Aku adalah seorang ayah dari 2 orang anak lelaki yang berusia 9 dan 4 tahun. Isteriku bekerja sebagai Direktur di suatu prusahaan swasta. Kehidupan rumah tanggaku harmonis dan bahagia, kehidupan seks-ku dengan isteriku tidak ada hambatan sama sekali. Kami memiliki seorang pembantu, Sumiah namanya, berumur kurang lebih 23 tahun, belum kawin dan masih lugu karena kami dapatkan langsung dari desanya di Jawa Timur. Wajahnya biasa saja, tidak cantik juga tidak jelek, kulitnya bersih dan putih terawat, badannya kecil, tinggi kira-kira 155 cm, tidak gemuk tapi sangat ideal dengan postur tubuhnya, buah dadanya juga tidak besar, hanya sebesar nasi di Kentucky Fried Chicken.

Cerita ini terjadi pada tahun 1999, berawal ketika aku pulang kantor kurang lebih pukul 14:00, jauh lebih cepat dari biasanya yang pukul 19:00. Anakku biasanya pulang dengan ibunya pukul 18:30, dari rumah neneknya. Seperti biasanya, aku langsung mengganti celanaku dengan sarung kegemaranku yang tipis tapi adem, tanpa celana dalam. Pada saat aku keluar kamar, nampak Sumiah sedang menyiapkan minuman untukku, segelas besar es teh manis.

Pada saat dia akan memberikan padaku, tiba-tiba dia tersandung karpet di depan sofa di mana aku duduk sambil membaca koran, gelas terlempar ke tempatku, dan dia terjerembab tepat di pangkuanku, kepalanya membentur keras kemaluanku yang hanya bersarung tipis. Spontan aku meringis kesakitan dengan badan yang sudah basah kuyup tersiram es teh manis, dia bangun membersihkan gelas yang jatuh sambil memohon maaf yang tidak henti-hentinya.

Semula aku akan marah, namun melihat wajahnya yang lugu aku jadi kasihan, sambil aku memegangi kemaluanku aku berkata, "Sudahlah nggak pa-pa, cuman iniku jadi pegel", sambil menunjuk kemaluanku.
"Sum harus gimana Pak?" tanyanya lugu.
Aku berdiri sambil berganti kaos oblong, menyahut sambil iseng, "Ini musti diurut nih!"
"Ya, Pak nanti saya urut, tapi Sum bersihin ini dulu Pak!" jawabnya.

Aku langsung masuk kamar, perasaanku saat itu kaget bercampur senang, karena mendengar jawaban pembantuku yang tidak disangka-sangka. Tidak lama kemudian dia mengetuk pintu, "Pak, Mana Pak yang harus Sum urut.." Aku langsung rebah dan membuka sarung tipisku, dengan kemaluanku yang masih lemas menggelantung. Sum menghampiri pinggir tempat tidur dan duduk.
"Pake, rhemason apa balsem Pak?" tanyanya.
"Jangan.. pake tangan aja, ntar bisa panas!" jawabku.

Lalu dia meraih batang kemaluanku perlahan-lahan, sekonyong-konyong kemaluanku bergerak tegang, ketika dia menggenggamnya.
"Pak, kok jadi besar?" tanyanya kaget.
"Wah itu bengkaknya mesti cepet-cepet diurut. Kasih ludahmu aja biar nggak seret", kataku sedikit tegang.
Dengan tenang wajahnya mendekati kemaluanku, diludahinya ujung kemaluanku.
"Ah.. kurang banyak", bisikku bernafsu.
Kemudian kuangkat pantatku, sampai ujung kemaluanku menyentuh bibirnya, "Dimasukin aja ke mulutmu, biar nggak cape ngurut, dan cepet keluar yang bikin bengkak!" perintahku seenaknya.

Perlahan dia memasukkan kemaluanku, kepalanya kutuntun naik turun, awalnya kemaluanku kena giginya terus, tapi lama-lama mungkin dia terbiasa dengan irama dan tusukanku. Aku merasa nikmat sekali. "Akh.. uh.. uh.. hah.." Kulumannya semakin nikmat, ketika aku mau keluar aku bilang kepadanya, "Sum nanti kalau aku keluar, jangan dimuntahin ya, telan aja, sebab itu obat buat kesehatan, bagus sekali buat kamu", bisikku. "Hepp.. ehm.. HPp", jawabnya sambil melirikku dan terus mengulum naik turun.

Akhirnya kumuncratkan semua air maniku. "Akh.. akh.. akh.. Sum.. Sum.. enakhh.." Pada saat aku menyemprotkan air maniku, dia diam tidak bergerak, wajahnya meringis merasakan cairan asing membasahi kerongkongannya, hanya aku saja yang membimbing kepalanya agar tetap tidak melepas kulumannya.

Setelah aku lemas baru dia melepaskan kulumannya, "Udah Pak?, apa masih sakit Pak?" tanyanya lugu, dengan wajah yang memelas, bibirnya yang basah memerah, dan sedikit berkeringat. Aku tertegun memandang Sum yang begitu menggairahkan saat itu, aku duduk menghampirinya, "Sum kamu capek ya, apa kamu mau tahu kalau kamu diurut juga kamu bisa seger kayak Bapak sekarang!"
"Nggak Pak, saya nggak capek, apa bener sih Pak kalo diurut kayak tadi, bisa bikin seger? tanyanya semakin penasaran. Aku hanya menjawab dengan anggukan dan sambil meraih pundaknya kucium keningnya, lalu turun ke bibirnya yang basah dan merah, dia tidak meronta juga tidak membalas. Aku merasakan keringat dinginnya mulai keluar, ketika aku mulai membuka kancing bajunya satu persatu, sama sekali dia tidak berontak hingga tinggal celana dalam dan Bh-nya saja.

Tiba-tiba dia berkata, "Pak, Sum malu Pak, nanti kalo Ibu dateng gimana Pak?" tanyanya takut.
"Lho Ibu kan baru nanti jam enam, sekarang baru jam tiga, jadi kita masih bisa bikin seger badan", jawabku penuh nafsu. Lalu semua kubuka tanpa penutup, begitu juga aku, kemaluanku sudah mulai berdiri lagi. Dia kurebahkan di tepi tempat tidur, lalu aku berjongkok di depan dengkulnya yang masih tertutup rapat, "Buka pelan-pelan ya, nggak pa-pa kok, aku cuma mau urut punya kamu", kataku meyakinkan, lalu dia mulai membuka pangkal pahanya, putih, bersih dan sangat sedikit bulunya yang mengitari liang kewanitaannya, cenderung botak.

Dengan ketidaksabaranku, aku langsung menjilat bibir luar kewanitaannya, tanpa ampun aku jilat, sesekali aku sodokkan lidahku ke dalam, "Akh.. Pak geli.. akh.. akuhhfh.." Klitorisnya basah mengkilat, berwarna merah jambu. Aku hisap, hanya kira-kira 5 menit kulumat liang kewanitaannya, lalu dia berteriak sambil menggeliat dan menjepit kepalaku dengan pahanya serta matanya terpejam. "Akh.. akh.. uahh.." teriakan panjang disertai mengalirnya cairan dari dalam liang kewanitaannya yang langsung kujilati sampai bersih.

"Gimana Sum, enak?" tanyaku nakal. Dia mengangguk sambil menggigit bibir, matanya basah kutahu dia masih takut. "Nah sekarang, kalau kamu sudah ngerti enak, kita coba lagi ya, kamu nggak usah takut!". Kuhampiri bibirnya, kulumat bibirnya, dia mulai memberikan reaksi, kuraba buah dadanya yang kecil, lalu kuhisap-hisap puting susunya, dia menggelinjang, lama kucumbui dia, hingga dia merasa rileks dan mulai memberikan reaksi untuk membalas cumbuanku, kemaluanku sudah tegang.

Kemudian kuraba liang kewanitaannya yang ternyata sudah berlendir dan basah, kesempatan ini tidak kusia-siakan, kutancapkan kemaluanku ke dalam liang kenikmatannya, dia berteriak kecil, "Aauu.. sakit Pak!". Lalu dengan perlahan kutusukkan lagi, sempit memang, "Akhh.. uuf sakit Pak..". Melihat wajahnya yang hanya meringis dengan bibir basah, kuteruskan tusukanku sambil berkata, "Ini nggak akan lama sakitnya, nanti lebih enak dari yang tadi, sakitnya jangan dirasain.." tanpa menunggu reaksinya kutancapkan kemaluanku, meskipun dia meronta kesakitan, pada saat kemaluanku terbenam di dalam liang surganya kulihat matanya berair (mungkin menangis) tapi aku sudah tidak memikirkannya lagi, aku mulai mengayunkan semua nafsuku untuk si Sum.

Hanya sekitar 7 menit dia tidak memberikan reaksi, namun setelah itu aku merasakan denyutan di dalam liang kewanitaannya, kehangatan cairan liang kewanitaannya dan erangan kecil dari bibirnya. Aku tahu dia akan mencapai klimaks, ketika dia mulai menggoyangkan pantatnya, seolah membantu kemaluanku memompa tubuhnya. Tak lama kemudian, tangannya merangkul erat leherku, kakinya menjepit pinggangku, pantatnya naik turun, matanya terpejam, bibirnya digigit sambil mengerang, "Pak.. Pak terus.. Pak.. Sum.. Summ..Sum.. daapet enaakhh Pak.. ahh.." mendengar erangan seperti itu aku makin bernafsu, kupompa dia lebih cepat dan.. "Sum.. akh.. akh.. akh.." kusemprotkan semua maniku dalam liang kewanitaannya, sambil kupandangi wajahnya yang lemas. Aku lemas, dia pun lemas.

"Sum aku nikmat sekali, habis ini kamu mandi ya, terus beresin tempat tidur ini ya!", suruhku di tengah kenikmatan yang kurasakan.
"Ya Pak", jawabnya singkat sambil mengenakan pakaiannya kembali.
Ketika dia mau keluar kamar untuk mandi dia berbalik dan bertanya, "Pak.. kalo pulang siang kayak gini telpon dulu ya Pak, biar Sum bisa mandi dulu, terus bisa ngurutin Bapak lagi", lalu ngeloyor keluar kamar, aku masih tertegun dengan omongannya barusan, sambil menoleh ke sprei yang terdapat bercak darah perawan Sum.

Saat ini Sum masih bekerja di rumahku, setiap 2 hari menjelang menstruasi (datang bulannya sangat teratur), aku pulang lebih awal untuk berhubungan dengan pembantuku, namun hampir setiap hari di pagi hari kurang lebih pukul 5, kemaluanku selalu dikulumnya saat dia mencuci di ruang cuci, pada saat itu isteriku dan anak-anakku belum bangun.

TAMAT

Dulu waktu sebelum punya anak, kalau sudah mau ejakulasi penisnya dibenamkan dalam-dalam ke vaginaku. Tetapi sekarang karena harus mengatur kelahiran, kalau mau keluar, cepat-cepat penisnya dicabut dari vaginaku, cepat kupegang dan dikocok-kocok sedikit dan spermanya langsung muncrat di atas perutku dan dadaku. Pernah juga menyemprot ke mukaku, karena penisnya waktu itu menghadap ke atas. Akhirnya kami sepakat kalau keluar penisnya tidak usah kupegang, tetapi langsung ditekankan di pangkal pahaku di samping vaginaku. Mas Adi boleh menekan kuat-kuat di lipatan pangkal pahaku itu, karena aku tidak sakit. Tetapi kalau ditekankan di atas vaginaku, rasanya sakit tertekan penisnya yang keras kayak kayu itu.

Akhirnya spermanya menyemprot di pangkal pahaku, membasahi rambut kemaluanku, dan kadang-kadang menyemprot jauh ke atas sprei. Kata Mas Adi kalau ejakulasi penisnya harus tertekan. Kalau penisnya tertekan, ototnya akan berkontraksi waktu mau ejakulasi. Katanya rasanya luar biasa. Pernah dicoba waktu ejakulasi dibiarkan saja, kata Mas Adi, spermanya hanya menyemprot saja tidak disertai kenikmatan seperti dipegang dan dikocok. Tahu-tahu cuma lemas doang. Kalau dikeluarkan di dalam vaginaku, yang membuat nikmat karena dibenamkan dalam-dalam, sampai bulu kemaluan kami menyatu. Kadang-kadang aku merindukan untuk disemprot sperma Mas Adi. Aku kangen dengan sperma Mas Adi yang membuat lubangku basah dan licin. Aduh rasanya marem banget deh. Sekarang kami bisa begitu hanya pada waktu sehabis mens saja. Begitu paginya selesai mens, malamnya aku pasti minta, "Mas, ayo aku dipejuhi."

Kami juga pernah pakai kondom. Tetapi kami tidak merasa nyaman. Rasanya lubangku hanya kemasukan benda mati saja. Demikian juga Mas Adi, katanya dia merasa tidak alami. Dia bisa ejakulasi karena selalu ditekankan dalam-dalam. Kenikmatan kepala penisnya jadi hilang. Biasanya lama sekali, sampai capai, spermanya tidak keluar-keluar. Sekarang kami tidak pernah pakai lagi. Mas Adi juga kreatif dalam berhubungan seks. Kami biasa main di kursi tamu, di dapur, di kamar mandi dan bahkan di depan jendela yang terbuka di lantai dua. Kalau di kursi, aku duduk bersandar di kursi dan membuka kakiku lebar-lebar. Mas Adi memasukkan penisnya dari depan dan tangannya bertahan pada sandaran kursi. Aku senang dengan posisi ini, karena aku tidak ditindih oleh Mas Adi yang beratnya 69 kg. Penisnya juga bisa masuk dalam sekali.

Pernah juga kami main di dapur. Mula-mula Mas Adi merangkul dari belakang mempermainkan buah dadaku waktu aku sedang membuat teh. Kami jadi nafsu sekali, dan aku duduk di meja dapur. Mas Adi memasukkan dari depan sambil berdiri. Kami dapat melihat penis Mas Adi keluar masuk vaginaku. Atau aku membelakangi berpegangan meja dapur. Mas Adi masuk melalui belakang. Aku tidak begitu suka dengan posisi ini, karena penisnya akan masuk terlalu dalam. Kalau sudah selesai, kami harus mengepel lantai, karena spermanya muncrat-muncrat di lantai dapur. Kalau di depan jendela (di lantai 2), mula-mula kami hanya main-main bersenda gurau. Sampai saling memegang dan meraba. Akhirnya kami jadi nafsu banget. Aku dicoblos dari belakang, dan aku berpegangan pada jendela. Enak juga lho.

Kalau di kamar mandi sih sering sekali. Tetapi aku pasti kebagian untuk memegang dan mengocok penis Mas Adi kalau sudah mau keluar. Setelah itu kami saling mencuci. Penisnya bagianku dan vaginaku bagian Mas Adi. Asyik juga lho. Mas Adi-ku ini memang kreatif. Pagi-pagi kami berdua saja. Anak kami sedang berada di rumah neneknya. Mas Adi sudah siap mau berangkat. Dia mendadak menciumku. Kok tumben batinku. Ciumannya agak lama. Akhirnya kami kepingin banget. Mas Adi membuka lagi pakaiannya yang sudah rapi. Kami bersetubuh cukup lama. Bebas betul. Tidak ada orang lain. Kami saling menggeram dan merintih. Setelah selesai kami mandi bareng. Pernah juga Mas Adi sekitar pukul 09.00 sudah pulang. Kupikir akan mengambil sesuatu. Tetapi tahu-tahu dia berkata "Tuut aku pengin banget. Makanya aku pulang Ayo dong Tut." Aku melongo dan akhirnya tertawa. Oh ala Mas.. Mas, kok kebangeten teman sih. Aku layani Mas Adi pagi itu sampai puas. Kami beberapa kali mengulanginya lagi. Kadang-kadang aku mengharapkan Mas Adi pulang hanya untuk menyetubuhiku. Asyik juga lho. silakan coba deh.

