan posisi telentang dan dengan cepat kupeluk perutnya serta kurebahkan kepalaku di dadanya yang terasa lembut dan hangat. Posisi itu membuatku sangat terangsang.


Kami masih bergulingan sambil tertawa-tawa hingga beberapa saat, lalu aku menggendong Tia.


"Yak, sudah waktunya goddess-goddess kecil abang ini bobo!" kataku.


Walaupun sudah kugendong, Tia masih tertawa-tawa melihatku, tangan kanannya merangkul leherku dan tangan kirinya memencet-mencet hidungku. Sonya pun tiba-tiba meloncat ke punggungku dan bergantungan minta digendong.


"Aduuh, berat bener, kalian sudah pada besar nih" kataku.


"Iya dong bang, Tia juga sekarang khan sudah besar, jadi berat" kata Tia yang masih juga memencet-mencet hidungku, disambut dengan suara tawa Sonya yang seolah-olah menyetujui pendapat Tia.


Tertatih-tatih aku menuju kamar kedua bidadari kecilku ini.


Aku segera menurunkan Tia di ranjang yang bersebelahan dengan ranjang Sonya, menyelimutinya, menungguinya sebentar sampai Tia benar-benar tertidur. Lampu kecilnya kubiarkan menyala kemudian giliranku untuk menyelimuti Sonya, kucium bibir tipisnya dengan lembut sebagai ucapan selamat bobo lalu aku kembali ke ruang TV untuk kembali menonton sambil menunggu pulangnya bapak dan ibu Sis. Benar-benar malam pertemuan kembali yang membahagiakan..


Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya tidak ada kejadian yang istimewa antara aku dengan Sonya, itu juga dikarenakan bapak dan ibu Sis sedang banyak kegiatan di dalam kota sehingga mereka jadi banyak tinggal di rumah. Walaupun begitu, sebenarnya Sonya juga terkadang meggodaku dengan hanya memakai daster tipis tanpa bra dan terkadang tidak memakai CD ia masuk ke kamarku saat malam hari di mana ortunya sedang berada di kamar mereka, Sonya lalu berbicara padaku dengan pose-pose yang sangat merangsang nafsuku, uuh.. seandainya rumah kosong..


Tentu saja aku gelagapan menghadapinya karena aku takut sekali kalau sampai ketahuan kedua ortunya. Biasanya jika sudah demikian Sonya menjadi tidak patuh dan tidak mau kuminta keluar dari kamarku, jadi akulah yang keluar. Walaupun "tanda-tanda" yang diberikan Sonya sering terpaksa kutolak karena keadaan yang menurutku "belum-aman" di rumah, tetapi dalam hal lain Sonya dan Tia sangat patuh kepadaku. Hal ini membuat kedua orang tuanya benar-benar percaya kepadaku dan aku juga merasa sayang dan bangga kepada Sonya dan Tia.


Bidadari-bidadari kecilku itu dalam kesehariannya sangat dekat dengan ibu mereka dan mereka bertiga sering berbincang-bincang bersama tentang apa saja. Aku mengetahui hal itu karena Sonya menceritakannya padaku. Terkadang, jika melihat ibu dan anak-anak gadisnya itu berkumpul, aku menjadi ketakutan. Aku khawatir kalau-kalau Sonya menceritakan pada ibunya bahwa aku mengajarinya seks, tetapi untungnya Sonya selalu ingat dan memegang janjinya. Mungkin juga ini adalah suatu insting yang kuat dari seorang ibu, karena pada suatu saat aku pernah secara tidak sengaja mendengar pertanyaan ibu Sis tentang apa yang Sonya dan Tia lakukan bersamaku jika mereka tidak di rumah.


Tanpa sadar, keringat dingin membasahi tubuhku. Aku mendengar sayup-sayup suara Tia yang menjawab pertanyaan ibundanya, lalu suara Sonya yang ikut menimpali kata-kata Tia. Jantungku serasa berhenti berdetak..


