Bangun tidur sore itu… tidak membuat Anton menjadi bugar, seperti layaknya orang bangun tidur. Bayangkan… dua malam begadang di puncak Merapi. Sebagai anggota pencinta alam, kampusnya ditugaskan untuk mencari beberapa anak SMK pendaki yang hilang di Merapi. Cuaca buruk begini nekat mendaki gunung, kutuknya dalam hati. Di dekapnya kedua kaki mengusir dingin di atas bangku teras depan kosnya, cuaca hujan rintik-rintik. Memang cuaca bulan Desember membuat segalanya menjadi basah, termasuk beberapa potong celana jeans belelnya yang kemungkinan hanya di bulan Desember ini bertemu dengan yang namanya air, dua potong CD pun ikut basah akibat dicucinya tadi pagi. Benar-benar hari yang menyiksa bagi Anton, sudah dingin cuaca… tanpa CD pula. Sepotong kain sarung yang lumayan kering cukuplah menghangatkan tubuh cekingnya sore itu.
Tempat kost Anton cukup strategis, walaupun bangunan peninggalan Belanda, tetapi letaknya terpisah dari perkampungan, karena dikelilingi oleh tembok tinggi. Ibarat memasuki sebuah benteng pada jaman dahulu, letak kamar kos-kosan disekeliling bangunan utama yang di jadikan sekolah negeri. Suasana sekitar kos-kosan memang sedang sepi… penghuninya banyak yang pulang kampung, maklum liburan Desember. Sementara sebagian kamar dijadikan asrama sekolah yang juga kosong ditinggal penghuninya liburan, praktis Anton merasa sebagai penjaga kosan, umpatnya dalam hati.
“Mas… jamu mas…” sapa tukang jamu gendongan membuyarkan lamunan Anton. “Eh embak… ujan-ujan ngagetin orang lagi ngelamun aja” sewot Anton.
“Mas nya ini lho… ujan-ujan kok ngelamun… tuh jemuran gak diangkat…” tanya mbak jamu sambil berjalan menghampiri beranda di mana Anton duduk.
“Emang sengaja mbak… sekalian kena air” jawab Anton sekenanya.
“Lho… kan sayang udah di cuci tapi kehujanan” kata mbak jamu keheranan.
“belum kok, belum di cuci” elak Anton.
“Lha… kok aneh” protes mbak jamu, “sekalian dicuciin sama ujan” saut Anton.
“Dah laku jamunya mbak? tanya Anton di sela-sela gerimis.
“Yah belum banyak sih, makanya mbok dibeli mas jamunya” pinta mbak Jamu memelas.
“Emang jualan jamu apa aja sih mbak” selidik Anton sambil membenahi sarungnya. “Ya macem-macem, ada galian singset, sari rapet, kunir asem, sehat lelaki, pokoknya banyak deh, dan semuanya hasil meracik sendiri lho mas” bangga mbak jamu sembari membersihkan air di sekitar kaki dan kainnya.
“Kalo badan pegel-pegel, jamunya apa mbak?” tanya Anton,
“Ada tolak angin” seru mbak jamu.
“Ah… kalo aku biasa di kerokin mbak, kalo minum jamu doang kurang marem” kata Anton. “Mbaknya bisa ngerokin saya?” goda Anton,
“Emang situ mau saya kerokin” kerling mbak jamu malu-malu. Anton hanya tersenyum saja.
“Ngomong-ngomong… namanya siapa sih mbak” tanya Anton.
“Saya Inah mas” jawabnya tersipu. Kalo di perhatikan… manis juga nih cewek… mana putih lagi kulitnya, gumam hati Anton.
“Kalo mas siapa namanya?” tanya Inah membuyarkan lamunan Anton.
“Saya Anton mbak” jawab Anton gugup. Keduanya bersalaman, gila… alus juga nih cewek tangannya, bathin Anton.
“Gimana mas Anton, mau saya kerokin?” tantang Inah memancing.
“Bener bisa ngerokin nih?” tanya Anton antusias.
“Boleh” jawab Inah senyum.
“Tapi jangan di sini ya, bawa masuk aja sekalian bakulnya mbak” kata Anton sambil bangkit berdiri menyilahkan Inah masuk ke dalam kos-kosan.
“Wah kos-kosannya bagus ya mas, ada ruang tamunya segala, ini kamar siapa aja mas kok ada tiga?" selidik Inah sembari meletakkan bakulnya di pojok dekat bufet.
“Kamar temen, cuman mereka pada pulang kampung, tinggal saya sendiri jaga kos” jawab Aton.
“Kamar mas Anton sebelah mana” tanya Inah,
“Itu mbak, paling pojok, paling gelap” kata Anton.
“Ih ngeri ah… gelap-gelapan” goda Inah genit.
“Gak pa pa kok… aku dah jinak” canda Anton sembari mengajak Inah menuju ke dalam kamarnya.
“Kok sepi mas?” selidik Inah sembari melihat ke kiri kanan.
“Rumah sebelah juga pulang kampung sekeluarga, makanya sepi” jawab Anton. “Kamar mandinya di mana mas, aku mau cuci kaki dulu” tanya Inah.
“Itu di depan kamarku jawab Anton sembari membereskan tempat tidurnya yang berantakan.
Anton merebahkan badannya telungkup di atas kasur tanpa dipan, sementara Inah mengambil minyak gosok serta uang benggol untuk kerokan.
“Mbak, jangan pake minyak ah… aku gak tahan bau dan panasnya” cegah Anton.
“Trus pake apa dong mas? tanya Inah bingung.
Anton berdiri menuju meja rias, diambilnya sebotol Hand Body dan di berikannya kepada Inah. “Pake ini aja mbak.. wangi lagi” senyum Anton.
Kemudian Inah mengambil posisi duduk di sebelah Anton, disingkapkannya kain batik yg dikenakannya sehingga tampaklah betis mulus Inah. Wah mulus juga, mana banyak bulu halusnya nih tukang jamu sorak hati Anton. Tangan yang menempel di punggung Anton juga dirasa lembut dan halus oleh Anton.
“Umurnya berapa mbak” tanya Anton memecah keheningan mereka berdua.
“Dua enam bulan besok mas” jawab Inah.
“Beda dua tahun di atas dong dengan saya” kata Anton sembari meringis kesakitan. “udah rumah tangga mbak?” kejar Anton.
“Pisahan mas, suami saya kabur gak tanggung jawab” kata Ginah.
“Lho kenapa?” sambung Anton penasaran.
“Kecantol janda sebelah kampung” ungkap Inah cuek.
“Waduh… laki-laki bodoh tuh… sela Anton sembarangan.
“Emangnya kenapa mas?” penasaran Inah.
“Gimana gak bodoh, punya istri manis, putih dan sintal kayak gini kok di sia-siakan” rayu Anton.
“Ah… mas Anton bisa aja” jawab Inah masuk dalam perangkap Anton, sembari mencubit pinggang lelaki itu.
“Eh… geli ah mbak…” jerit Anton sedikit mengelinjang.
“Laki-laki kok gelian… ceweknya cantik tuh…” goda Inah.
“Nggak cuman cantik… tapi banyak juga mbak” sombong Anton.
“Huh… dasar… laki-laki…” cemberut Inah.
“Mbak… tadi jamunya apa aja?” tanya Anton kemudian setelah adegan kerokan di punggungnya selesai.
“Kalo buat kondisi mas Anton sekarang… minum Sehat Lelaki” jawab Inah, “Kasiatnya apa aja mbak?” kejar Anton.
“Selain ngilangin masuk angin, supaya badan gak lemes dan mudah loyo” jawab Inah.
“Mudah loyo…? maksudnya apa…? tanya Anton kemudian.
“Ih masnya ini lho… kayak gak tau aja…” jawab Inah malu-malu. Anton memutar badannya, sekarang dia telentang menghadap Inah yang masih duduk terpaku, “Sungguh… saya gak tau mbak” aku Anton. Inah memalingkan wajahnya, terlihat semu merah di pipi Inah yang menambah manis rona wajahnya.
“Itu lho… buat pasangan suami istri kalo mau melakukan hubungan…” jawab Inah tersipu.
“Hubungan…? hubungan apa…?” tanya Anton dengan muka bloonnya.
“Ahhh… mas Anton ini lho… ya hubungan suami istri” jawab Inah sembari mencubit lengan Anton.
“Bagi yang punya pasangan… kalo kayak aku gimana…? siapa pasanganku ya…?” kerling Anton menantang Inah. Inah sendiri membuang mukanya, tetapi Anton menangkap semu merah di wajah Inah...
Tempat kost Anton cukup strategis, walaupun bangunan peninggalan Belanda, tetapi letaknya terpisah dari perkampungan, karena dikelilingi oleh tembok tinggi. Ibarat memasuki sebuah benteng pada jaman dahulu, letak kamar kos-kosan disekeliling bangunan utama yang di jadikan sekolah negeri. Suasana sekitar kos-kosan memang sedang sepi… penghuninya banyak yang pulang kampung, maklum liburan Desember. Sementara sebagian kamar dijadikan asrama sekolah yang juga kosong ditinggal penghuninya liburan, praktis Anton merasa sebagai penjaga kosan, umpatnya dalam hati.
“Mas… jamu mas…” sapa tukang jamu gendongan membuyarkan lamunan Anton. “Eh embak… ujan-ujan ngagetin orang lagi ngelamun aja” sewot Anton.
“Mas nya ini lho… ujan-ujan kok ngelamun… tuh jemuran gak diangkat…” tanya mbak jamu sambil berjalan menghampiri beranda di mana Anton duduk.
“Emang sengaja mbak… sekalian kena air” jawab Anton sekenanya.
“Lho… kan sayang udah di cuci tapi kehujanan” kata mbak jamu keheranan.
“belum kok, belum di cuci” elak Anton.
“Lha… kok aneh” protes mbak jamu, “sekalian dicuciin sama ujan” saut Anton.
“Dah laku jamunya mbak? tanya Anton di sela-sela gerimis.
“Yah belum banyak sih, makanya mbok dibeli mas jamunya” pinta mbak Jamu memelas.
“Emang jualan jamu apa aja sih mbak” selidik Anton sambil membenahi sarungnya. “Ya macem-macem, ada galian singset, sari rapet, kunir asem, sehat lelaki, pokoknya banyak deh, dan semuanya hasil meracik sendiri lho mas” bangga mbak jamu sembari membersihkan air di sekitar kaki dan kainnya.
“Kalo badan pegel-pegel, jamunya apa mbak?” tanya Anton,
“Ada tolak angin” seru mbak jamu.
“Ah… kalo aku biasa di kerokin mbak, kalo minum jamu doang kurang marem” kata Anton. “Mbaknya bisa ngerokin saya?” goda Anton,
“Emang situ mau saya kerokin” kerling mbak jamu malu-malu. Anton hanya tersenyum saja.
“Ngomong-ngomong… namanya siapa sih mbak” tanya Anton.
“Saya Inah mas” jawabnya tersipu. Kalo di perhatikan… manis juga nih cewek… mana putih lagi kulitnya, gumam hati Anton.
“Kalo mas siapa namanya?” tanya Inah membuyarkan lamunan Anton.
“Saya Anton mbak” jawab Anton gugup. Keduanya bersalaman, gila… alus juga nih cewek tangannya, bathin Anton.
“Gimana mas Anton, mau saya kerokin?” tantang Inah memancing.
“Bener bisa ngerokin nih?” tanya Anton antusias.
“Boleh” jawab Inah senyum.
“Tapi jangan di sini ya, bawa masuk aja sekalian bakulnya mbak” kata Anton sambil bangkit berdiri menyilahkan Inah masuk ke dalam kos-kosan.
“Wah kos-kosannya bagus ya mas, ada ruang tamunya segala, ini kamar siapa aja mas kok ada tiga?" selidik Inah sembari meletakkan bakulnya di pojok dekat bufet.
“Kamar temen, cuman mereka pada pulang kampung, tinggal saya sendiri jaga kos” jawab Aton.
“Kamar mas Anton sebelah mana” tanya Inah,
“Itu mbak, paling pojok, paling gelap” kata Anton.
“Ih ngeri ah… gelap-gelapan” goda Inah genit.
“Gak pa pa kok… aku dah jinak” canda Anton sembari mengajak Inah menuju ke dalam kamarnya.
“Kok sepi mas?” selidik Inah sembari melihat ke kiri kanan.
“Rumah sebelah juga pulang kampung sekeluarga, makanya sepi” jawab Anton. “Kamar mandinya di mana mas, aku mau cuci kaki dulu” tanya Inah.
“Itu di depan kamarku jawab Anton sembari membereskan tempat tidurnya yang berantakan.
Anton merebahkan badannya telungkup di atas kasur tanpa dipan, sementara Inah mengambil minyak gosok serta uang benggol untuk kerokan.
“Mbak, jangan pake minyak ah… aku gak tahan bau dan panasnya” cegah Anton.
“Trus pake apa dong mas? tanya Inah bingung.
Anton berdiri menuju meja rias, diambilnya sebotol Hand Body dan di berikannya kepada Inah. “Pake ini aja mbak.. wangi lagi” senyum Anton.
Kemudian Inah mengambil posisi duduk di sebelah Anton, disingkapkannya kain batik yg dikenakannya sehingga tampaklah betis mulus Inah. Wah mulus juga, mana banyak bulu halusnya nih tukang jamu sorak hati Anton. Tangan yang menempel di punggung Anton juga dirasa lembut dan halus oleh Anton.
“Umurnya berapa mbak” tanya Anton memecah keheningan mereka berdua.
“Dua enam bulan besok mas” jawab Inah.
“Beda dua tahun di atas dong dengan saya” kata Anton sembari meringis kesakitan. “udah rumah tangga mbak?” kejar Anton.
“Pisahan mas, suami saya kabur gak tanggung jawab” kata Ginah.
“Lho kenapa?” sambung Anton penasaran.
“Kecantol janda sebelah kampung” ungkap Inah cuek.
“Waduh… laki-laki bodoh tuh… sela Anton sembarangan.
“Emangnya kenapa mas?” penasaran Inah.
“Gimana gak bodoh, punya istri manis, putih dan sintal kayak gini kok di sia-siakan” rayu Anton.
“Ah… mas Anton bisa aja” jawab Inah masuk dalam perangkap Anton, sembari mencubit pinggang lelaki itu.
“Eh… geli ah mbak…” jerit Anton sedikit mengelinjang.
“Laki-laki kok gelian… ceweknya cantik tuh…” goda Inah.
“Nggak cuman cantik… tapi banyak juga mbak” sombong Anton.
“Huh… dasar… laki-laki…” cemberut Inah.
“Mbak… tadi jamunya apa aja?” tanya Anton kemudian setelah adegan kerokan di punggungnya selesai.
“Kalo buat kondisi mas Anton sekarang… minum Sehat Lelaki” jawab Inah, “Kasiatnya apa aja mbak?” kejar Anton.
“Selain ngilangin masuk angin, supaya badan gak lemes dan mudah loyo” jawab Inah.
“Mudah loyo…? maksudnya apa…? tanya Anton kemudian.
“Ih masnya ini lho… kayak gak tau aja…” jawab Inah malu-malu. Anton memutar badannya, sekarang dia telentang menghadap Inah yang masih duduk terpaku, “Sungguh… saya gak tau mbak” aku Anton. Inah memalingkan wajahnya, terlihat semu merah di pipi Inah yang menambah manis rona wajahnya.
“Itu lho… buat pasangan suami istri kalo mau melakukan hubungan…” jawab Inah tersipu.
“Hubungan…? hubungan apa…?” tanya Anton dengan muka bloonnya.
“Ahhh… mas Anton ini lho… ya hubungan suami istri” jawab Inah sembari mencubit lengan Anton.
“Bagi yang punya pasangan… kalo kayak aku gimana…? siapa pasanganku ya…?” kerling Anton menantang Inah. Inah sendiri membuang mukanya, tetapi Anton menangkap semu merah di wajah Inah...
Inah bangkit mengambil bakul yang tertinggal di ruang tamu, sekembalinya dia bertanya lagi kepada Anton,
“Jadi nggak… jamu Sehat Lelakinya mas?” tanyanya kepada Anton.
“Sini dulu dong…” jawab Anton sembari tangannya mempersilahkan Inah untuk duduk di sampingnya lagi. “Kalo aku jadi minum… terus bereaksi… buat membuktikannya gimana kalo jamu buatan mbak itu benar-benar berkhasiat” goda Anton.
“Ya sama pacarnya dong… maunya sama sapa?” pancing Inah gantian.
“Gimana kalo sama mbak aja… soalnya pacar yang mana juga bingung aku” tembak Anton sekenanya.
“Jangan ah… entar kedengeran sama tetangga lho” jawab Inah tanpa nada penolakan. Kemudian Inah mengambil botol dari bakul dan meracik ramuan Sehat Lelaki. Anton bangkit dari tidurnya kemudian mendekati tempat Inah duduk, dibelainya kepala gadis itu dengan lembut.
“Jangan mas… genit ah… entar aku teriak lho” ancam Inah jinak-jinak merpati. “Teriak aja… paling gak ada yang keluar… orang ujan-ujan begini… pada males orang keluar” tantang Aton. Kemudian belaian Anton turun ke pipi Inah terus ke leher jenjangnya.
“Masss… geli ahh.. entar tumpah nih gelasnya” ancam Inah.
“Kamu cantik lho mbak… kok bodoh sekali ya bekas suamimu itu” rayu Anton, “Soalnya janda itu kaya mas… sementara aku kan cuma orang desa yang gak punya apa-apa” jawab Inah sembari memberikan gelas berisi ramuan jamu kepada Anton. “Nih… minum dulu ramuannya… ditanggung ces pleng…” jawab Inah tanpa di sadari.
“Hee… berarti mau dong ngebuktiin khasiatnya” tembak Anton setelah meminum habis ramuan jamu tersebut.
“Eh… ya nggak gitu… nyobanya gak sama aku” elak Inah merasa di tembak Anton. “Sekarang pijitin bagian depannya dong mbak, khan gak imbang kalo cuma belakangnya aja yang di garap” pinta Anton.
“Depannya minta di kerok sekalian mas?” tanya Inah.
“Nggak usah di kerok… pijitin aja” kata Anton.
Pijitan Inah di dada Anton, kembali membuat pemberontakan adiknya di dalam sarung. Tangan kanan Anton kembali meraba pipi halus Inah, wanita itu terdiam. Kemudian Anton menelusuri rabaan mulai turun ke leher Inah, perlahan tapi pasti dibukanya kancing kebaya Inah, Inah menoleh ke samping, dadanya bergemuruh, dirasakan semua bulu kuduknya berdiri, sensasi ini telah lama ia rindukan, semenjak bercerai dengan suaminya setahun lalu, tidak ada tangan laki-laki lain yang menyentuh tubuh sintalnya. Anton merasakan deru nafas Inah yang mulai tidak teratur, dalam hati Anton bersorak… kena lo sekarang…! Dirabanya bukit kembar satu persatu. Anton tidak mau terburu-buru, diraba dengan bra yang masih terpasang. Rona wajah Inah semakin nyata,
“Masss… jaaangaannnn… mass… nanti dilihat orang” erang Inah sembari menahan gejolak dalam dirinya tanpa menepis tangan Anton.
Anton tidak menjawab, perlahan di bukanya kebaya Inah mulai dari pundak. Inah mencoba untuk menahan tangan Anton, kemudian Anton bangkit dari tidurannya, Inah memiringkan wajahnya seolah takut berhadapan dengan wajah Anton yang tinggal beberapa senti lagi darinya. Anton meraih dagu wanita itu, perlahan dipalingkan wajah Inah tepat dihadapannya, kemudian Anton mendekatkan bibirnya mengecup bibir Inah, Wanita itu menolak, tetapi hanya sesaat, kedua tangan Anton memegang pundak wanita itu dan dilanjutkannya mengecup bibirnya, bergetar bibir wanita itu dirasa menambah nafsu Anton, perlahan dibukanya bibir itu dan dikulumnya lidah wanita itu, terlihat Inah mulai menikmatinya sambil memejamkan mata. Kedua tangan Anton menurunkan kebaya yang dipakai Inah, tanpa perlawanan lagi. Sembari mereka saling berpagutan, dicarinya pengait bra di punggung wanita itu dan berhasil dibukanya, perlahan diturunkannya tali di atas pundaknya ke samping dan turun ke bawah. Anton terhenyak tanpa melepaskan pagutannya, bukit kembar wanita itu masih kencang, bulat dan mengacung putingnya menantang, kemudian dirabanya kedua bukit itu disertai erangan kecil Inah.
