Aku mulai merasakan penis itu bergerak keluar masuk pada vaginaku, mula-mula gerakan itu lembut, namun lama-lama bertambah kencang dan kasar. Aku mendesah-desah tidak karuan ditambah lagi dari belakang Pak Usep bertubi-tubi mencupangi leher jenjangku serta mempermainkan payudaraku, pantatku meliuk-liuk ke kiri-kanan sehingga Pak Riziek makin kesetanan menggenjotku sampai air di sekitar kami beriak dengan dahsyat.

"Akkhh.. oohh..ahh..eemmhh..!" eranganku tertahan tatkala bibirku dilumat Pak Usep dari samping belakang. Akupun merespon cumbuannya, lidah kami saling beradu dengan liar. Aku sudah telanjur dilanda birahi, walaupun menolak, tubuhku berkata lain, aku merem melek menikmati cara mereka mengerjai tubuhku.

Diserang dari dua arah begini sungguh membuatku kewalahan hingga akhirnya terasa dinding-dinding kemaluanku berdenyut makin kencang dan erangan panjang keluar dari mulutku disertai mengejangnya tubuhku sampai menekuk ke atas, otomatis kedua payudaraku pun makin membusung. Tubuhku lemas dalam pelukan mereka. Tapi keganasan Pak Riziek belum tampak mereda, dia masih bersemangat menyodokkan penisnya tanpa mempedulikan vaginaku yang masih terasa ngilu. Aku merasa lelah dan ingin istirahat sejenak maka kudorong tubuh Pak Riziek.
"Udah dulu.. pak..cape..uuhh" aku memelas.

Dia lalu menarik lepas penisnya dan menurunkan pahaku sehingga aku dapat sedikit bernafas lega. Kukira dia mengerti dan memberiku waktu, tapi dugaanku salah. Pak Riziek menarik rambutku lalu dibenamkannya kepalaku dalam air dibawa mendekati miliknya. Aku yang tidak siap tentu saja meronta-ronta melepaskan diri dan segera timbul ke permukaan.

"Mau apa.. pak..jangan kelewatan ya!" protesku terengah-engah.
"Ngga kok, cuma mau buktiin kata Pak Usep, katanya neng jago ngemot kontol, makanya bapak pengen neng ngemot kontol bapak".
Wajahku merah padam dan terdiam, kutatap mereka dengan tatapan penuh kebencian, namun tak dapat kupungkiri bahwa aku pun sempat merasa senang dengan perlakuan mereka.
"Ayo.. sini dong neng, emutin yang punya bapak!"

Aku melihat ke bawah air sana, batang kemaluan Pak Riziek yang baru saja mengacak-acak vaginaku, benda itu begitu panjang dan kokoh, lebih panjang daripada milik Pak Usep walaupun diameternya lebih kecil, dikelilingi bulu-bulu yang sudah agak beruban. Diraihnya tanganku dan didekatkan ke sana, akupun mulai menggenggamnya, walaupun sudah berumur tapi kemaluannya masih keras. Dia dengan berkacak pinggang sesekali mendengus ketika jari-jari lembutku mulai mengocok dan membelai buah zakarnya.

"Gimana Pak Riziek? Bener kan ngocoknya dahsyat!?" kata Pak Usep di belakangku.
"Wuuiihh..iya loh..tangannya halus banget..tangan sama memek sama enaknya" komentar Pak Riziek.

Pak Usep pun mendekatiku dan meraih tanganku yang satu, lalu diletakkan pada penisnya. Kini penis Pak Usep berada ditangan kiriku dan penis Pak Riziek di tangan kananku, mereka merem melek menikmati pelayananku sambil sesekali membelai bagian-bagian terlarangku.

"Hehehe kayanya si neng ini udah sering ewean ya, abis jago banget" kata Pak Usep.
"Lha iya dong, masa ga liat yang di foto itu, lagian katanya cewek model kaya gini katanya bisa dipake asal ada duit, ya ga neng" ejeknya padaku sambil nyengir.
"Wahahaha..kalo gitu kita untung banget bisa ngewe cewek model, gratis lagi" timpal Pak Usep.

Hatiku benar-benar panas mendengar olok-olokkan mereka yang menghina dan merendahkanku itu, ingin rasanya menarik penis itu sampai putus mumpung masih dalam genggamanku, namun apa dayaku karena aku hanya seorang gadis yang tidak akan menang melawan mereka, lagipula sudah tanggung, lebih baik kubuat mereka puas dan setelah itu habis perkara.