Perasaanku menjadi sangat lega ketika kudengar pembicaraan masih terus berlanjut dengan penuh kehangatan, tanpa ada ledakan kemarahan dari sang ibu. Hal itu berarti rahasia kami masih aman dan membuatku merasa sangat bersyukur serta menambah rasa sayang dan simpati kepada kedua dewi kecilku itu. Aku juga kembali berjanji pada diriku untuk sekuat tenaga mampu mengontrol diri saat memberikan pelajaran seks pada Sonya dan membuatnya bahagia.


Hari-hari terus berlalu, kesibukan sekolah dan juga keadaan rumah yang "belum-aman" membuat kegiatan seks yang biasa kulakukan dengan Sonya tertunda tetapi walaupun begitu, harus kuakui bahwa aku bisa merasakan perubahan yang terjadi dalam diri Sonya terlebih setelah dia kuperlihatkan film acara "minum-sperma" itu. Aku menjadi sering melihatnya termenung seolah memikirkan sesuatu yang cukup memberinya beban pikiran. Pernah suatu kali aku melihatnya, ketika itu kami sedang berkumpul makan siang bersama, aku, Sonya, Tia dan ibu Sis. Sonya kala itu mengambil sebuah pisang ambon, mengupas kulitnya dan memasukkannya ke mulut tetapi gayanya seperti cewek yang sedang memberikan blow job!


Aku sangat terkejut melihat hal itu, bahkan ibu Sis pun melihat dan menegurnya, "Sonya! Makanan tidak boleh dipakai main-main! Ayo cepat dimakan!!" kata ibu Sis dengan tegas. Kulihat Sonya sangat terkejut dan cepat-cepat memakan pisang itu sedangkan aku diam seribu bahasa sambil berharap semoga ibu Sis tidak curiga lebih jauh melihat tingkah laku putrinya itu. Untungnya perhatian ibu Sis saat itu terbagi ketika HP ibu Sis berbunyi dan ia segera tenggelam dalam pembicaraan yang riang bersama temannya.


Walaupun kegiatan cintaku dengan Sonya tertunda, kami masih sering mengisi waktu bersama dengan kegiatan lainnya. Sonya dan Tia sering mengajakku berenang bersama seperti yang selalu kuanjurkan pada mereka demi menjaga kesehatan, kebugaran dan bentuk tubuh mereka yang indah supaya tetap indah dan sexy. Mereka senang mengajakku berenang karena itu lebih baik dan mengasyikkan buat mereka daripada hanya ditunggui oleh pembantu yang hanya berdiri saja di pinggir kolam. Olahraga lain biasanya lari-lari sore bersamaku di lapangan dekat rumah dan kalau aku sedang malas, maka mereka akan membujukku dengan sangat manja, memasang wajah mereka yang paling imut sehingga aku tidak kuasa untuk menolaknya.


Minggu pagi aku dibangunkan oleh Sonya dan ternyata ia mengajakku untuk lari pagi. Sebetulnya aku masih sangat ingin meneruskan tidurku dan bermalas-malasan lebih lama lagi tapi demi Sonya, aku pun segera bangun dan menemaninya lari pagi. Kami berangkat pukul 6, mulai berlari-lari kecil mengiringi mobil bapak dan ibu Sis yang juga berangkat menuju lapangan tenis. Setelah puas berolah raga kami kembali berlari kecil menuju rumah dan ketika tinggal berjarak 200 meter lagi, Sonya dengan manjanya merayuku, "Baang, abang cakep deh, tolong gendong Sonya sampai rumah ya bang".


"Eh, Sonya nggak malu tuh diliatin banyak orang?" tanyaku.


"Sonya nggak peduli dengan orang lain! Gendong Sonya dong baang!" pintanya dengan wajah yang dibuat semanis mungkin.


Aku tak bisa menolaknya "Ayo naik ke punggung abang!" perintahku.


Dengan semangat 45 Sonya segera naik ke punggungku lalu ku kembali berlari kecil sambil menikmati kelembutan payudaranya yang kali ini sudah agak berkembang bergoyang-goyang menyentuh punggungku, hmm.. rasanya seperti pijat payudara ala Thailand hehehe.. kataku dalam hati.