“Masss… aku takuuutt…” erang Inah.
“Sssstttt… enggak pa pa kok… nikmatin aja ya sayang” ujar Anton menenangkan wanita itu.
Kemudian Anton mengambil tangan kiri Inah yang kemudian diletakkannya di atas sarung tepat di senjata Anton.
“Mass… gak pake celana dalam ya…?” tanya Inah sembari mengelusnya dari luar sarung. Anton hanya tersenyum, kemudian diapun berusaha untuk melepaskan kain yang masih dikenakan Inah. Setelah kain terlepas… Anton tidak dapat menahan gelinya,
“Kamu juga gak pake daleman ya…? tanya Anton dengan geli.
“Memang rata-rata tukang jamu itu tidak memakai celana dalam mas” jawab Iinah ketus, giliran Anton yang kaget dan melongo… Gila!!!
Perlahan ditatapnya wajah Inah, perlahan tapi pasti tangan Anton merenguh bahu wanita itu dan perlahan-lahan merebahkannya ke lantai. Anton mulai meraba kedua bukit kembar Inah, sementara wanita itu memalingkan wajahnya menghindar tatapan Anton, di pegangnya tangan Anton tetapi tidak bermaksud untuk melarang. Anton memang pandai memanjakan wanita, walau dirasa tubuh wanita itu sedikit berbau ramuan jamu, tidak mengurangi nafsu Anton untuk kemudian menjilatinya. Dimulai dari leher jenjang wanita itu, kemudian perlahan turun pada dua bukit kembar, kembali lidah Anton menyelusuri gundukan bukit itu satu persatu yang diakhiri dengan sedotan diujung putingnya.
Terdengar erangan wanita seperti kepedesan, kedua tangannya telah beralih ke rambut gondrong Aton dengan sedikit jambakan. Lidah Anton meneruskan gerilyanya, turun ke arah pusar Inah, terlihat Inah demikian menikmatinya, kegiatan yang tidak pernah dilakukan suaminya dahulu, karena suaminya hanya memaksa bila ingin dipenuhi kebutuhan sahwatnya tanpa Inah merasakan nikmatnya berhubungan insan berlainan jenis.
Tangan Anton kembali meremas bukit kembar Inah, sementara jilatan Anton telah mendekati sasaran di sarang kenikmatan Inah. Luar biasa… bulu kemaluan Inah demikian lebatnya, menambah sensasi tersendiri buat Anton.
“Eh… masss… mau ngapaiiinn…? selidik Inah di atas sana.
Anton tidak menjawab, tangan kanannya berusaha menyingkap bulu lebat Inah untuk menemukan kenikmatan gadis itu.
“Jangan masss… kotooorrr… achhh…” erang Inah menahan gejolak yang untuk pertama kali dirasakan sensasi itu. Anton hanya melirik ke atas, dilihatnya mata wanita itu terpejam kenikmatan.
“Masss… ediaaannn… uenakeee… ssshhh… aaahhh… emmmhhh masss…” jerit tertahan Inah sembari menjambak rambut Anton. Lidah Anton menemukan klitoris Indah, dijilat, dipluntir dan sesekali dihisap lembut, sehingga tak lama membuat Inah kelojotan.
“Masss… gak kuaaat… mauuu pipp pisss…” teriak Inah sambil berusaha menyingkirkan kepala Anton dari kemaluannya. Anton menolak dan semakin kuat membenamkan wajahnya kedalam kemaluan Inah. Tak lama kemudian Anton merasa kalau kepalanya sedikit sakit akibat jepitan paha Inah, tetapi di tahannya, karena Anton tahu bahwa wanita ini mengalami orgasme yang teramat hebat dan dahsyatnya.
“Achhh… emmmhhh… masss…sss…sss acchhh…” jerit tertahan Indah mengiringi orgasme yang baru sekali ini dialaminya, seolah copot semua persendian di tubuhnya. Sensasi apa ini, yang tak mampu dicapai oleh pikirannya, karena tidak pernah di dapat dari mantan suaminya dulu. Inah terkapar kelelahan,
Anton memeluknya, dielusnya rambut dan pipi Inah, sementara Inah kehabisan nafas, seakan habis puluhan kilometer dia lari…
“Gimana rasanya mbak?” tanya Anton beberapa saat kemudian setelah Inah terlihat telah dapat mengatur nafasnya.
“Masss… tadi itu rasanya seperti apa ya…? tanya Inah kebingungan disela nafas yang masih tersengal.
“Sssst… sudah tak usah diungkapkan… pokoknya dirasain aja ya…” jawab Anton menenangkan Inah.
Beberapa saat kemudian Inah telah normal kembali pernafasannya dan bangkit duduk di samping Anton. “Kok mas gak jijik sih nyiumin pepekku” tanya Inah yang membahasakan kemaluannya dengan pepek.
Anton tidak menjawab, malah dia bertanya pada Inah “Inah bener… belum pernah merasakan seperti tadi ya?”
“Bener mas, soalnya suami Inah itu Peltu” jawab Inah.
“Peltu??? emangnya suami Inah itu aparat?” goda Anton.
“Bukan… nempel metu…” jawab Inah tersipu.
“Ha… ha… ha…” tawa renyah Anton.
Inah sudah tidak malu-malu lagi, perlahan tangan kanannya meraih senjata Anton yang masih tegak berdiri, “Mas… punyanya kok panjang begini ya” tanya Inah sembari mengelus senjata Anton. Anton tersenyum, diberinya ruang untuk Inah dapat sepenuhnya menikmati senjata Anton.
Kemudian perlahan dan agak ragu, Inah mendekati senjata Anton ke wajahnya, matanya melirik Anton seakan meminta persetujuan Anton, Anton tersenyum dan mengangguk. Dengan tidak buru-buru, dimasukkannya kepala senjata Anton ke dalam mulut Inah, Anton terpejam merasakan sensasi bibir Inah sembari mengelus rambut wanita itu, luar biasa… katanya tidak mempunyai pengalaman, tetapi dalam urusan sedot-menyedot… rupanya Inah juga jagonya, bathin Anton, mungkin ini yang dinamakan bakat alam, tanpa dipelajari sudah berjalan secara naluri.
Anton masih bermain dengan pikirannya, sementara Inah mengulum senjatanya. Sosok Inah di mata Anton seolah tidak bedanya dengan cewek-cewek kencannya, tetapi Inah mempunyai nilai plus. Di samping Inah hanya seorang tukang jamu, tetapi dalam merawat tubuh tidaklah kalah dengan cewek kuliahan, Kulit Inah putih bersih dengan bulu-bulu halus di sekujut tubuhnya, ketiak yang tidak dicukur tetapi rapi memberi kesan tidak jorok, sementara bulu kemaluan yang lebat sampai ke belakang. Anton terhenyak melihat Inah terbangun dari kulumannya di senjata Anton.
“Kenapa mbak?” tanya Aton,
“Pegel mas mulutku, habis gede banget sih senjatanya” senyum Inah malu-malu. “Oke, sekarang mbak tiduran, aku masukin ya senjataku ke pepek embak” kata Anton. Tanpa perlu menjawab, Inah merebahkan tubuhnya memasang posisi, kemudian Anton mulai menusukkan senjatanya kedalam kenikmatan Inah.
“Auuu… pelan-pelan ya masss… masukinnya… maklum dah lama gak di pake?” meringis Inah merasakan moncong senjata Anton memasuki lubang pepeknya. Setelah di rasa cukup masuk dan menyesuaikan di dalam lobang kenikmatan Inah, mulailah Anton memaju-mundurkan senjatanya.
“Ssshhh… enaaak masss… terusss… yang dalammm masss…”erang Inah keenakan. Anton mulai berkeringat, walau udara di kamar sebetulnya cukup dingin, mungkin karena jamu yang diminum tadi sudah bereaksi.
“Gila nih lobangnya mbak… adikku kamu jepit pake apa sih mbak” kata Anton disela aktifitasnya memaju mundurkan senjatanya,
“Ah… mas Anton ini lho.. sempet-sempetnya bercanda… enggak kok mas… barangku enggak ada alatnya… cuman bisa njepit aja” bangga Inah.
“Ini yang dinamakan orang ‘Empot Ayam’ ramuan Madura… khan ada jamunya juga mbak” kata Anton.
“Iya mas… aku rajin minum juga… cuman gak tau namanya apa… soalnya itu jamu warisan nenekku yang memang masih ada keturunan Madura…” jawab Inah sembari merasakan sensasi kembali.
“Accchhh… masss… aku moo pippiisss lagiii… aahhh…” untuk kedua kalinya Inah melenguh panjang, pertanda telah sampai orgasme nya yang kedua. Dijepitnya pinggang Anton… dipeluknya dada Anton, seolah mau melumat tubuh kurus Anton,
Anton sedikit meringis merasakan jepitan kaki Inah dan pelukan tangan Inah di tubuhnya, tetapi Anton mengerti akan kenikmatan Inah, maka dibiarkannya wanita itu menjepit tubuhnya.
Setelah beberapa saat Anton memberi waktu untuk Inah mengembalikan nafas liarnya, ia berinisiatif untuk merubah gaya, disuruhnya Inah untuk nungging membelakanginya, Anton melakukan dogy style. Inipun sensasi lain yang dirasakan Inah, baru dengan Anton ini ia merasakan indahnya persetubuhan.
Anton pun merasakan sensasi lain dari jepitan lubang Inah, dengan posisi ini, lubang kemaluan Inah semakin dirasakan sempit, sedikit mengalami kesulitan bagi Anton untuk memaju-mundurkan senjatanya, walau lubang Inah sudah sedemikian basahnya akibat orgasme Inah tadi. Tangan Anton memegang pinggul Inah, sedangkan Inah memeluk bantal sembari mengerang kenikmatan,
“Tusuk yang dalammm… masss… ssshhh…."
Akhirnya Anton memacu semakin cepat dengan tujuan untuk mencapai puncak kenikmatan bersamaan, kali ini.
“Masss… pippiiisss… lagi nihhh akuuu…” desak Inah,
“Sabar sayang… mas juga mau keluar nihhh… ayuuukkk… aaahhh… Naaahhh” lenguh Anton. demikian juga Inah yang semakin liar memeluk serta menggigit sarung Aton,
“Aaacchh… emmmhhh… enghhh… masss…”
Keduanya terkapar di kasur dengan deru nafas yang saling berlomba, Inah memeluk Anton, Anton membelai rambut lurus Inah. Mereka saling mendekap, berpagutan, disela deru nafas mereka berdua, hujan deras di luar. Tetapi di dalam kamar telah terjadi kehangatan yang dahsyat.
“Mbak, gimana rasannya dengan gaya kayak barusan tadi?” tanya Anton memulai pembicaraan.
“Sungguh mas, baru kali ini saya merasakannya dan ternyata luar biasa, seperti pengen mengulang terus dan terus” jawab lugu Inah.
“ha… ha… ha… kayak iklan aja nih…” gelak Anton.
“Kalo mas Anton udah berapa cewek yang mas Anton puasin?” selidik Inah sembari memainkan puting susu Anton,
“Hemm… berapa ya…” jawab Anton seolah berpikir, “tau ah… saking banyaknya”.
“Dasar laki-laki buaya” geram Inah sembari mencubit dada Anton.
“Trus… kebanyakan cewek-cewek itu juga puas mas…?” tanya Inah sedikit cemburu,
“Seperti jawabanmu bila kamu di tanya sama orang, pasti jawabannya… Luar Biasaaa…” jawab Anton geli sembari mencubit mesra hidung Inah.
“Mas Anton gak punya cewek yang diseriusin ya?” kejar Inah lagi,
“Mana ada yang bisa serius dengan aku… kebanyakan cewek yang deket sama aku juga paling-paling minta dipuasin nafsunya” elak Anton.
“Nakal ya mas Anton ini…” gemes Inah sembari mencubit senjata Anton.
“Ha… ha… ha… memang itu yang mereka inginkan.. kebanyakan mereka nggak kangen sama aku,,, tetapi kangen sama burungku… ha.. ha… ha… canda Anton sambil terkekeh renyah. “tapi suatu saat nanti… pasti lah aku cari pendamping yang setia… mungkin seperti kamu mbak… selain manis, putih, pintar memijit dan piawai dibidang jepit-menjepit…” aku Anton sembari memeluk dan mengelitik payudara Inah.
“Gombal…” jawab Inah sembari berusaha melepaskan diri dari dekapan kelitikan Anton yang sengaja menyenggol payudaranya...
“Jadi nggak… jamu Sehat Lelakinya mas?” tanyanya kepada Anton.
“Sini dulu dong…” jawab Anton sembari tangannya mempersilahkan Inah untuk duduk di sampingnya lagi. “Kalo aku jadi minum… terus bereaksi… buat membuktikannya gimana kalo jamu buatan mbak itu benar-benar berkhasiat” goda Anton.
“Ya sama pacarnya dong… maunya sama sapa?” pancing Inah gantian.
“Gimana kalo sama mbak aja… soalnya pacar yang mana juga bingung aku” tembak Anton sekenanya.
“Jangan ah… entar kedengeran sama tetangga lho” jawab Inah tanpa nada penolakan. Kemudian Inah mengambil botol dari bakul dan meracik ramuan Sehat Lelaki. Anton bangkit dari tidurnya kemudian mendekati tempat Inah duduk, dibelainya kepala gadis itu dengan lembut.
“Jangan mas… genit ah… entar aku teriak lho” ancam Inah jinak-jinak merpati. “Teriak aja… paling gak ada yang keluar… orang ujan-ujan begini… pada males orang keluar” tantang Aton. Kemudian belaian Anton turun ke pipi Inah terus ke leher jenjangnya.
“Masss… geli ahh.. entar tumpah nih gelasnya” ancam Inah.
“Kamu cantik lho mbak… kok bodoh sekali ya bekas suamimu itu” rayu Anton, “Soalnya janda itu kaya mas… sementara aku kan cuma orang desa yang gak punya apa-apa” jawab Inah sembari memberikan gelas berisi ramuan jamu kepada Anton. “Nih… minum dulu ramuannya… ditanggung ces pleng…” jawab Inah tanpa di sadari.
“Hee… berarti mau dong ngebuktiin khasiatnya” tembak Anton setelah meminum habis ramuan jamu tersebut.
“Eh… ya nggak gitu… nyobanya gak sama aku” elak Inah merasa di tembak Anton. “Sekarang pijitin bagian depannya dong mbak, khan gak imbang kalo cuma belakangnya aja yang di garap” pinta Anton.
“Depannya minta di kerok sekalian mas?” tanya Inah.
“Nggak usah di kerok… pijitin aja” kata Anton.
Pijitan Inah di dada Anton, kembali membuat pemberontakan adiknya di dalam sarung. Tangan kanan Anton kembali meraba pipi halus Inah, wanita itu terdiam. Kemudian Anton menelusuri rabaan mulai turun ke leher Inah, perlahan tapi pasti dibukanya kancing kebaya Inah, Inah menoleh ke samping, dadanya bergemuruh, dirasakan semua bulu kuduknya berdiri, sensasi ini telah lama ia rindukan, semenjak bercerai dengan suaminya setahun lalu, tidak ada tangan laki-laki lain yang menyentuh tubuh sintalnya. Anton merasakan deru nafas Inah yang mulai tidak teratur, dalam hati Anton bersorak… kena lo sekarang…! Dirabanya bukit kembar satu persatu. Anton tidak mau terburu-buru, diraba dengan bra yang masih terpasang. Rona wajah Inah semakin nyata,
“Masss… jaaangaannnn… mass… nanti dilihat orang” erang Inah sembari menahan gejolak dalam dirinya tanpa menepis tangan Anton.
Anton tidak menjawab, perlahan di bukanya kebaya Inah mulai dari pundak. Inah mencoba untuk menahan tangan Anton, kemudian Anton bangkit dari tidurannya, Inah memiringkan wajahnya seolah takut berhadapan dengan wajah Anton yang tinggal beberapa senti lagi darinya. Anton meraih dagu wanita itu, perlahan dipalingkan wajah Inah tepat dihadapannya, kemudian Anton mendekatkan bibirnya mengecup bibir Inah, Wanita itu menolak, tetapi hanya sesaat, kedua tangan Anton memegang pundak wanita itu dan dilanjutkannya mengecup bibirnya, bergetar bibir wanita itu dirasa menambah nafsu Anton, perlahan dibukanya bibir itu dan dikulumnya lidah wanita itu, terlihat Inah mulai menikmatinya sambil memejamkan mata. Kedua tangan Anton menurunkan kebaya yang dipakai Inah, tanpa perlawanan lagi. Sembari mereka saling berpagutan, dicarinya pengait bra di punggung wanita itu dan berhasil dibukanya, perlahan diturunkannya tali di atas pundaknya ke samping dan turun ke bawah. Anton terhenyak tanpa melepaskan pagutannya, bukit kembar wanita itu masih kencang, bulat dan mengacung putingnya menantang, kemudian dirabanya kedua bukit itu disertai erangan kecil Inah.
“Masss… aku takuuutt…” erang Inah.
“Sssstttt… enggak pa pa kok… nikmatin aja ya sayang” ujar Anton menenangkan wanita itu.
Kemudian Anton mengambil tangan kiri Inah yang kemudian diletakkannya di atas sarung tepat di senjata Anton.
“Mass… gak pake celana dalam ya…?” tanya Inah sembari mengelusnya dari luar sarung. Anton hanya tersenyum, kemudian diapun berusaha untuk melepaskan kain yang masih dikenakan Inah. Setelah kain terlepas… Anton tidak dapat menahan gelinya,
“Kamu juga gak pake daleman ya…? tanya Anton dengan geli.
“Memang rata-rata tukang jamu itu tidak memakai celana dalam mas” jawab Iinah ketus, giliran Anton yang kaget dan melongo… Gila!!!
Perlahan ditatapnya wajah Inah, perlahan tapi pasti tangan Anton merenguh bahu wanita itu dan perlahan-lahan merebahkannya ke lantai. Anton mulai meraba kedua bukit kembar Inah, sementara wanita itu memalingkan wajahnya menghindar tatapan Anton, di pegangnya tangan Anton tetapi tidak bermaksud untuk melarang. Anton memang pandai memanjakan wanita, walau dirasa tubuh wanita itu sedikit berbau ramuan jamu, tidak mengurangi nafsu Anton untuk kemudian menjilatinya. Dimulai dari leher jenjang wanita itu, kemudian perlahan turun pada dua bukit kembar, kembali lidah Anton menyelusuri gundukan bukit itu satu persatu yang diakhiri dengan sedotan diujung putingnya.
Terdengar erangan wanita seperti kepedesan, kedua tangannya telah beralih ke rambut gondrong Aton dengan sedikit jambakan. Lidah Anton meneruskan gerilyanya, turun ke arah pusar Inah, terlihat Inah demikian menikmatinya, kegiatan yang tidak pernah dilakukan suaminya dahulu, karena suaminya hanya memaksa bila ingin dipenuhi kebutuhan sahwatnya tanpa Inah merasakan nikmatnya berhubungan insan berlainan jenis.
Tangan Anton kembali meremas bukit kembar Inah, sementara jilatan Anton telah mendekati sasaran di sarang kenikmatan Inah. Luar biasa… bulu kemaluan Inah demikian lebatnya, menambah sensasi tersendiri buat Anton.
“Eh… masss… mau ngapaiiinn…? selidik Inah di atas sana.
Anton tidak menjawab, tangan kanannya berusaha menyingkap bulu lebat Inah untuk menemukan kenikmatan gadis itu.
“Jangan masss… kotooorrr… achhh…” erang Inah menahan gejolak yang untuk pertama kali dirasakan sensasi itu. Anton hanya melirik ke atas, dilihatnya mata wanita itu terpejam kenikmatan.