"Nah..sekarang bapak pengen ngerasain mulut neng, ayo.. emut tuh di bawah sana!" desaknya sambil mencengkram leherku.
Sebelum kusetujui kepalaku sudah dibenamkan ke air. Di bawah air kuraih penisnya dan kumasukkan dalam mulutku, karena panjangnya, benda itu sampai mentok di tenggorokanku. Lidahku mulai menjilat dan mengulum, sementara kurasakan sebuah tangan mengelus dan meremas pantatku dari belakang. Gairahku makin naik, terlebih tangan itu terkadang menyelipkan jarinya pada vagina atau duburku.

Aku makin liar mengemutnya berharap dia cepat keluar, karena aku sendiri sudah merasa sesak di air sementara tangannya menahan kepalaku di sana. Harapanku mulai nampak saat gerakan pantatnya makin cepat dan rambutku dijambaknya. Akhirnya beberapa semprotan kurasa menerpa langit-langit mulut dan tenggorokanku, terpaksa aku menelan spermanya, rasanya asin dan kental, hueek..!! Seiring dengan melemahnya cengkramannya aku segera timbul ke permukaan. Nafasku mengap-mengap rindu udara segar sehingga buah dadaku ikut naik turun seirama nafasku yang kacau.

Mimik wajah Pak Riziek menunjukkan dia puas sekali berorgasme di mulutku. Kulihat penisnya sudah tidak setegang tadi lagi, ukurannya menyusut dan berkerut oleh keriput.Beberapa menit kami beristirahat, tak lepas dari olok-olokan dan omongan jorok mereka yang menjijikkan, juga tak lupa mereka menjamahi tubuhku. Setelah itu Pak Riziek menyuruhku naik ke pinggir kolam.

"Gantian neng..sekarang bapak di bawah, neng di atas!"
Tanpa diminta lagi aku mengangkangi tubuhnya yang sudah rebah telentang di atas lantai marmer. Ada sedikit rasa senang karena ini merupakan salah satu posisi favoritku yang sering kulakukan bersama pacarku dan cowok-cowok yang kencan denganku. Aku tanpa ragu menuntun penisnya yang sudah kembali mengeras ke arah vaginaku dan aku mengambil posisi menduduki tubuhnya. Dengan bernafsu kugoyangkan pinggulku diatas tubuhnya, bahkan aku ikut membantu kedua belah telapak tangannya meremasi payudaraku.

Pak Usep menonton adeganku sambil tetap berendam di tepi kolam, kadang-kadang tangannya iseng merabai pahaku.
"Ayo..goyang neng..oohh!" Pak Riziek sepertinya ketagihan dengan goyanganku, begitu juga Pak Usep, dia tidak tahan hanya menonton saja. Dia keluar dari kolam dan berdiri di sebelahku, penisnya mengacung di depan mukaku.
"Emut neng..ayo buka mulutnya!" sambil menjejalinya ke mulutku.

Dengan tetap bergoyang, aku juga mengisap-ngisap penis Pak Usep. Saat mereka sedang asyik-asyiknya menikmatiku, tiba-tiba pintu terbuka, Dian muncul dengan mengenakan kimono kuning, sepertinya dia baru selesai mandi karena rambutnya masih basah. Dia hanya bisa melongo melihat aku sedang dikerjai. Malu sekali aku dipecundangi di hadapan sahabatku sendiri, mulutku terisi penis sehingga aku hanya bisa berseru dalam hati, "Dian..tolong jangan liat sini, pergi kamu Dian!"

Tetap dalam posisinya Pak Riziek menengok ke samping dan menyapa Dian, "Hai, Neng Dian udah bangun toh..!".
"Wah, saya udah lama nungguin Neng Dian, tapi tunggu ya, Neng Rina lagi asyik makan es mambo nih..!" sambung Pak Usep.
Beberapa saat kemudian barulah Pak Usep mencabut penisnya dari mulutku, namun aku masih harus menyelesaikan urusanku dengan Pak Riziek. Pak Usep mendekati Dian, lalu terdengar Dian marah dan membentak-bentak Pak Usep soal klise. Namun Pak Usep dengan santainya menepuk pantat Dian. Dian yang sudah tidak bisa omong apa-apa lagi hanya bisa pasrah. Bagian bawah kimononya disingkap dan mulai digerayangi Pak Usep.

