Enam bulan kemudian, Marina dan Ria meninggalkan kota kecilnya. Mereka ikut Om Jalil ke Jakarta. Om Jalil belum lama mereka kenal, tetapi mereka tidak peduli, mereka menginginkan hidup lebih baik ketimbang di kota kecilnya sendiri. Mereka tahu nasib apa yang bakal mereka terima di Jakarta nanti, diserahkan pada seorang germo yang namanya Tante Yeyet. Mereka pergi ikut Om Jalil tanpa sepengetahuan orang tua mereka masing-masing. Om Jalil menunggu mereka di stasion kereta api. Dari sanalah baru mereka bersama-sama menuju Jakarta. Ria berani ikut dengan Om Jalil ke Jakarta karena dia juga sudah tidak perawan lagi. Bukit kemaluannya sudah ditoblos oleh Pandy. Pandy adalah pria yang sangat berpengalaman dengan wanita. Pandy pandai merayu. Dan Marinapun tergelincir dalam rayuannya dan berhasil digagahi Pandy, ia merupakan orang kedua yang pernah merasakan nikmatnya vagina Marina selain ayah tiri Marina.

Sementara kereta berjalan dengan pesatnya. Dalam perjalanan mereka di malam hari yang selama delapan jam dalam kereta api, Om Jalil tidak dapat menahan hawa nafsunya berjalan dengan dua orang gadis cantik yang menggoda. Dengan sedikit memaksa Om Jalil mencoba untuk menggauli mereka. Pada waktu itu keadaan kereta yang mereka tumpangi tidak terlalu banyak penumpangnya sehingga banyaklah kursi yang kosong. Kebetulan deretan bangku di depan mereka kosong. Waktu itu lampu penerang gerbong sudah dipadamkan tinggal lampu remang-remang saja yang masih menyala menerangi keadaan gerbong yang mereka tumpangi.

"Kalian tentunya sudah berpengalaman dengan laki-laki?", tanya Om Jalil memulai pembicaraan.
"Belum Om", jawab Ria dengan malu-malu.
"Sudah berapa kali kamu merasakannya, Ria?", tanyanya sambil memegang paha Ria yang hanya mengenakan rok mini dari bahan yang tipis.
"Merasakan apa, Om?", tanya Ria berpura-pura tak mengerti.
"Merasakan hangatnya batang peler pria memasuki lubang kemaluanmu", jawab Om Jalil dengan terus terang.
"Saya, saya baru merasakannya sekali Om", jawab Ria sambil menunduk.
"Tidak usah malu, apakah kamu menikmatinya?", Om Jalil mulai menebar jaringnya. Ria hanya mengangguk tanpa berkata apapun.

"Sedangkan kamu sudah berapakali kecoblos Mar?", mengalihkan pertanyaanya pada Marina.
"Dua kali, Om", jawabnya singkat.
"Syukurlah, jadi kalian sudah punya pengalaman". Dia berhenti untuk menghisap rokoknya lalu mematikan rokok itu.
"Tapi aku perlu untuk mengetahui sampai di mana kemampuan kalian", sambungnya sambil menghadap ke arah Ria.
"Bagaimana caranya Om?".
"Dengan mencobanya langsung", jawabnya tegas.
"Mencoba langsung, di mana Om?".
"Di sini saja, toh semua penumpang sudah tidur".
"Tetapi..".
"Tenang saja biar Om yang mengaturnya", potong Om Jalil sambil merangkul tubuh Ria yang ada di sebelah kanannya, lalu ia mulai menciumi bibir Ria. Ria terpaksa melayaninya demi lancarnya perjalanan mereka ke Jakarta. Setelah beberapa saat lidah mereka saling berpilin, tangan Om Jalil mulai beraksi menyelinap, meremas payudara Ria melalui bagian bawah kaos ketat yang dikenakan Ria. Ria menggelinjang menikmati sentuhan tangan Om Jalil yang sangat lincah meremas payudaranya, apalagi bibir Om Jalil yang menggerayangi lehernya.

Semakin ganas Om Jalil menikmati bukit indah milik Ria yang putih mulus itu setelah mengangkat kaos, dan melepas beha Ria. Sedangkan Marina hanya menatap mereka dengan kosong. Tiba-tiba tangan Om Jalil yang satu meraih tangan Marina. Tanpa perlawanan tangan itu ditaruh di atas batang penisnya yang masih dalam celana. Marina mengerti maksud Om Jalil, dengan segan-segan dibukanya ikat pinggang Om Jalil lalu diturunkan ritsluitingnya, dikeluarkannya kemaluan yang sudah digenggamnya dari celana dalamnya. "mmhh..", desah Om Jalil menikmati remasan tangan halus Marina pada batang penisnya. Sementara tangan kanan yang bebas menjelajah ke dalam rok mini Ria, jari tangan kanannya dengan lincahnya mencoba melepaskan celana dalam yang dikenakan Ria.