“Masss… ediaaannn… uenakeee… ssshhh… aaahhh… emmmhhh masss…” jerit tertahan Inah sembari menjambak rambut Anton. Lidah Anton menemukan klitoris Indah, dijilat, dipluntir dan sesekali dihisap lembut, sehingga tak lama membuat Inah kelojotan.
“Masss… gak kuaaat… mauuu pipp pisss…” teriak Inah sambil berusaha menyingkirkan kepala Anton dari kemaluannya. Anton menolak dan semakin kuat membenamkan wajahnya kedalam kemaluan Inah. Tak lama kemudian Anton merasa kalau kepalanya sedikit sakit akibat jepitan paha Inah, tetapi di tahannya, karena Anton tahu bahwa wanita ini mengalami orgasme yang teramat hebat dan dahsyatnya.
“Achhh… emmmhhh… masss…sss…sss acchhh…” jerit tertahan Indah mengiringi orgasme yang baru sekali ini dialaminya, seolah copot semua persendian di tubuhnya. Sensasi apa ini, yang tak mampu dicapai oleh pikirannya, karena tidak pernah di dapat dari mantan suaminya dulu. Inah terkapar kelelahan,
Anton memeluknya, dielusnya rambut dan pipi Inah, sementara Inah kehabisan nafas, seakan habis puluhan kilometer dia lari…
“Gimana rasanya mbak?” tanya Anton beberapa saat kemudian setelah Inah terlihat telah dapat mengatur nafasnya.
“Masss… tadi itu rasanya seperti apa ya…? tanya Inah kebingungan disela nafas yang masih tersengal.
“Sssst… sudah tak usah diungkapkan… pokoknya dirasain aja ya…” jawab Anton menenangkan Inah.
Beberapa saat kemudian Inah telah normal kembali pernafasannya dan bangkit duduk di samping Anton. “Kok mas gak jijik sih nyiumin pepekku” tanya Inah yang membahasakan kemaluannya dengan pepek.
Anton tidak menjawab, malah dia bertanya pada Inah “Inah bener… belum pernah merasakan seperti tadi ya?”
“Bener mas, soalnya suami Inah itu Peltu” jawab Inah.
“Peltu??? emangnya suami Inah itu aparat?” goda Anton.
“Bukan… nempel metu…” jawab Inah tersipu.
“Ha… ha… ha…” tawa renyah Anton.
Inah sudah tidak malu-malu lagi, perlahan tangan kanannya meraih senjata Anton yang masih tegak berdiri, “Mas… punyanya kok panjang begini ya” tanya Inah sembari mengelus senjata Anton. Anton tersenyum, diberinya ruang untuk Inah dapat sepenuhnya menikmati senjata Anton.
Kemudian perlahan dan agak ragu, Inah mendekati senjata Anton ke wajahnya, matanya melirik Anton seakan meminta persetujuan Anton, Anton tersenyum dan mengangguk. Dengan tidak buru-buru, dimasukkannya kepala senjata Anton ke dalam mulut Inah, Anton terpejam merasakan sensasi bibir Inah sembari mengelus rambut wanita itu, luar biasa… katanya tidak mempunyai pengalaman, tetapi dalam urusan sedot-menyedot… rupanya Inah juga jagonya, bathin Anton, mungkin ini yang dinamakan bakat alam, tanpa dipelajari sudah berjalan secara naluri.
Anton masih bermain dengan pikirannya, sementara Inah mengulum senjatanya. Sosok Inah di mata Anton seolah tidak bedanya dengan cewek-cewek kencannya, tetapi Inah mempunyai nilai plus. Di samping Inah hanya seorang tukang jamu, tetapi dalam merawat tubuh tidaklah kalah dengan cewek kuliahan, Kulit Inah putih bersih dengan bulu-bulu halus di sekujut tubuhnya, ketiak yang tidak dicukur tetapi rapi memberi kesan tidak jorok, sementara bulu kemaluan yang lebat sampai ke belakang. Anton terhenyak melihat Inah terbangun dari kulumannya di senjata Anton.
“Kenapa mbak?” tanya Aton,
“Pegel mas mulutku, habis gede banget sih senjatanya” senyum Inah malu-malu. “Oke, sekarang mbak tiduran, aku masukin ya senjataku ke pepek embak” kata Anton. Tanpa perlu menjawab, Inah merebahkan tubuhnya memasang posisi, kemudian Anton mulai menusukkan senjatanya kedalam kenikmatan Inah.
“Auuu… pelan-pelan ya masss… masukinnya… maklum dah lama gak di pake?” meringis Inah merasakan moncong senjata Anton memasuki lubang pepeknya. Setelah di rasa cukup masuk dan menyesuaikan di dalam lobang kenikmatan Inah, mulailah Anton memaju-mundurkan senjatanya.
“Ssshhh… enaaak masss… terusss… yang dalammm masss…”erang Inah keenakan. Anton mulai berkeringat, walau udara di kamar sebetulnya cukup dingin, mungkin karena jamu yang diminum tadi sudah bereaksi.
“Gila nih lobangnya mbak… adikku kamu jepit pake apa sih mbak” kata Anton disela aktifitasnya memaju mundurkan senjatanya,
“Ah… mas Anton ini lho.. sempet-sempetnya bercanda… enggak kok mas… barangku enggak ada alatnya… cuman bisa njepit aja” bangga Inah.
“Ini yang dinamakan orang ‘Empot Ayam’ ramuan Madura… khan ada jamunya juga mbak” kata Anton.
“Iya mas… aku rajin minum juga… cuman gak tau namanya apa… soalnya itu jamu warisan nenekku yang memang masih ada keturunan Madura…” jawab Inah sembari merasakan sensasi kembali.
“Accchhh… masss… aku moo pippiisss lagiii… aahhh…” untuk kedua kalinya Inah melenguh panjang, pertanda telah sampai orgasme nya yang kedua. Dijepitnya pinggang Anton… dipeluknya dada Anton, seolah mau melumat tubuh kurus Anton,
Anton sedikit meringis merasakan jepitan kaki Inah dan pelukan tangan Inah di tubuhnya, tetapi Anton mengerti akan kenikmatan Inah, maka dibiarkannya wanita itu menjepit tubuhnya.
Setelah beberapa saat Anton memberi waktu untuk Inah mengembalikan nafas liarnya, ia berinisiatif untuk merubah gaya, disuruhnya Inah untuk nungging membelakanginya, Anton melakukan dogy style. Inipun sensasi lain yang dirasakan Inah, baru dengan Anton ini ia merasakan indahnya persetubuhan.
Anton pun merasakan sensasi lain dari jepitan lubang Inah, dengan posisi ini, lubang kemaluan Inah semakin dirasakan sempit, sedikit mengalami kesulitan bagi Anton untuk memaju-mundurkan senjatanya, walau lubang Inah sudah sedemikian basahnya akibat orgasme Inah tadi. Tangan Anton memegang pinggul Inah, sedangkan Inah memeluk bantal sembari mengerang kenikmatan,
“Tusuk yang dalammm… masss… ssshhh…."
Akhirnya Anton memacu semakin cepat dengan tujuan untuk mencapai puncak kenikmatan bersamaan, kali ini.
“Masss… pippiiisss… lagi nihhh akuuu…” desak Inah,
“Sabar sayang… mas juga mau keluar nihhh… ayuuukkk… aaahhh… Naaahhh” lenguh Anton. demikian juga Inah yang semakin liar memeluk serta menggigit sarung Aton,
“Aaacchh… emmmhhh… enghhh… masss…”
Keduanya terkapar di kasur dengan deru nafas yang saling berlomba, Inah memeluk Anton, Anton membelai rambut lurus Inah. Mereka saling mendekap, berpagutan, disela deru nafas mereka berdua, hujan deras di luar. Tetapi di dalam kamar telah terjadi kehangatan yang dahsyat.
“Mbak, gimana rasannya dengan gaya kayak barusan tadi?” tanya Anton memulai pembicaraan.
“Sungguh mas, baru kali ini saya merasakannya dan ternyata luar biasa, seperti pengen mengulang terus dan terus” jawab lugu Inah.
“ha… ha… ha… kayak iklan aja nih…” gelak Anton.
“Kalo mas Anton udah berapa cewek yang mas Anton puasin?” selidik Inah sembari memainkan puting susu Anton,
“Hemm… berapa ya…” jawab Anton seolah berpikir, “tau ah… saking banyaknya”.
“Dasar laki-laki buaya” geram Inah sembari mencubit dada Anton.
“Trus… kebanyakan cewek-cewek itu juga puas mas…?” tanya Inah sedikit cemburu,
“Seperti jawabanmu bila kamu di tanya sama orang, pasti jawabannya… Luar Biasaaa…” jawab Anton geli sembari mencubit mesra hidung Inah.
“Mas Anton gak punya cewek yang diseriusin ya?” kejar Inah lagi,
“Mana ada yang bisa serius dengan aku… kebanyakan cewek yang deket sama aku juga paling-paling minta dipuasin nafsunya” elak Anton.
“Nakal ya mas Anton ini…” gemes Inah sembari mencubit senjata Anton.
“Ha… ha… ha… memang itu yang mereka inginkan.. kebanyakan mereka nggak kangen sama aku,,, tetapi kangen sama burungku… ha.. ha… ha… canda Anton sambil terkekeh renyah. “tapi suatu saat nanti… pasti lah aku cari pendamping yang setia… mungkin seperti kamu mbak… selain manis, putih, pintar memijit dan piawai dibidang jepit-menjepit…” aku Anton sembari memeluk dan mengelitik payudara Inah.
“Gombal…” jawab Inah sembari berusaha melepaskan diri dari dekapan kelitikan Anton yang sengaja menyenggol payudaranya...
“Mas… aku ke kamar mandi dulu ya, lengket rasa sekujur tubuh nih… pinjam handuknya boleh mas? tanya Inah sembari bangkit menuju kamar mandi,
“Tuh di depan kamar mandi… handukku warna merah” jawab Anton. Memang diakui Anton bahwa jamu ramuan mbak Inah memang terbukti khasiatnya, Anton merasa cairan yang dikeluarkannya begitu banyak dan kental, serta pegal-pegal di badannya seketika hilang tak dirasa. Entah membayangkan sensasi apa yang ada dalam tubuh Inah, Anton merasa senjatanya bangkit berdiri kembali, gila nih jamu… dah minta jatah lagi adik gua. Anton bangkit dari tidurannya dihampirinya Inah yang sedang berada di kamar mandi,
“Lho… kok gak ditutup pintunya mbak?” tanya Aton geli dan melihat Inah sedang jongkok mengguyur air di sekujur tubuh mulusnya.
“Katanya gak ada orang… makanya gak aku tutup pintunya, lho… kok sudah mengacung lagi mas senjatanya?” goda Inah sembari melihat kemaluan Anton yang tegak berdiri.
“Iya nih… tanggung jawab lho mbak… gara-gara jamunya nih… adikku minta jatah lagi” protes Anton.
“Aduh kacian… sini-sini mbak angetin…” bujuk Inah sembari meraih kemaluan Anton dan segera dikulumnya.
“Ahhh… sssttt… enak mbak” lenguh Anton sembari mengelus rambut Inah, "slruuup… slruup… ck..ck..ck.." bunyi mulut Inah terganjal kemaluan Anton.
Setelah beberapa saat dirasa cukup oleh Anton, dipegangnya pundak Inah, dibimbingnya Inah untuk berdiri, kemudian diputarnya tubuh Inah membelakanginya, dengan tubuh basah Inah, Anton memeluk Inah dari belakang. Dicumbunya leher wanita itu dan dijilatnya rambut kalong Inah, sementara kedua tangannya menyusup dari bawah ketiak Inah dan menuju kedua bukit kembar Inah. Inah merasa tersanjung, diangkatnya kedua tangannya dan dipegangnya kepala Anton sembari melenguh kegelian
“Masss… ennaaakk… ssshhh… geliii masss…” Puting susu Inah mengencang, mengeras disela jemari Anton. Dia memang lelaki hebat yang bisa memanjakan wanita kagum hati Inah serasa melambung ke langit ke tujuh belas…
“Mbak… coba membungkuk sedikit… pegangan di bibir bak mandi… kakinya direnggangkan sedikit ya sayang” pinta Anton yang dituruti Inah dengan sedikit bingung.
Kemudian Anton jongkok di belakang Inah, kedua tangan Anton meraba pantat Inah dan membelahnya layaknya membelah durian tetapi perlahan dengan perasaan.
Kemudian Inah menjerit kecil, setelah dirasa ada benda basah tetapi hangat menyentuh lubang duburnya, ditengoknya kebelakang, ternyata Anton sedang bermain lidah di lubang duburnya. Inah kaget, tetapi menikmati sensasi lain yang tak kalah luar biasanya, Inah merasa geli yang tidak tertahan tetapi nikmat, dengan tidak sengaja Inah menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan karena kegelian. Ceplak… cepluk… bunyi lidah Anton menjilati lubang dubur Inah yang diselingi turun ke arah lubang kenikmatan Inah yang sudah terlanjur banjir. Tanpa di sadari Anton, tangan kanan Inah berpindah ke selangkangannya sendiri, dipijitnya klitoris Inah sendiri.
“Masss… enaakk… masss… emmmhhh… ” erang Inah sembari menggigit bibir. Kemudian Anton bangkit berdiri, diciumnya bibir Inah dari samping sembari berkata “Enak mbak… emmmhhh…”, “Enaakkk masss… jawab Inah malas. Kemudian Anton kembali ke belakang Inah,
perlahan tapi pasti dimasukkannya kemaluan Anton ke lobang kenikmatan Inah. “Ssshhh… masss… yang dalaaamm yahhh…” rintih Inah masih dengan posisi setengah terbungkuk. Plok… plok… plok… bunyi suara maju mundur Anton memompa yang mengenai pantat Inah membuat suasana menjadi semakin panas., sekarang dengan bercampurnya lendir kenikmatan Inah dan air dari bak mandi, dirasa Anton tidak begitu sulit seperti tadi di kamar tidur.
Hujan di luar kosan masih deras… sehingga erangan Inah tidak begitu terdengar, kalah dengan derasnya hujan yang turun di atas kamar mandi yg tertutup seng. Irama jatuhnya hujan di atas seng, teriakan nikmat Inah semakin menambah irama Anton dalam memacu tusukan senjatanya pada lubang kenikmatan Inah, Inah semakin liar bergoyang, ke kiri ke kanan, ke atas bawah, kadang membuat gerakan memutar seolah memeras kejantanan Anton.
“Masss… Inahhh nyampeee lagiii masss… ssshhh… aaahhh” lenguh Inah mencapai klimaksnya. Anton menarik erat pinggul Inah, didorongkannya kemaluan Anton ke dasar lubang Inah semakin dalam sembari ditahan di dalamnya sembari dirasakan beberapa kedutan liang kenikmatan Inah yang berkontrasi meluapkan gairah orgasmenya, "
"Benar-benar empot ayam nih cewek…" sorak hati Anton. Inah KO keempat kalinya.
Dicabutnya batang kemaluan Anton, dan sekarang posisi bergantian. Anton duduk di tepi bak mandi, sementara Inah jongkok di hadapan Anton. Kemudian Inah memasukkan kemaluan Anton ke dalam mulutnya,
mengulumnya dan memaju-mundurkan batang kemaluan Anton. Inah marasa kondisi Anton tak lama lagi mendekati klimaks, Inah mau memberi service dengan tetap mengulum kemaluan Anton serta membiarkan Anton mengeluarkan orgasmenya didalam mulutnya, dan.....
“achhh… ssstttt… mmmbaaakhh… aagghhh… aku keluaaarrr…” dengus Anton mencapai puncak, sembari memegang kepala Inah serta mengacak-acak rambutnya, senjata Anton tetap di dalam mulut Inah, hingga tetes mani terakhir dan langsung ditelannya.
Sensasi luar biasa dirasakan Anton sembari melihat bagaimana Inah mengulum penisnya seperti seorang anak kecil mendapat sepotong es krim kesukaannya.
Setelah beberapa saat, di sela nafas yang muali teratur, Anton bertanya kepada Inah “Enak mbak…?”, “he-eh… asin tapi gurih mas…” senyum Inah puas sembari membersihkan sisa sisa lendir dengan lidahnya di sekitar batang kemaluan Anton dan menelannya.
“Baru ini pula aku merasakan sperma laki-laki, ternyata gurih ya mas ya…” pengakuan Inah sembari terus mengelus dan memijit batang kemaluan Anton. Setelah selesai keduanya membasahkan tubuh masing, saling menggosok, meraba dan membersihkan cairan sabunnya. ...
“Tuh di depan kamar mandi… handukku warna merah” jawab Anton. Memang diakui Anton bahwa jamu ramuan mbak Inah memang terbukti khasiatnya, Anton merasa cairan yang dikeluarkannya begitu banyak dan kental, serta pegal-pegal di badannya seketika hilang tak dirasa. Entah membayangkan sensasi apa yang ada dalam tubuh Inah, Anton merasa senjatanya bangkit berdiri kembali, gila nih jamu… dah minta jatah lagi adik gua. Anton bangkit dari tidurannya dihampirinya Inah yang sedang berada di kamar mandi,
“Lho… kok gak ditutup pintunya mbak?” tanya Aton geli dan melihat Inah sedang jongkok mengguyur air di sekujur tubuh mulusnya.
“Katanya gak ada orang… makanya gak aku tutup pintunya, lho… kok sudah mengacung lagi mas senjatanya?” goda Inah sembari melihat kemaluan Anton yang tegak berdiri.
“Iya nih… tanggung jawab lho mbak… gara-gara jamunya nih… adikku minta jatah lagi” protes Anton.
“Aduh kacian… sini-sini mbak angetin…” bujuk Inah sembari meraih kemaluan Anton dan segera dikulumnya.
“Ahhh… sssttt… enak mbak” lenguh Anton sembari mengelus rambut Inah, "slruuup… slruup… ck..ck..ck.." bunyi mulut Inah terganjal kemaluan Anton.
Setelah beberapa saat dirasa cukup oleh Anton, dipegangnya pundak Inah, dibimbingnya Inah untuk berdiri, kemudian diputarnya tubuh Inah membelakanginya, dengan tubuh basah Inah, Anton memeluk Inah dari belakang. Dicumbunya leher wanita itu dan dijilatnya rambut kalong Inah, sementara kedua tangannya menyusup dari bawah ketiak Inah dan menuju kedua bukit kembar Inah. Inah merasa tersanjung, diangkatnya kedua tangannya dan dipegangnya kepala Anton sembari melenguh kegelian
“Masss… ennaaakk… ssshhh… geliii masss…” Puting susu Inah mengencang, mengeras disela jemari Anton. Dia memang lelaki hebat yang bisa memanjakan wanita kagum hati Inah serasa melambung ke langit ke tujuh belas…
“Mbak… coba membungkuk sedikit… pegangan di bibir bak mandi… kakinya direnggangkan sedikit ya sayang” pinta Anton yang dituruti Inah dengan sedikit bingung.
Kemudian Anton jongkok di belakang Inah, kedua tangan Anton meraba pantat Inah dan membelahnya layaknya membelah durian tetapi perlahan dengan perasaan.
Kemudian Inah menjerit kecil, setelah dirasa ada benda basah tetapi hangat menyentuh lubang duburnya, ditengoknya kebelakang, ternyata Anton sedang bermain lidah di lubang duburnya. Inah kaget, tetapi menikmati sensasi lain yang tak kalah luar biasanya, Inah merasa geli yang tidak tertahan tetapi nikmat, dengan tidak sengaja Inah menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan karena kegelian. Ceplak… cepluk… bunyi lidah Anton menjilati lubang dubur Inah yang diselingi turun ke arah lubang kenikmatan Inah yang sudah terlanjur banjir. Tanpa di sadari Anton, tangan kanan Inah berpindah ke selangkangannya sendiri, dipijitnya klitoris Inah sendiri.