"Hooi, Pak Riziek, ternyata nona majikanmu ini asoy bener, pahanya mulus, pantatnya juga wuiih.. montok..!"
Pak Riziek sendiri tidak peduli dengan omongan temannya, dia sibuk menggerakkan pinggulnya membalas goyanganku. 15 menit dalam posisi 'woman on top' sampai akhirnya tubuhku bergetar seperti menggigil lalu "Aaahh..!!" Dengan panjang keluar dari mulutku, kepalaku mendongak ke atas menatap langit yang sudah menguning. Tubuhku melemas dan ambruk ke depan, ke dalam pelukannya. Dia peluk tubuhku sambil penisnya tetap dalam vaginaku, kami berdua basah kuyup oleh air kolam maupun keringat yang mengucur.

Sementara itu tak jauh dari sini, Dian yang sudah terbaring di kursi santai sedang dicumbui habis-habisan oleh Pak Usep, kimononya sudah tersingkap kesana kemari sehingga auratnya terlihat.
"Ganti posisi yah neng" katanya dekat telingaku.
Lalu tubuhku diturunkan dan diperintahkan telungkup. Aku nurut saja, begitu juga ketika posisiku diatur seperti merangkak. Ternyata.. aahh.. dia mencoba menyetubuhiku dari belakang, dia ludahi duburku dan menekan-nekan jarinya di sana untuk membuka jalan bagi penisnya. Aku terkejut dan mencoba berontak "Jangan pak..jangan di situ.. sakit" ibaku.
"Tahan dikit neng, masih baru emang sakit, tapi ntar pasti enak kok" katanya dengan tenang sementara aku merintih-rintih.

Ketika penis itu sudah masuk sebagian, mendadak di sentakkan pinggulnya dengan kasar sehingga dengan reflek aku menjerit histeris bagaikan srigala terluka. Jeritanku itu bukannya membuatnya kasihan malahan membuatnya makin bernafsu. Dengan keras dia sodok-sodokan penisnya dan payudaraku yang menggantung diremas-remas dengan brutal. Suara rintihanku saling beradu dengan lenguhan Pak Riziek, juga dengan rintihan Dian yang sedang disetubuhi Pak Usep dalam posisi telentang di kursi santai. Lama-lama rasa sakit oleh sodokkannya mulai sirna berganti dengan rasa nikmat, apalagi waktu dia tarik wajahku dan memagut bibirku, diciumnya aku dengan lembut, rasanya seperti dicium pacarku. Sungguh suatu perpaduan keras-lembut yang fantastis, dia perlakukan anus dan dadaku dengan kasar, tapi di saat yang sama dia perlakukan mulutku dengan lembut.

Akhirnya kembali kukeluarkan cairan hangat dari vaginaku bersamaan dengan desahan orgasmeku. Permainan gila itu membuatku merem-melek kesetanan, tapi juga banyak menguras tenagaku, akupun ambruk dengan nafas yang kacau. Aku masih sempat melihat Pak Riziek menuju Dian dan Pak Usep yang masih bergelut sebelum pingsan yang kedua kalinya. Siraman air membangunkanku, Pak Riziek sudah disampingku menawarkan segelas air yang segera kuminum, langit sudah gelap dan arlojiku menunjukkan jam 7 kurang. Kuhampiri dan kupeluk Dian yang menangis sesegukan di tepi kolam, kuselimuti tubuh telanjangnya dengan kimononya, kuelus-elus punggungnya untuk menenangkannya. Omongan dan olok-olokkan mereka yang tidak senonoh itu tidak kuhiraukan, aku tetap memeluk Dian dan mataku menatap marah pada mereka.

Pak Riziek keluar untuk membeli makanan. Sambil menunggu, Pak Usep menyuruh kami menemaninya berendam di kolam dan memijit tubuhnya. Dimintanya aku melakukan 'Thai Massage' pada punggungnya dan Dian disuruh memijati pundaknya sambil tubuhnya digerayangi. Tak lama, Pak Riziek kembali dengan empat bungkus nasi goreng dan beberapa sachet 'Irex' untuk persiapan nanti malam katanya. Kami hanya diijinkan memakai kimono tanpa apapun dibaliknya, jadi kalau tangan mereka lagi 'gatal' dengan mudah dapat menjamah tubuh kami.

Malamnya sebelum tidur 'pesta' dilanjutkan. Kami main berempat sekaligus di kamar tempat aku dikerjai tadi. Aku bergoyang di atas penis Pak Usep yang sedang asyik menjilati vagina Dian yang menaiki wajahnya. Mulut kami sibuk melayani penis Pak Riziek yang mengacung diantara wajah kami, Dian memasukkan benda itu ke mulutnya dan aku mengulum buah zakarnya, demikian kami bergantian menjilati dan mengulumnya. Aku mencapai klimaks bersamaan dengan muncratnya sperma Pak Riziek yang membasahi wajah kami. Aku rebah di samping mereka dengan wajah belepotan sperma. Mereka mulai mengeroyok Dian, tubuhnya mereka olesi baby oil hingga nampak licin berkilau, Pak Riziek menusuk vaginanya sambil berbaring dan Pak Usep menusuk anusnya dari belakang.