Dalam hal seks sebenarnya aku sudah puas sekali dipenuhi oleh Mas Adi. Aku punya keponakan, yaitu anak dari kakaknya Mas Adi yang tinggal dalam satu komplek dengan kami. Keponakan kami itu juga sudah berkeluarga dan baru saja melahirkan. Karena dekat aku juga banyak membantu seperlunya. Suatu hari Mas Adi sedang tidak ada di rumah karena ada tugas ke luar kota selama seminggu dan anakku juga sedang ada di rumah neneknya. Kira-kira pukul 19.00 keponakan Mas Adi itu, Tanto namanya, datang ke rumahku. Aku agak nggak enak juga, malam-malam aku sedang sendirian kok dia datang ke rumahku. Nampaknya Tanto tahu bahwa aku sedang sendirian. Mula-mula dia bilang mau cari obat flu, tetapi setelah kuberi, dia tidak segera pulang juga. Pembaca harap ketahui bahwa keluarga Mas Adi itu orangnya memang cakep-cakep. Yang perempuan cantik-cantik. Tanto ini tidak kalah dengan Mas Adi. Orangnya tinggi semampai dan kuning. Wajahnya tidak ganteng tetapi cantik seperti wanita. Orangnya nampak lebih romantis daripada Mas Adi. Kami duduk di ruang tamu. Aku pamit ke dapur untuk membuat minum, Aku sedang menyeduh teh, ketika Tanto tiba-tiba sudah di belakangku. Sebelum kusadar apa yang terjadi, Tanto sudah mendekapku dari belakang.

"Took, jangan.. jangan, nggak boleh.." kataku sambil berusaha melepaskan diri.
"Mbaak.. Mbaak Tutik", bisiknya sambil menciumi leherku dan telingaku.
"Mbaak aku kangen banget sama Mbaak. Kasihanilah aku Mbaak. Aku kangen banget", bisiknya sambil terus mendekapku erat-erat.
"Ingat Tokk aku tantemu lhoo. istri Oommu .. ini nggak boleh.." kataku sambil meronta-ronta.
"Aduhh. Mbaak jangan marah yaa. Aku nggak kuaat", bisiknya penuh nafsu.

Tangannya meremas buah dadaku, menciumi leher dan belakang telingaku. Tangan kirinya merangkulku dan tangan kanannya tahu-tahu sudah meraba vaginaku. Aduh, gilaa, malah bangkit nafsuku. Kalau tadi aku meronta, sekarang aku malah diam, pasrah, menikmati remasan di vaginaku. Aku dibaliknya menjadi berhadapan, aku didekapnya, dan diciumi wajahku. Dan akhirnya bibirku dikemotnya habis-habisan. Lidahnya masuk ke mulutku, dan aku tidak terasa lagi lidahku juga masuk ke mulutnya. Tanto ini menurutku saat itu agak kasar tetapi benar-benar romantis, aku benar-benar terhanyut. Sensasinya luar biasa. Mungkin orang diperkosa itu kalau situasinya memungkinkan malah menjadi nikmat untuk dinikmati. Aku membalas pelukannya, membalas ciumannya. Kami semakin liar. Tangan Tanto menyingkap dasterku dan merogoh ke dalam celana dalamku. vaginaku didekapnya dan dipijat-pijatnya, diremasnya, dimainkannya jarinya di belahan vaginaku dan menyentuh clitorisku. Kami tetap berdiri, aku didorongnya mepet menyandar ke tembok. Celana dalamku dipelorotkan di pahaku, sementara dia membuka celana dan memelorotkan celana dalamnya. Penisnya sudah tegang banget mencuat ke atas. Tangan kananku dibimbingnya untuk memegangnya. Aduuh besar sekali, lebih besar daripada punya Mas Adi. Secara reflek penisnya kupijat dan meremas-remas dengan gemas. Tanto semakin menekan penisnya ke vaginaku. Aku paskan di lubangku, dan akhirnya masuk, masuk semuanya ke dalam vaginaku. Tanto dengan sangat bernafsu mengocok penisnya keluar masuk. Benar-benar kasar gerakannya, tetapi gila aku sungguh menikmatinya. Penisnya terasa mengganjal dan nikmat banget. Aku pegang bokongnya dan kutekan-tekankan mepet ke pangkal pahaku, agar mencoblos lebih dalam lagi.

"Mbaak aku nggaakk taahaan lagii.." keluhnya.
"Di luar saja, di luar saja yaa.." bisikku dengan nafas memburu.
"Oooh.. Mbaakk..", cepat kudorong pinggulnya ke belakang, sehingga penisnya terlepas dari vaginaku. Tangan Tanto segera menggenggam penisnya dan spermanya muncrat mengenai perut, dasterku dan sebagian tumpah di lantai dapur. Kami berpelukan lagi sambil mengatur napas kami. Ya ampun, aku disetubuhi Tanto dengan berdiri, dipepetkan ke tembok. Gila, aku malah menikmatinya, aku orgasme, walaupun hanya dilakukan tidak lebih dari 10 menit saja. Setelah selesai Tanto kusuruh cepat-cepat pulang lewat pintu belakang. Setelah dia pulang aku jadi ketakutan setengah mati. Jangan-jangan ada orang yang tahu. Aduh bisa geger komplek ini. Malam itu aku langsung mandi keramas. Setelah mandi, sambil menonton TV di kamarku aku berpikir macam-macam. Aku telah selingkuh, apa aku ini diperkosa. Diperkosa? Aku justru menikmatinya. Tanto itu kurang ajar dan kasar. Tapi penisnya gede banget dan nikmat banget. Mengapa Tanto kurang ajar kepadaku? Mungkin dia sudah puasa tidak menyetubuhi istrinya selama sebulan lebih sampai istrinya melahirkan. Dan pasti dia sudah menaksirku sejak lama. Kalau nafsunya naik ke kepala, mengapa dilampiaskan kepadaku? Tetapi mengapa aku juga menikmatinya? Aku ketiduran sampai pagi.

Perselingkuhanku dengan Tanto berulang beberapa kali, selalu saat Mas Adi ke luar kota. Kami melakukan di kamar tidurku atau di sofa ruang tamuku. Aku seperti punya simpanan laki-laki, dan aku benar-benar menikmati persetubuhan colongan itu. Karena dilakukan dengan takut-takut ketahuan orang, akhirnya selalu terburu-buru, tetapi sensasinya luar biasa. Memabokkan, dan membuatku kecanduan. Hubunganku dengan Tanto berakhir, setelah dia mendapat tugas baru di kota lain. Sebelum dia pergi, aku sengaja menghindar untuk tidak menemuinya. Waktu dia pamit ke rumahku, aku pergi lewat pintu belakang pura-pura tidak tahu. Dia ditemui Mas Adi saja. Aku akan melupakannya. Harus melupakannya. Aku wajib menjaga keutuhan rumah tanggaku yang telah aku bina bertahun-tahun. Akhirnya aku melupakannya. Sekarang hanya penis Mas Adi yang memasuki vaginaku. Walaupun aku sudah hampir 46 tahun dan Mas Adi 53 tahun, persetubuhan kami tetap teratur dan tidak berkurang frekuensinya. Minimal 3 kali dalam seminggu. Penis Mas Adi masih tetap kuat seperti dulu, justru malah semakin tahan lama. Aku sering minta untuk segera dikeluarkan spermanya, karena aku sudah kecapaian karena Mas Adi nggak selesa-selesai. Aku juga belum menopause. Akhir-akhir ini berat badanku naik. Aku menjadi agak gemuk. Tetapi Mas Adi malah senang, karena buah dadaku juga makin besar. Memang Mas Adi senang dengan perempuan yang mempunyai badan yang padat berisi. Kata Mas Adi kalau perempuan kurus dan buah dadanya kecil, kalau telentang buah dadanya akan hilang. Makanya dia tidak senang perempuan yang kerempeng. Kalau dipegang dengan gemas jangan-jangan malah dia kesakitan, katanya. Kata dia kalau melihatku, pahaku, bokongku, dan buah dadaku pasti nafsu. Sering aku ditelanjangi dan dibaringkan di tempat tidur. Aku dipandanginya tanpa berkedip. "Tut kamu indah sekali.." katanya. Dan tentu saja aku tersanjung. Selanjutnya aku melayani dia sampai lemas.

"Tut nanti kalau sudah tua, dan aku masih tegang terus, kamu gimana Tut?" katanya suatu malam. Waktu itu kami habis bersetubuh.
"Memangnya kenapa sih. Paling Mas Adi takut kalau aku tidak mau melayani lagi karena aku sudah menopause kan?" jawabku.
"Katanya kalau sudah menopause, vagina menjadi kering dan tidak bergairah lagi melayani suaminya".

"Itu kan katanya. Yang sebenarnya kita kan nggak tahu kan. Bisa juga karena sudah tua, mereka malu mengakui kalau masih giat bersetubuh. Padahal masih normal seperti dulu. Kalau dilihat sampai saat ini, aku kok nggak membayangkan kalau aku menjadi malas bersetubuh. Rasanya disentuh saja aku sudah kepingin dan siap dicoblos. Kalau nanti kering, ya kembali dong kayak dulu malam pertama. Nanti aku yang akan mengelomohi penismu biar licin."

Kami tertawa bareng. Kami berbahagia. Seks bagi kami memang kebutuhan penting. Setiap hari pun rasanya aku sanggup melakukannya. Mungkin nafsu seks kami memang berlebihan. Habis eenaak bangeet sih.

TAMAT

Perkenalkan dulu, namaku Tuti. Kisah ini kutulis untuk Pembaca. Maaf barangkali kisah ini tidak tersampaikan dalam bahasa yang bagus, karena aku tidak mempunyai pengalaman sedikitpun dalam hal tulis-menulis dan olah kata.

Sampai aku lulus SMA. Pada saat itu aku dilamar seorang pria yang masih ada ikatan saudara, sebut saja Mas Adi. Mas Adi telah bekerja di kantor Telepon (sekarang PT. Telkom). Orangnya ganteng dan orangtuanya cukup kaya. Aku waktu itu baru berusia 19 tahun. Sebenarnya memang aku sudah naksir sama Mas Adi. Maka waktu aku dilamar, walaupun masih sangat muda, aku sih mau saja. Kupikir walaupun sekolah terus, toh nanti juga akan di rumah mengurus keluarga, karena Mas Adi tidak mengizinkan aku bekerja. Kasihan anak-anak katanya. Dan yang penting lagi, terus terang saja, aku sudah kepingin disetubuhi laki-laki. Kemaluanku sudah ingin dimasuki penis, penisnya Mas Adi. Akhirnya aku jadi dikawinkan dengan acara cukup meriah, dan sangat berkesan selama hidupku. Tentu saja yang paling penting, bagaimana setelah kami dikawinkan dan mengarungi hidup ini bersama Mas Adi.

Beberapa bulan sebelum perkawinan kami, dalam masa pacaranku yang singkat, aku mendapatkan pengalaman mengenai penis laki-laki. Pada hari libur aku dan Mas Adi sering berpergian berdua dengan sepeda motor. Tetapi pacaran kami yang nyerempet-nyerempet bahaya justru terjadi di rumah Mas Adi. Ciuman pertama berlangsung di gedung bioskop, waktu nonton berdua. Itupun belum dapat dinikmati betul. Tapi karena pertama kali rasanya luar biasa. Kalau untuk ukuran jaman sekarang, ciuman di bioskop itu rasanya lucu dan hambar. Kurang nafsu. Setelah menjadi suami istri aku sering diledek oleh suamiku mengingat ciuman di bioskop itu. Pertama kali aku melihat kemaluan laki-laki adalah punya Mas Adi. Hal itu terjadi waktu aku hanya berdua di rumah Mas Adi. Kami berdua ditinggal kondangan oleh orang tua Mas Adi. Kami berciuman sepuasnya dan Mas Adi meremas-remas buah dadaku dengan penuh nafsu. Karena nafsu semakin naik, Mas Adi sampai merogoh kemaluanku. Aduh rasanya takut-takut nikmat. Celana dalamku dipelorotkan sampai ke pahaku.

"Tut kamu pengin lihat punyaku nggak?" tanya Mas Adi. Aku diam saja, rasanya takut dan malu sekali. Tapi Mas Adi langsung membuka sarungnya dan melorotkan celana dalamnya. Aku kaget juga melihat penis Mas Adi yang tegang tegak berdiri. Kepalanya 'mbendol,' dan aku jadi teringat waktu aku melihat penis kuda waktu aku masih kecil. Kelihatan urat-uratnya menonjol di kiri-kanan batang penisnya. Tanganku dituntun Mas Adi untuk memegangnya. Aku segera menggenggamnya dan memijit-mijitnya. Aduuh, rasanya berdebar-debar sekali. Aku betul-betul telah memegang dan menggenggam penis laki-laki. Aku mengelus-elus kepalanya. Mas Adi menggeliat dan mendesis, "Aduuh geli.. Tuut", katanya. Saat itu kami hanya sampai memegang-megang saja. Kami belum berani bertindak lebih jauh. Itupun malam harinya aku teringat-ingat penis Mas Adi yang tegang dan besar. Apakah nanti muat kalau masuk ke vaginaku? Dan ini aku ketahui pada malam pengantin kami.

Setelah pesta selesai dan saudara-saudara telah pulang, baru terasa betul bahwa kami sangat capai dan mengantuk. Kami berdua masuk kamar pengantin kami. Karena sudah suami-isteri rasanya justru tidak malah santai dan tidak tergesa-gesa, tidak begitu menggebu-gebu untuk mulai bercumbu. Kami ganti pakaian, aku pakai daster dan Mas Adi pakai sarung dan kaos oblong. Kami berhadapan dan berciuman dengan mesra, saling meraba dan membelai. Entah siapa yang memulai, tahu-tahu dasterku telah terlepas, celana dalamku telah lepas pula, BH-ku telah jatuh. Mas Adi membuka sarung, celana dalam dan kaos oblongnya. Telanjang bulat berdua. Mas Adi sudah nafsu sekali. Aku dibaringkannya di kasur. Mas Adi menciumi seluruh wajah dan badanku dari atas sampai bawah. Tangannya berhenti di vaginaku, dielus, dibelai dikilik-kiliknya kelentitku. Liangku sudah basah. Tidak kalah semangat, penis Mas Adi kugenggam kuat-kuat dan kuelus-elus kepalanya. Mas Adi mulai menindihku, menciumiku. Ternyata berat juga!