Ria mengangkat pantatnya untuk memudahkan Om Jalil melepaskan penutup belahan vaginanya, Ria mengangkat satu kakinya untuk melepaskan celana dalamnya yang merosot sampai di mata kaki, bersamaan dengan itu itu jari-jari Om Jalil menerobos bibir vaginanya, lalu mempermainkan clitoris yang ada di dalamnya. Ria gelagapan menahan nikmat yang dirasakannya pada clitorisnya yang dipilin jari-jari Om Jalil, serta gigitan-gigitan lembut pada puting susu kanannya serta belaian-belaian yang diselingi remasan nikmat pada buah dadanya yang kiri. Sementara Marina tidak lagi meremas batang penis Om Jalil, tetapi dia menggocok batang penis itu dengan lembut. Pergumulan segitiga itu berjalan cukup lama hingga Om Jalil tak dapat lagi menahan nafsunya. "Pindahlah kamu ke bangku itu!" perintahnya pada Ria sambil menunjuk tempat duduk di seberang tempat duduk mereka.

Ria mengikuti perintah Om Jalil, dia duduk menyadar di tempat yang ditunjuk Om Jalil. Lalu Om Jalil berdiri menghadap Ria dengan batang penisnya yang panjang besar dan hitam menunjuk ke arah Ria, ditariknya kaki Ria hingga posisi gadis itu setengah rebah menyandar, lalu dikangkangkannya paha Ria hingga tampak olehnya belahan indah yang dihiasi bulu-bulu lebat dengan bagian dalam yang merah merona, lalu diarahkannya kepala penisnya yang merah mengkilap memasuki lubang vagina Ria. "Ssshh.., aahh..", desah gadis itu ketika dengan agak susah kepala penis itu memasuki lubang kemaluannya. Om Jalil sendiri merasakan nikmat luar biasa ketika kepala kemaluannya terjepit oleh bibir-bibir vagina Ria yang sempit, hingga ia tak melanjutkan gerakan mendorongnya untuk menikmati pijitan bibir vagina itu di kepala penisnya. Sedangkan Marina hanya menyaksikan adegan itu dengan dada bergetar menghayalkan hal itu terjadi pada dirinya.

Setelah terhenti beberapa kejap, dengan pasti Om Jalil melanjutkan dorongan pantatnya hingga, "Blueess..". Seluruh batang kemaluannya amblas memasuki vagina Ria. Sedangkan Ria mengerang tertahan merasakan betapa batang kemaluan Om Jalil yang besar menyumpal di dalam lorong kemaluannya, membuat nafasnya terburu nafsu. Kenikmatan itu bertambah ketika Om Jalil menarik keluar batang kemaluannya hingga menimbulkan gesekan yang mengguncang seluruh tubuh Ria. Om Jalil memepercepat gerakan pantatnya mengeluar-masukkan penisnya hingga tubuh Ria terhentak-hentak kenikmatan, merasakan betapa dahsyatnya penis Om Jalil yang besar itu mengobrak-abrik lubang kemaluannya hingga membuatnya melenguh-lenguh nikmat.
"Ouugh.., eeghh.., te..ruus.., oom.., jaa..ngan.., berhenti.", desah Ria tertahan menikmati tarian penis Om Jalil dalam lubang vaginanya yang semakin basah dan licin hingga mengelurkan suara decak pelan. Semakin lama gerakan Om Jalil semakin gencar, dan remasannya pada payudara Ria semakin gemas, ditambah dengan gerakan pinggul Ria yang membuat batang penis Om Jalil seret keluar masuk, membuat keduanya tak dapat bertahan lebih lama lagi, hingga.., "Aah.., ahh.., esst.., esst..", desah Om Jalil sambil menggerakkan pantatnya dengan cepat.
"Ouugh.., eesstt.., eengh.., aakh.., aakuu.., ti.., tidak.., taahaan.., laagi.., om..", erang Ria hampir mencapai puncak orgasmenya.
"Tung..guu.., sayang.., aakku.., juuggaa.., mmau.., ngecret..!", ucap Om Jalil terputus-putus sambil menancapkan batang penisnya sedalam-dalamnya ke dalam vagina Ria.
"aakuu.., kee..keeluar.., Ooom..".
"Akuu.., juuggaa.., aaghh..", dan, "Creet.., creet.., crett.", tersemburlah cairan nikmat dari batang penis Om Jalil ke dalam vagina Ria.