“Masss… enaakk… masss… emmmhhh… ” erang Inah sembari menggigit bibir. Kemudian Anton bangkit berdiri, diciumnya bibir Inah dari samping sembari berkata “Enak mbak… emmmhhh…”, “Enaakkk masss… jawab Inah malas. Kemudian Anton kembali ke belakang Inah,
perlahan tapi pasti dimasukkannya kemaluan Anton ke lobang kenikmatan Inah. “Ssshhh… masss… yang dalaaamm yahhh…” rintih Inah masih dengan posisi setengah terbungkuk. Plok… plok… plok… bunyi suara maju mundur Anton memompa yang mengenai pantat Inah membuat suasana menjadi semakin panas., sekarang dengan bercampurnya lendir kenikmatan Inah dan air dari bak mandi, dirasa Anton tidak begitu sulit seperti tadi di kamar tidur.
Hujan di luar kosan masih deras… sehingga erangan Inah tidak begitu terdengar, kalah dengan derasnya hujan yang turun di atas kamar mandi yg tertutup seng. Irama jatuhnya hujan di atas seng, teriakan nikmat Inah semakin menambah irama Anton dalam memacu tusukan senjatanya pada lubang kenikmatan Inah, Inah semakin liar bergoyang, ke kiri ke kanan, ke atas bawah, kadang membuat gerakan memutar seolah memeras kejantanan Anton.
“Masss… Inahhh nyampeee lagiii masss… ssshhh… aaahhh” lenguh Inah mencapai klimaksnya. Anton menarik erat pinggul Inah, didorongkannya kemaluan Anton ke dasar lubang Inah semakin dalam sembari ditahan di dalamnya sembari dirasakan beberapa kedutan liang kenikmatan Inah yang berkontrasi meluapkan gairah orgasmenya, "
"Benar-benar empot ayam nih cewek…" sorak hati Anton. Inah KO keempat kalinya.
Dicabutnya batang kemaluan Anton, dan sekarang posisi bergantian. Anton duduk di tepi bak mandi, sementara Inah jongkok di hadapan Anton. Kemudian Inah memasukkan kemaluan Anton ke dalam mulutnya,
mengulumnya dan memaju-mundurkan batang kemaluan Anton. Inah marasa kondisi Anton tak lama lagi mendekati klimaks, Inah mau memberi service dengan tetap mengulum kemaluan Anton serta membiarkan Anton mengeluarkan orgasmenya didalam mulutnya, dan.....
“achhh… ssstttt… mmmbaaakhh… aagghhh… aku keluaaarrr…” dengus Anton mencapai puncak, sembari memegang kepala Inah serta mengacak-acak rambutnya, senjata Anton tetap di dalam mulut Inah, hingga tetes mani terakhir dan langsung ditelannya.
Sensasi luar biasa dirasakan Anton sembari melihat bagaimana Inah mengulum penisnya seperti seorang anak kecil mendapat sepotong es krim kesukaannya.
Setelah beberapa saat, di sela nafas yang muali teratur, Anton bertanya kepada Inah “Enak mbak…?”, “he-eh… asin tapi gurih mas…” senyum Inah puas sembari membersihkan sisa sisa lendir dengan lidahnya di sekitar batang kemaluan Anton dan menelannya.
“Baru ini pula aku merasakan sperma laki-laki, ternyata gurih ya mas ya…” pengakuan Inah sembari terus mengelus dan memijit batang kemaluan Anton. Setelah selesai keduanya membasahkan tubuh masing, saling menggosok, meraba dan membersihkan cairan sabunnya. ...
Keluar dari kamar mandi, Inah menuju meja rias di dalam kamar Anton, sementara Anton berjalan ke dapur guna memasak air untuk membuat teh manis hangat. Sesekali diliriknya Inah dari dapur ke dalam kamar, Inah duduk membelakangi Anton sembari mengeringkan rambut dengan handuk tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh sintalnya.
Melihat pemandangan itu, Anton terpana dari tempatnya membuat teh, gila perfect banget tuh body batin hatinya, orang gak akan nyangka bahwa tukang jamu memiliki body yang aduhai, apalagi barangnya… bisa memijit pula… mungkin karena setiap hari berjalan dan membawa beban di punggung, yang tanpa disadari sudah merupakan olah raga sex… masih dalam pikiran Anton melihat pemandangan Inah dari belakang.
“Mbak… nih teh hangatnya… aku cuman bikin satu buat kita berdua ya… biar tambah mesra… bukannya pelit lho” canda Anton sembari membawa teh hangat yang diletakkan di atas meja rias.
Anton meraih kursi dan duduk di sebelah meja rias yang sedang dipakai Inah untuk mengeringkan rambut, dipandanginya Inah dari sisinya duduk.
“Ah… mas… kok ngeliatin Inah terus sih… Inah kan malu…” celoteh Inah manja sembari mencubit pipi Anton. Anton hanya tersenyum dan mendekati bibir wanita itu serta mengecupnya dengan mesra. Ketika Inah menyisir rambutnya, otomatis siku tangannya terangkat ke atas dan memperlihatkan ketiak Inah yang ditumbuhi bulu tetapi tidak lebat sehingga tidak memberi kesan jorok. Anton meraih ketiak Inah, dielusnya bulu-bulunya,
“Gak pernah dicukur ya mbak”.
“Mana sempet mas… gak ada waktu ngurusin diri” bela Inah.
Anton kembali memperhatikan Inah menyisir rambutnya, begitu pandangan Anton ke bawah, dilihatnya payudara Indah bergoyang ke kiri kanan, menambah pemandangan menjadi panas kembali.
“Mbak… adikku bangkit lagi nih…” bisik Anton sembari memberi kode liwat tatapannya ke arah kemaluannya.
“Ihhhh… tuh kan… baru percaya sama ramuan jamuku…” gemas Inah sembari mencubit dan mengelus kemaluan Anton.
“Gimana kalo mau minta jatah lagi” harap Anton,
“Aduh… khan udah mandi mas, lagian aku capek banget nih sampe berasa copot semua tulangku mas” elak Inah.
Tetapi Inah bangkit dan berjongkok di depan Anton, “Ya deh… ini tanggung jawabku… aku kulum lagi aja ya mas… kasian klo gak bisa tersalur” jawab Inah memberi solusi.
Anton hanya tersenyum sembari melihat lagi Inah mengulum kemaluannya, dielusnya rambut Inah. Inah memang cepat bisa, sedotannya membuat Anton tidak dapat bertahan lama, dan memang ini yang dimaui Anton, karena ia berpikir bila hanya dia yang bermain tidaklah terlalu nyaman.
“Mbak… achhh…” jerit Anton mengiringi orgasmenya kali ini yang seperti tadi langsung ditelan habis Inah.
“Kok cepet keluarnya sekarang mas?” tanya Inah tersenyum.
“Sengaja, habis klo main sendiri gak enak lah rasanya, makanya aku kosentrasi supaya cepet keluar” bela Anton.
“He… he… he… khan masih ada besok lagi mas…” kata Inah sembari membersihkan kemaluan Anton dengan tisu yang berada di atas meja tersebut, sembari mencium mesra pipi Anton.
“Udah… tidur sini aja mbak, aku kelonin deh” rayu Anton melihat Inah mulai memakai bra kain dan kebayanya setelah dia membersihkan diri di kamar mandi sekali lagi.
“Endak ah mas… gak enak sama teman kos saya” jawab Inah mengelak ajakan Anton.
“Tapi besok… kalo saya kangen sama mas.. boleh ya saya main ke sini…” pinta Inah memelas,
“Oke aja… kalo pas saya ada di kosan, biasanya sih suka keluyuran” jawab Anton seenaknya.
“Sekarang saya tinggalin lagi jamunya ya mas, siapa tau ada yang butuh kehangatan mas Anton lagi he… he… he…” canda Inah setelah dia selesai memakai semua pakaiannya sembari mengangkat bakul berisi jamunya.
“Berapa semuanya mbak…?” tanya Anton sembari membuka dompet untuk membayarnya.
“Sudah mas… saya kasih gratis… soalnya saya sudah dapat kepuasan yang selama ini gak saya dapetin” tolak Inah halus,
“Yang bener nih mbak… mosok dah disuruh ngerokin sama ngelonin… kok gak mau di kasih uang sih?” protes Anton.
“Alaaahh… saya tau kantong Mahasiswa… paling juga recehan doang isinya… ha… becanda lho mas… serius kok mas… aku yang terima kasih… mas Anton bisa mengerti perasaan wanita, salam aja ya mas buat temen kencan mas yang lain” goda Inah sembari pamitan keluar kamar.
“Eh… sebentar mbak!” seru Anton setelah memakai kain sarungnya kembali, Inah berhenti, kemudian Anton mendekati Inah memeluk wanita itu dan memberi kecupan lembut di bibir Inah sembari menyelipkan sejumlah uang ke dalam bra Inah dan berkata
“Sekali ini jangan menolak ya mbak… saya bersalah jika tidak memberi ini mohon jangan anggap sebagai imbalan jasa… tetapi rasa sayang saya dan sebagai rasa terima kasih buat embak”.
Inah terpaku dan menatap Anton, tak dinyananya bahwa lelaki ini selain ganteng, pemberi kepuasan dan baik hati terhadap wanita, ah… seandainya…. Inah tidak mampu melanjutkan impiannya yang dianggap mustahil bagi dirinya, tak terasa menetes air mata harunya. Anton mengusap air mata Inah dan mengecup kening Inah,
“Sudah ya sayang… gak usah nangis… semoga besok kita bisa lebih panas lagi” goda Anton menghibur Inah.
“Ma kasih ya mas” pamit Inah meninggalkan kos-kosan Anton.
Anton terpaku melepas kepergian Inah, hujan baru saja berhenti, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, gila dari jam lima sore tadi kita berdua main bathin Anton. Tetapi Anton merasa klo tubuhnya dalam kondisi puncak, dahsyat sekali ramuan mbak jamu tadi ya pikir Anton, besok kalau bertemu, aku akan minta lagi ah, pikir Anton sembari menutup pintu kos-kosan dan kembali ke kamarnya untuk tidur.
Melihat pemandangan itu, Anton terpana dari tempatnya membuat teh, gila perfect banget tuh body batin hatinya, orang gak akan nyangka bahwa tukang jamu memiliki body yang aduhai, apalagi barangnya… bisa memijit pula… mungkin karena setiap hari berjalan dan membawa beban di punggung, yang tanpa disadari sudah merupakan olah raga sex… masih dalam pikiran Anton melihat pemandangan Inah dari belakang.
“Mbak… nih teh hangatnya… aku cuman bikin satu buat kita berdua ya… biar tambah mesra… bukannya pelit lho” canda Anton sembari membawa teh hangat yang diletakkan di atas meja rias.
Anton meraih kursi dan duduk di sebelah meja rias yang sedang dipakai Inah untuk mengeringkan rambut, dipandanginya Inah dari sisinya duduk.
“Ah… mas… kok ngeliatin Inah terus sih… Inah kan malu…” celoteh Inah manja sembari mencubit pipi Anton. Anton hanya tersenyum dan mendekati bibir wanita itu serta mengecupnya dengan mesra. Ketika Inah menyisir rambutnya, otomatis siku tangannya terangkat ke atas dan memperlihatkan ketiak Inah yang ditumbuhi bulu tetapi tidak lebat sehingga tidak memberi kesan jorok. Anton meraih ketiak Inah, dielusnya bulu-bulunya,
“Gak pernah dicukur ya mbak”.
“Mana sempet mas… gak ada waktu ngurusin diri” bela Inah.
Anton kembali memperhatikan Inah menyisir rambutnya, begitu pandangan Anton ke bawah, dilihatnya payudara Indah bergoyang ke kiri kanan, menambah pemandangan menjadi panas kembali.
“Mbak… adikku bangkit lagi nih…” bisik Anton sembari memberi kode liwat tatapannya ke arah kemaluannya.
“Ihhhh… tuh kan… baru percaya sama ramuan jamuku…” gemas Inah sembari mencubit dan mengelus kemaluan Anton.
“Gimana kalo mau minta jatah lagi” harap Anton,
“Aduh… khan udah mandi mas, lagian aku capek banget nih sampe berasa copot semua tulangku mas” elak Inah.
Tetapi Inah bangkit dan berjongkok di depan Anton, “Ya deh… ini tanggung jawabku… aku kulum lagi aja ya mas… kasian klo gak bisa tersalur” jawab Inah memberi solusi.
Anton hanya tersenyum sembari melihat lagi Inah mengulum kemaluannya, dielusnya rambut Inah. Inah memang cepat bisa, sedotannya membuat Anton tidak dapat bertahan lama, dan memang ini yang dimaui Anton, karena ia berpikir bila hanya dia yang bermain tidaklah terlalu nyaman.
“Mbak… achhh…” jerit Anton mengiringi orgasmenya kali ini yang seperti tadi langsung ditelan habis Inah.
“Kok cepet keluarnya sekarang mas?” tanya Inah tersenyum.
“Sengaja, habis klo main sendiri gak enak lah rasanya, makanya aku kosentrasi supaya cepet keluar” bela Anton.
“He… he… he… khan masih ada besok lagi mas…” kata Inah sembari membersihkan kemaluan Anton dengan tisu yang berada di atas meja tersebut, sembari mencium mesra pipi Anton.
“Udah… tidur sini aja mbak, aku kelonin deh” rayu Anton melihat Inah mulai memakai bra kain dan kebayanya setelah dia membersihkan diri di kamar mandi sekali lagi.
“Endak ah mas… gak enak sama teman kos saya” jawab Inah mengelak ajakan Anton.
“Tapi besok… kalo saya kangen sama mas.. boleh ya saya main ke sini…” pinta Inah memelas,
“Oke aja… kalo pas saya ada di kosan, biasanya sih suka keluyuran” jawab Anton seenaknya.
“Sekarang saya tinggalin lagi jamunya ya mas, siapa tau ada yang butuh kehangatan mas Anton lagi he… he… he…” canda Inah setelah dia selesai memakai semua pakaiannya sembari mengangkat bakul berisi jamunya.
“Berapa semuanya mbak…?” tanya Anton sembari membuka dompet untuk membayarnya.
“Sudah mas… saya kasih gratis… soalnya saya sudah dapat kepuasan yang selama ini gak saya dapetin” tolak Inah halus,
“Yang bener nih mbak… mosok dah disuruh ngerokin sama ngelonin… kok gak mau di kasih uang sih?” protes Anton.
“Alaaahh… saya tau kantong Mahasiswa… paling juga recehan doang isinya… ha… becanda lho mas… serius kok mas… aku yang terima kasih… mas Anton bisa mengerti perasaan wanita, salam aja ya mas buat temen kencan mas yang lain” goda Inah sembari pamitan keluar kamar.
“Eh… sebentar mbak!” seru Anton setelah memakai kain sarungnya kembali, Inah berhenti, kemudian Anton mendekati Inah memeluk wanita itu dan memberi kecupan lembut di bibir Inah sembari menyelipkan sejumlah uang ke dalam bra Inah dan berkata
“Sekali ini jangan menolak ya mbak… saya bersalah jika tidak memberi ini mohon jangan anggap sebagai imbalan jasa… tetapi rasa sayang saya dan sebagai rasa terima kasih buat embak”.
Inah terpaku dan menatap Anton, tak dinyananya bahwa lelaki ini selain ganteng, pemberi kepuasan dan baik hati terhadap wanita, ah… seandainya…. Inah tidak mampu melanjutkan impiannya yang dianggap mustahil bagi dirinya, tak terasa menetes air mata harunya. Anton mengusap air mata Inah dan mengecup kening Inah,
“Sudah ya sayang… gak usah nangis… semoga besok kita bisa lebih panas lagi” goda Anton menghibur Inah.
“Ma kasih ya mas” pamit Inah meninggalkan kos-kosan Anton.
Anton terpaku melepas kepergian Inah, hujan baru saja berhenti, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, gila dari jam lima sore tadi kita berdua main bathin Anton. Tetapi Anton merasa klo tubuhnya dalam kondisi puncak, dahsyat sekali ramuan mbak jamu tadi ya pikir Anton, besok kalau bertemu, aku akan minta lagi ah, pikir Anton sembari menutup pintu kos-kosan dan kembali ke kamarnya untuk tidur.
"Siang… permisi dik…” sapa suara wanita di luar sana, terdengar jendela kaca diketuk orang. Anton menggeliat dari tidurnya, didengar suara sayup-sayup, setengah malas diambilnya sarung untuk menutupi burung yang bangun mendahului tuannya.
“Sebentar mbak…” balasnya sembari membuka pintu kamar kosannya
“Ohhh… mBak Asti… ada apa mbak, pagi-pagi gangguin orang tidur” canda Anton tersenyum melihat Asti, tetangga sebelah kosan Anton.
“Pagi…? liat tuh… matahari juga udah mau nyampe di atas kepala…” kaget Asti. “Ah masa sih… kirain masih subuh…”jawab Anton sekenanya.
“Ton… mbak mau pinjem tali buat jemuran ada nggak?” tanya Asti kepada Anton yang masih tampak belum sepenuhnya sadar.
“Tali jemuran… buat gantung diri ya mbak ya…” goda Anton sembari menguap lebar sekali.
“Uh… dasar pemalas… dah siang bolong begini masih ngigo… liat tu di luar matahari lagi mau keluar… mumpung ada panas, mbak mau jemur cucian yang dari kemarin gak kering-kering” gerutu Asti.
Tiba-tiba Asti terkejut sembari memalingkan wajahnya yang berubah merona merah begitu dilihat sekitar selangkangan Anton tampak sesuatu benda mencuat layaknya tiang bendera. Anton menyadari perubahan wajah Asti serta seketika melihat ke bawah pas tepat di bawah pusarnya,
“Ups… sori mbak… sebentar saya pake celana dulu…” seru Anton sembari berlalu masuk ke dalam kamarnya. Dasar bujangan… tapi lumaya gedhe juga punya tu anak… dalam hati Asti tersenyum sembari membayangkan tonjolan di kain sarung Anton tadi.
Anton memakai CD serta ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan sedikit menyikat giginya, setelah itu kembali lagi dia menemui Asti di kamar tamu sembari membawa seutas tali jemuran di tangan kirinya.
“Nih mbak talinya… mau di pasang sekarang? tanya Anton,
“Boleh deh… sekalian minta tolong pasangin ya dik Anton.” senyum Asti diselingi lirikan kecewa ke arah selangkangan Anton yang sekarang telah normal kembali.
Wah nakal juga nih cewek, gerutu Anton melihat kerlingan mata Asti ke arah selangkangannya.
Anton mengikat salah satu ujung tali jemuran di batang pohon pepaya, setelah itu dia menyuruh Asti untuk mengikat ujung yang lainnya di pagar kawat. Asti memakai daster tipis longgar tanpa lengan, sehingga dari arah samping Anton sedikit mengintip seputar daging kenyal Asti, karena letak Anya agak membelakangi sinar matahari, Anton melihat siluet body Asti tanpa bra dan hanya mengenakan G-string hitam. Perlahan tapi pasti, senjata Anton bereaksi, secepat kilat Anton membuang muka. Tak lama Asti masuk mengambil ember berisi jemuran dan mulai menjemur pada utas tali yang tadi dipasang bersama Anton, sementara Anton memandanginya dengan duduk di kursi pendek depan pintu kamar tamu Asti. Anton memperhatikan celah disekitar ketiak Asti yang terlihat kecoklatan. Asti adalah istri simpanan seorang pejabat Kotamadya, sementara Asti kos di sebelah kosan Anton bersama adiknya yang sedang pulang kampung.
“Dik Anton ngeliatin mbak terus ya…? selidik Asti sembari melotot ke arah Anton, “Ah… tau aja mbak” jawab Anton polos dan melengos.
“Sudah masuk sana… tunggu mbak di ruang tamu aja, ada koran baru tuh di sana” jawab Asti menetralisir rona merah wajah Anton. Anton berdiri dan berjalan malas ke dalam ruang tamu Asti, diraihnya koran dan diselonjorkan tubuhnya di atas sofa.
Setelah semua pakaian terjemur, Asti menyusul Anton ke dalam ruang tamu sembari membawa segelas teh hangat dan diserahkannya kepada Anton.
“Makasih mbak” jawab Anton sembari menghirup teh hangatnya.
“Ton… semalem kok hot banget kedengarannya…”selidik Asti tersenyum dan melirik nakal ke arah Anton sembari meletakkan pinggulnya di depan Anton.