Sesampainya di halaman depan, kami melihat si Was yang sedang sibuk memotong rumput, Sonya berteriak sambil melambai-lambai ke arahnya sementara si Was tersenyum melihat kami berdua. Kami melakukan peregangan otot di halaman depan sebelum masuk rumah dan setelah kurasa cukup, kulihat Sonya tersenyum nakal ke arahku sambil berkata, "Aduuh abang, tadi Sonya minum air mineralnya kebanyakan, abang haus nggak?" tanyanya sambil menahan tawa.


"Iya abang juga haus dong sayang" kataku sambil menggelitik pinggangnya sehingga ia tertawa kegelian lalu dengan masih berusaha menahan tawa Sonya kembali berkata, "jadi abang haus ya? Sonya mau pipis nich" usai berkata begitu padaku ia langsung lari ke dalam rumah sambil tertawa cekikikan.


"Hehehe.. Sonya jahil ya!" kataku sambil pura-pura mengejarnya ke dalam rumah.


Sesampainya di dalam rumah suasana terlihat masih sepi karena bapak dan ibu Sis masih belum pulang sedangkan Tia juga masih tidur di kamarnya.


Kenyataan ini membuatku merasa bergairah seketika dan terbersit ide gila di kepalaku. Sonya yang baru saja akan memasuki kamar mandi segera kupanggil dan kuajak ke halaman belakang. Pintu dapur segera kukunci untuk memastikan tidak ada seorangpun yang bisa masuk atau melihat apa yang kami lakukan. Aku berkata pada Sonya,"Mana? katanya Sonya mau pipis, abang haus nih mau mimi" kataku sambil duduk di rumput. Sonya terkejut sekali kelihatannya. "Ayo dong buka celananya terus pipis di sini" perintahku sambil menunjuk mulutku yang kubuka lebar dan berbaring di rumput yang hijau lebat bak permadani. Setelah memastikan keadaan aman Sonya pun mulai membuka celana training dan celana dalamnya lalu perlahan menuju ke arahku dengan raut wajah yang masih menunjukkan keterkejutan.


Aku juga agak terkejut melihat perubahan yang terjadi pada tubuh Sonya, kemaluannya yang dulu gundul, sekarang sudah mulai terlihat bulu-bulu halus walau masih jarang.


"Aduuh, ternyata goddess abang sekarang sudah mulai dewasa yaa..". Sonya terlihat malu dan tanpa sadar kedua tangannya menutupi daerah kewanitaannya.


"Abaang, udah dong Bang jangan main-main, Sonya udah ngga tahan nih!" katanya dengan wajah bersemu merah.


"Iya sayang, sini pipisnya pelan-pelan yaa!" pintaku.


Aku segera menarik pinggulnya dengan kedua tanganku dan mengatur posisinya agar kemaluannya mengarah langsung ke mulutku yang terbuka lebar, siap menampung seluruh cairan pipisnya. Sonya pun segera memancarkan cairan pipisnya, awalnya agak tumpah ke bagian leherku tapi dengan sedikit penyesuaian aku mulai bisa menampung semua cairan pipisnya. Aku segera memberikan tanda padanya untuk menahan pipisnya sebentar karena mulutku sudah penuh kemudian setelah kutelan habis seluruh cairan yang kutampung tadi aku pun memberi tanda padanya untuk kembali melanjutkannya.


Setelah pipisnya sudah keluar semua, aku segera menjilati kemaluan Sonya tetapi ia segera berdiri.


"Abaang, udah dulu ah geli!" katanya sambil memakai celana trainingnya kembali.


Aku hanya tersenyum melihatnya.


"Emangnya enak bang?" tanyanya menyelidik.


"Rasanya kayak minum obat" jawabku.


"Minum obat?" tanyanya tidak percaya.


"Iya" jawabku sok.


Sonya tersenyum malu. Kami segera kembali ke dapur lalu dengan perlahan kuperiksa keadaan rumah dan kulihat ternyata si Was masih sibuk di halaman depan. "Aman" pikirku. Sonya mempersilahkanku mandi lebih dulu sambil menggodaku dengan menceritakan beberapa lelucon yang membuat kami ketawa-ketiwi sejenak, lalu aku mandi.


Hari itu, nafsu makanku menurun drastis..


Bersambung...