Keduanya saling berangkulan mencapai puncak kenikmatan bersama-sama, cairan kental membanjiri vagina Ria dan membasahi penis Om Jalil. Sementara ketika Om Jalil dan Ria bertarung, Marina begitu terangsang melihat permainan mereka hingga tanpa sadar tangannya meremas buah dadanya dan mengelus-elus bibir kemaluannya dan mendesah-desah seorang diri, karena dibakar hawa nafsunya sendiri. Om Jalil dan Ria sama-sama terkulai setelah keduanya mencapai puncak kenikmatan, sedangkan Marina merasakan denyutan-denyutan dalam liang vaginanya merindukan sentuhan kemaluan lelaki di dinding-dindingnya, semakin ia menahan gejolak nafsu itu semakin menggejolak nafsu itu dalam dadanya, akhirnya ia tak kuasa menahan diri, Marina bangkit dari duduknya lalu berlutut di hadapan selangkangan Om Jalil yang bersandar memejamkan mata di bangku sebelahnya, ditatapnya kemaluan Om Jalil yang menggantung lunglai, dibelainya kemaluan yang besar itu, walaupun belum tegak berdiri. Semakin lama belaiannya semakin menggebu lalu diremasnya penis yang mulai bangun perlahan-lahan karena remasan-remasan jemari lentik Marina.

Om Jalil membuka matanya karena merasakan kegelian yang nikmat pada batang penisnya, dibiarkannya beberapa saat Marina yang belum tahu bahwa Om Jalil sudah terjaga, membelai dan meremas batang kemaluannya, Om Jalil berkata perlahan.
"Kau menginginkannya?".
"I.., iya Om aa.., aku menginginkan burungmu", jawab Marina dikuasai oleh nafsunya. Lalu Om Jalil memegang bahu Marina lalu mengangkatnya berdiri, ia menatap gadis di hadapannya, ia tahu bahwa Marina telah dikuasai oleh nafsunya, mulailah Om Jalil membelai tubuh Marina yang mengenakan gaun terusan tanpa lengan yang begitu minim. Tangannya meraba mulai dari bagian paha yang tak tertutup oleh terusan yang pendek itu, terus merambat menuju pada sepasang paha yang mulus itu sambil terus berdiri hingga pakaian Marina tertarik mengikuti gerakan berdiri Om Jalil, hingga Om Jalil berhasil melepaskan pakaian itu dari tubuh yang kini hanya mengenakan beha dan celana dalam. Kembali Om Jalil membelai tubuh itu dari atas ke bawah sambil bergerak duduk.

Setelah posisinya duduk berhadapan dengan selangkangan Marina yang hanya mengenakan celana dalam, tangannya bergerak melepas celana dalam itu hingga terpampanglah gumpalan bulu-bulu halus terhampar menghiasi sekitar bibir kemaluan yang begitu ranum dan menebarkan aroma yang menggairahkan hingga membuat darah Om Jalil menggelegar dan nafsunya mulai menanjak. Dengan kedua tangannya Om Jalil merengkuh bungkahan pantat Marina yang padat ke arah wajahnya, lalu dengan rakusnya Om Jalil melumat bibir kemaluan Marina dengan penuh nafsu. Marina mendesah kenikmatan sambil membelai rambut Om Jalil yang tengah melumat vaginanya.
"Ooouugh.., Ooomm.., lakukanlah.., Oom.., aa.., aku.., dah ti..daak.., taahhan.., lagi..!".

Om Jalil hanya tersenyum dan menjawab dengan perlahan, "Baiklah. Sekarang naiklah ke pangkuanku", suruh Om Jalil pada Marina. Marina mengikuti perintah Om Jalil, dengan cepat ia duduk di pangkuan Om Jalil. Penis Om Jalil yang tegak menghadap ke atas meleset miring diduduki oleh Marina. Om Jalil berkata, "Bukan begitu caranya, sekarang berdirilah dengan lutut di atas bangku mengangkangi burungku!", ajar Om Jalil pada Marina. Kini Marina mengangkangi Om Jalil yang duduk bersandar dengan penis tegak ke atas mengarah tepat pada bibir kemaluan Marina. Kembali Om Jalil memberikan instruksi kepada Marina, "Kini genggamlah burungku!". Marina menggenggam penis Om Jalil. "Arahkan ke lubang memekmu!", Kembali Marina menuruti perintah Om Jalil tanpa berkata apapun. "Turunkan pantatmu lalu masukkan burungku dalam lubang memekmu perlahan-lahan!".