Anton bagai disambar petir atas pertanyaan Asti yang diucap perlahan tetapi bagai petir di telinga Anton. Koran yang dipegang Anton disentak sembari melihat ke arah Asti serta bermaksud menanyakan arti pertanyaan melalui sorotan matanya. Asti hanya tersenyum, diambilnya gelas berisi teh hangat, disruputnya perlahan sembari pandangannya mencuri ke arah Anton.
“Lho… mbak denger…? tanya Anton seperti kera kena tulup. Asti tersenyum, “Sering mbak denger suara-suara aneh dari rumah sebelah, terutama kamar yang bersebelahan langsung dengan kamar mbak” terang Asti.
“Oh itu kamar Bowo mbak… kamarku masih beda dua kamar lagi dari situ” bela Anton.
“Tetapi Bowo pulang kampung bersama Jaya khan…?” selidik Asti sembari melempar senyum penuh arti kepada Anton.
“He… he… he… iya… tinggal aku sendirian malem itu” jawab Anton merasa tersudut sembari menggaruk rambut yang tidak gatal. "Emangnya mbak Asti pulang jam berapa?, bukannya malam itu hujan deras mbak?" kata Anton sembari mencari pembelaan diri.
“Yaa… itu… mbak rencana nginep di rumah temen, tiba-tiba temen mendapat interlokal kalo adiknya sakit, akhirnya mbak memutuskan untuk pulang, tapi hujan gak reda-reda… setelah agak gerimis mbak panggil tukang ojek… pas sampe jembatan timur sana hujan kembali menderas… akhirnya tukang ojek mbak suruh aja langsung ke kosan… jadi mbak pulang sampe basah kuyub deh, basah luar dalem” jelas Asti kepada Anton.
“Pantesan gak pake… pada dijemurin semua ya” goda Anton.
“Ih… sialan… tau aja kamu, tetapi mbak pake G-string simpenan kalo mas Ary pas dateng lho” bela Asti.
“Sama siapa malam itu dik Anton” selidik Asti kembali seakan tak mau ketinggalan momennya menggoda Anton.
“Eenghh… sama Inah mbak…” aku Anton.
“Haaaaa… kamu main sama Inaahhh…” pekik Asti menutup mulut bengongnya, “Emang kenapa mbak… kok kaget” tanya Anton tersenyum sinis kepada Asti. “Inah tukang jamu itu kan… Ton…?” tanya Asti seakan tidak menyangka atas pengakuan Anton.
“Inah juga manusia khan mbak… dan jangan salah mbak… Inah ternyata wanita paling hot yang saya alami selama ini” bela Anton.
“Masa sih Ton… kedengerannya emang hot banget sih malem itu… mana ujan deres lagi” kata Asti, “kalo dibading sama teman kencanmu yang lain… gimana Ton…? sambung Astia penuh rasa penasaran.
“Putuuuuussss…. gak ada yang bisa nyedot-nyedot kaya si Inah mbak…. ha.. ha… ha… gelak Anton mengatasi penasaran Asti, tak tahan dicubitnya kaki Anton sembari memerah kedua pipinya.
“Inah pernah kasih mbak jamu ramuan buat mas Ary, cuman masih mbak simpen di kulkas karena mas Ary tampaknya gak doyan” jelas Asti tanpa ditanya Anton. “Haaaa… masih ada gak mbak… jamunya ” pekik Anton kegirangan. Asti terheran melihat perubahan sikap Anton,
“Emangnya kamu tau jamu apaan tuh…?” selidik Asti.
“Gara-gara jamu itu… aku menjadi pria sejati mbak…” jawab Anton tertawa lepas. “Masa sih Ton… bisa bikin cowok perkasa?” selidik Asti.
“Tadinya aku sendiri juga gak gitu percaya mbak, tapi aku mau nyoba asalkan bisa langsung dipraktekin” jelas Anton.
“Ooohh… pantesan… terus kamu nyoba sama Inah ya… karena gak ada lawannya…” ledek Asti paham.
“Itulah mbak… tadinya hanya memandang sebelah mata sama Inah, jujur aja mbak… aku aja agak males-malesan mau mainnya, tetapi setelah main… aku kayak kena pelet… pingin ngerasain lagi tubuh Inah” aku Anton.
“Wah jangan-jangan kamu dipelet si Inah Ton” curiga Asti.
“Jelas aku kepelet mbak… bayangin aja rasa senjataku dijepit barangnya Inah… seperti empot ayam” jawab Anton mematahkan kecurigaan Asti.
“Bisa seperti empot ayam beneran dik… barangnya si Inah…?” penasaran Asti sembari melotot kepada Anton.
“Yah gitu deh…” ledek Anton.
Sialan nih anak, ngerjain aku aja batin Asti, diraihnya bantal di kursi dan dilemparkannya ke arah Anton diiringi derai gelak tawa Anton. Anton kemudian meneruskan membaca koran, sementara Asti melamun
“Sebentar mbak…” balasnya sembari membuka pintu kamar kosannya
“Ohhh… mBak Asti… ada apa mbak, pagi-pagi gangguin orang tidur” canda Anton tersenyum melihat Asti, tetangga sebelah kosan Anton.
“Pagi…? liat tuh… matahari juga udah mau nyampe di atas kepala…” kaget Asti. “Ah masa sih… kirain masih subuh…”jawab Anton sekenanya.
“Ton… mbak mau pinjem tali buat jemuran ada nggak?” tanya Asti kepada Anton yang masih tampak belum sepenuhnya sadar.
“Tali jemuran… buat gantung diri ya mbak ya…” goda Anton sembari menguap lebar sekali.
“Uh… dasar pemalas… dah siang bolong begini masih ngigo… liat tu di luar matahari lagi mau keluar… mumpung ada panas, mbak mau jemur cucian yang dari kemarin gak kering-kering” gerutu Asti.
Tiba-tiba Asti terkejut sembari memalingkan wajahnya yang berubah merona merah begitu dilihat sekitar selangkangan Anton tampak sesuatu benda mencuat layaknya tiang bendera. Anton menyadari perubahan wajah Asti serta seketika melihat ke bawah pas tepat di bawah pusarnya,
“Ups… sori mbak… sebentar saya pake celana dulu…” seru Anton sembari berlalu masuk ke dalam kamarnya. Dasar bujangan… tapi lumaya gedhe juga punya tu anak… dalam hati Asti tersenyum sembari membayangkan tonjolan di kain sarung Anton tadi.
Anton memakai CD serta ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan sedikit menyikat giginya, setelah itu kembali lagi dia menemui Asti di kamar tamu sembari membawa seutas tali jemuran di tangan kirinya.
“Nih mbak talinya… mau di pasang sekarang? tanya Anton,
“Boleh deh… sekalian minta tolong pasangin ya dik Anton.” senyum Asti diselingi lirikan kecewa ke arah selangkangan Anton yang sekarang telah normal kembali.
Wah nakal juga nih cewek, gerutu Anton melihat kerlingan mata Asti ke arah selangkangannya.
Anton mengikat salah satu ujung tali jemuran di batang pohon pepaya, setelah itu dia menyuruh Asti untuk mengikat ujung yang lainnya di pagar kawat. Asti memakai daster tipis longgar tanpa lengan, sehingga dari arah samping Anton sedikit mengintip seputar daging kenyal Asti, karena letak Anya agak membelakangi sinar matahari, Anton melihat siluet body Asti tanpa bra dan hanya mengenakan G-string hitam. Perlahan tapi pasti, senjata Anton bereaksi, secepat kilat Anton membuang muka. Tak lama Asti masuk mengambil ember berisi jemuran dan mulai menjemur pada utas tali yang tadi dipasang bersama Anton, sementara Anton memandanginya dengan duduk di kursi pendek depan pintu kamar tamu Asti. Anton memperhatikan celah disekitar ketiak Asti yang terlihat kecoklatan. Asti adalah istri simpanan seorang pejabat Kotamadya, sementara Asti kos di sebelah kosan Anton bersama adiknya yang sedang pulang kampung.
“Dik Anton ngeliatin mbak terus ya…? selidik Asti sembari melotot ke arah Anton, “Ah… tau aja mbak” jawab Anton polos dan melengos.
“Sudah masuk sana… tunggu mbak di ruang tamu aja, ada koran baru tuh di sana” jawab Asti menetralisir rona merah wajah Anton. Anton berdiri dan berjalan malas ke dalam ruang tamu Asti, diraihnya koran dan diselonjorkan tubuhnya di atas sofa.
Setelah semua pakaian terjemur, Asti menyusul Anton ke dalam ruang tamu sembari membawa segelas teh hangat dan diserahkannya kepada Anton.
“Makasih mbak” jawab Anton sembari menghirup teh hangatnya.
“Ton… semalem kok hot banget kedengarannya…”selidik Asti tersenyum dan melirik nakal ke arah Anton sembari meletakkan pinggulnya di depan Anton.
Anton bagai disambar petir atas pertanyaan Asti yang diucap perlahan tetapi bagai petir di telinga Anton. Koran yang dipegang Anton disentak sembari melihat ke arah Asti serta bermaksud menanyakan arti pertanyaan melalui sorotan matanya. Asti hanya tersenyum, diambilnya gelas berisi teh hangat, disruputnya perlahan sembari pandangannya mencuri ke arah Anton.
“Lho… mbak denger…? tanya Anton seperti kera kena tulup. Asti tersenyum, “Sering mbak denger suara-suara aneh dari rumah sebelah, terutama kamar yang bersebelahan langsung dengan kamar mbak” terang Asti.
“Oh itu kamar Bowo mbak… kamarku masih beda dua kamar lagi dari situ” bela Anton.
“Tetapi Bowo pulang kampung bersama Jaya khan…?” selidik Asti sembari melempar senyum penuh arti kepada Anton.
“He… he… he… iya… tinggal aku sendirian malem itu” jawab Anton merasa tersudut sembari menggaruk rambut yang tidak gatal. "Emangnya mbak Asti pulang jam berapa?, bukannya malam itu hujan deras mbak?" kata Anton sembari mencari pembelaan diri.
“Yaa… itu… mbak rencana nginep di rumah temen, tiba-tiba temen mendapat interlokal kalo adiknya sakit, akhirnya mbak memutuskan untuk pulang, tapi hujan gak reda-reda… setelah agak gerimis mbak panggil tukang ojek… pas sampe jembatan timur sana hujan kembali menderas… akhirnya tukang ojek mbak suruh aja langsung ke kosan… jadi mbak pulang sampe basah kuyub deh, basah luar dalem” jelas Asti kepada Anton.
“Pantesan gak pake… pada dijemurin semua ya” goda Anton.
“Ih… sialan… tau aja kamu, tetapi mbak pake G-string simpenan kalo mas Ary pas dateng lho” bela Asti.
“Sama siapa malam itu dik Anton” selidik Asti kembali seakan tak mau ketinggalan momennya menggoda Anton.
“Eenghh… sama Inah mbak…” aku Anton.
“Haaaaa… kamu main sama Inaahhh…” pekik Asti menutup mulut bengongnya, “Emang kenapa mbak… kok kaget” tanya Anton tersenyum sinis kepada Asti. “Inah tukang jamu itu kan… Ton…?” tanya Asti seakan tidak menyangka atas pengakuan Anton.
“Inah juga manusia khan mbak… dan jangan salah mbak… Inah ternyata wanita paling hot yang saya alami selama ini” bela Anton.
“Masa sih Ton… kedengerannya emang hot banget sih malem itu… mana ujan deres lagi” kata Asti, “kalo dibading sama teman kencanmu yang lain… gimana Ton…? sambung Astia penuh rasa penasaran.
“Putuuuuussss…. gak ada yang bisa nyedot-nyedot kaya si Inah mbak…. ha.. ha… ha… gelak Anton mengatasi penasaran Asti, tak tahan dicubitnya kaki Anton sembari memerah kedua pipinya.
“Inah pernah kasih mbak jamu ramuan buat mas Ary, cuman masih mbak simpen di kulkas karena mas Ary tampaknya gak doyan” jelas Asti tanpa ditanya Anton. “Haaaa… masih ada gak mbak… jamunya ” pekik Anton kegirangan. Asti terheran melihat perubahan sikap Anton,
“Emangnya kamu tau jamu apaan tuh…?” selidik Asti.
“Gara-gara jamu itu… aku menjadi pria sejati mbak…” jawab Anton tertawa lepas. “Masa sih Ton… bisa bikin cowok perkasa?” selidik Asti.
“Tadinya aku sendiri juga gak gitu percaya mbak, tapi aku mau nyoba asalkan bisa langsung dipraktekin” jelas Anton.
“Ooohh… pantesan… terus kamu nyoba sama Inah ya… karena gak ada lawannya…” ledek Asti paham.
“Itulah mbak… tadinya hanya memandang sebelah mata sama Inah, jujur aja mbak… aku aja agak males-malesan mau mainnya, tetapi setelah main… aku kayak kena pelet… pingin ngerasain lagi tubuh Inah” aku Anton.
“Wah jangan-jangan kamu dipelet si Inah Ton” curiga Asti.
“Jelas aku kepelet mbak… bayangin aja rasa senjataku dijepit barangnya Inah… seperti empot ayam” jawab Anton mematahkan kecurigaan Asti.
“Bisa seperti empot ayam beneran dik… barangnya si Inah…?” penasaran Asti sembari melotot kepada Anton.
“Yah gitu deh…” ledek Anton.
Sialan nih anak, ngerjain aku aja batin Asti, diraihnya bantal di kursi dan dilemparkannya ke arah Anton diiringi derai gelak tawa Anton. Anton kemudian meneruskan membaca koran, sementara Asti melamun
Asti menerawang jauh pandangannya ke arah depan ruang tamunya, Anton melirik dari sebelah halaman koran yang dibacanya sambil diangkat, sehingga Asti tidak melihat arah pandangan mata Anton, Anton tersenyum melihat Asti melamun.
“Mbak… mas Ary dah berapa lama enggak dateng…?” tanya Anton memecah lamunan Asti. Ditariknya nafas dalam-dalam,
“Tau dik… katanya dinas keluar negeri sampai 3 bulan… keluh Asti.
“Waduh… gimana urusan ranjang didalam kelambu tuh mbak” goda Anton.
“Mbak selama ini pake alat kok dik…” jawab Asti enteng.
“Apa enaknya pake benda mati kayak gitu” ledek Anton,
“Eh mbak beli yang pake vibrate lho dik, jadi bisa gerak-gerak” bela Asti.
“Tetep aja monoton gerakannya… jawab Anton meledek Asti lagi.
“Mbak… buat Anton aja deh jamunya si Inah… daripada gak diminum…”pinta Anton,
“Trus entar sama siapa musuhnya dik?” pancing Asti.
“Siapa aja yang mau… soalnya lagi jomblo nih”jawab Anton seakan tau pancingan Asti.
Asti bangkit berjalan menuju lemari es, membuka handle sembari setengan membungkuk mencari jamu tersebut. Anton disuguhkan pemandangan indah pinggang dan pantat Asti yang terkena imbas sinar dari dalam lemari Es, dan hanya bisa menelan ludahnya saja. Kemudian Asti memberikan gelas berisi jamu dan langsung dihabiskan Anton tanpa menunggu lama lagi, Asti hanya tersenyum melihat kelakuan Anton sembari berkata dalam hati bahwa anak muda ini memang urakan, tetapi baik hati dan yang lebih gemes lagi adalah gonta ganti pasangan tidurnya, sembari melirik kain sarung tepat di tengah selangkangan Anton dan membayangkan isi yang terkukung di dalamnya, tiba-tiba Asti merasa ada sesuatu yang basah keluaar dari kemaluannya… ups.
“Gimana rasanya dik…?” tanya Asti,
“Pahit lah mbak.." jawab Anton sembari menyruput sisa teh manisnya tadi untuk menghilangkan rasa pahit jamu itu. Asti bangkit dari duduknya, memandang ke arah Anton sembari tersenyum penuh arti, dibalikannya badannya kemudian menuju kamar tidurnya sembari memegang kedua bongkah pantatnya yang seksi. Anton mengikuti dengan pandangan kedua bola matanya, wah mancing lagi nih cewek. tetapi Anton tidak terbawa oleh pancingan Asti sementara dibiarkannya Asti dengan pikirannya sendiri, sementara Anton kembali membaca koran sembari menunggu reaksi jamu yang telah tandas diminumnya.
“Dik… dik Anton…” terdengar suara dari kamar Asti,
“Ya mbak… jawab Anton tetap tidak beranjak dari duduknya.
“Kesini sebentar dong…” suara Asti agak manja,
“Ya…” jawab Anton masih diam membaca.
“Diiikkkk…” terdengar lagi suara Asti dari dalam kamarnya. Dengan malas Anton bangkit dan berjalan ke arah kamar Asti,
“Ada apa sih mbak…” tanya Anton sembari melihat Asti tiduran membelakanginya.
“Tolong tutup dong pintu depan dik… nanti setelah itu kemari lagi ya…” jawab Asti tanpa merubah poisi tidurnya. Anto berjalan menuju ruang tamu kemudian menutup serta mengunci pintu utama, setelah itu Anton kembali ke kamar Asti, didekatinya wanita itu dan duduk di pinggir tempat tidurnya,
“Udah saya tutup mbak… pintunya” jawab Anton sembari meraih pundak Asti yang kemudian dipijitnya.
“Ssshhh… enakkk dik Atooon… ssshhh…” desah Asti menggelinjang,
“Kemarin main ujan-ujanan sih… masuk angin deh” kata Anton menganalisa sendiri. “Mmmhhh… ssshhh…” erang Asti tanpa menjawab komentar Anton.
“Aku buka dasternya ya mbak ya… biar langsung kerasa di kulit pijitanku…” pinta Anton,
“Terserahlaaahhh…” jawab Asti malas.
Kemudian Aton menarik tali daster dipundak kanan-kiri Asti serta menurunkannya, sementara Asti agak terangkat sedikit tubuhnya memberi keleluasaan Anton untuk menurunkan dasternya, Anton menurunkan sebatas pinggangnya, kemudian mulai memijat lagi. Benar dugaan Anton sebelumnya tadi bahwa Asti tidak mengenakan bra, tampak kulit coklat manis punggung Asti yang masih kencang di usianya ke 29 tahun tanpa anak. Anton memijat dari atas punggung hingga sekitar pinggang, pijatannya membuat Asti mendesis keenakan,
“ssshhh… ennaakkk Toonnn… ssshhh”.
Anton yang ahli dalam memanjakan wanita-wanitanya, ia mengerti sedikit masalah pijat memijat, ilmunya didapat ketika dia mengikuti kursus sebagai pecinta alam di kampusnya. Sedikit demi sedikit urat-urat Asti yang dirasa mengganjal atau menggrenjel di pijatnya sehingga menjadi lemas dan normal kembalidengan tak lupa sedikit sentuhan pada tonjolan daging payudara Asti. Perlahan ditariknya sisa daster yang tersisa di pantat Asti, Wanita itu membantu melancarkan aksi Anton dengan menaikkan pantatnya ke atas.
Tanpa melepas G-string wanita itu, Anton kembali memijat bongkahan pantat Asti yang bulat, segar dan indah. Perlahan diusap dan dipijitnya bongkahan itu sehingga menimbulkan reaksi yang besar buat Asti, erangan wanita itu semakin sering diselingi deru nafas yang memburu,
“Ssshhh… toonnn… jangan siksa mbaaakk dooonggg…” Anton memijit dengan kedua jempolnya tepat ditengah masing-masing bongkahan pantat kiri dan kanan, diyakini akan membangkitkan gairah sex wanita, terbukti semakin liar gerakan Asti diselingi erangan-erangan serta rintihannya.
Perlahan pijitan Anton turun ke paha, naik lagi ke pangkal paha, membuat Asti semakin menggelinjang tak berdaya.
Kemudian Anton membalikkan tubuh Asti, pandangan mata mereka beradu, Anton melihat pandangan Asti yang pasrah dengan mata hanya setengah terpejam menahan sesuatu yang akan meledak.
“Kamu hebat Ton, bikin mbak terbuai dan penasaran".