"Sekarang, ya Tuut." Aku mengangguk. Kakiku aku kangkangkan, tangan Mas Adi memegang penisnya diarahkan ke vaginaku. Tangannya menuntun tanganku memegang penisnya. "Tolong dipaskan ke lubangnya Tuut", kata Mas Adi serak. Aku paskan kepala penisnya ke lubang vaginaku. Mas Adi menekan, nekan lagi, nekan lagi nggak masuk-masuk juga. Aku semakin takut, nafsuku justru menurun. Mas Adi membasahi kepala penisnya dengan ludahnya. Aku paskan lagi ke lubangku. Ditekannya, dan blees masuk kepalanya. Aku menjerit lirih. "Sakiit ya Tuut. Sakit yaa", bisik Mas Adi. Aku mengangguk. Ya Ampun penis Mas Adi baru masuk sepertiganya. Rasanya perih dan mengganjel sekali di liang vaginaku. Mas Adi menekan masuk lebih dalam, seret sekali. Nampaknya ludah Mas Adi hanya membasahi kepalanya saja, sehingga batangnya tetap kering. Kalau penisnya digerakkan rasanya sakit. Aku takut sekali. Kalau nanti sakit terus, lalu nanti gimana? Akhirnya aku menangis. Mas Adi kaget. Dicabutnya penisnya pelan-pelan dan aku diciuminya, "Aduuh, sakit sekali ya Tuut. Sudah-sudah dulu nggak usah diterusin dulu", katanya menghiburku.
"Nanti Mas Adi gimana kalau sakit terus", bisikku sambil memeluknya.
"Nanti, lama-lama kan nggak sakit. Sabar saja deh", hiburnya. Tapi aku yakin Mas Adi pasti kagok malam itu.

Ceritanya malam pengantin kami tidak selesai. Mas Adi gagal memerawaniku. Kami tidur karena memang capai dan mengantuk. Pagi-pagi bangun. Mas Adi berkata "Tuut, sarungku basah. Spermaku keluar sendiri semalam waktu kutidur." Nampaknya karena sudah nafsu sekali, dan persetubuhan kami tidak selesai, spermanya yang sudah siap muncrat akhirnya keluar sendiri waktu Mas Adi tidur. Kasihan Mas Adi. Pagi itu setelah mandi, aku masuk ke kamarku. Kemaluanku masih agak panas rasanya. Kulihat lubang vaginaku dengan cermin. Kulihat liangnya masih tampak rapat, Kelentitnya juga nampak jelas dan agak kebiruan. Kasihan Mas Adi. Aku berjanji malam nanti harus dapat diselesaikan.

Malamnya kami masuk kamar tidur sekitar pukul 21.00. Mas Adi langsung memeluk dan menciumku. Aku sudah siap-siap, sehingga tidak pakai celana dalam dan BH.
"Mas, ayo kita selesaikan Mas!" kataku. Mas Adi juga hanya pakai sarung saja. Dilepasnya sarungnya, dan dasterku disingkapkan ke atas sampai ke leherku, sehingga buah dadaku juga terbuka. Mas Adi sudah akan naik di atasku.
"Mas.. penisnya dibasahi sampai kuyup semua yaa. Sampai belakang ke pangkalnya, biar licin", kataku. Mas Adi diam saja, terus meludahi telapak tangannya dan dioleskan ke penisnya. Benar juga, penisnya relatif mudah masuk walaupun terasa mengganjel banget. Akhirnya masuk semuanya. Mas Adi mulai turun naik. Aku mulai menikmatinya. Makin basah, makin licin, dan makin nikmat, makin nikmat, makin nikmat. Mas Adi juga makin bersemangat mengocokku. Dia merangkulku, menciumiku. Penisnya terasa keluar-masuk vaginaku yang sudah semakin licin. Benar-benar penis itu rasanya nikmat sekali. Otot vaginaku makin berkontraksi menjepit keras penis Mas Adi. Mas Adi makin cepat mencoblos vaginaku, dan akhirnya dia menekan penisnya masuk dalam-dalam sampai habis ke pangkalnya. Nafasnya terhenti, terasa penisnya bergerak-gerak pelan di dalam vaginaku. Spermanya sudah keluar. Selesailah sudah malam itu. Perawanku sudah diambil Mas Adi. Memang haknya dia. Aku bahagia sekali, Mas Adi sudah bisa muncrat spermanya di vaginaku. Malam itu aku belum benar-benar merasakan nikmatnya bersetubuh. Tapi aku sudah punya keyakinan vaginaku sudah tidak akan sakit lagi.

Setelah malam itu, kami hampir setiap malam bersetubuh. Aku sudah bisa merasakan orgasme beberapa kali sampai lemas. Aku tidak malu-malu lagi untuk bergerak, menggeliat, mencengkeram, melenguh, merintih menikmati coblosan suamiku. Mas Adi juga mengajariku beberapa variasi dalam berhubungan seks. Tetapi sampai saat ini Mas Adi tidak mau aku mengulum penisnya. Katanya penis itu tempatnya di vagina bukan di mulut. Dia kasihan kalau aku harus mengemot dan mengulum penisnya. Rasanya dia kayak orang yang sewenang-wenang sama istrinya. Demikian juga aku juga tidak tega kalau suamiku sampai mengulum dan menjilati vagina dan clitorisku. Memang betul Mas Adi, vagina itu rumah penis, kalau lidah ya di mulut.

Kehidupan seksual dengan suamiku baik-baik saja, sampai aku hamil. Pada saat hamil kami tetap bersetubuh dengan teratur, walaupun dengan berhati-hati. Bahkan malam sebelum anakku lahir, kami masih bersetubuh. Kata Mas Adi setelah hamil tua, vaginaku menjadi semakin lebar dan licin, tetapi nikmat juga. Aku juga tetap merasa nikmat. Aku melahirkan bayi laki-laki yang cakep banget dan sehat. Kata Mas Adi anak ini pasti sehat karena setiap malam "disepuh" atau dilumuri sperma ayahnya waktu di dalam kandungan. Terang saja, sampai hamil besarpun kami tetap bersetubuh minimal dua kali seminggu.

Satu bulan lebih setelah melahirkan, Mas Adi sudah nggak tahan lagi. Tiap malam penisnya tegang banget. Walaupun kupijit dan kukocok, tetapi spermanya bandel nggak mau keluar-keluar juga. Lama-lama aku kasihan juga sama Mas Adi. Nampaknya persediaan spermanya sudah penuh dan pengin muncrat keluar.
"Mas.. sekarang boleh dicoba yaa. Tapi pelan-pelan lho", ajakku suatu malam setelah aku mengocok penisnya.
"Sudah berani Tut.. sudah sembuh." Aku mengangguk. Dasterku kusingkapkan ke atas. Buah dadaku yang besar karena sedang menyusui, kelihatan putih menggunung. Mas Adi membuka celana dalamku. Buah dadaku diciuminya dan mengenyot pentilku pelan-pelan.
"Mas.. jangan kuat-kuat nanti air susunya keluar lho",
"Habis gede banget dan putih Tut. Aku gemes banget."
Kakiku aku kangkangkan, dan Mas Adi mulai naik ke atas tubuhku. vaginaku siap dicoblos. Pelan-pelan kepala penisnya menempel ke lubangku, ditekan pelan, masuk, masuk dan akhirnya masuk semuanya. Kami langsung menikmatinya. Karena sudah satu bulan lebih tidak masuk ke vaginaku, waah Mas Adi langsung ngotot deh, nafsu banget. "Mas.. alon-alon lho. Kok langsung ngotot siih." "Tut.. aku pengin banget. Begitu masuk pelirku langsung nikmat banget. Aku pasti cepat keluar niih. Nggak apa-apa ya Tut. Aduuh nikmat banget Tut", katanya dengan terus mengocokku.
"Kalau sudah mau keluar langsung dicrootkan saja lho Mas. Nggak usah ditahan-tahan. Aku juga sudah nikmat kok. Dicrotkan di luar saja lo Mas", kataku sambil mengelus punggungnya. Mas Adi tidak menjawab, hanya terus menyetubuhiku dengan penuh semangat.
"Tuut aku mau keluar.. mau keluaar. Aduuh keluar.. Tuut." Mas Adi cepat mencabut penisnya. Cepat kusambar dan kugenggam kuat-kuat. Spermanya muncrat-muncrat di atas perutku. Mas Adi langsung lemas dan terguling di sampingku. Aku membersihkan penis Mas Adi dan sperma yang berantakan di atas perutku.
"Enaak Mas.." bisikku sambil tersenyum.
"Aduuh nikmat banget Tuut. Sudah ngampet sebulan. Sayang 10 menit sudah keluar yaa.. Kamu sudah puas belum Tuut", katanya sambil memandangku.
"Nggak apa-apa Mas. Ini kan percobaan. Nanti dipuas-puasin deeh. Tadi aku agak takut juga. Habis Mas langsung ngotot saja. Tapi ternyata lama-lama nikmat juga. Besok lagi ya Mas." Kami tertawa, berciuman lagi. Mesra. Aku bahagia sekali.

Mungkin bagi sebagian pembaca menganggap hubungan suami-istri seperti kisahku ini adalah hal yang sudah semestinya. Sehingga sensasinya tidak begitu mencekam lagi, karena itu sudah hal yang biasa dan wajib dilakukan oleh sepasang suami istri. Dan kami memang selama ini berhubungan badan secara normal-normal saja. Konvensional dan tidak pernah aneh-aneh. Paling-paling Mas Adi masuk lewat belakang dengan berbaring miring atau aku menungging. Aku juga tidak senang berada di atas, karena aku malah capai dan masuknya terlalu dalam. Aku lebih senang di bawah saja. Aku paling senang kalau kakiku kubuka lebar-lebar, dan Mas Adi mencoblos vaginaku (vulva, red) dengan diputar-putar disenggolkan klitorisku dan dinding kemaluanku. Tetapi kalau sudah mau keluar Mas Adi minta kakiku dirapatkan. Aku kadang-kadang juga capai mengangkangkan kakiku karena Mas Adi tidak keluar-keluar spermanya. Biasanya kakiku kurapatkan dan Mas Adi pasti langsung tambah semangat. Katanya kalau kakiku dirapatkan vaginaku akan menonjol ke atas dan rasanya pelir (penis, red) Mas Adi masuk dalam banget, dan buah zakarnya menempel di pangkal pahaku. Katanya kalau sudah nikmat sekali rasanya yang masuk tidak hanya penis Mas Adi saja, tetapi seluruh badan dan jiwanya masuk ke vaginaku. Luar biasa. Tidak berapa lama kalau sudah begitu Mas Adi tidak tahan lagi dan langsung menyemprotkan spermanya dan langsung lemas.

Kami juga punya banyak koleksi film-film biru. Tetapi lama-kelamaan aku jadi biasa dan tidak begitu bersemangat untuk nonton. Biasanya Mas Adi menonton di kamar tidur kami, sambil tiduran di sampingku. Kalau ada pemain yang penisnya besar dan panjang, biasanya Mas Adi memberi tahuku. Dan memang kulihat ada yang besar sekali dan panjang sampai tidak kuat berdiri tegak, tetapi menggelantung di antara pahanya. "Tut kalau lihat penis segede itu kamu pengin ngrasain nggak Tut. Aku jadi minder lho kalau lihat yag segede itu", kata Mas Adi. "Nggak, aku nggak pengin. Aku sudah puas dan cape melayanimu, Mas. Jangan kawatir deh. Aku sudah puas sama yang ini", kataku sambil meremas penis Mas Adi. Sungguh aku tidak kepingin dimasuki penis yang segede itu. Paling-paling malah sakit kegedean. Menurutku punya Mas Adi sudah cukup besar dan panjang. Kami pernah mengukur, panjangnya 15 cm. Kalau diameternya aku belum pernah mengukur. Tetapi jelas bagiku penis Mas Adi memuaskan vaginaku. Kepalanya licin, mengkilat dan agak lancip. Kepalanya dulu agak kemerahan, tetapi makin lama kok makin gelap warnanya, agak kehitam-hitaman. Aku senang sekali mengelus-elus kepala penis itu dan biasanya Mas Adi mendesis-desis kegelian. Kalau sudah kepingin sekali dari lubangnya keluar sedikit cairan yang bening dan agak lengket. Menurut pengalamanku selama ini aku tidak mempedulikan besar kecilnya penis Mas Adi. Yang penting kami bersetubuh dengan penuh nafsu. Sehingga apapun gerakan penisnya Mas Adi akan terasa nikmat sekali di vaginaku. Yang penting penis harus tegang dan masuk sampai habis mepet ke vaginaku. Aduh kalau sudah begitu aku marem banget deh. Kalau sudah mau keluar Mas Adi akan mengocok semakin cepat dan kasar. Aku mengimbanginya dengan merangkul dan mengantolkan kakiku di pantatnya Mas Adi.

Bersambung. . . . .

Luar biasa, Lily semakin berani. Ciumannya semakin kuat dan cepat. Kadang dia menyerbu leherku. Menjilat dan sesekali menggigitku. Kemudian kembali mencium telingaku. Tangannya juga tidak tinggal diam. Menjambak rambutku dan memegang kuat wajahku. Hebat, aku salut dengan lily. Wanita yang satu ini bisa memaksimalkan potensinya. Ciumannya di bibirku juga tidak monoton. Ada saja variasi gerakannya. Caranya menekan bibirku, caranya menghisap dan menjilat juga bervariasi. Nikmat sekali.

Perlahan aku merasakan pantat Lily bergerak. Dengan tenang Lily menggesek penisku dari luar. Saat itu kami masih sama-sama berpakaian. Wow.., ini adalah pengalaman pertamaku. Kurasakan penisku menggeliat bangkit. Semakin lama semakin tegang dan keras. Gesekan Lily membuat penisku berdenyut-denyut nikmat.

"Enak, kan.. Boy?" bisik Lily. Ya kuakui enak sekali.
"Enak.. Tapi apa vaginamu bisa merasakan? Kamu kan masih memakai celana?" tanyaku ingin tahu. Aku tidak yakin Lily merasakan hal yang sama dengan yang kurasakan.
"Bisa Boy, tapi aku harus menggesek dan menekan agak keras.." jawabnya.

Aku mencoba mengikuti alur permainannya. Sebetulnya aku sudah ingin menelanjanginya. Gesek menggesek begini memang nikmat, tapi tetap saja jauh lebih nikmat bercinta langsung. Aku mulai bergerak mengambil posisi duduk. Tanganku bergerak menarik kausnya. Benar, Lily tidak memakai bra. Payudaranya langsung kusambut dengan mulutku. Aku benamkan mukaku ke belahan payudaranya. Menghisap putingnya dan tanganku mulai meremas payudaranya.

Lily juga menarik kausku. Perlahan Lily mulai membalas mencium dadaku. Menjilat putingku dan tangannya menarik lepas celanaku. Penisku menyembul dengan gagah. Direngkuh oleh tangan halus Lily. Penisku mulai diremas dan dikocok oleh tangan Lily. Tangannya juga memijat naik turun dari kepala ke pangkal penisku. Oh.., nikmatnya, aku sudah lama menantikan saat-saat nikmat seperti ini.

Aku bergerak menuju selangkangan Lily. Kulepas celananya. Benar dugaanku, dia sudah tidak memakai celana dalam. Kurasakan vaginanya sudah basah. Vagina Lily bersih dari bulu. Rupanya ia mencukur habis bulu kemaluannya. Kami pun mengambil posisi 69. Aku membuka kaki Lily lebar-lebar dan mulai menjilati vaginanya. Pelan.. Aku menikmati vaginanya. Tanganku juga dengan terampil merangsang vaginanya. Mencari klitoris dan g-spotnya.