Marina mengerjakan semua perintah Om Jalil hingga.., "Sleep..", Kepala kemaluan Om Jalil yang besar itu menyelinap di antara dua bibir vagina Marina yang langsung menjepit kepala penis itu dengan ketat. Marina mendesah kenikmatan, "Oough..". Dipegangnya bahu Om Jalil yang sedang merem-melek menikmati jepitan sepasang bibir vagina Marina yang kenyal dan sempit. Dengan suara terputus-putus kenikmatan Om Jalil berkata, "Yaakh.., begitu, sekarang turunkan pantatmu agar burungku dapat masuk lebih dalam!", Marina menghempaskan tubuhnya ke bawah, dirasakannya betapa penis Om Jalil yang besar dan panjang itu menerobos ke dalam liang vaginanya yang terdalam, yang belum pernah tersentuh oleh benda apapun karena penis Om Jalil adalah penis paling besar dan panjang yang pernah menerobos lubang vaginanya, dan itu memberikan kenikmatan yang belum pernah dirasakan Marina sebelumnya. Om Jalil sendiri mengejang menikmati gesekan seret dari dinding vagina Marina yang seakan mengurut penisnya dengan kenikmatan yang luar biasa.

Dirangkulnya tubuh Marina untuk melampiaskan getaran kenikmatan yang dirasakannya. Sejenak keduanya terdiam tidak melakukan gerakan apapun karena tenggelam dalam kenikmatan yang tiada taranya. Hanya getaran-getaran kereta api yang bergelombang membuat mereka melayang dalam arus kenikmatan bercinta.

Akhirnya kesunyian itu dipecahkan oleh suara Om Jalil yang lebih mirip desahan.
"Sekarang bergeraklah hurun naik agar lebih nikmat sayang!".
"Eest.., baikh.., Om..", jawab Marina sambil mulai mengangkat tubuhnya, terasa olehnya betap hangatnya gesekan kulit penis Om Jalil di dalam liang vaginanya, lalu dihempaskan lagi tubuhnya ke bawah membenamkan penis Om Jalil kembali dalam pelukan dinding kemaluannya yang berdenyut kenikmatan. Hal itu dilakukan Marina berulang kali seiring dengan getaran kereta yang menambah nikmatnya persetubuhan mereka, kian lama gerakan Marina semakin gencar menurun-naikan pantatnya. Sedang Om Jalil tidak hanya diam saja, ia mengiringi gerakan pantat Marina dengan menaikkan pantatnya bila Marina menghentakkan pantatnya membenamkan penis Om Jalil. Marina mendesah-desah menikmati permainanan yang hebat itu.

"Eeeghh.., niikhmat.., sekhali.., Om.."
"Yaakh.., memang.., nikhmat memekmu ini Mar.., oouggh..".
"Ooomm.., hisaplah susuku ini agar lebikh nikhmat Om.." pinta Marina, sambil menarik kepala Om Jalil ke arah dadanya yang dibusungkan menantang itu. Segera saja Om Jalil melepaskan satu-satunya pakaian yang masih melekat di tubuh Marina, menggelembunglah payudara yang kenyal menegang setelah Om Jalil menarik lepas penutup benda indah itu. Mulailah Om Jalil menjilati puting susu Marina yang merah menantang itu, tidak hanya sampai di situ saja, Om Jalil menghisap rakus buah dada yang benar-benar ranum itu kiri dan kanan sedangkan kedua tangannya meremas buah pantat Marina yang padat berisi dan membantunya turun naik menenggelamkan penisnya. Semakin lama gerakan keduanya samakin menggila desahan-desahan tak henti-hentinya keluar dari sepasang insan itu.

"Ooogh.., oough.., akhh.., ahh..", desahan Marina menikmati tarian penis Om Jalil yang perkasa di dalam lubang vaginanya yang semakin licin dan basah. Cukup lama mereka berpacu dalam mengejar kenikmatan sehingga, "Eeest.., Ooough.., lebihh.., ceepat lagi.., Sayaang.., aku maau keeluaar..!".
"Yaakhh.., aku.., juga..,. sudahh.., tidak.., taahaan.., laagi.., Ooomm".
Hentakan pantat mereka semakin cepat terbawa nafsu yang seakan meledakkan dada mereka hingga, "Ooough.., Akuu.., keluaar.., sayang.."
"Akhuu.., aakhh..".
"Creet.., creet.., creett..", Keduanya saling berangkulan dengan erat menikmati puncak permainan mereka yang sungguh hebat. Marina berdiri mengeluarkan penis yang besar itu dari lubang vaginanya lalu berpakaian dan kembali lunglai di bangkunya menyusul Ria yang sudah terlelap. Sedang Om Jalil menatap kedua gadis bergantian lalu dia berpakaian dan kembali memejamkan matanya. Semuanya sunyi dan tenang. Tak ada lagi erangan-erangan atau desahan, mereka tertidur dengan penuh kepuasan, tanpa memikirkan apa yang menanti mereka di Jakarta nanti.

TAMAT