Meskipun begitu luasnya keyakinan orang akan keberadaan G-spot, hanya ada sedikit bukti yang mendukung eksitensinya, menurut suatu laporan terbaru.

“Bukti ilmiah yang biasanya diambil untuk mendukung keberadaan G-spot masih sangat kurang dan hampir selalu menjadi bahan tawaan,” ujar Dr. Terrence M. Hines dari Pace University, New York.

G-Spot-diyakini sebagai suatu ikatan jaringan syaraf dalam vagina yang jika distimulasi akan meningkatkan rangsangan seksual-dinamai Dr. Ernest Grafenberg, yang pertama menjelaskan G-spot dalam suatu artikel tahun 1950-an pada International Journal of Sexology. Meskipun, Grafenberg tidak menghadirkan bukti klinis apapun tentang keberadaan G-spot , hanya anekdot tentang beberapa pasien wanita dan perilaku seksual mereka.

Istilah G-spot pertama kali disebut tahun 1982 dalam buku “The G-Spot dan
Discoveries About Human Sexuality,” oleh Ladas et al. Dalam suatu laporan
Amerikan Journal of Obstetrics and Gynecology, Hines menjelaskan bukti keberadaan G-spot dan menyimpulkan bahwa G-spot merupakan “suatu bagian dari misteri gynekologi: makin banyak dicari, didiskusikan, tetapi belum terbukti kebenaranya oleh alat secara objektif.”

Beberapa penelitian berkaitan keberadaan G-spot masih sangat jarang dilakukan. Penelitian keberadaan G-spot semuanya didasari pada hanya sedikit wanita yang diperiksa secara perilaku untuk melihat apakah G-spot itu ada. Dan hanya 4 dari 12
wanita memiliki bukti perilaku untuk G-spot,” ujarnya menegaskan.

Selain itu, jika memang G-spot itu ada, G-spot harus memiliki daerah neuron yang kaya dan detil. Penelitian pada bagian dalam dinding vagina gagal untuk menemukan gambaran struktur seperti itu.

“Wanita telah disesatkan selama kira-kira 20 tahun tentang bagian penting dari seksualitas mereka,” ungkap Hones. “Beberapa wanita mungkin merasa menyalahkan diri sendiri dan seksualitasnya jika mereka tidak menemukan G-spot- tetapi tidak ada sesuatu untuk dicari.