Penisku sendiri kumasukkan ke mulut Lily. Sambil naik turun, penisku bercinta dengan mulut Lily. Cukup sulit ternyata posisi 69. Tidak semudah yang sering kulihat di film-film biru. Baru beberapa menit aku sudah lelah berada di atas tubuh Lily. Kami berganti posisi. Tetap 69 hanya saja posisiku di bawah. Dengan posisi ini Lily lebih aktif menggarap penisku. Oralnya hebat. Tangannya mampu bekerja sama dengan mulutnya hingga membuat penisku keenakan. Kami benar-benar melakukannya tanpa suara. Bagaimana bisa bersuara sementara mulut kami sedang sibuk mengoral satu sama lain? Hanya desahan nafas kami yang memburu.

Pikiran tenang adalah kunci bercinta. Setelah berhasil menguasai pikiranku, aku jadi rileks. Oral dari Lily kunikmati dengan santai. Hasilnya, aku tidak merasakan gerakan orgasme dari penisku. Aku jadi tahan lama. Lily sendiri tampaknya tidak kuat menahan gempuran oralku. Vaginanya semakin basah dan akhirnya dia mengalami orgasme. Cairan orgasmenya cukup banyak. Tubuh Lily mengejang beberapa saat menikmati orgasmenya. Mulutnya melepas penisku.

"Aahh.. Hebat Boy. Oralmu dahsyat! Enak sekali!" puji Lily.

Pengalaman memang membuatku semakin hari semakin hebat. Aku terus merangsang Lily. Kali ini kami kembali ke posisi normal. Aku memeluknya dari atas. Tubuhku menindih tubuh Lily. Tanganku tetap merangsang vaginanya. Sementara mulut kami kembali bercumbu. Di sela-sela cumbuan, aku mengajaknya bicara.

"Kok cepat, tadi udah nyampe?" tanyaku. Aku memang heran dengan Lily yang mudah orgasme dengan oral saja. Tidak selama Ria, Ita atau Tante Yeni.
"Iya.. Aku memang mudah orgasme. Jadi, buat aku multi orgasme, Boy.." jawab Lily.

Wah, beruntung sekali pria yang bisa bercinta dengan Lily. Tidak perlu susah payah membuat Lily orgasme. Aku kembali mencium Lily. Kali ini seluruh tubuhnya aku cium dan jilati. Mulai dari seluruh wajah, telinga, leher, payudara, perut, punggung, pantat, tangan dan kakinya! Semua aku jilat dan cium dengan lembut. Cukup makan waktu lama dan menguras energiku. Tapi hasilnya, Lily mulai menggeliat menandakan birahinya mulai naik kembali. Aku harus sabar dan dengan tekun merangsangnya. Titik lemah Lily adalah di vagina dan perutnya. Jadi aku memfokuskan merangsang tubuhnya di dua titik itu. Pelan, refleks kaki Lily mulai terbuka lebar. Vaginanya sangat merah. Tanpa bulu kemaluan membuatnya tampak segar. Aku sengaja menatapnya agak lama seakan meneliti pusat kenikmatan dunia itu.

"Aduh.. Malu.. Jangan dilihatin gitu dong.." rajuk Lily. Tapi itu cuma basa-basi. Kulihat Lily sangat menikmati vaginanya kuamat-amati.
"Indah sekali, Lily. Seksi sekali.." komentarku.

Ya, aku dengan bebas bisa mengamati vaginanya. Merah menggoda menantang. Terhidang sejelas-jelasnya di depanku. Vagina Lily tiba-tiba seakan hidup dan berkata, "Tunggu apa lagi? Ayo masuk!" Aku menahan nafas. Penisku juga sudah berontak ingin menerjang masuk.

Perlahan, penisku menembus vaginanya. Mulai kugerakkan tubuhku bercinta dengan Lily. Setiap gesekan penisku di vagina Lily kunikmati. Lily dengan terampil mengimbangi gerakanku. Tubuh kami bergerak selaras. Menyatu. Kami bercinta! Setiap kali penisku menggesek vaginanya, Lily mendesah. Lama-kelamaan suara Lily semakin keras. Aku juga tidak segan mengeluarkan desahanku.

"Arg.. Arg.. Ya, terus.. Enak.. Kamu luar biasa.."
"Oh.. Terus.. Ya.. Ouch.. Oh.."

Berbagai macam kata yang tidak terkontrol keluar dari mulut kami. Kami terus saling memacu birahi. Memburu kenikmatan tiada tara. Penisku terasa panas. Denyutannya semakin menjadi-jadi. Jika ambang orgasme tiba, aku berhenti sejenak. Kami berganti posisi. Kemudian bercinta lagi. Ganti posisi lagi. Bercinta lagi.. Enak sekali. Kami sama-sama tahan lama.

Kini aku memangku Lily. Agak sakit terasa di penisku ketika Lily menurunkan tubuhnya hingga membuat penisku menembus vaginanya. Desahan Lily semakin keras. Kami berlomba mencapai finish.

"Kamu siap, Boy? Aku punya jurus rahasia.." tanya Lily.
"Jurus apa..?" aku penasaran.

Tiba-tiba kurasakan vagina Lily menjepit penisku. Agh.. Enak sekali. Vaginanya seperti membesar dan mengecil, menjepit dan melepas penisku. Aku seperti dibawanya terbang semakin tinggi. Melayang semakin tinggi. Kenikmatan yang kurasakan semakin memuncak. Setiap detil tubuhku penuh dengan keringat kenikmatan. Begitu pula dengan Lily. Tubuhnya bergetar dan bergoyang menikmati percintaan kami.

Tak lama kemudian aku mulai merasakan gelombang orgasmeku datang. Aku kembali menahan diri. Kucabut penisku dan kami berganti posisi menjadi doggy style. Kembali aku memasukkan penisku. Lily menungging membelakangiku. Pantatnya penuh dan seksi. Aku menghunjamkan dan mengocok penisku dengan cepat dan kuat.

"Keluarin di mana nih?" tanyaku memastikan dimana aku harus orgasme.
"Di dalam saja. Aku udah minum obat kok.."
"Arg.. Argh.." Hanya desahan nafas kami yang semakin memburu. Kami sudah bercinta cukup lama. Lily tangguh juga. Dia tampak sangat menikmati ini semua. Wajahnya memerah dilanda birahi.
"Ayo lebih kuat dan cepat, Boy.. Aku sudah hampir sampai.." ajak Lily.

Yah ini mungkin sudah saatnya. Aku memacu lebih cepat. Desahan nafas dan lenguhan kami makin cepat. Aku terus memompa penisku. Maju mundur, putar, maju mundur.. Terus sampai akhirnya kurasakan orgasmeku makin dekat. Lily juga semakin dekat.

"Iya.. Terus.. Terus.." teriak Lily.

Aku berusaha mati-matian menahan agar tidak orgasme duluan. Otot-ototku berjuang memperlama ereksiku. Agh.. Nampaknya aku mulai tidak tahan. Sudah terlambat untuk menghentikan ini semua. Sebentar lagi aku akan orgasme.. Srr.. Crot.. Sr.., aku orgasme sampai tubuhku terkejang-kejang. Ada hentakan-hentakn di tubuhku saat aku orgasme. Tapi aku masih tetap menghunjamkan penisku. Aku ingin mengantar Lily mencapai orgasme keduanya.

"Ah.. Arh.. Argghh.. Ya.. Ya.."

Akhirnya tubuh Lily bergetar sangat kuat. Tangannya mencengkeram sprei dengan kuat dan menariknya! Matanya terpejam dan mulutnya terbuka lebar mengeluarkan jeritan panjang.. Lily orgasme! Aku nyaris gagal membuatnya orgasme yang kedua kalinya. Untung sekali aku bisa bertahan cukup lama. Aku berjanji akan lebih baik lagi lain kali.

"Wah.. Maaf Lily.. Kamu kuat sekali. Aku nyaris tidak bisa membawamu orgasme yang kedua.." aku minta maaf dengan tulus sambil memeluknya.
"Wah.., aku yang makasih sekali ama lo, Boy. Kamu kuat lho.. Kita bisa orgasme sama-sama.. Aku senang sekali.." jawabnya melegakan hatiku.

Aku kembali menciumnya. Ini adalah after orgasm service-ku. Aku membelai-belai tubuhnya dan meremasnya dengan ringan. Memijat tengkuk dan punggungnya. Kami kemudian bercakap-cakap. Dengan jujur Lily mengakui bahwa dia sangat membutuhkan sex. Baginya memang sex adalah faktor utama. Dia mengakui tidak bisa hidup tanpa sex. Kemudian sampailah aku pada pertanyaanku..

"Kalau disuruh memilih pria yang sex hebat tapi dengan pribadi buruk atau pria dengan pribadi luar biasa tapi sex buruk, kamu pilih mana?" Lily terdiam. Bingung.
"Gimana ya.. Mestinya aku mau pilih yang sex-nya hebat aja deh. Tapi kok ya tidak yakin. Itu pilihannya mengikat tidak? Maksudku.. Sampai pernikahan ya?"
"Iya.. Keputusan yang mengikatmu sampai tua. Sampai mati." jawabku.
"Aduh.. Pusing. Yang mana ya? Sex hebat tapi kalau tiap hari di sakitin, ditinggal selingkuh, tidak diberi nafkah, anak-anak ditelantarkan.. juga percuma. Tapi biar semua baik, kalau tanpa sex ya nggak enak.. Gimana ya. Eh, tapi dia tidak impoten kan?"
"Kalau tidak impoten gimana, kalau impoten gimana?"
"Kalau tidak impoten, nggak apa-apa. Aku pilih yang pribadinya baik deh. Sex buruk bisa aku ajarin. Asal jangan impoten permanen." Lily mulai menemukan jawabannya.
"Kalau impoten?" desakku. Ini adalah pertanyaan yang paling sulit dipilih.
"Wah.. Benar-benar bingung aku. Kalo gitu aku pilih yang sex-nya hebat aja deh. Mungkin pelan-pelan pribadinya bisa tambah baik.." jawab Lily. Pilihan yang masuk akal.

Aku lega kembali mendapatkan jawaban detil. Informasi kembali kudapatkan dari Lily. Yah.. Aku masih harus bertanya pada Tante Yeni dan Ria.

Tamat

Respons pembaca yang unik membuatku semakin bersemangat menuliskan kisah-kisahku. Ada pembaca yang minta diajarkan sex, ada yang ingin berkenalan, bertukar pasangan dan banyak juga yang memuji karyaku. Terima kasih! Aku akan selalu berusaha menampilkan karya yang orisinal.

Untuk ceritaku yang terbagi dua bagian, janganlah hanya dibaca bagian pertamanya saja. Misalnya ceritaku: "Ita, The Wild Girl-1" dibaca jauh lebih dibanyak dibandingkan dengan yang membaca, "Ita, The Wild Girl-2." Sayang sekali kalau anda tidak membaca bagian keduanya. Bacalah semuanya dulu, baru beri penilaian.

Untuk yang ingin mengetahui ciri-ciriku, silakan membaca cerita-ceritaku sebelumnya. Jika anda tertarik untuk memberi saran dan kritik atau ingin mengenalku, silakan mengirim email padaku. Pasti kubalas.

*****

Lily, berusia 22 tahun. Dia adalah sahabat baik Ria. Posturnya 165 cm/50 kg. Payudaranya berukuran 34B. Orangnya hitam manis, rambutnya agak ikal. Matanya tajam setiap kali berbicara seakan-akan menyelidiki isi hati lawan bicaranya. Bibirnya penuh, tidak tebal, tidak tipis, sangat seksi. Menurutku, bagian terseksi dari Lily ada pada bibirnya. Sangat menggoda untuk dikecup, dicumbu dan dicium sepuasnya. Apalagi kalau Lily menggunakan lip gloss agar membuat bibirnya selalu tampak basah. Benar-benar menggoda. Wajahnya sangat innocent alias bertampang tak punya dosa, tampak lugu sekali.

Tapi jangan salah, di balik wajahnya yang imut, ada nafsu yang membara. Ada hasrat seks yang selalu menggebu. Tiada hari baginya tanpa memikirkan sex. Aku mengetahuinya setelah Lily berterus terang padaku apa yang dia rasakan. Lily bercinta pertama kali di kelas 3 SMP, pada saat usianya masih 15 tahun. Sejak usia 12 tahun, dia sudah melakukan masturbasi dan lalu pacar pertamanya mendapatkan kegadisannya. Lily tidak pernah menyesali setiap momen seksualnya. Dia selalu menikmatinya.

Suatu hari aku menerima SMS dari nomor handphone Ria..

"Hai Boy.. Lagi ngapain? Aku Lily. Kenalin yah! Aku sahabatnya Ria. Aku pengen kenal denganmu. Kalau kamu bersedia, hubungi aku di nomor 081xx ya! Thanks" Aku segera membalasnya. Tetapi melalui nomor Ria.
"Hai lily.. Kamu sekarang dengan Ria? Mana si Ria? Aku mau dia SMS aku" Saat itu aku lebih ingin bertemu Ria karena aku sudah lama tidak bertemu dengannya.
"Ria lagi mandi. Boy, kamu SMS di hape-ku saja ya" Balas Lily.

Yah, aku tahu kebiasaan Ria. Kalau mandi lama sekali. Boros air, boros sabun, boros shampoo, boros listrik, boros waktu.. Pokoknya boros. Tidak percaya? Bayangkan, dia mandi selama 45-60 menit! Ria sendiri yang bercerita padaku. Aku sampai terheran-heran. Atau aku saja yang kurang pengetahuan tentang lamanya wanita mandi ya? Dibandingkan dengan lama mandiku yang hanya 10 menit, si Ria jauh lebih lama. Akhirnya aku memutuskan untuk ber-SMS dengan Lily saja.

"Ada apa kok minta SMS di HP-mu? Kan sama aja di HP-nya Ria..?" tanyaku.
"Ah.. Biar lebih privacy saja. Boy, gila.. Ria udah cerita tentang apa yang kalian lakukan di kamar ini!" Aku jadi terkejut. Wah, Si Ria suka membocorkan rahasia rupanya. Tapi aku jadi maklum pada saat mengingat bahwa si Lily ini memang sobat baiknya. Ya, tidak apalah.

"Cerita apa lagi? Dia puas nggak?" tanyaku pada Lily.
"Puas, man! Katanya lo jago banget kissing-nya. Jago banget foreplay-nya! Jangan kepala besar ya!", jawabnya.
"Wah.. Kalau kepala besar sih enggak. Kalo penis besar iya.. Haha.." balasku usil.
"Tapi katanya lo ga tahan lama ya? Ga lama lo udah keluar ya?" Bum!! Aduh malunya aku. Si Ria, tega-teganya pengalaman pertamaku diceritakan begitu.
"Ah, itu kan ML pertamaku. Wajar dong aku gak tahan lama. Kalau sekarang sih udah jago!" balasku membela diri. Cowok mana yang rela dikatakan tidak tahan lama?
"Ah yang bener.. Sekarang udah tahan lama nih?" goda Lily. Aku jadi penasaran dengan si Lily ini.
"Emangnya kamu sendiri udah berani ML?" pancingku.
"Yah, elo.. Boy. Ya udahlah! Gue terus terang aja ama lo. Gue suka banget tahu!"