Anton memijat kening wanita itu, gerakannya menurun hingga keleher terus menurun hingga kebukit kembar wanita itu, Asti meraih tangan Anton dan menekan tangannya bila mendarat di kedua payudaranya seakan ingin mengatakan agar Anton meremasnya. Anton tanggap dengan reaksi Asti, perlahan diremasnya kedua payudara Asti, kedua mata wanita itu terpejam merasakan kenikmatan. Anton mendekatkan wajahnya ke puting serta mengulumnya.
“Aahhh… hisssaaap yang kuaaat diiikkk…” pinta Asti kesetanan sembari menjambak rambut Anton. Anton memainkan pilinan lidahnya di puting serta seskali menghisap serta menggigit lembut puting tersebut.
Perlahan jilatan Anton turun ke pusar, tangan kirinya menyingkap penutup tengah G-string kemudian jilatan Anton mendarat pada bukit berbulu lebat milik Asti. Tanpa melihat dapat dipastikan lidah Anton menemukan tonjolan daging bulat sebesar kelereng di tengah-tengah lebatnya hutan Asti. proses ini membuat Asti menggelinjang disertai rintihan tertahan,
“Tekan yang kuat tooonnn… hisaapp… mmmhhhgghh…" erangnya. Anton memainkan lidahnya di tonjolan daging kecil tersebut dengan sesekali digigitnya seperti tadi ia mempermainkan puting wanita tersebut.
Tak lama berselang Asti mengalami puncak orgasme yang diidamkannya beberapa hari terakhir ini, dengan menjambak dan menekan keras kepala Anton ke vaginanya ia berteriak
“Aagghhh… ssshhh… aku sampeee tooonn… agghhh…” erangnya. Asti mencapai klimaksnya, sementara Anton menjilat habis tuntas cairan kenikmatan Asti tanpa bersisa sedikitpun, sungguh nikmat rasanya, pikir Anton.
Anton terpaku memandangi Asti yang sedang berpacu dengan nafasnya, ia melihat betapa wanita itu terpuaskan oleh jilatan Anton yang selama ini hanya didapat dari dildo miliknya. Perlahan Asti membuka matanya dan menatap Anton, Anton mendekati wajah wanita itu, lalu dikecupnya bibir wanita itu, kecupan itu mendapat respon dari Asti, keduanya terlarut dalam pagutan dalam. Tangan Anton meraba payudara Asti, sementara Asti membuka CD Anton dan memainkan penis Anton, Asti mendorong tubuh Anton dengan tangan kanannya, Anton menjauh, setelah itu Asti bangkit dari tidurnya dan tangan kirinya masih di penis Anton. Perlahan didekatinya penis Anton dan mulailah wanita itu mengulum penis Anton. Anton agak mundur sedikit memberi ruang buat Asti untuk mengulum penisnya.
Lima hingga sepuluh menit berlalu tanpa ada tanda Anton akan orgasme, pengaruh jamu dari Inah telah menunjukkan khasiatnya, sehingga sekarang agak lama mampu bertahan untuk menunda orgasmenya. Asti bangkit lagi dan tampak kelelahan, Anton menyadari keadaan Asti, perlahan diciumnya bibir Asti serta direngkuhnya pundak Asti dan menidurinya kembali, Anton naik ke tempat tidur, memegang kedua kaki Asti dan posisi di antaranya. Perlahan diarahkannya penis Anton memasuki lubang vagina Asti, sementara wanita ini pasrah dan hanya menuruti setiap gerakan Anton.
“Auw… pelan-pelan tonnn… punyamu kering lagi tuh.” protes Asti merasakan perih karenna gesekan kepala penis Anton yang dirasa kering memasuki mulut lubang vaginanya. Anton mengambil ludah dari mulutnya dan melumurkannya di kepala penis, setelah itu perlahan diarahkannya penisnya kedalam lubang Asti,
“Sshhh… masuk toonnn… yang dalem ya sayang ooohhhh… hgghhh…”
Perlahan namun pasti Anton mulai memaju-mundurkan penisnya di dalam lobang vagina Asti,
“Sss sss hhh… au au au… hegghhh… aaahhh… mmmhhh… "racau Asti sembari tangannya merentang dan meremas sprei kasurnya.
“Toonn… mmhhh… aaakkuuu nyammppee lagii niihhh…” rintih Asti.
“Nikmati dan keluarkan semua isinya mbak…” saran Anton kemudian sembari menambah frekuensi maju mundurnya penis, dan akhirnya Asti meraih serta memeluk erat Aton serta mendekapkan kakinya ke pantat Anton sambil meregang puncak orgasmenya.
“Ahhhh….mmmhhh… aaahhhgghh..hhh” jeritnya, dengan posisi ini penis Anton semakin tertancap dalam di lubang vagina Asti. Untuk beberapa saat mereka terdiam dengan posisi masih berpelukan erat, hanya nafas keduanya yang terdengar saling berpacu.
“Ton… kamu belum klimaks ya..?” tanya Asti kemudian,
“Belum mbak… nah kan sekarang baru ngerasa keampuhan jamunya Inah…”puji Anton lanjut.
“Sini mbak sedot aja dan keluarin di mulut mbak ya Ton” tawar Asti. Anton kemudia berdiri dan menyerahkan sepenuhnya batang penisnya yang masih tegak berdiri,
“Bantuin mbak dong… biar kamu cepet keluarnya ya Ton…” harap Asti dan dijawab dengan anggukan Anton.
Kemudian Asti memasukkan kemaluan Anton ke dalam mulutnya, dihisap, dimaju mundurkan penis Anton di dalam mulutnya. Anton konsentrasi, semua perasaanya dicurahkan ke dalam penisnya sembari tangan kanan mengelus rambut Asti dan tangan kirinya meremas payudaranya, tak lama kemudian,
“Mbaakkk… sshhh… Antooon… nyampeee nihhh… heggghhh.. acchhh…. mmmmpphh…” erang Anton dan Crooot… crooot… crooott… tumpahlah sperma Anton di dalam rongga mulut Asti yang disedot habis sampai tak bersisa dan ditelannya air kenikmatan Anton.
“Hhhhh…. enak mbak… gak ada yang belepotan ke kasur…” puji Anton kemudian,
“mmmmhhh… siapa dulu Ton… kata Asti memuji dirinya.
“Wah… mbak Asti jago dalam urusan BJ yah… gimana mas Ary gak mlintir tuh sama sedotan mbak Asti…” puji Anton.
“Bisa aja kamu” manja Asti sembari mencubit mesra penis Anton yang terlihat mengecil.
“Mbak… kenapa gak dari dulu aja panggil aku bila mas Arynya gak ada…” tanya Anton,
“Iiihhh… kamu… kayak gak tau siapa Anton itu…” cibir Asti.
“He… he.. he… gitu deh…” tawa Anton sembari menggaruk rambut gondrongnya. “Mbak aku mau mainin dildonya ya…” kata Anton sembari meraih dildo di atas meja rias Asti.
“Untuk siapa ton… kamu mau nyobanya…?” tanya Asti penasaran.
“Coba nungging deh mbak… aku masukin dari belakang… kayaknya mbak Asti masih mau nambah orgasme lagi… mumpung punya mbak masih basah kuyub tuh” goda Anton.
Tanpa menjawab Asti kemudian bangkit dan mengambil posisi doggie, perlahan dihidupkannya dildo di tangan Anton dan memasukkannya ke dalam lubang vagina Asti. Asti melenguh lagi, direbahkannya bahunya ke kasur, sementara tangan kanannya meremas payudara kirinya dan tangan kanannya meremas serta memijat klitorisnya sendiri. Anton dengan perasaan mamaju mundurkan dildo itu ke dalam liang vagina Asti.
“Mmmmpphh… kerasan dikit dik Anton.. maju mundurinnya… sshhh… mmmhhhh….” rintih Asti keenakan. Anton mempercepat gerakan dildo di dalam rongga vagina Asti sembari senyum dikulum, pikirnya… dildo ini tak lebih panjang dari punyanya sendiri. Sementara dilihatnya Asti memejamkan matanya menikmati gesekan dildo di dalam vaginanya, Anton mengambil posisi berdiri membelakangi Asti, perlahan dan pasti dimasukkannya batang penis yang sudah berdiri tegak ke dalam vagina Asti sebagai pengganti dildo tanpa sepengetahuan Asti.
“Mmmmhhh,,, teruusss… yang dalam… dikkk… achhhgghh…” erang Asti tanpa mengetahui bahwa posisi dildo telah tergantikan oleh penis Anton.
“Dikkkk… mbakkk keluar lagi nihhh…. sebentar lagiiii… aaahhh.. mmmhhh…" erang Asti meracu. Anton juga memacu kocokan penisnya di belakang Asti, dimaju mundurkan batang kemaluannya di dalam lobang Asti, disodoknya dalam-dalam batang penisnya di rongga wanita itu.
Tak lama kemudia Asti melenguh panjang “aaaccchhh… nyampeeee tooonnn…”, “Acchh… mmmhhh…. ssshhhhh… mmmgghhh… Asti mencapai puncak orgasme lagi.
Asti pun ambruk didepan Anton berpacu deru nafas wanita itu, sampai akhirnya Asti kemudia bangkit dan bertanya kepada Anton,
“Kok tadi bisa penismu ton yang menusuk mbak, bukannya tadi kamu pake dildo” tanya Rita penasaran dan dipuncak orgasmenya tadi sempat melirik ke arah Anton, “He… he… he… iya mbak.. tadi sewaktu aku tusukkan dildo ke lubang mbak, eh punyaku tegang lagi, sementara mbak merem aku ganti saja dildonya dengan punyaku sendiri… he… he… he… jawab Anton.
“Huuu… dasar Anton… Anton…” kata Asti sembari mengacak-acak rambut Anton, yang dengan segera ditariknya badan Asti dan berdua mereka bergumul di kasur.
“Tapi lebih enakan punyaku khan sayang…” ujar Anton sembari mengelus wajah Asti,
“He eh Ton… enakan punya kamu…” serunya sembari mengecup bibir Anto. “Kamu sendiri udah tegang lagi ya Ton, berarti memang jamunya si Inah bener-bener berkhasiat tinggi ya…” kata Asti sembari mengelus penis Anton yang tegak berdiri serta masih belepotan cairan Asti sendiri.
“Mbak… mas Ary dah berapa lama enggak dateng…?” tanya Anton memecah lamunan Asti. Ditariknya nafas dalam-dalam,
“Tau dik… katanya dinas keluar negeri sampai 3 bulan… keluh Asti.
“Waduh… gimana urusan ranjang didalam kelambu tuh mbak” goda Anton.
“Mbak selama ini pake alat kok dik…” jawab Asti enteng.
“Apa enaknya pake benda mati kayak gitu” ledek Anton,
“Eh mbak beli yang pake vibrate lho dik, jadi bisa gerak-gerak” bela Asti.
“Tetep aja monoton gerakannya… jawab Anton meledek Asti lagi.
“Mbak… buat Anton aja deh jamunya si Inah… daripada gak diminum…”pinta Anton,
“Trus entar sama siapa musuhnya dik?” pancing Asti.
“Siapa aja yang mau… soalnya lagi jomblo nih”jawab Anton seakan tau pancingan Asti.
Asti bangkit berjalan menuju lemari es, membuka handle sembari setengan membungkuk mencari jamu tersebut. Anton disuguhkan pemandangan indah pinggang dan pantat Asti yang terkena imbas sinar dari dalam lemari Es, dan hanya bisa menelan ludahnya saja. Kemudian Asti memberikan gelas berisi jamu dan langsung dihabiskan Anton tanpa menunggu lama lagi, Asti hanya tersenyum melihat kelakuan Anton sembari berkata dalam hati bahwa anak muda ini memang urakan, tetapi baik hati dan yang lebih gemes lagi adalah gonta ganti pasangan tidurnya, sembari melirik kain sarung tepat di tengah selangkangan Anton dan membayangkan isi yang terkukung di dalamnya, tiba-tiba Asti merasa ada sesuatu yang basah keluaar dari kemaluannya… ups.
“Gimana rasanya dik…?” tanya Asti,
“Pahit lah mbak.." jawab Anton sembari menyruput sisa teh manisnya tadi untuk menghilangkan rasa pahit jamu itu. Asti bangkit dari duduknya, memandang ke arah Anton sembari tersenyum penuh arti, dibalikannya badannya kemudian menuju kamar tidurnya sembari memegang kedua bongkah pantatnya yang seksi. Anton mengikuti dengan pandangan kedua bola matanya, wah mancing lagi nih cewek. tetapi Anton tidak terbawa oleh pancingan Asti sementara dibiarkannya Asti dengan pikirannya sendiri, sementara Anton kembali membaca koran sembari menunggu reaksi jamu yang telah tandas diminumnya.
“Dik… dik Anton…” terdengar suara dari kamar Asti,
“Ya mbak… jawab Anton tetap tidak beranjak dari duduknya.
“Kesini sebentar dong…” suara Asti agak manja,
“Ya…” jawab Anton masih diam membaca.
“Diiikkkk…” terdengar lagi suara Asti dari dalam kamarnya. Dengan malas Anton bangkit dan berjalan ke arah kamar Asti,
“Ada apa sih mbak…” tanya Anton sembari melihat Asti tiduran membelakanginya.
“Tolong tutup dong pintu depan dik… nanti setelah itu kemari lagi ya…” jawab Asti tanpa merubah poisi tidurnya. Anto berjalan menuju ruang tamu kemudian menutup serta mengunci pintu utama, setelah itu Anton kembali ke kamar Asti, didekatinya wanita itu dan duduk di pinggir tempat tidurnya,
“Udah saya tutup mbak… pintunya” jawab Anton sembari meraih pundak Asti yang kemudian dipijitnya.
“Ssshhh… enakkk dik Atooon… ssshhh…” desah Asti menggelinjang,
“Kemarin main ujan-ujanan sih… masuk angin deh” kata Anton menganalisa sendiri. “Mmmhhh… ssshhh…” erang Asti tanpa menjawab komentar Anton.
“Aku buka dasternya ya mbak ya… biar langsung kerasa di kulit pijitanku…” pinta Anton,
“Terserahlaaahhh…” jawab Asti malas.
Kemudian Aton menarik tali daster dipundak kanan-kiri Asti serta menurunkannya, sementara Asti agak terangkat sedikit tubuhnya memberi keleluasaan Anton untuk menurunkan dasternya, Anton menurunkan sebatas pinggangnya, kemudian mulai memijat lagi. Benar dugaan Anton sebelumnya tadi bahwa Asti tidak mengenakan bra, tampak kulit coklat manis punggung Asti yang masih kencang di usianya ke 29 tahun tanpa anak. Anton memijat dari atas punggung hingga sekitar pinggang, pijatannya membuat Asti mendesis keenakan,
“ssshhh… ennaakkk Toonnn… ssshhh”.
Anton yang ahli dalam memanjakan wanita-wanitanya, ia mengerti sedikit masalah pijat memijat, ilmunya didapat ketika dia mengikuti kursus sebagai pecinta alam di kampusnya. Sedikit demi sedikit urat-urat Asti yang dirasa mengganjal atau menggrenjel di pijatnya sehingga menjadi lemas dan normal kembalidengan tak lupa sedikit sentuhan pada tonjolan daging payudara Asti. Perlahan ditariknya sisa daster yang tersisa di pantat Asti, Wanita itu membantu melancarkan aksi Anton dengan menaikkan pantatnya ke atas.
Tanpa melepas G-string wanita itu, Anton kembali memijat bongkahan pantat Asti yang bulat, segar dan indah. Perlahan diusap dan dipijitnya bongkahan itu sehingga menimbulkan reaksi yang besar buat Asti, erangan wanita itu semakin sering diselingi deru nafas yang memburu,
“Ssshhh… toonnn… jangan siksa mbaaakk dooonggg…” Anton memijit dengan kedua jempolnya tepat ditengah masing-masing bongkahan pantat kiri dan kanan, diyakini akan membangkitkan gairah sex wanita, terbukti semakin liar gerakan Asti diselingi erangan-erangan serta rintihannya.
Perlahan pijitan Anton turun ke paha, naik lagi ke pangkal paha, membuat Asti semakin menggelinjang tak berdaya.
Kemudian Anton membalikkan tubuh Asti, pandangan mata mereka beradu, Anton melihat pandangan Asti yang pasrah dengan mata hanya setengah terpejam menahan sesuatu yang akan meledak.
“Kamu hebat Ton, bikin mbak terbuai dan penasaran".
Anton memijat kening wanita itu, gerakannya menurun hingga keleher terus menurun hingga kebukit kembar wanita itu, Asti meraih tangan Anton dan menekan tangannya bila mendarat di kedua payudaranya seakan ingin mengatakan agar Anton meremasnya. Anton tanggap dengan reaksi Asti, perlahan diremasnya kedua payudara Asti, kedua mata wanita itu terpejam merasakan kenikmatan. Anton mendekatkan wajahnya ke puting serta mengulumnya.
“Aahhh… hisssaaap yang kuaaat diiikkk…” pinta Asti kesetanan sembari menjambak rambut Anton. Anton memainkan pilinan lidahnya di puting serta seskali menghisap serta menggigit lembut puting tersebut.
Perlahan jilatan Anton turun ke pusar, tangan kirinya menyingkap penutup tengah G-string kemudian jilatan Anton mendarat pada bukit berbulu lebat milik Asti. Tanpa melihat dapat dipastikan lidah Anton menemukan tonjolan daging bulat sebesar kelereng di tengah-tengah lebatnya hutan Asti. proses ini membuat Asti menggelinjang disertai rintihan tertahan,
“Tekan yang kuat tooonnn… hisaapp… mmmhhhgghh…" erangnya. Anton memainkan lidahnya di tonjolan daging kecil tersebut dengan sesekali digigitnya seperti tadi ia mempermainkan puting wanita tersebut.
Tak lama berselang Asti mengalami puncak orgasme yang diidamkannya beberapa hari terakhir ini, dengan menjambak dan menekan keras kepala Anton ke vaginanya ia berteriak
“Aagghhh… ssshhh… aku sampeee tooonn… agghhh…” erangnya. Asti mencapai klimaksnya, sementara Anton menjilat habis tuntas cairan kenikmatan Asti tanpa bersisa sedikitpun, sungguh nikmat rasanya, pikir Anton.
Anton terpaku memandangi Asti yang sedang berpacu dengan nafasnya, ia melihat betapa wanita itu terpuaskan oleh jilatan Anton yang selama ini hanya didapat dari dildo miliknya. Perlahan Asti membuka matanya dan menatap Anton, Anton mendekati wajah wanita itu, lalu dikecupnya bibir wanita itu, kecupan itu mendapat respon dari Asti, keduanya terlarut dalam pagutan dalam. Tangan Anton meraba payudara Asti, sementara Asti membuka CD Anton dan memainkan penis Anton, Asti mendorong tubuh Anton dengan tangan kanannya, Anton menjauh, setelah itu Asti bangkit dari tidurnya dan tangan kirinya masih di penis Anton. Perlahan didekatinya penis Anton dan mulailah wanita itu mengulum penis Anton. Anton agak mundur sedikit memberi ruang buat Asti untuk mengulum penisnya.
Lima hingga sepuluh menit berlalu tanpa ada tanda Anton akan orgasme, pengaruh jamu dari Inah telah menunjukkan khasiatnya, sehingga sekarang agak lama mampu bertahan untuk menunda orgasmenya. Asti bangkit lagi dan tampak kelelahan, Anton menyadari keadaan Asti, perlahan diciumnya bibir Asti serta direngkuhnya pundak Asti dan menidurinya kembali, Anton naik ke tempat tidur, memegang kedua kaki Asti dan posisi di antaranya. Perlahan diarahkannya penis Anton memasuki lubang vagina Asti, sementara wanita ini pasrah dan hanya menuruti setiap gerakan Anton.
“Auw… pelan-pelan tonnn… punyamu kering lagi tuh.” protes Asti merasakan perih karenna gesekan kepala penis Anton yang dirasa kering memasuki mulut lubang vaginanya. Anton mengambil ludah dari mulutnya dan melumurkannya di kepala penis, setelah itu perlahan diarahkannya penisnya kedalam lubang Asti,
“Sshhh… masuk toonnn… yang dalem ya sayang ooohhhh… hgghhh…”
Perlahan namun pasti Anton mulai memaju-mundurkan penisnya di dalam lobang vagina Asti,
“Sss sss hhh… au au au… hegghhh… aaahhh… mmmhhh… "racau Asti sembari tangannya merentang dan meremas sprei kasurnya.