Melihat Dian yang meringis dan merintih itu aku jadi kasihan, maka dengan sempoyongan kudekati Pak Usep yang sedang menyodomi Dian, kutarik dan kutindih tubuh gendutnya, dengan sigap kulumat bibirnya dan kugenggam penisnya untuk kumasukkan ke vaginaku. Kuserang dia dengan gencar hingga dia menumpahkan spermanya di rahimku, untung saat itu aku sedang dalam masa 'safe' sehingga tidak perlu takut hamil. Pokoknya malam itu kami digarap habis-habisan, bahkan membalas SMS pacarku pun sambil dientot, jadi aku ditindih Pak Riziek yang menaik-turunkan tubuhnya, sementara tanganku mengetik SMS di ponselku. Ironis memang, aku menulis kata-kata manis untuk pacarku namun disaat yang sama aku menikmati persetubuhan dengan lelaki lain.

Mereka menyudahi 'pesta' ini sekitar jam 10 malam, kami berempat tertidur di ranjang itu tanpa busana. Pak Riziek tidur sambil menggenggam payudaraku, Pak Usep tidur sambil memeluk Dian. Besoknya sambil menunggu kamar mandi yang sedang dipakai Dian dan Pak Riziek, Pak Usep menyuruhku mengocok penisnya dengan payudaraku. Kujepit penisnya dengan daging kenyalku, pijatanku membuat pemiliknya merem melek keenakan sambil meremas rambutku. Beberapa menit kukocok dia dengan payudaraku sampai maninya muncrat di wajahku, tapi kali ini tidak terlalu banyak lagi.

Setelah Dian dan Pak Riziek selesai mandi, kami melanjutkan mainnya di bawah siraman air hangat. Pak Usep membaluriku dengan sabun cair, tapi lebih tepat dibilang menggerayangi daripada menyabuni. "Buka pahanya neng, jembutnya mau bapak keramas!", direnggangkannya pahaku dan tangannya yang bersabun mulai mengusapi kelaminku sampai berbusa. Sementara akupun menggenggam penisnya dan secara reflek mengocoknya.

Dan usailah mimpi buruk ini, mereka akhirnya mengembalikan klise itu setelah puas menikmati kami. Kami memeriksa dengan teliti, apakah ada kekurangan atau tidak agar tidak bermasalah kemudian hari. Sebelum pergi ternyata Pak Riziek memintaku untuk terakhir kali meng-oralnya. Dengan jengkel aku mengeluarkan penisnya dari balik celananya, kukulum benda itu di hadapan Dian dan Pak Usep.

Belakangan Pak Usep pun menyuruh Dian melakukan hal yang sama padanya. Tidak sampai 10 menit akhirnya dia ejakulasi disusul Pak Usep, kuusahakan agar maninya tidak meleleh keluar sebab aku sudah berpakaian lengkap dan tidak mau bajuku kotor oleh mani si bangsat ini, kuhisap kuat-kuat sampai dia melenguh panjang. Segera setelah itu Dian mengusir mereka dari villanya, meskipun diusir dengan galak, tapi mereka malah tersenyum puas dan tertawa-tawa.

Tak lama sesudah peristiwa itu Pak Riziek mengundurkan diri. Sejak itu Dian kapok, tidak mau lagi menyewa orang untuk menjaga villanya. Pengalaman gila itu belum pernah kuceritakan pada keluarga maupun pacarku, hanya kami berdua saja yang tahu. Hari-hari pertama setelah itu aku sulit berkonsentrasi, yang terlintas di ingatanku hanya permainan kasar mereka ketika memperkosaku dan terkadang ada perasaan ingin mengalaminya lagi, tapi dilain sisi, perasaan halusku mengingatkan bahwa itu adalah perkosaan brutal yang tidak pantas diingat kembali, biarlah dari peristiwa ini kami dapat mengambil hikmahnya. Aku hanya bisa mencurahkan perasaanku yang bercampur aduk antara benci, dendam, rindu, dan horny ini melalui tulisanku ini, seperti yang pernah dilakukan oleh temanku beberapa waktu lalu.

Tamat