Perkataan si Lily membuat penisku ereksi. Keterusterangannya sangat langka kutemui. Biasanya wanita akan menutupi hasratnya. Apalagi pada cowok yang baru pertama ditemuinya. Tapi si Lily ini.. Berani sekali!

"Oh ya? Paling lo omong kosong doank.." pancingku lebih jauh.
"Hehe.. Lo mancing gue ya, Boy? Gak usah gitu.. Ntar malam telepon gue ya!"

Siang sampai malam aku bekerja sambil sesekali memikirkan Lily. Dunia ini memang luas, penuh keunikan. Dulu, hanya membicarakan hal yang berbau seksual saja sangat tabu. Tapi sekarang dengan kebebasan media, dengan kecepatan informasi yang hampir tanpa filter, siapa pun bisa mencari dan mendapatkan apa saja yang ia inginkan termasuk sex. Informasi tentang sex bisa dengan sangat mudah didapatkan di internet. Tak heran dalam waktu singkat, budaya 'sex itu tabu' telah terkikis.

Aku sangat yakin bahwa wanita seperti Lily, yang sangat menikmati sex, sangat banyak di Indonesia, tetapi hanya sedikit yang berani berkata, "Ya, saya suka dan menikmati sex". Tetapi lambat laun, aku percaya bahwa jumlah wanita seperti Lily akan semakin berkembang.

Malamnya aku menelepon Lily. Kami berbicara banyak hal. Tapi memang pembahasan utama kami adalah sex. Lily mengakui dirinya hipersex. Tetapi dia tidak suka berganti-ganti pasangan. Dia punya pasangan tetap. Frekuensinya saja yang sering. Hampir setiap hari Lily bercinta. Gila.., aku bayangkan pasti lelah sekali setiap hari bercinta. Lalu kami pun membuat janji untuk bertemu di rumahnya.

*****

Dari rumah aku mandi, menggosok gigi, menyiapkan dua buah kondom, handheld desinfectant dan merapikan bulu-bulu di wajahku. Aku memang tidak suka memelihara kumis dan jenggot. Kurang bersih kesannya. Walaupun kucukur habis, tetap saja terlihat kalau aku berbakat punya kumis. Justru terlihat seksi, kata Ria dan Ita. Dengan sedikit parfum, kaos putih bersih dan jeans biru, aku berangkat ke rumah Lily. Di sepanjang perjalanan aku menebak-nebak setangguh apa Lily, bagaimana aksinya di ranjang. Apakah agresif, pasif atau jangan-jangan suka yang aneh-aneh di atas ranjang seperti menyakiti dan disakiti?

Memikirkan Lily dan perilaku sex-nya membuat penisku berdenyut-denyut. Di bayanganku sudah menari-nari sosok wanita telanjang yang akan bercinta denganku. Yang akan kugumuli, yang akan kucumbu, kenikmati sepuasnya. Ah.. sebentar lagi aku akan bercinta.. Sebentar lagi aku akan menghunjamkan penisku ke vagina Lily. Sebentar lagi..

Lily tinggal serumah dengan neneknya. Orang tuanya bekerja di luar negeri. Sewaktu aku datang, neneknya sedang pergi. Pembantunya sedang menyeterika baju sambil menonton televisi. Lily menemuiku dengan memakai celana pendek dan kaos you can see. Seksi sekali. Darahku berdesir setelah menyadari bahwa Lily tidak memakai bra. Wah.., jangan-jangan dia tidak pakai celana dalam juga, pikirku. Lily segera menggandeng tanganku dengan mesra. Matanya melirikku nakal. Busyet nih anak, menggemaskan sekali, pikirku lagi.

"Udah makan, Say..?" tanyanya sambil jarinya menohok lembut perutku.
"Hm.. Udah. Kamu?" jawabku. Aku meremas jarinya.
"Ouch.. Kok diremas sih? Kalau yang ini udah makan?" tanyanya sambil mengayunkan tangannya menyentuh penisku dengan cepat. Ugh.., penisku bereaksi. Lily ini pintar sekali menggodaku. Aku tertawa ringan. Memang penisku belum 'makan' cukup lama.
"Kita masuk kamarku aja yuk.. Ada televisi di kamar" ajak Lily. Aku melirik pembantu Lily yang juga sedang melihatku. Kulihat pembantu Lily tersenyum padaku sambil terbatuk-batuk. Wah, sudah tahu gelagat dia rupanya, pikirku.

Kamar Lily cukup luas. Ada televisi, lemari es, AC dan kamar mandi. Mirip dengan kamar hotel. Aku menarik nafas panjang membayangkan kenikmatan yang sebentar lagi aku peroleh.

"Hayo.. Mikir apa?" goda Lily sambil memelukku dari belakang.

Pintu telah terkunci. Kurasakan kamar Lily sangat dingin karena AC. Pelukan Lily terasa hangat di punggungku. Bahaya sekali.. Dengan segala godaan dan stimulasi yang dilakukan Lily, membuat pikiranku sudah penuh dengan fantasi sex. Sangat berbahaya karena jika fantasi itu aku ikuti terus, aku akan mudah dikalahkan Lily nantinya. Aku berusaha rileks menenangkan pikiranku. Aku berusaha tenang.

"Gak mikir apa-apa kok.. Kamu sendiri mikir apa?" tanyaku. Aku mengambil remote dan menyalakan televisi. Kubaringkan tubuhku di atas ranjang. Spring bednya enak sekali. Sambil memeluk guling aku acuhkan Lily. Aku memilih menonton TV. Lily ikut berbaring di sampingku.
"Aku mikirin kamu Boy.. Sejak tadi malam aku gelisah" bisik Lily.

Lily sengaja membisikkan kata-kata itu di telingaku hingga membuat telingaku merinding. Ugh.., Lily menjilat telingaku! Aku sangat sensitif di telinga, sehingga jilatannya di telingaku seketika membangkitkan birahiku. Mataku refleks memandangnya. Lalu Lily menciumku. Bibirnya yang seksi itu melumat-lumat bibirku. Oh.., dia tidak juga berhenti. Terus menerobos masuk, menghisap bibirku. Lidahnya menari-nari di rongga mulutku, mencari lidahku yang juga mulai menggeliat. Aku mulai meresponsnya. Kubalas hisapannya. Kubalas jilatannya. Kubalas dengan penuh semangat.

Aku menyukai cara Lily menciumku. Tegas dan kuat sekali cumbuannya. Caranya memadukan bibirnya yang penuh dengan lidahnya yang lincah menunjukkan pengalamannya dalam bercumbu. Nikmat sekali ciumannya. Nafasnya juga menunjukkan ketenangannya. Lily tidak terburu-buru tetapi dahsyat dalam mencumbu. Dia mampu mengatur nafasnya dengan luar biasa. Hembusan nafasnya semakin menghangatkan suasana. Apalagi matanya tidak pernah terpejam. Dia menatapku terus dengan berani.

Aku melepaskan ciuman kami lalu bangkit berdiri dan minum. Aku harus mengatur ritme karena penisku sudah mau meledak rasanya. Aku sangat terangsang karena itu aku harus menenangkan diri. Baru minum seteguk, Lily sudah merengkuhku kembali, membaringkanku dan aku ditindihnya. Lily kembali mencumbuku dengan tubuhnya di atas tubuhku.


Bersambung . . . .

Perkenalkan, namaku Aditya (nama samaran) seorang pemuda Chinese dengan tinggi badan 170 dan berat 60 dan postur tubuh yang cukup atletis karena aku rajin fitness. Aku sudah mengenal situs Rumah Seks sejak lama dan suka sekali membaca cerita di dalamnya. Kali ini aku mencoba menceritakan pengalaman pertamaku bersama pacarku Jenny (juga nama samaran) yang kini menjadi telah menjadi istriku dan begitu mengesankan bagiku.

*****

Cerita bermula saat aku dan pacarku pergi berlibur berdua saja ke kota wisata P, Kota sekitar Danau T-Sumatera Utara, siangnya sehabis pulang kerja, kamipun berangkat ikut dengan rombongan salah satu travel di kotaku M, tidak banyak yang terjadi di perjalanan selain hanya kami terlelap di tempat duduk kami masing-masing, sedangkan Jenny terlelap dengan kepala bersandar dibahaku.

Sekitar 3 jam perjalanan kami pun sampai ke kota P, dan langsung menuju salah satu hotel disana untuk check-in, setelah kami check-in disalah satu kamar hotel, akupun langsung menghempaskan tubuhku berbaring di tempat tidur yang empuk tersebut. Sedangkan Jenny masih sibuk membenahi barang barang yang kami bawa (biasalah kalo lagi berlibur, paling ya.. pakaian semua). Melihat dia sibuk berbenah timbul keisenganku untuk menggodanya dari belakang, akupun kemudian bangun dari tempat tidur dan berjalan perlahan kearahnya yang kemudian kupeluk dia dari belakang.

"Lagi sibuk ya sayang..?" sekedar basa basi sambil memeluknya.
"Aduh.. udah dong say.. jangan begini dulu, bukannya ngebantu malah nambah beban dibelakang aja." ketusnya.
"Nggak pa pa kan, yang pentingkan kamu enakan juga" jawabku sekenanya aja sambil mulai menggerayangi pantatnya yang padat itu. (postur tubuh pacarku ini juga ideal, tinggi 165, berat 50, bra 34A, kulit putih bersih bagai susu)
"Ye.. maunya tuh.." jawabnya sambil menepis tanganku yang sedang berada di pantatnya.
Sebelumnya perlu diinformasikan kalau kami sudah sering bercinta, tapi hanya sampai sebatas peting saja.
"Ya udah deh, kalo nggak mau.." jawabku pura-pura surut, sambil kembali duduk di atas tempat tidur.

Aku kemudian mengambil minuman yang terdapat di mini bar kamar dan langsung menuangkannya kedalam gelas, selesai berbenah Jenny kemudian duduk di sampingku.
"Sini minumnya! Aku juga haus nih.." katanya sambil meraih gelas di tanganku.
"Eh..eh..eh.. tunggu dulu, kalau ambil sendiri sana, atau minum langsung dari mulutku ini" ledekku sambil memuncungkan bibirku ke arah bibirnya..
"Ih.. kok nggak sabaran sih dari tadi" sambil kembali berusaha merebut gelas di tanganku. akhirnya gelas itupun tumpah dan mengenai bajunya.
"Nah kan.. tumpah akhirnya, sini biar aku yang ngebersihin bajumu.." kataku sambil meraih baju kaos putihnya.
Dia kemudian menatapku tajam setengah marah karena bajunya telah kotor terkena tumpahan minuman tadi.

"Jenn, sebenarnya Aku sangat memimpikan kesempatan seperti ini, hanya berdua dengan kamu di kamar sebuah hotel" aku mulai mencairkan suasana saling berebutan dari tadi.
"Kamu cantik Jenn, bahagia sekali aku memilikimu, walaupun kita hanya dapat berdua jika pas ayah dan ibuku beserta adik-adikku lagi nggak dirumah" kataku sambil memeluk erat tubuhnya.
"Akupun begitu Dit, sudah lama kita tidak berdua seperti ini"
"Iya, akhir-akhir ini rumah selalu ramai"
"Akupun sudah rindu sekali ingin bercinta denganmu.." kataku sambil menggenggam kedua tangannya.
"Sekarang kamu rilex ya, sayang!" Jenny memejamkan matanya saat aku mendekatkan wajahku ke wajahnya.

Dengan lembut kukecup keningnya, kurasakan remasan halus menggenggam tanganku yang masih memegang tangannya, lalu bibirku mulai berjalan mencium alis, matanya yang terpejam, dan kedua pipinya danterakhir berhenti di kedua belahan bibir mungil gadisku yang cantik ini. Jenny membalas kulumanku pada bibirnya dengan pagutan yang hangat pula lalu aku mulai membuka bibirku dan mengeluarkan lidahku mencari lidah yang lain diseberang sana. Tanganku mulai merayap menggerayangi tubuhnya, perlahan menyusup ke balik kaos ketat putih yang melekat ditubuhnya, kini kurasakan halusnya kulit gadisku ini. Ketika tanganku mulai memasuki daerah dada untuk segera merasakan lembutnya daging kenyal yang menonjol, mendadak kedua tangan Anna menahan kedua tanganku.

"Kenapa.. sayang..?" terpaksa aku menghentikan sejenak aksiku dan kutatap wajah sayu di hadapanku dengan tajam.
"Pintunya udah dikunci belum Dit.." tanyanya mengingatkan aku kalau pintu kamar belum dikunci, akupun kemudian bergegas pergi mengunci pintu kamar sambil tak lupa meletakkan gantungan yang bertuliskan "DO NOT DISTURB" di pegangan depan pintu kamar.
"Buka ya, sayang!" Jenny mengangguk pelan, lalu dengan sangat hati-hati kutarik ujung T-shirt yang melekat di tubuh Jenny dan meloloskannya melalui kedua tangannya. Kulempar t-shirt itu kelantai, kini dihadapanku terpampang tubuh padat yang setengah telanjang dengan dada berisi dan terlindungi BH warna hitam yang sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih. Sejenak kutatap gumpalan daging yang masih tertutup BH itu, perlahan kurebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Kembali kucumbu pacarku ini yang sedang terlentang pasrah, kukulum lagi bibir mungil itu lalu perlahan merayap menuju leher, telinga, daerah dibelakang telinga, dan terus kebawah menuju gumpalan payudara yang berisi itu. Kujulurkan lidahku mengitari bukit itu sambil tanganku merayap menuju punggung tempat dimana kaitan BH itu direkatkan, kutarik pelan BH itu dari tubuh Anna dan kulemparkan ke lantai.

"Akh..!" Dia mendesah perlahan saat BHnya terlepas dari tubuhnya dan berusaha menutup kedua bukit indahnya dengan kedua tangannya sambil tersenyum menggodaku,
"Jangan sayang, Aku ingin melihat keindahan bukit ini.."
Segera saja tanganku menahan kedua tangannya dan kubawa keatas kepalanya sambil kusapukan lidahku yang basah kearah ketiaknya yang bersih dengan aroma yang menggugah hasrat kelelakianku.
"Akh.. Eemhh." Jenny merintih kecil sambil terpejam, tanganku merayap lagi menuju dada yang kini terbuka, sentuhan melingkar menambah sensasi lain pada diri pacarku dan akhirnya mulutku pun mendarat di belahan dada Pacarku ini.
"Oohh.. Dit.." desahnya perlahan, saat aku mulai mengusapkan lidahku di payudaranya, sengaja aku tidak langsung ke putingnya yang kemerahan itu, desahan demi desahan mengiringi sapuan lidahku di kedua payudara yang masih kencang ini, payudara indah yang hanya mendapat sentuhan dariku. Puting yang merah seakan tenggelam dan belum dapat muncul kepermukaan, akhirnya kuhisap puting itu dengan penuh perasaan cinta agar Jenny dapat menikmati setiap sentuhanku.