“Toonn… mmhhh… aaakkuuu nyammppee lagii niihhh…” rintih Asti.
“Nikmati dan keluarkan semua isinya mbak…” saran Anton kemudian sembari menambah frekuensi maju mundurnya penis, dan akhirnya Asti meraih serta memeluk erat Aton serta mendekapkan kakinya ke pantat Anton sambil meregang puncak orgasmenya.
“Ahhhh….mmmhhh… aaahhhgghh..hhh” jeritnya, dengan posisi ini penis Anton semakin tertancap dalam di lubang vagina Asti. Untuk beberapa saat mereka terdiam dengan posisi masih berpelukan erat, hanya nafas keduanya yang terdengar saling berpacu.
“Ton… kamu belum klimaks ya..?” tanya Asti kemudian,
“Belum mbak… nah kan sekarang baru ngerasa keampuhan jamunya Inah…”puji Anton lanjut.
“Sini mbak sedot aja dan keluarin di mulut mbak ya Ton” tawar Asti. Anton kemudia berdiri dan menyerahkan sepenuhnya batang penisnya yang masih tegak berdiri,
“Bantuin mbak dong… biar kamu cepet keluarnya ya Ton…” harap Asti dan dijawab dengan anggukan Anton.
Kemudian Asti memasukkan kemaluan Anton ke dalam mulutnya, dihisap, dimaju mundurkan penis Anton di dalam mulutnya. Anton konsentrasi, semua perasaanya dicurahkan ke dalam penisnya sembari tangan kanan mengelus rambut Asti dan tangan kirinya meremas payudaranya, tak lama kemudian,
“Mbaakkk… sshhh… Antooon… nyampeee nihhh… heggghhh.. acchhh…. mmmmpphh…” erang Anton dan Crooot… crooot… crooott… tumpahlah sperma Anton di dalam rongga mulut Asti yang disedot habis sampai tak bersisa dan ditelannya air kenikmatan Anton.
“Hhhhh…. enak mbak… gak ada yang belepotan ke kasur…” puji Anton kemudian,
“mmmmhhh… siapa dulu Ton… kata Asti memuji dirinya.
“Wah… mbak Asti jago dalam urusan BJ yah… gimana mas Ary gak mlintir tuh sama sedotan mbak Asti…” puji Anton.
“Bisa aja kamu” manja Asti sembari mencubit mesra penis Anton yang terlihat mengecil.
“Mbak… kenapa gak dari dulu aja panggil aku bila mas Arynya gak ada…” tanya Anton,
“Iiihhh… kamu… kayak gak tau siapa Anton itu…” cibir Asti.
“He… he.. he… gitu deh…” tawa Anton sembari menggaruk rambut gondrongnya. “Mbak aku mau mainin dildonya ya…” kata Anton sembari meraih dildo di atas meja rias Asti.
“Untuk siapa ton… kamu mau nyobanya…?” tanya Asti penasaran.
“Coba nungging deh mbak… aku masukin dari belakang… kayaknya mbak Asti masih mau nambah orgasme lagi… mumpung punya mbak masih basah kuyub tuh” goda Anton.
Tanpa menjawab Asti kemudian bangkit dan mengambil posisi doggie, perlahan dihidupkannya dildo di tangan Anton dan memasukkannya ke dalam lubang vagina Asti. Asti melenguh lagi, direbahkannya bahunya ke kasur, sementara tangan kanannya meremas payudara kirinya dan tangan kanannya meremas serta memijat klitorisnya sendiri. Anton dengan perasaan mamaju mundurkan dildo itu ke dalam liang vagina Asti.
“Mmmmpphh… kerasan dikit dik Anton.. maju mundurinnya… sshhh… mmmhhhh….” rintih Asti keenakan. Anton mempercepat gerakan dildo di dalam rongga vagina Asti sembari senyum dikulum, pikirnya… dildo ini tak lebih panjang dari punyanya sendiri. Sementara dilihatnya Asti memejamkan matanya menikmati gesekan dildo di dalam vaginanya, Anton mengambil posisi berdiri membelakangi Asti, perlahan dan pasti dimasukkannya batang penis yang sudah berdiri tegak ke dalam vagina Asti sebagai pengganti dildo tanpa sepengetahuan Asti.
“Mmmmhhh,,, teruusss… yang dalam… dikkk… achhhgghh…” erang Asti tanpa mengetahui bahwa posisi dildo telah tergantikan oleh penis Anton.
“Dikkkk… mbakkk keluar lagi nihhh…. sebentar lagiiii… aaahhh.. mmmhhh…" erang Asti meracu. Anton juga memacu kocokan penisnya di belakang Asti, dimaju mundurkan batang kemaluannya di dalam lobang Asti, disodoknya dalam-dalam batang penisnya di rongga wanita itu.
Tak lama kemudia Asti melenguh panjang “aaaccchhh… nyampeeee tooonnn…”, “Acchh… mmmhhh…. ssshhhhh… mmmgghhh… Asti mencapai puncak orgasme lagi.
Asti pun ambruk didepan Anton berpacu deru nafas wanita itu, sampai akhirnya Asti kemudia bangkit dan bertanya kepada Anton,
“Kok tadi bisa penismu ton yang menusuk mbak, bukannya tadi kamu pake dildo” tanya Rita penasaran dan dipuncak orgasmenya tadi sempat melirik ke arah Anton, “He… he… he… iya mbak.. tadi sewaktu aku tusukkan dildo ke lubang mbak, eh punyaku tegang lagi, sementara mbak merem aku ganti saja dildonya dengan punyaku sendiri… he… he… he… jawab Anton.
“Huuu… dasar Anton… Anton…” kata Asti sembari mengacak-acak rambut Anton, yang dengan segera ditariknya badan Asti dan berdua mereka bergumul di kasur.
“Tapi lebih enakan punyaku khan sayang…” ujar Anton sembari mengelus wajah Asti,
“He eh Ton… enakan punya kamu…” serunya sembari mengecup bibir Anto. “Kamu sendiri udah tegang lagi ya Ton, berarti memang jamunya si Inah bener-bener berkhasiat tinggi ya…” kata Asti sembari mengelus penis Anton yang tegak berdiri serta masih belepotan cairan Asti sendiri.
Disaat mereka bercumbu, tiba-tiba terdengar tetesan air hujan
“Dik… jemuranku belum diangkat… sebentar aku angkatnya dulu ya…” pekik Asti sembari bangkit berdiri dan langsung menyambar dasternya.
Anton hanya tersenyum melihat tingkah Asti, dibaringkannya tubuhnya sembari mengelus penis yang masih tetap tegak berdiri sembari berkata dalam hati, memang hebat jamu si Inah… gimana kabarnya tu cewek, kok dah dua hari ini gak keliatan jualan ya. Sembari berbaring, diraihnya lagi dildo Asti, diperhatikannya serta ditekan tombol on, bergerak-geraklah barang itu, hmmm barang kayak begini kok disenangi Asti ya pikirnya… enakan juga punya gue… bangga hatinya.
Diluar hujan turun semakin deras, sementara Asti telah kembali masuk sambil membawa ember berisi pakaian yang setengahnya sudah kering, Anton menoleh ke pintu kamar, dilihatnya Asti sedang menunduk menaruh ember membelakanginya serta kembali menjemur pakaiannya tetapi di dalam ruang tamu, tampak bongkahan pantat Asti yang pasti tidak ber CD di balik baju dasternya. Anton bangkit berdiri dan berjalan menghampirinya, dengan mesra dibelainya bongkahan pantat Asti dari belakang.
“Seksi ya mbak… apalagi tanpa CD di dalamnya… “puji Anton di sela rabaannya, “Hmmm… pingin lagi ya “tanya Asti tetap dengan kesibukannya menjemur kembali pakaiannya. Anton menyingkap daster Asti dari bawah, kemudian ia jongkok di belakang Asti, perlahan dirabanya pantat itu sembari mencari pangkal paha wanita itu dan menjilatnya. Asti tetap dengan aktifitasnya, tetapi ditambah deru nafas yang sekali-sekali terdengar mirip orang kepedesan
"Sssshhh… ssshhh…"
Kemana arah Asti berjalan, Anton terpaksa mengekor di belakangnya, sampai Asti di tepi jendela samping pintu utama kosnya. Sedang asiknya dia dicumbu Anton dari belakang, Asti melihat bayangan orang berjalan dengan menggunakan payung di depan halaman kosnya,
“Sssstt… dik… tuh cewekmu liwat… katanya,
“Siapa mbak…” tanya Anton tanpa merasa perlu berdiri melihatnya. Belum sempat Asti menjawab, orang tersebut telah menyapanya
“Sore mbak Asti… beli jamunya ndak…?
“Endak mbak… makasih… kok hujan-hujan jualan mbak…?” tanya Asti kemudian.
“Iya nih… kemarin gak enak badan… baru sekarang jualan lagi… nggg… masnya sebelah itu ada gak ya mbak…? tanya Inah sembari menunjuk ke kosan Anton.
“Ada kok… pintunya kan di buka… tunggu aja, paling sebentar lagi kembali…” kata Asti ngawur.
Anton yang mendengar percakapan tersebut hampir tidak dapat menahan ketawanya, dicubitnya pantat Asti, akibatnya Anton mendapat tendangan kebelakang dari kaki Asti.
“Yo wis… aku tunggu di terasnya ya mbak…” kata Inah pamit sembari menghampiri teras kosan Anton.
“Tuh… kamu di tunggu pacar di rumah Ton” kata Asti kemudian.
“Wah lagi enak-enaknya ada yang ganggu lagi” kata Anton pura-pura sewot.
“Alaaaaahhh… orang diajak enak kok di tolak…” sindir Asti setengah cemburu.
Anton seketika menjadi tidak enak hati, diperas otaknya untuk mengatasi masalah ini, sayang… keduanya merupakan kenikmatan yang mahal harganya ditambah dengan jarang terjadi. Anton berdiri… mengambil CD serta sarungnya di dalam kamar, perlahan senjatanya mulai mengkerut kembali.
Anton masih bingung, diraihnya dildo di atas tempat tidur Asti, diperhatikannya… tiba-tiba muncul ide gila dikepalanya, bila Asti dapat dipuasinya, sementara Inah juga telah terpuasi kemarin, gimana kalau malam ini kolaborasi antara Asti dengan Inah seperti layaknya Asti tadi, ditusuk dengan dildo dan dengan penis Anton. Yup… Anton tinggal merayu Asti, kemudian dipanggilnya Asti ke kamar.
“Mbak… sini sebentar deh…” panggil Anton,
“Lho kamu kok masih di sini… tuh dah ditunggu cewek kamu” jawab Asti masih dengan nada cemburunya.
“Mbak Asti pernah gak main bertiga…?” tanya Anton,
Asti mengerutkan alisnya “maksudmu…?”
“Pernah ngalamain main bertiga nggak… mbak…?” lanjut Anton berhati-hati, “Belum dik…” jawab Asti masih kebingungan.
“Gimana kalau malam ini kita coba main bertiga… mumpung kosan lagi sepi dan juga mencoba suasana baru…” ujar Anton sembari merayu Asti sembari membelai payudara Asti yang tampak masih ingin minta jatah lagi,
“Udahlah gak usah dipikir lagi… daripada nanti mbak cuman ngedenger orang main aja…” rayu Anton kemudian.
Sejenak Asti terdiam, dan kemudian “caranya…??”
Hmmm… kena nih cewek aku rayu… jerit hati Anton.
“Caranya gini… aku main dulu sama Inah… pintu gak aku kunci… kira-kira setengah jam kemudian mbak Asti masuk… terus… udah lah… gimana nanti aja ya…” kata Anton menjelaskan strateginya.
“Mmmm… iya juga sih.. daripada nanti mbak cuman desahan serta erangan kalian berdua… boleh juga mbak coba untuk ikut gabung… tapi bener Ton… kalo kosan sepi…? ragu Asti dengan pandangan bertanya.
“Udah aku cek kok… pada pulang kampung… lagian anak sekolah khan liburan semesteran… sepi deh… nanti mbak nyusul dengan kondisi pake daster seperti sekarang ya… ” kata Anton meyakinkan keragu-raguan Asti.
“Iyaaaa… cepet sana… kamu nemuin si Inah… nanti mbak dengerin dari sini… dan nanti mbak putuskan kapan mbak akan nyusul ya…”,
“Siiippp… aku tunggu ya mbak” kata Anton penuh kemenangan.
Tak lama Anton berpamitan, dia melalui jalan samping karena bila liwat pintu depan, Anton khawatir akan terlihat Inah keluar dari rumah Asti, hujan masih turun dengan deras, sehingga memungkinkan untuk sedikit membuat gaduh dengan membuka pintu samping yang terbuat dari seng.
“Dik… jemuranku belum diangkat… sebentar aku angkatnya dulu ya…” pekik Asti sembari bangkit berdiri dan langsung menyambar dasternya.
Anton hanya tersenyum melihat tingkah Asti, dibaringkannya tubuhnya sembari mengelus penis yang masih tetap tegak berdiri sembari berkata dalam hati, memang hebat jamu si Inah… gimana kabarnya tu cewek, kok dah dua hari ini gak keliatan jualan ya. Sembari berbaring, diraihnya lagi dildo Asti, diperhatikannya serta ditekan tombol on, bergerak-geraklah barang itu, hmmm barang kayak begini kok disenangi Asti ya pikirnya… enakan juga punya gue… bangga hatinya.
Diluar hujan turun semakin deras, sementara Asti telah kembali masuk sambil membawa ember berisi pakaian yang setengahnya sudah kering, Anton menoleh ke pintu kamar, dilihatnya Asti sedang menunduk menaruh ember membelakanginya serta kembali menjemur pakaiannya tetapi di dalam ruang tamu, tampak bongkahan pantat Asti yang pasti tidak ber CD di balik baju dasternya. Anton bangkit berdiri dan berjalan menghampirinya, dengan mesra dibelainya bongkahan pantat Asti dari belakang.
“Seksi ya mbak… apalagi tanpa CD di dalamnya… “puji Anton di sela rabaannya, “Hmmm… pingin lagi ya “tanya Asti tetap dengan kesibukannya menjemur kembali pakaiannya. Anton menyingkap daster Asti dari bawah, kemudian ia jongkok di belakang Asti, perlahan dirabanya pantat itu sembari mencari pangkal paha wanita itu dan menjilatnya. Asti tetap dengan aktifitasnya, tetapi ditambah deru nafas yang sekali-sekali terdengar mirip orang kepedesan
"Sssshhh… ssshhh…"
Kemana arah Asti berjalan, Anton terpaksa mengekor di belakangnya, sampai Asti di tepi jendela samping pintu utama kosnya. Sedang asiknya dia dicumbu Anton dari belakang, Asti melihat bayangan orang berjalan dengan menggunakan payung di depan halaman kosnya,
“Sssstt… dik… tuh cewekmu liwat… katanya,
“Siapa mbak…” tanya Anton tanpa merasa perlu berdiri melihatnya. Belum sempat Asti menjawab, orang tersebut telah menyapanya
“Sore mbak Asti… beli jamunya ndak…?
“Endak mbak… makasih… kok hujan-hujan jualan mbak…?” tanya Asti kemudian.
“Iya nih… kemarin gak enak badan… baru sekarang jualan lagi… nggg… masnya sebelah itu ada gak ya mbak…? tanya Inah sembari menunjuk ke kosan Anton.
“Ada kok… pintunya kan di buka… tunggu aja, paling sebentar lagi kembali…” kata Asti ngawur.
Anton yang mendengar percakapan tersebut hampir tidak dapat menahan ketawanya, dicubitnya pantat Asti, akibatnya Anton mendapat tendangan kebelakang dari kaki Asti.
“Yo wis… aku tunggu di terasnya ya mbak…” kata Inah pamit sembari menghampiri teras kosan Anton.
“Tuh… kamu di tunggu pacar di rumah Ton” kata Asti kemudian.
“Wah lagi enak-enaknya ada yang ganggu lagi” kata Anton pura-pura sewot.
“Alaaaaahhh… orang diajak enak kok di tolak…” sindir Asti setengah cemburu.
Anton seketika menjadi tidak enak hati, diperas otaknya untuk mengatasi masalah ini, sayang… keduanya merupakan kenikmatan yang mahal harganya ditambah dengan jarang terjadi. Anton berdiri… mengambil CD serta sarungnya di dalam kamar, perlahan senjatanya mulai mengkerut kembali.
Anton masih bingung, diraihnya dildo di atas tempat tidur Asti, diperhatikannya… tiba-tiba muncul ide gila dikepalanya, bila Asti dapat dipuasinya, sementara Inah juga telah terpuasi kemarin, gimana kalau malam ini kolaborasi antara Asti dengan Inah seperti layaknya Asti tadi, ditusuk dengan dildo dan dengan penis Anton. Yup… Anton tinggal merayu Asti, kemudian dipanggilnya Asti ke kamar.
“Mbak… sini sebentar deh…” panggil Anton,
“Lho kamu kok masih di sini… tuh dah ditunggu cewek kamu” jawab Asti masih dengan nada cemburunya.
“Mbak Asti pernah gak main bertiga…?” tanya Anton,
Asti mengerutkan alisnya “maksudmu…?”
“Pernah ngalamain main bertiga nggak… mbak…?” lanjut Anton berhati-hati, “Belum dik…” jawab Asti masih kebingungan.
“Gimana kalau malam ini kita coba main bertiga… mumpung kosan lagi sepi dan juga mencoba suasana baru…” ujar Anton sembari merayu Asti sembari membelai payudara Asti yang tampak masih ingin minta jatah lagi,
“Udahlah gak usah dipikir lagi… daripada nanti mbak cuman ngedenger orang main aja…” rayu Anton kemudian.
Sejenak Asti terdiam, dan kemudian “caranya…??”
Hmmm… kena nih cewek aku rayu… jerit hati Anton.
“Caranya gini… aku main dulu sama Inah… pintu gak aku kunci… kira-kira setengah jam kemudian mbak Asti masuk… terus… udah lah… gimana nanti aja ya…” kata Anton menjelaskan strateginya.
“Mmmm… iya juga sih.. daripada nanti mbak cuman desahan serta erangan kalian berdua… boleh juga mbak coba untuk ikut gabung… tapi bener Ton… kalo kosan sepi…? ragu Asti dengan pandangan bertanya.
“Udah aku cek kok… pada pulang kampung… lagian anak sekolah khan liburan semesteran… sepi deh… nanti mbak nyusul dengan kondisi pake daster seperti sekarang ya… ” kata Anton meyakinkan keragu-raguan Asti.
“Iyaaaa… cepet sana… kamu nemuin si Inah… nanti mbak dengerin dari sini… dan nanti mbak putuskan kapan mbak akan nyusul ya…”,
“Siiippp… aku tunggu ya mbak” kata Anton penuh kemenangan.
Tak lama Anton berpamitan, dia melalui jalan samping karena bila liwat pintu depan, Anton khawatir akan terlihat Inah keluar dari rumah Asti, hujan masih turun dengan deras, sehingga memungkinkan untuk sedikit membuat gaduh dengan membuka pintu samping yang terbuat dari seng.
Di bawah hujan Anton setengah berlari, hari merambat gelap, di depan pintu Anton menjumpai Inah sedang tersenyum memandang kedatangannya.
“Aduh… dari mana mas… hujan-hujan begini.. mana gak pake baju lagi…?” tanya Inah setengah memekik,
“Abis dari kamar mandi di sana…” jawab Aton sembari menunjuk ke arah timur. “Dah lama mbak… masuk yuk…” ajak Anton sembari mempersilahkan Inah untuk memasuki kosannya. Inah membuntuti Anton dari belakang, setelah menaruh keranjang berisi jamunya, Inah duduk di kursi ruang tamu.