Sambil terus mengulum payudara itu dengan cekatan aku menanggalkan pakaianku tanpa Jenny sadari, kini hanya celana dalam saja yang melekat ditubuhku melindungi senjataku yang sudah menegang dari tadi. Sekarang mulutku berada di atas pusar yang dihiasi sebuah tato kupu-kupu membuatnya semakin indah, kujilat dan terus merayap sambil tanganku mulai menarik rok yang di kenakannya. Jenny membantunya dengan mengangkat pantatnya dan memudahkan aku melepaskan penutup bagian bawah tubuhnya itu, kini aku dapat menikmati paha mulus yang dihiasi bulu-bulu halus yang menantang untuk segera disentuh.

"Kamu nikmatin aja ya sayang!" kubelai pipi pacarku ini lalu kucium keningnya, Jenny menerimaku lagi dengan pagutan yang lebih membara saat mendaratkan ciumanku di atas bibirnya.

Sambil terus kujelajahi dengan bibir dan lidahku perlahan aku mulai kembali menarik celana dalam itu, kali ini diapun mengangkat pantatnya dan terlepaslah kain terkahir yang melekat ditubuhnya. Gundukan bukit kecil dengan bulu-bulu halus yang tertata rapi menandakan pacarku ini sangat memperhatikan daerah paling pribadinya ini, bibir vagina yang memerah dengan sebuah daging kecil tersembul di atasnya kini terpampang begitu dekat dihadapanku. Kutangkap tangannya yang berusaha menutupi benda indah itu, lalu kusentuh dengan sangat pelan dan penuh kelembutan. Jenny mulai menikmati permainan ini, tubuhnya meliuk-liuk mengeliat seperti ulat menerima aksi dariku.

Dengan pelan kubuka kedua pahanya dengan tanganku lalu kutempatkan wajahku mengisi selangkangan itu, vagina itu begitu dekat dengan bibirku.
"Oohh.." dia mendesis tangannya meremas rambutku yang berada diselangkangannya, ia begitu menikmati sapuan lidahku yang mengisi ruang kosong di antara kedua pahanya. Aroma vagina yang sangat kukenal ini membuatku semakin bernafsu ingin memberikan yang terbaik bagi gadisku ini. Bulu-bulu halus disekitar bukit vagina menggelitik hidung dan bibirku, kucari dan kutemukan daging kecil pusat segala kenikmatan bagi dia. Vagina itu begitu mungil dan indah dengan cairan hangat yang mulai keluar dari dalam rahimnya dan bercampur dengan air liurku. Jenny mendesah dan menggeliat merasakan sesuatu yang luar biasa yang rasakan dari sentuhan lidahku pada vaginanya.

"Hoh.. Hoh..Dit.. Aku nggak tahan.. neh udah dong..!" mulutnya terus meracau. Tiba-tiba saja dia mencengkram erat rambutku dan membenamkan kepalaku lebih dalam ke selangkangannya, pantatnya mendongak keatas dan tubuhnya menegang. Sesaat kemudian kurasakan cairan hangat kembali keluar dari vaginanya dan kali ini lebih banyak dari sebelumnya.

"Akhh.. eehhmm.." aku tahu dia telah mencapai orgamenya yang pertama, dan aku terus saja menekan klitoris itu dengan lidahku, kulumat setiap tetesan cairan hangat yang keluar dari liang vagina itu. Cengkeramannya melemah dan akhirnya dia terkulai lemas dengan nafas yang memburu, kulihat dada yang turun naik mengatur nafas dengan terengah. Kudekap erat tubuhnya dan kembali kukecup kening gadisku ini,
"Hh.. makasih ya Dit.. tadi nikmat sekali.."

Beberapa saat lamanya kudekap tubuh polos itu sambil terus tanganku memainkan puting susu yang mulai menegang kembali, senjataku sangat tegang. Kalau saja aku tidak ingat peringatannya supaya tetap virgin sampai malam pertama kali kelak mungkin penisku sudah menyeruak masuk kedalam vagina sempit itu, tapi aku bersabar karena pada saatnya nanti aku pasti mendapatkannya. Kubalikan tubuh Anna, sekarang tubuhnya menindih dan tengkurap diatas tubuhku, ia masih begitu lemas merasakan sisa kenikmatan yang baru saja ia alami. Ia tersenyum saat sesuatu yang tegang mengganjal tepat diperutnya, digenggamnya dengan penuh nafsu.

"Dit.. sudah tegang banget ini.." dia kemudian bergerak menaiki dadaku, kemudian menggesek gesekkan kemaluannya di dadaku. SSetelah itu turun kembali dan bibir langsung melahap 2 titik kecil di dadaku.
"Mmhhmm.. enak say.." erangku
"Terus.. sshh.., gigit say.." erangku lagi.
Jenny terus saja melancarkan serangan di puting susuku. Tangan yang satunya perlahan bergerak ke arah celana dalamku sambil membelai penisku dari luar.
"Akh.. akh.. terus sayang.."
"Buat dia kokoh say.. berikan dia belaian kasihmu.."
"Enak Dit..?"
"Eemmhh.." Gumanku

Perlahan dia menurunkan CD yang aku pakai, kemudian perlahan namun pasti dia mulai turun ke arah penisku yang telah tegang. Lama ia memandangi sambil memegang penisku yang semakin menegang itu, kemudian dengan perlahan mengalir lebih deras lagi saat kurasakan isapan demi isapan begitu nikmatnya. Dia berusaha memasukan penisku kedalam mulutnya tanpa canggung lagi sambil tangan yang satunya memainkan bola yang ada dibawah penisku, tapi penis itu begitu panjang sehingga ia hanya bisa mengulum setengahnya saja. Senjataku semakin tegang saja, tapi aku tak ingin segera mengakhiri permainan ini, kutahan dengan sekuat tenaga agar orgasmeku tidak datang terlalu dini.

"Yang.. digesekkan ya.. tapi jangan dimasukin.." Jenny menatap sayu mataku sambil melepaskan kulumannya.
"Kalo gitu udah dulu deh say, bibir kamu udah pegelkan, kita istirahat dulu deh" akhirnya kutarik tubuh pacarku kembali sejajar terlentang dengan tubuhku.

Perlahan kubuka kedua pahanya lebar, tangan kananku merayap menuju vagina yang mulai terbuka, kusentuh dan kucari lagi klitoris yang menyembul dalam liang itu. Tekanan jariku dari arah depan dan dengan perlahan kubarengi dengan gesekan senjataku yang menyentuh belahan bibir vagina yang telah basah itu. Desahan kecil kembali terdengar dari mulutnya, aku tahu dia begitu menikmati permainan ini, sambil tak henti tanganku memainkan gumpalan daging yang menonjol di dadanya.

Ntah kenapa saat itu ingin sekali aku merasakan kelembutan himpitan kulit vagina pacarku ini, dan meledakkan spermaku di dalamnya. Mungkin karena sudah sekian lama kami hanya bermain di luar aja, dan ini merupakan kesempatan pertama kami melakukannya tanpa ada gangguan takut ketahuan orang lain.

"Say.. gimana kalau kali ini aku masukin ke dalam..? .. hh" aku berbisik sambil terus menggesekkan penisku dibibir vaginanya.
"Ya.., nngg .. akkhh.. nggak tau deh.." agak ragu ia berkata
"Please.."
"Aku ingin menjaga kesucian ini sampai malam pertama kita Dit."
"Lagian aku takut hamil, apa kata orang nanti.. mmhh.. akkhh.." katanya dengan tatapan sayu.
"Ya udah deh.. nggak usah kalo kamu nggak mau." kataku menjawab, sambil terus menggesekkan penisku.

"Akh. aduh.. Dit, enak dit.." Jenny merintih
"Andai saja kita sudah menikah.." jawabku.
Aku terus menggesek, perlahan kulihat ntah karena naluri kewanitaannya dengan reflek ia semakin membuka lebar kedua pahanya. Kuposisikan kaki kananku diantara kedua kakinya, sehingga kini selangkangannya terbuka dengan lebar. Kembali kugesekan kepala penisku menyentuh belahan vagina basah itu, tapi kali ini ntah setan mana yang mendorongku, dengan sedikit dorongan yang mengarah keatas sehingga dengan perlahan kepala penis itu menyeruak memasuki belahan vaginanya yang memang licin. Akh.. enak sekali rupanya.. baru kali ini penisku masuk ke vaginanya walaupun masih sedikit. Sesaat ujung penisku berada dalam himpitan lubang yang basah itu, lalu kutarik dan kubenamkan lagi dengan pelan, aku ingin mempermainkan rasa nikmat pacarku ini dulu. Mendapat perlakuan seperti itu Jenny semakin mengejang kedua tangannya kini mencengkram erat seprei tempat tidur.

"Akkhh.. Dit.." lenguhan panjang terdengar dan dia mencengkram semakin kuat, rupanya ia tak tahan dengan perlakuanku yang memasukkan kepala penisku saja karena saat kudorongkan kembali pantatku, dia menyambutnya dengan lebih menyodorkan pantatnya ke belakang sehingga penisku amblas kedalam liang yang rapat itu. Berakhirlah pertahanan gadis suci ini, kurasakan sesuatu yang kenyal menahan ujung penisku, ini rupanya selaput darah seorang perawan pikirku. Lalu penis kudorong lagi menyeruak masuk mengisi liang itu. Setelah saling diam beberapa saat akupun mulai beraksi menyodok dan menarik penisku melalui vagina itu. Kocokan pelan dan berirama terkadang semakin cepat dan cepat lagi, nikmat dan rapat sekali vagina yang masih perawan ini kurasakan.

"Gimana sayang.. lebih nikmat kan?" tanyaku. Dia menjawab perkataanku dengan desahan yang semakin memburu. Karena tidak menjawab, akhirnya aku pura-pura bermaksud akan mencabut kembali penisku yang sudah tenggelam di dalam vaginanya itu.
"Akh.. jangan Ditt.." dia menahan laju mundur pantatku dengan kedua kakinya, kemudian dia memeluk dan mencengkram punggungku, karena sudah mendapat lampu hijau non stop, dan lagi akupun sudah tidak sabaran karena rupanya begitu enak penis ini jika berada di dalam vagina seorang perempuan, maka aku memulai gerakan naik turunku. merasakan setiap sentakan dari pantatku, ia mulai paham dan ikut menggoyangkan pantatnya seirama dengan sodokan pinggangku. Wajahnya memerah dan bibirnnya yang seksi terbuka lebar, segera kulumat bibir terbuka itu dengan pagutan dan iapun membalasnya dengan penuh nafsu.

" Akh..Ditt.eehhmm.."
"Kenapa sayang.. nikmat kan..?"
".. En.. enak.." kuangkat dadaku dan kutopang dengan kedua tanganku menambah tenaga untuk kembali menyodok vagina itu, kulihat ekpresi pacarku ini begitu cantik dengan mata terpejam dan bibir yang terkadang ia gigit kecil. Begitu terangsang aku dengan expresinya yang seperti ini.

Gesekan demi gesekan semakin terasa nikmat bagi kami berdua, sesaat kemudan kulihat wajahnya memerah, dan mendongak keatas, kurasakan kakinya melingkar erat di kedua pahaku, aku tahu ia akan segera mencapai klimaksnya yang kedua.
"..Tahan sayang.. sebentar lagi.."
"Aku.. aku nggak kuat Dit.. aku mau.. kelluar..". kupercepat sodokan pantatku untuk segera mengimbangi orgasme yang dirasakannya. Kupeluk erat tubuhnya kurasakan semburan hangat membanjir di selangkanganku dan setelah itu akupun menyemburkan lahar panas yang kutahan dari tadi.
"Crot..crott..crett.." delapan kali kurasakan semburan maniku di vaginanya.
"Oohh..!" lengkingan panjang keluar dari mulut kami secara bersamaan, cairan hangat membasahi semua lubang vaginanya dan akhirnya tubuhku terjerembab diatas tubuhnya yang terkulai lemas.
"Terima kasih sayang.. nikmat sekali" hanya itu yang bisa terucap dari mulutku saat itu..

Lama kupeluk tubuh Jenny sambil merasakan sisa kenikmatan yang baru saja kami alami,
"Maafkan aku ya.. sayang, aku nggak bisa nepatin janji dan menjaga kesucianmu sampai malam pertama kita" setengah merayu kubisikan kata-kata itu.
"Ya udahlah say, mau gimana lagi, aku juga salah.. yang membiarkanmu masuk.." sambil tersenyum simpul dan masih saling berpelukan akhirnya kami tertidur dalam kelelahan.

Malamnya aku terbangun dan kulihat tubuh polos Jenny tertidur begitu cantik tanpa busana sehelaipun, cairan kental yang mulai mengering masih keluar perlahan melalui bibir vaginanya bercampur dengan tetes darah yang mengering. Oh.. inilah darah perawan pacarku yang telah kuambil kesuciannya.
"Maafkan aku sayang.." kukecup keningnya dan kutinggalkan tempat tidur untuk membersihkan sisa lendir yang melekat diselangkanganku. Baru saja aku hendak masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, tiba-tiba Jenny bangun dan menyusulku sambil memeluk tubuhku.
"Jahat ya.. habis ngerasakan mau ninggalin aku sendiri.."
"Nggak pa pa sayang.. aku nggak kemana-mana kok" kembali kupeluk tubuhnya dan kami mandi bersama. Dan didalam kamar mandipun akhirnya kami mengulanginya.

Selesai mandi kamipun keluar untuk makan malam setelah itu kami mengulanginya lagi, kali ini kami benar-benar menumpahkan segalanya. Berbagai posisi kami coba, segala apa yang pernah kami lihat di film BF kami coba praktekkan malam itu. Seakan tak pernah puas kami bercinta.

E N D

Cerita ini berdasarkan pada fakta (pengalaman nyata) yang kualami dalam kehidupanku selama ini dan ingin aku berbagi cerita kepada para pembaca Rumah Seks. Namaku Susi, umurku sekarang (pada saat cerita ini diketik) 23 tahun. Aku seorang wanita yang kadang orang menggolongkan usiaku pada golongan ABG (anak baru gede), karena dari dandananku dan cara berperilaku yang seperti itu. Suka atau tidak suka ya memang seperti itulah gayaku semenjak tinggal di Ibukota ini.

Aku tinggal di rumah pamanku berdua dengan kakakku. Kakakku sudah bekerja dan aku ke Jakarta ini bermaksud melanjutkan pendidikan. Namun karena biaya yang tidak mencukupi, maka aku hanya dapat sampai pada tahap kursus-kursus bahasa dan komputer. Yang kupikirkan waktu itu adalah cepat selesai kursus dan cepat cari kerja, dapat uang dan mengembalikan biaya yang telah kupakai kepada orangtua guna membiayai adik-adik yang lain.

Selama menjalani kursus aku berteman akrab dengan seorang teman wanita yang boleh dibilang kami bersahabat. Namanya Vera. Aku berteman akrab dengan dia, semua keluh kesahnya dengan pacar dan keluarganya diceritakan kepadaku. Sampai pada suatu hari aku diajaknya untuk datang ke rumahnya di kawasan jatibening.

Tiba di sana aku cukup kaget juga, ternyata Vera itu adalah orang kaya. Dia punya mobil 3 dan rumah yang cukup besar, tentunya itu adalah milik orangtuanya. Sampai di dalam rumah aku langsung terpesona dengan seorang anak kecil (balita) yang sedang bermain di lantai rumahnya. Aku langsung teringat dengan adikku yang ada di kampung walaupun adikku kini sudah tidak balita lagi. Aku langsung saja menggendongnya dan ternyata anak itu pun mau kugendong serta terlihat cukup mau berteman denganku.

Aku bermain di rumah kawanku itu sampai sore. Dan hari-hari berikutnya aku selalu pulang ke rumah temanku itu dulu untuk bermain bersama dengan si kecil yang ternyata adalah anak dari kakaknya Vera yang bernama Iwan.

Selang beberapa waktu, pada suatu hari aku tengah asyik bermain dengan si kecil Dodi. Hari sudah menunjukan jam 4 sore. Vera minta izin untuk pergi mandi dan aku berdua dengan Dodi. Tidak lama terdengar pintu ruang tamu terbuka dan ternyata yang datang adalah bapaknya Dodi yaitu Iwan yang baru pulang dari kerja. Aku pun dipanggilnya untuk duduk di ruang tamu. Dia ingin berbicara (curhat) soal keadaan dirinya.

Hampir satu jam dia curhat kepadaku yang sambil mengasuh anaknya. Hingga akhirnya dia mengajakku untuk pergi berdua dengan alasan mencari angin. Namun aku menolak dengan alasan hari sudah sore dan aku ingin pulang, tetapi dia tetap mengajakku untuk jalan sebentar cari angin. Aku sudah kehilangan akal untuk menolak dan aku katakan ini pada Vera. Vera pun menyarankan untuk ikut saja bersama kakaknya karena dia (kakaknya) akan sekalian mengantarku pulang. Akhirnya aku menurut saja.

Tepat jam 17.30 aku pergi meninggalkan rumah vera mengendarai kijang yang dikemudikan oleh Iwan. Sepanjang perjalanan aku hanya diam mendengarkan ceritanya yang ternyata mempunyai istri yang terganggu kesehatan jiwanya, dan itulah yang menyebabkan Dodi harus diungsikan ke rumah orangtuanya itu. Sementara dia dan istrinya tinggal di sebuah apartment di kawasan Simpruk.

Hari mulai gelap dan kulihat di jam tanganku sudah menunjukkan pukul 18:30. Jalanan nampak macet sehingga mobil kami berjalan perlahan-lahan. Selang beberapa waktu kulihat lagi jam tanganku sudah menunjukkan pukul 19:00 dan ternyata mobil bergerak menuju ke sebuah plaza. Sesampai di sana aku diajaknya untuk makan malam di salah satu restoran cepat saji. Kami tidak lama disana, kurang lebih setengah jam. Lalu aku minta untuk diantarkan pulang dan kebetulan rumahku pun tidak jauh dari kawasan Bintaro tersebut. Namun rupanya mobil bergerak ke arah lain (tempat sepi). Jam sudah menunjukkan pukul 20.15 dan kawasan tersebut relatif sepi. Tidak lama mobil pun menepi lalu berhenti.

"Sudah sejak lama aku memendam rasa cinta kepadamu. Pertama kali aku lihat engkau waktu itu, aku langsung jatuh cinta. Namun aku tak sanggup mengatakannya karena takut apabila kamu nanti marah dan menyampaikkanya pada Adik atau Mamaku." katanya setelah menepikan mobilnya.
"Maaf, saya selama ini memandang Kak Iwan hanya sebagai seorang Kakak, tidak lebih dan tidak kurang. Karena Vera adalah teman baikku, sahabatku. Kalau Kak Iwan menghendaki yang lebih dari itu, maka aku tidak bisa." jawabku langsung.

"Jadi selama ini perhatian yang telah kuberikan kepadamu hanya kau anggap seperti itu..? Semua pemberianku hanya kamu anggap sebagai seorang Kakak.., oh tega nian kamu..!"
"Loh jadi selama ini Kakak menganggap dengan memberiku perhatian dan macam-macam lalu aku mau menjadi pacar atau kekasih Kakak..? Begitu..?"
"Iya donk. Mana mungkin aku memberikan macam-macam tanpa ada perasaan terhadap dirimu."
"Sekali lagi maaf, aku tidak bisa menganggap Kak Iwan lebih dari itu. Dan sekarang aku mau pulang karena hari sudah malam, pasti keluargaku sedang mencari-cari."

Lalu dengan tiba-tiba pintu mobil dikuncinya, sehingga tidak dapat kubuka sendiri kecuali dari tempat dimana ia duduk.
"Yah sudahlah kalau memang kamu tidak mau menjadi kekasihku, tapi aku minta kepadamu sebagai seorang sahabat untuk memberiku kesempatan satu kali saja."
"Kesempatan untuk apa..?"
"Aku meminta supaya kamu dapat memberikan sesuatu kepada Kakak."
"Memberikan apa..?"
"Selama ini aku hanya bisa melihat gayamu, wajahmu serta kemulusan kulitmu bahkan kadang aku melihat lekukan tubuhmu disaat kamu sedang berenang, menunduk dan berdiri pada saat kamu bermain dengan Dodi."

"Trus..?"
"Aku tidak dapat memaksa, tapi aku hanya dapat meminta dan aku mohon supaya permintaan ini kamu kabulkan. Aku sudah lama sekali tidak mendapat kesempatan untuk menyalurkan hasrat seksualku pada istriku. Jadi aku meminta kepadamu untuk kiranya dapat membantu Kakak dalam memenuhi hasrat tersebut."
"Jadi maksud Kak Iwan, Kakak memintaku untuk bersedia melayani hasrat Kakak..? Maaf saya tidak bisa melakukan itu karena saya sampai sekarang masih perawan dan saya ingin mempersembahkan keperawanan ini untuk suami yang saya cintai nanti."

"Ayolah Susi, masak kamu tidak mau menolong seorang sahabat, apalagi aku ini kau anggap sebagai Kakak dan masak kamu tega membiarkan aku hanya bisa memandang keindahan tubuhmu saja..? Kakak kan laki-laki normal yang mempunyai hasrat untuk itu."
"Tidak Kak, aku tidak mau melakukan itu..!" kataku yang saat itu air mataku mulai meleleh.
"Loh kok malah nangis..? Sudah jangan nangis.. Kakak juga tidak mau melakukan itu jika terpaksa. Ayo kita jalan lagi..!"

Akhirnya mobil pun berjalan perlahan-lahan. Pikiran macam-macam berkecamuk dalam benakku. Disatu sisi aku juga ingin mempertahankan hubungan persahabatanku dengan Kak Iwan, tapi disisi lain aku harus bertahan soal kesucian diriku ini. Akhirnya entah setan mana yang membisiki benakku, tiba-tiba aku minta supaya mobil dihentikan.

Dengan terbata-bata aku berkata, "Yah sudahlah Kak Iwan, kalau Kakak memang mau melakukan itu pada Susi silahkan, tapi apa nanti Kakak tidak menyesal, lalu bagaimana dengan Adik Kakak sendiri..? Ayo, silahkan lakukan Kak..!" sambil aku membuka baju kaos tank top-ku.
Sehingga tampaklah olehnya dua payudaraku yang masih terbungkus dengan Bra merk Bee Dees yang kubeli beberapa bulan yang lalu.

Sambil sesenggukan aku diam pasrah di jok depan mobil kijang miliknya, sementara kaos tank top-ku sudah kulepaskan. Dia nampak mengamatiku dan memperhatikan kedua payudaraku yang belum pernah sekalipun disentuh oleh lawan jenisku.
"Sudahlan Lin, kalau kamu memang ndak mau ya sudah, Kakak tidak memaksa kok. Memang Kakak punya hasrat terhadap kamu tetapi kalau kamu terpaksa ya sudah Kakak tidak akan lanjutkan. Kakak menghargai keteguhan hati kamu yang tetap mempertahankan kesucian dan itu bukanlah cara satu-satunya untuk memuaskan hasrat Kakak. Sebenarnya Kakak ingin mengajarkan kepada kamu tentang bagaimana caranya memuaskan hasrat seorang laki-laki tanpa harus kehilangan kesucian."

"Mana ada cara yang lain selain menyetubuhi wanita..? Dan yang saya tahu hanya dengan cara itulah laki-laki dapat terpenuhi kebutuhannya..!" kataku sambil terbata-bata dan berlinang air mata.
"Kalau memang ada, apakah kamu mau melakukannya untuk Kakak..? Terus terang Kakak sudah lama sekali ingin melepaskan hasrat ini sama kamu, anggaplah ini adalah penghargaan tertinggi dari seorang sahabat karena Kakak tidak pernah memberikan ini selain kepada istri Kakak, tetapi karena kamu sudah saya anggap sebagai sahabat dan saya ingin memberikan sesuatu yang berharga buat kamu, maka izinkanlah Kakak melakukannya atau memberikan kesempatan ini pada kamu, namun prinsip kamu yang tetap menjaga kesucian itu Kakak hargai dan hormati."

"Tapi benar ya, tidak merusak kesucianku..?" tanyaku penasaran.
"Tidak Sayang, kalau kamu mau melakukannya untuk Kakak yang sudah kamu anggap sahabat ini, maka Kakak akan mengajarkannya padamu, nah sekarang apakah kamu mau..?"
Aku tidak tahu harus menjawab apa, yang ada di pikiranku adalah bagaimana supaya dia tidak marah dan hubungan persahabatan antara aku, Vera dan Kakaknya ini dapat terus berjalan. Akhirnya aku hanya mengangguk dan dia pun meneruskan kata-katanya.

"Susi, laki-laki sangatlah senang melihat keindahan tubuh wanita, walaupun dia tidak dapat menikmatinya. Nah demikian juga dengan Kakak, Kakak hanya ingin supaya kamu membuka semua baju kamu sehingga tanpa ada sehelai benang pun di badan kamu. Setelah itu gantian, Kakak juga akan membuka semua pakaian Kakak dan percayalah kakak tidak akan menodai atau menyetubuhi dirimu. Kakak hanya meminta kesediaan kamu untuk memegangi batang penis Kakak lalu kita duduk berdampingan di kursi tengah mobil ini. Percayalah Susi, ini semua Kakak lakukan sebagai tanda rasa sayang Kakak terhadap kamu atau dari sahabat ke sahabat. Tidak semua orang dapat menyentuh bagian ini. Bukankah kita selama ini sudah berbagi rasa suka maupun duka..? Nah sekarang bagaimana apakah kamu mau melakukannya untuk Kakak..?"

"Baiklah Kak, saya akan lakukan tetapi janji ya untuk tidak merusak kesucian Susi..!"
"Ya, Kakak janji. Nah, sekarang mulailah melakukannya untuk Kakak..!"
Aku pun dengan sedikit malu-malu membuka kaitan Bra yang ada di punggungku dan sekarang lepaslah pengait itu, namun aku belum melepaskannya dari tubuhku. Sementara Kak Iwan hanya memperhatikan apa yang kulakukan.

Suasana di sekitar tempat kami tersebut memang sangat sepi dan jauh dari jangkauan orang lewat. Dan kini aku pun mulai membuka Rok yang kukenakan dan terasalah dingin udara AC mobil mulai menyentuh daerah vaginaku. Kini aku mulai melepaskan celana dalamku yang merupakan pertahanan terakhir yang kumiliki. Maka keadaanku sekarang benar-benar telanjang di depan Kak Iwan. Aku malu sekali karena Kak Iwan memandangiku terpaku dengan penuh nafsu. Aku meminta Kak Iwan untuk membuka pakaiannya juga sesuai dengan janjinya tadi.

Bersambung . . . .

Berikut ini adalah pengakuan dari seorang wanita yang saya kenal dari ruang chatting di internet, jadi jika Anda membaca kisah ini dan mengetahui, maafkan saya tetapi jangan khawatir, karena nama-nama yang ada di sini adalah karangan saya, hanya situasi dan tempatnya yang tidak saya samarkan.

Hari Senin, telepon di meja kantorku berdering, saat kuangkat, "Jane di sini."
"Hai Khristi. Aku Kelvin. Kapan kita lunch bareng?"
"Waduh, aku sibuk banget minggu ini."
"Gimana kalau besok. Besok hari yang bagus, aku ngga usah kerja. Bisa lamaan."
"So? aku kan mesti kerja."
"Sebentar saja, satu jam. Besok jam 12 aku jemput di luar kantormu. Di mana alamatnya?" ujarnya tanpa menunggu jawaban ya atau tidak.
"Umm, okay deh. Tapi cuma satu jam, aku nggak boleh telat."
Akhirnya aku mengiyakan ajakan Kelvin. Sudah seminggu dia menelepon tiap hari mengajakku keluar. Sudah pula kuberikan bermacam-macam alasan, tapi hari ini agaknya dia tidak akan menerima "No" sebagai jawaban.

Sudah dua tahun aku tidak ada kontak dengan Kelvin sampai minggu lalu aku bertemu dia secara kebetulan di Lexus dealer. Siang itu aku menitipkan mobilku untuk regular maintenance. Sorenya aku ditelepon, katanya sudah beres dan bisa dijemput. Tapi ternyata aku harus menunggu lama sekali di lobby. Aku BT, aku kabur dari kantor, dikiranya cuma sebentar, tapi sudah menunggu setengah jam masih belum dikeluarkan juga mobilnya. Untuk membuang kesal, aku jalan-jalan melihat mobil-mobil di showroom. Nah, di sinilah aku bertemu lagi dengan Kelvin. Dia bekerja di dealership ini, di bagian sales. Dari percakapan hari itu, aku tahu bahwa dia mempunyai mobil Porsche 911 dan baru putus dengan pacarnya yang sudah tinggal bersama.Tentu saja aku enggan keluar dengan cowok ini, basically karena aku tidak mau hanya dijadikan pelariannya. Tetapi, baru saja aku menyetujui ajakan lunch-nya. Sering pula dia menawarkan aku pergi dinner, untuk yang ini aku sudah mutlak memberikan jawaban tidak.

Keesokan paginya, Kelvin menelepon pertama kali untuk konfirmasi lunch dan kedua kali memberi tahu bahwa dia hampir sampai. Kami pergi ke Japanese Teppanyaki. Kelvin orangnya tidak jelek, tinggi 180, berat badan proporsional, orangnya luwes, hanya saja perutnya agak berlemak. Secara keseluruhan dia memang oke, mulutnya manis dan pandai berbicara (tentu saja, mungkin ini modalnya bertitel top sales di daerah sini). Apalagi nantinya aku mengetahui kalau dia juga memiliki 3 mobil mewah lain di samping Porsche-nya. Aku diam-diam menggunakan mental calculation mengira-ngira pendapatan dan pengeluarannya tiap bulan. Semua pembayaran mobil, asuransi, rumah, makan dan lain sebagainya. Wow, banyak duitnya, aku pikir, tapi mengeluarkan terlalu banyak uang untuk hal-hal yang tidak perlu. Lewat mental calculation pula aku menaksir umurnya lebih tua 7 tahun dari aku. Hmm, tapi kok masih single ya?

Kelvin makan banyak sekali. Dia kuat makan dan minum. Di siang bolong pesan sake sampai dua kali. Makanan yang enak-enak dia sumpitkan ke piringku, sisanya dia habiskan. Itupun belum cukup, diakuinya bahwa dia masih bisa tambah dua burgers. Aku heran, untuk porsi makannya yang jumbo, layaknya tubuhnya menyerupai balon, tapi dia tergolong kurus. Terus terang, aku suka cowok yang nafsu makannya besar dan tidak takut makan apapun. Well, berbeda dengan yang namanya rakus, lho. Ini pertanda kira-kira nafsu sex-nya juga besar, dalam kamusku (tetapi berbeda dengan yang gemuk, ya anda pasti mengerti).

Sepanjang makan siang, tidak sekalipun dia menyinggung soal pacarnya. Aku pun tidak mau bertanya. Aku tidak berminat. Dia menyinggung banyak tempat-tempat ke mana dia ingin membawaku, tetapi aku tersenyum saja, tidak memberi tanggapan positif. Sampai akhirnya kami mau berpisah, dia minta nomor teleponku yang personal.
"Telepon aku di kantor aja lah."
"Kalau aku pengen ngobrol malam-malam gimana?"
"Well.." aku segan, dia pun tidak memaksa.

Keesokan harinya Kelvin menelepon aku lagi dan begitu juga lusanya. Sebenarnya aku tidak ada rencana bagaimana harus menghadapinya. Di hatiku sudah ada orang lain. Dasar cowok juga, kalau ada maksud, mereka tidak pernah bertanya atau peduli kalau cewek sudah punya pacar. Pokoknya kalau di jari manis cewek belum ada cincin, pasti dikejar terus. Kali ini Kelvin mengajak aku pergi kencan yang sesungguhnya hari Sabtu. Aku langsung menolak, karena waktu itu aku memang mau ke undangan wedding kawan dekatku. Kelvin, bukan Kelvin namanya kalau dia nyerah, aku sudah mengetahui taktiknya, bila lunch ditolak, dia minta dinner, bila besok ditolak, dia minta lusa. Dan kali ini Sabtu ditolak, dia minta Jum'at malam. Akhirnya aku bilang Jum'at malam aku akan pergi ke Neiman Marcus beli gaun untuk wedding. Kelvin ingin mengantar, suatu kebetulan bahwa Jum'at adalah hari liburnya, selain Selasa. Aku bukan mau belanja. Aku sudah memilih satu gaun malam warna hitam yang aku suka, tapi belum kubeli sampai sekarang karena lumayan mahal. Sampai akhirnya aku memutuskan Jum'at malam akan kubeli saja karena tidak ada yang lain yang lebih menarik. Kelvin menjemput aku di kantor lagi malam itu.

Di perjalanan yang lumayan jauh dan macet itu, kami ngobrol panjang lebar mengenai apa saja, kecuali mengenai ex-nya. Sesampainya di Neiman Marcus, aku tahu persis di mana letak baju itu.
"Kelvin, aku coba baju dulu ya! Kamu liat-liat barang lain deh, biar engga kesel nungguin aku."
"Ya jangan, dong. Aku kan ke sini cuma buat nganterin kamu. Aku tunggu di luar sini. Take your time."
"Iya deh. Thanks ya," aku tersenyum manis sebagai ucapan terima kasih atas kesediannya menunggu. Aku berpikir si Kelvin ini kelihatannya punya hati yang baik. Aku masuk ke kamar ganti yang besar dan mencoba lagi baju itu sebelum benar-benar kubeli. Ternyata tetap seindah kemarin dulu. Gaun panjang ini tidak mengijinkan aku mengenakan bra karena bagian punggungnya sangat terbuka. Bagian dada pun lumayan rendah, memamerkan 1-2 senti bukit kembarku. Aku kelihatan sangat sexy. Bahannya lumayan tipis terasa menempel di tubuh, memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhku dan paha kananku yang putih mulus karena belahan rok yang cukup tinggi.

Ketika membungkuk, terlihat buah dadaku seakan mau loncat keluar, apalagi saat itu aku mengenakan push-up bra, belum kutanggalkan, aku masih ragu pantaskah aku keluar sekedar sopan santun terhadap Kelvin. Tapi, untuk apa aku bagai model pamer baju dan tubuh di depan dia, aku kan bukan mau pergi ke pesta bersama dia. Akhirnya aku buka pintu melihat keluar, dia masih di sana. Di luar sepi-sepi saja, hanya ada satu dua orang yang sedang berbelanja. Aku pun memutuskan untuk ke luar sebentar. Matanya langsung menangkapku.
Aku berucap, "Inilah gaun yang kupilih."
Sepertinya dia tidak tau mau bicara apa. Aku memang terlihat sangat berbeda.
"Kamu sungguh cantik!" ujarnya.
Aku hanya tersenyum. Aku tidak tahu bagaimana wajah sang ex, tapi pada saat itu aku merasa aku lebih baik darinya. Kelvin datang mendekati, barangkali ingin ikut mengamati, tetapi tidak ada komentar lain yang keluar dari mulutnya.
Dia hanya bilang, "Pas banget di tubuhmu, you should buy it."
Sepertinya aku sudah bikin juniornya bangun. Aku geli sendiri. Aku pun balik lagi ke kamar ganti.

Setelah kututup pintu, tanpa disangka Kelvin sudah menyusul di belakangku.
"Khristi, boleh aku masuk? Ada sesuatu yang janggal."
"Huhh?" tanyaku heran sambil membuka pintu.
Kelvin masuk, menutup pintu dan mengunci.
"Kelvin! Kamu engga boleh masuk ke sini!" bisikku tertahan.
"Ssshh! Engga ada yang liat aku masuk." Dia menyeringai, lalu berbisik tidak kalah pelannya.
"Kamu benar2 menggairahkan.., cuma.. tidak seharusnya kamu mengenakan bra..," wajahnya dekat sekali dengan wajahku.
Suasana di luar dan di dalam sangatlah berbeda, di sini lebih private dan kami dekat sekali. Aku bisa merasakan dirinya sudah terangsang. Tangannya menyentuh bahuku, menarik turun tali BH-ku satu persatu lewat dari pundakku ke lenganku. Dengan begitu, yang ada di bahuku hanyalah seutas kain bagaikan tali yang berasal dari gaunku.

Lewat sentuhannya di kulitku dan desahan napasnya, darahku mulai naik. Aku memang tidak punya perasaan khusus untuknya, kami bahkan baru kenal, tapi aku biarkan tangannya merambat ke punggungku mencari kaitan BH, aku hanya menahan nafas ketika tercium bau cologne yang dia pakai, dekat sekali. Aku menduga dia memang sengaja mendekatkan begitu supaya aku tidak tahan. Setelah ditemukan, Kelvin melepaskan kaitan itu, kemudian dia menarik talinya lepas dari lengan kiri dan lengan kananku, lalu dia tarik keluar sepotong pakaian dalam itu.

Aku berdiri tegak bagai orang terhipnotis, tidak melawan sama sekali terhadap aksinya. Aku sadar, ada seorang cowok yang sedang dilanda birahi, aku yang menyebabkannya begitu, dan aku sedang diminta tanggung jawab. Kelvin merangkul pinggangku, membawaku ke dalam pelukannya. Untuk beberapa saat dia hanya merangkulku, aku rasakan dadaku yang tidak terbungkus menempel di dadanya.
"Khristi Sayang, aku ingin membina suatu hubungan denganmu, maka.. kalau kamu engga siap, suruhlah aku keluar sekarang, tapi.." pelukannya mengerat, kaki kanannya diselipkan di antara kedua kakiku dan menekankan pangkal pahanya pada diriku, mendorongku ke belakang selangkah sehingga merapat ke dinding.
"Aku ingin kamu tau.. bahwa pada saat ini, aku sedang mengalami hugest hard-on.."
Gila! tentu saja aku bisa merasakan benda keras itu di balik celana jeansnya, wong dia dengan sengaja menggesek-gesekkannya di selangkanganku kok. Bersamaan dengan itu, Kelvin mendaratkan bibirnya di bibirku dan mulai menciumiku dengan panas.

Bibirnya turun kedaguku, lalu naik ke kupingku, di sana dia membisikkan, "O.. Khrissie.. you.. my.. baby..!" kemudian turun lagi keleherku, setiap inci kulitku merasakan kehangatan yang dia berikan lewat bibir dan lidahnya, kadang giginya menggigitku pelan, memberiku kenikmatan yang lebih dalam.
Otakku saat itu tidak dapat berpikir dengan logis. Aku tidak ingat bahwa lelaki yang sedang mencumbuiku ini baru saja aku kenal. Dua tahun yang lalu kami hanya teman asal lewat saja. Sekarang setelah bertemu satu kali saja, dia sudah mulai menggerayangi tubuhku. Tidak pernah aku berbuat sejauh ini dengan seorang stranger sebelumnya.

Tidak tahan lagi aku menggigit bibirku agar tidak mengeluarkan suara, akhirnya aku tidak peduli, aku mendesah dan merintih, bahkan melenguh kuat ketika dia meremas susuku. Aku sudah tidak peduli bahwa kami berada di tempat umum, siapa saja, kapan saja orang bisa lewat dan mendengar suaraku.
Di sela-sela ciumannya, ternyata aku masih ingat akan gaun yang akan menutupi tubuhku di pesta besok, "Uhh Kelvin.. bajuku belum dibayar.. hati-hati.."
Kalimat ini malah mengingatkan dirinya bahwa aku masih berpakaian, diangkatnya bagian rok gaunku ke atas melewati kepalaku. Kini aku bugil, hanya ada celana dalam yang masih menutup kewanitaanku. Kelvin kembali menjelajahi tubuhku yang barusan tertutup, dia menciumi setiap lekuk-lekuk di tubuhku. Entah dia sadar atau tidak dengan suara-suara ribut yang berasal dari mulutku, aku masih berusaha untuk tidak terlalu ribut, tetapi ketika dia mengemotputingku, aku menjerit tidak karuan, pada saat itulah dia merelakan tangan kirinya di mulutku sebagai alat pembungkam. Kugunakan jari-jarinya sebagai pengedap suara yang aku gigit-gigit sebagai pengganti jeritan yang keluar. Tapi hanya sebentar saja, karena tangannya kemudian berpindah meremas-remas pantatku.

Aku mulai protes di saat gerakannya kian turun ke bawah, ketika jari-jarinya mulai menyusup ke dalam celanaku dan menyentuh bulu-bulu kewanitaanku. Kepalaku menggeleng-geleng. Aku merasa tidak comfortable, well, at least tidak di tempat begini. Tiba-tiba aku berada di alam sadar. Wajahku yang sejak tadi menikmati aksinya kini mulai terjaga. Tangan Kelvin mencoba melorotkan celana dalamku, tapi aku tahan.
"Stop di sini.. pleaasse, aku engga bisa melanjutkan..," aku masih mencegahnya dengan cara menempatkan tangan kiri di celanaku dan tangan kanan mendorong jauh bahunya.
Kelvin menjawab dengan nafas memburu, "Oh tidak..! tidak sekarang, Sayang.." mulutnya sedang menjilati puting susuku dengan menggebu-gebu, sementara dua jari tangannya sudah menyusup lebih dalam lagi mencari clit-ku, dia makin nafsu.
"Kau sudah basah kuyup.."
Aku mengerang tertahan. Aku memang sudah nafsu sekali, aku sudah siap sebenarnya, dia malah masih berpakaian utuh.
"Kelvin! Aku serius!"
Akhirnya aku benar2 menghentikan gerakannya, karena detik berikutnya aku tampar kepalanya. Tidak keras, tapi cukup bikin dia kaget. "Whoops.." pikirku. Lalu aku berkata lunak sedikit memelas, "Kelvin, aku serius, tolong jangan dilanjutkan.. aku bisa meledak di sini."
"Ya ledakkan aja. Apa salahnya? Bukankah tadi hampir?" Dia tidak marah, cuma agak kesal mungkin.
"Lebih baik jangan."
Aku menunduk mengenakan pakaianku kembali. Aku tidak mau nantinya berakhir di kantor security atau apa, pikirku.
"Khristi, nanti kita lanjutkan di rumahku, setelah dinner." katanya sungguh-sungguh.

Kelvin keluar dulu. Aku menyusul di belakangnya dengan tampang innocent, maklum kan, baru cobain baju, namun kelihatannya wajahku kemerahan bekas gejolak nafsu tadi, mataku sedikit berair karena kenikmatan yang barusan kualami. Kelvin terlihat normal-normal saja, dia hanya tersenyum di saat kita bertatapan.
"Ada barang lain yang masih diperlukan?" tanya Kelvin.
"Engga ada! Keperluanku udah komplit."
"Ayo kita cari makanan kalau gitu. Aku lapar banget. Sini bajunya aku bayar dulu."
Aku pun berdiri di depan counter siap melakukan transaksi pembayaran.
"Ngapain dia mau ikut-ikutan bayar," pikirku.

Aku sudah siap dengan kartu kreditku, namun sebelum kartuku diambil oleh sang kasir, Kelvin dengan kilat mengambil kartuku, menukarnya dengan kartu NM-nya dan menyerahkan kepada kasir. Aku melotot, protes.
"Engga apa-apa," katanya ringan.
Well, mungkin uang segitu tidak berarti apa-apa buatnya, tapi kan bisa jadi beban untukku.

Selesai dinner, Kelvin benar-benar membawaku pergi ke rumahnya. Aku tidak begitu yakin jika aku harus menurutinya atau menolaknya mentah-mentah. Sejujurnya aku ingin menikmati apa yang dia tawarkan, harus kuakui aku memang membutuhkannya. Sudah lama sekali aku tidak disentuh laki-laki. Tapi karena tidak ingin kelihatan desperate, aku mengungkapkan bahwa aku mengkhawatirkan mobilku yang masih parkir di lapangan kantor, dia bilang tidak usah takut. "Pokoknya beres," katanya.

Setiba di rumahnya, Kelvin menyuguhkan cognac. Tanpa basa-basi lagi, dia memelukku dari belakang, dan kali ini dia menciumi seluruh bagian belakang tubuhku, mulai dari kudukku sampai ke bawah kakiku, baru kemudian aku berbalik dan dia naik dari situ menstimulir seluruh bagian depanku inci demi inci. Kami berakhir di ranjangnya, tubuh telanjang dan masih meresapi sisa-sisa momen yang baru saja lewat. Aku bangkit duluan. Jam di meja sudah menunjukkan jam 11. Aku harus menjemput mobilku dan pulang ke rumahku sendiri. Kami berpakaian. Kelvin masih sempat-sempatnya mengganti sarung bantal penopang kepalaku tadi.
"Ngapain sih?" tanyaku tersinggung, karena yang diganti ternyata cuma sarung bantalku.
"Umm..," dia menatapku dengan tampang bersalah, "ex-ku belum pindah keluar dari sini.. dia bisa mencak-mencak kalau mencium parfummu."
"Hah!!" aku serasa baru ditampar, mungkin balasan tamparanku tadi di kamar ganti.
"Aku memang ingin kasih tau kamu.." katanya menatapku. "Maafkan aku.."
"Dia masih tinggal di sini? Dia akan pulang malam ini?" aku benar-benar merasa terhina.
"Dia sudah dua hari tidak tidur di sini. Dengar, Khristi, kita udah putus, aku sudah meminta dia keluar secepatnya, tapi dia butuh waktu mencari tempat tinggal lain."
"Tentunya kau tidak memerlukan bilang-bilang sebelum semua ini terjadi!" kataku sinis.

Aku marah, pergi meninggalkan rumahnya. Memang dia mengantarku. Tapi aku belum bisa terima bahwa aku baru saja tidur di tempat tidur wanita lain.

TAMAT