“Gimana badannya mas… udah segeran dong…” tanya Inah membuka percakapan. “He eh… masuk ke kamarku aja yuk mbak.. di sini masih dingin, lagian asik ngobrol di kamar kan” kata Anton sembari menarik tangan Inah, “udah.. keranjangnya biar di situ aja, wah lumayan laku tuh jamunya… keliatannya udah mau habis”. “Alhamdulillah mas… mau pulang sekalian mau nengok mas Anton” saut Inah tersenyum manis. “Lho kok adiknya dah bangun mas, masak dari wc tadi.. sekarang masih berdiri tegak” sindir Inah sembari menunjuk ke sarung Anton.
Lelaki itu kaget, segera ditengoknya selangkangannya sambil tersipu, “habis dingin-dingin begini… pengennya nafsu melulu” jawabnya.
Gak tau aja barusan sedang hot-hotnya meraba bongkahan pantat Asti. Inah duduk di kursi dekat meja rias kamar, sementara Anton dengan cueknya melepas sarung dan CDnya, tanpa risi dihadapan Inah ia berjalan ke dapur membuatkan teh hangat manis untuk Inah. Inah hanya tersenyum geli melihat kelakuan Anton yang dianggapnya terlalu cuek. Inah bangkit berdiri untuk pergi ke kamar mandi, karena letak kamar mandi bersebelahan dengan dapur, ia berpapasan dengan Anton yang sedang menuangkan air hangat ke gelas dan mengaduknya.
“Mas..aku pipis dulu ya…” pinta Inah tanpa menunggu jawaban Anton, Anton melihat Inah dari belakang, karena Inah tidak menutup pintu kamar mandinya. Bongkahan pantat Inah mengkilat tertimpa cahaya lampu kamar mandi, sebentar kemudian Anton mendengar derasnya air kencing Inah jatuh ke lantai, Anton memperhatikannya sembari membatin, bagus juga pantat mbak jamu ini. Setelah dibersihkan Inah berdiri dan menurunkan kainnya, tetapi dilarang Anton.
“Di copot aja kainnya… biar gak ribet bongkar pasangnya”, Inah tersenyum dan menuruti perintah Anton,
“BHnya sekalian gak mas…” ledek Inah sembari melirik Anton. Tanpa menunggu komentar Anton, Inah sudah melepas baju serta behanya, tinggal Anton yang masih berdiri terpaku melihat Inah bugil.
Inah mendekati Anton, direngkuhnya leher Anton, kemudian detempelkannya bibirnya ke bibir Anton, tampak sekali kerinduan Inah akan ciuman, rabaan serta cumbuan Anton. Anton membalas tidak kalah ganasnya, diangkatnya satu kaki Inah dan ditumpangkannya disamping pinggang, mereka melepas rindu dengan berciuman mesra. Dijilatnya leher Inah diiringi desahan Inah dan rabaan tangan wanita itu di belakang punggung Anton. Kemudian Inah jongkok di depan Anton, dengan tidak sungkan lagi diraihnya penis Anton untuk dikulum layaknya anak kecil yang rindu akan es lilin kegemarannya. Anton tersenyum melihat tingkah Inah.
Setelah beberapa saat, Inah berdiri dan kembali mencium bibir Anton, dirabanya payudara Inah sebelah kiri dengan tangan kiri, diremas sembari memainkan putingnya. Inah mendesah keenakan, sembari menggesek-gesekan kemaluannya pada penis Anton. Diangkatnya kedua paha Inah, seolah menggendong anak kecil Anton membawa Inah ke dalam kamar, ditidurkannya Inah dan dijilatinya kedua payudara Inah. Inah menggelinjang keenakan. diraihnya kepala Anton dan diacak-acaknya rambut lelaki itu. Giliran sesampai lidah Anton pada kemaluan Inah, Inah memekik,
“Acchhh.. masss… jilat yang dalam masss… ssshhh…” Anton memainkan lidahnya pada klitoris Inah, dengan diiringi gerakan dan racauan gadis itu tanpa perduli lagi sekelilingnya, sluuuurrrp… sluuuurrrppp… ccek… ccekk…. terdengar decakan lidah Anton beradu dengan vagina Inah yang telah banjir.
“Acchhhh.. achhh… mmmmhhh… ssshhh… aahhh… masss” jerit histeris Inah. Di luar sana sepasang telinga sedang mendengar desahan itu… ya Asti telah sampai di kamar tamu Anton setelah mengunci pintu kosannya.
Sengaja Asti diam di ruang tamu, untuk menunggu saat yang tepat untuk dia masuk ke kamar Anton. Diraba selangkangannya dari luar daster yang dikenakannya, digosok-gosok dengan lembut, terasa hangat dan lembab, sementara tangan yang sebelah lagi meremas pelan payudara yang diakhiri dengan penenganan di putingnya. Asti resah sendiri, diaturnya nafas yang mulai memburu agar tidak terdengar dari dalam kamar. tetapi merintihpun jelas tidak akan terdengar karena kondisi di luar hujan deras. Setelah dirasa cairan vaginanya basah, Asti memasukkan dildo ke dalam lubang vaginanya dan memaju-mundurkannya.
Tiba-tiba Inah menjerit tanda klimaksnya, “masss… accchhh… hheggghhh… ssshhhh… aaahhh…” erang Inah. Anton memasukkan lidahnya kedalam rongga vagina Inah, dirasa tersedut-sedut lidahnya didalam lubang itu. Inah mendekap erat kepala Anton. Inah terkapar dalam kepuasan yang tiada terkira, nafasnya memburu, klimak ini yang dia ridui sejak dua hari yang lalu. Anton bangkit dan merengkuh tubuh Inah, diciumnya kening dan rambut Inah.
“Mas… hghh… enak tenan yo…. heghh… ” ujar Inah diselingi nafas yang tersengal. Di ruang tamu, Asti pun mencapai klimaks oleh dildo sembari tiduran di kursi tamu, sementara tangan satunya masih meremas payudaranya. Sial… wanita itu klimaks di lidah Anton, sementara aku hanya dengan alat sialan ini, gerutu Asti seolah menertawai dirinya sendiri, kembali Asti mendengarkan adegan selanjutnya.
“Mbak… sekarang aku yang tiduran ya… mbak Inah di atasku…” pinta Anton kepada Inah,
“Gimana caranya mas…?” tanya Inah bingung dengan instruksi Anton.
Anton merebahkan tubuhnya di kasur, perlahan ia membimbing Inah untuk jongkok di atasnya, Inah paham sembari tersenyum, kemudian diraihnya penis Anton dan perlahan dimasukkannya ke dalam liang vaginanya. Inah menurunkan pinggulnya, perlahan batang penis Anton tertutup masuk ke dalam vagina Inah, kemudian Inah menarik dan menurunkan pinggulnya lagi, gerakan itu lama kelamaan menjadi sering. Aton memegang payudara Inah yang jatuh menggelantung, sementara tangan Inah meraih kaki Aton di belakang sana. Inah merasakan sensasi baru dalam bersetubuh, ia merasa dapat mengatur klitorisnya pada penis Anton. Posisi Inah membelakangi pintu kamar Anton sementara Anton menghadap pintu kamar.
Tiba-tiba Anton melihat sosok Asti di depan pintu sembari menempelkan telunjuknya di bibir, Anton mengerti kode itu dan ia tetap meremas payudara Inah, sementara Inah yang tidak menyadari akan kehadiran Asti, tetap cuek dengan goyangan atas bawahnya di penis Anton sembari memejamkan mata menikmati gesekan sensasi itu. Perlahan Asti mendekati mereka berdua dan melihat gelinjang Inah di atas Anton, Asti mengambil posisi duduk mensejajari posisi Inah, Anton melirik Asti dan memberi kode liwat kerlingan matanya ke arah Inah, Asti tersenyum simpul.
“Aduh… dari mana mas… hujan-hujan begini.. mana gak pake baju lagi…?” tanya Inah setengah memekik,
“Abis dari kamar mandi di sana…” jawab Aton sembari menunjuk ke arah timur. “Dah lama mbak… masuk yuk…” ajak Anton sembari mempersilahkan Inah untuk memasuki kosannya. Inah membuntuti Anton dari belakang, setelah menaruh keranjang berisi jamunya, Inah duduk di kursi ruang tamu.
“Gimana badannya mas… udah segeran dong…” tanya Inah membuka percakapan. “He eh… masuk ke kamarku aja yuk mbak.. di sini masih dingin, lagian asik ngobrol di kamar kan” kata Anton sembari menarik tangan Inah, “udah.. keranjangnya biar di situ aja, wah lumayan laku tuh jamunya… keliatannya udah mau habis”. “Alhamdulillah mas… mau pulang sekalian mau nengok mas Anton” saut Inah tersenyum manis. “Lho kok adiknya dah bangun mas, masak dari wc tadi.. sekarang masih berdiri tegak” sindir Inah sembari menunjuk ke sarung Anton.
Lelaki itu kaget, segera ditengoknya selangkangannya sambil tersipu, “habis dingin-dingin begini… pengennya nafsu melulu” jawabnya.
Gak tau aja barusan sedang hot-hotnya meraba bongkahan pantat Asti. Inah duduk di kursi dekat meja rias kamar, sementara Anton dengan cueknya melepas sarung dan CDnya, tanpa risi dihadapan Inah ia berjalan ke dapur membuatkan teh hangat manis untuk Inah. Inah hanya tersenyum geli melihat kelakuan Anton yang dianggapnya terlalu cuek. Inah bangkit berdiri untuk pergi ke kamar mandi, karena letak kamar mandi bersebelahan dengan dapur, ia berpapasan dengan Anton yang sedang menuangkan air hangat ke gelas dan mengaduknya.
“Mas..aku pipis dulu ya…” pinta Inah tanpa menunggu jawaban Anton, Anton melihat Inah dari belakang, karena Inah tidak menutup pintu kamar mandinya. Bongkahan pantat Inah mengkilat tertimpa cahaya lampu kamar mandi, sebentar kemudian Anton mendengar derasnya air kencing Inah jatuh ke lantai, Anton memperhatikannya sembari membatin, bagus juga pantat mbak jamu ini. Setelah dibersihkan Inah berdiri dan menurunkan kainnya, tetapi dilarang Anton.
“Di copot aja kainnya… biar gak ribet bongkar pasangnya”, Inah tersenyum dan menuruti perintah Anton,
“BHnya sekalian gak mas…” ledek Inah sembari melirik Anton. Tanpa menunggu komentar Anton, Inah sudah melepas baju serta behanya, tinggal Anton yang masih berdiri terpaku melihat Inah bugil.
Inah mendekati Anton, direngkuhnya leher Anton, kemudian detempelkannya bibirnya ke bibir Anton, tampak sekali kerinduan Inah akan ciuman, rabaan serta cumbuan Anton. Anton membalas tidak kalah ganasnya, diangkatnya satu kaki Inah dan ditumpangkannya disamping pinggang, mereka melepas rindu dengan berciuman mesra. Dijilatnya leher Inah diiringi desahan Inah dan rabaan tangan wanita itu di belakang punggung Anton. Kemudian Inah jongkok di depan Anton, dengan tidak sungkan lagi diraihnya penis Anton untuk dikulum layaknya anak kecil yang rindu akan es lilin kegemarannya. Anton tersenyum melihat tingkah Inah.
Setelah beberapa saat, Inah berdiri dan kembali mencium bibir Anton, dirabanya payudara Inah sebelah kiri dengan tangan kiri, diremas sembari memainkan putingnya. Inah mendesah keenakan, sembari menggesek-gesekan kemaluannya pada penis Anton. Diangkatnya kedua paha Inah, seolah menggendong anak kecil Anton membawa Inah ke dalam kamar, ditidurkannya Inah dan dijilatinya kedua payudara Inah. Inah menggelinjang keenakan. diraihnya kepala Anton dan diacak-acaknya rambut lelaki itu. Giliran sesampai lidah Anton pada kemaluan Inah, Inah memekik,
“Acchhh.. masss… jilat yang dalam masss… ssshhh…” Anton memainkan lidahnya pada klitoris Inah, dengan diiringi gerakan dan racauan gadis itu tanpa perduli lagi sekelilingnya, sluuuurrrp… sluuuurrrppp… ccek… ccekk…. terdengar decakan lidah Anton beradu dengan vagina Inah yang telah banjir.
“Acchhhh.. achhh… mmmmhhh… ssshhh… aahhh… masss” jerit histeris Inah. Di luar sana sepasang telinga sedang mendengar desahan itu… ya Asti telah sampai di kamar tamu Anton setelah mengunci pintu kosannya.
Sengaja Asti diam di ruang tamu, untuk menunggu saat yang tepat untuk dia masuk ke kamar Anton. Diraba selangkangannya dari luar daster yang dikenakannya, digosok-gosok dengan lembut, terasa hangat dan lembab, sementara tangan yang sebelah lagi meremas pelan payudara yang diakhiri dengan penenganan di putingnya. Asti resah sendiri, diaturnya nafas yang mulai memburu agar tidak terdengar dari dalam kamar. tetapi merintihpun jelas tidak akan terdengar karena kondisi di luar hujan deras. Setelah dirasa cairan vaginanya basah, Asti memasukkan dildo ke dalam lubang vaginanya dan memaju-mundurkannya.
Tiba-tiba Inah menjerit tanda klimaksnya, “masss… accchhh… hheggghhh… ssshhhh… aaahhh…” erang Inah. Anton memasukkan lidahnya kedalam rongga vagina Inah, dirasa tersedut-sedut lidahnya didalam lubang itu. Inah mendekap erat kepala Anton. Inah terkapar dalam kepuasan yang tiada terkira, nafasnya memburu, klimak ini yang dia ridui sejak dua hari yang lalu. Anton bangkit dan merengkuh tubuh Inah, diciumnya kening dan rambut Inah.
“Mas… hghh… enak tenan yo…. heghh… ” ujar Inah diselingi nafas yang tersengal. Di ruang tamu, Asti pun mencapai klimaks oleh dildo sembari tiduran di kursi tamu, sementara tangan satunya masih meremas payudaranya. Sial… wanita itu klimaks di lidah Anton, sementara aku hanya dengan alat sialan ini, gerutu Asti seolah menertawai dirinya sendiri, kembali Asti mendengarkan adegan selanjutnya.
“Mbak… sekarang aku yang tiduran ya… mbak Inah di atasku…” pinta Anton kepada Inah,
“Gimana caranya mas…?” tanya Inah bingung dengan instruksi Anton.
Anton merebahkan tubuhnya di kasur, perlahan ia membimbing Inah untuk jongkok di atasnya, Inah paham sembari tersenyum, kemudian diraihnya penis Anton dan perlahan dimasukkannya ke dalam liang vaginanya. Inah menurunkan pinggulnya, perlahan batang penis Anton tertutup masuk ke dalam vagina Inah, kemudian Inah menarik dan menurunkan pinggulnya lagi, gerakan itu lama kelamaan menjadi sering. Aton memegang payudara Inah yang jatuh menggelantung, sementara tangan Inah meraih kaki Aton di belakang sana. Inah merasakan sensasi baru dalam bersetubuh, ia merasa dapat mengatur klitorisnya pada penis Anton. Posisi Inah membelakangi pintu kamar Anton sementara Anton menghadap pintu kamar.
Tiba-tiba Anton melihat sosok Asti di depan pintu sembari menempelkan telunjuknya di bibir, Anton mengerti kode itu dan ia tetap meremas payudara Inah, sementara Inah yang tidak menyadari akan kehadiran Asti, tetap cuek dengan goyangan atas bawahnya di penis Anton sembari memejamkan mata menikmati gesekan sensasi itu. Perlahan Asti mendekati mereka berdua dan melihat gelinjang Inah di atas Anton, Asti mengambil posisi duduk mensejajari posisi Inah, Anton melirik Asti dan memberi kode liwat kerlingan matanya ke arah Inah, Asti tersenyum simpul.
Walaupun Inah tidak melihat kehadiran Asti, lambat laun secar naluri Inah merasa ada sepasang mata asing sedang memperhatikannya, setengah sadar dibukanya mata Inah. Bagai petir di siang bolong. Inah terkejut… melompat dari tubuh Anton dan langsung meraih apa saja di sekitarnya, guna menutupi tubuh bugilnya, kemudian Inah beringsut ke sebelah Anton sembari melotot ke arah Asti, dilihatnya Anton hanya tersenyum, sementara pandangan dialihkannya kearah Asti, Asti juga tersenyum manis ke arahnya.
“Hai mbak Inah…” sapa Asti “Kenapa gak ngajak-ngajak aku sih…”.
Inah bingung serta mencoba meminta penjelasan kepada Anton dengan memandanginya.
“Kenapa sayang…” jawab Anton sembari merengkuh kepala dan mengelus rambut Inah, “Mbak Asti mau gabung dengan permainan kita… kamu setuju nggak…?”
Inah terdiam takut, bibirnya rapat, matanya nanar menatap keduanya bergantian, selimut selain menutup tubuh bugilnya, sebagian untuk menutup mulutnya. tubuhnya meringkuk di sudut kasur, tangan satunya sibuk menutup bagian tubuhnya jangan sampai terlihat polos.
Kemudian Anton bangkit, dihampiri Asti yang duduk di ujung kasur, dipagutnya bibir wanita itu. Asti membalas tidak kalah hotnya, kemudian Anton melepas daster Asti, sekarang gantian Inah menyaksikan pemandangan ganjil di depannya. Tubuh Asti terlihat polos setelah daster yang dikenakannya dicopot Anton, sehingga terlihat menggantung dua payudara mengkalnya, sementara mereka berdua berpagutan, tangan kanan Anton meraih vagina Asti, Astipun tidak tinggal diam, segera diraihnya penis Anton dan dikocokkannya dengan tangan kanannya, Inah hanya diam terpaku. kemudian Anton kembali berbaring di kasur, sementara Asti merangkak di atas Anton, setelah jongkok mengangkangi kemaluan Anton, diraihnya penis pemuda itu, perlahan dan pasti dibimbingnya penis Anton memasuki vaginanya, posisi Inah digantikan Asti. Anton menoleh ke arah Inah dan berkata,
“Ayo mbak… kita gabung dalam permainan ini…”
Semula Inah ragu… tetapi tak lama dia pun mulai bergerak, lamban dia merangkak ke arah Anton dan memandangi Asti yang dibalas dengan senyuman. Perlahan Inah mendekati Anton. Anton merengkuh tubuh Inah, kemudian ditariknya pantat Inah dan didekati ke arah wajahnya, dibukanya lebar selankangan Inah dan Anton mulai menjilati vagina Inah. Asti meraih payudara Inah yang tentu saja satu nomer di bawah Asti besarnya, sementara tangan Inah masih memegangi selimut tadi. Inah merasakan sensasi lagi di daerah vaginanya akibat jilatan Anton, Asti masih sibuk menaik-turunkan vaginanya di batang penis Anton sembari tangannya meremas buah dada Inah. Setelah sensasinya kembali, Inah tidak malu-malu lagi, segera tanggannya juga meraih payudara Asti dan meremasnya, akhirnya keduanya berlomba mendesis keenakan. Tak berapa lama Asti melenguh panjang sembari memegang pundak Inah, orgasemnya tercapai.
“Aacchhh… ssshhh… mmeemggghhh… auuccchh… aku sampeee tonnn… hegghhh…” Inahpun menyusul Asti, segera dibenamkannya vaginanya ke muka Anton, Anton mengalami sedikit kesesakkan, tetapi diapun tau kalau wanita ini akan mengalami orgasmenya,
“Aachhh… masss… Inaaahhh.. jugaaa.. mmmmgghh… aaucchhh…” erang Inah kemudian. sssrrt… sssrttt.. ssrttt… cairan nikmat Inah jatuh kedalam mulut dan hidung Anton. Kedua wanita itu terkapar. Anton bangkit dan mengangkang di antar kedua wanita tersebut, dikocoknya penisnya, sebentar kemudian,
“Hheggghh…" crooottt… crooottt… crooottt… keluarlah sperma Anton diantara wajah dua wanita tadi yang disambut dengan mulut terbuka dan menelannya hingga habis.
Mereka bertiga berpacu dengan deru nafas di atas kasur kelelahan, sementara hujan di luar masih deras. Anton diantara kedua wanita tersebut, tangan kirinya membelai wajah Asti, sementara tangan kanannya membelai rambut Inah. Sementara kedua wanita di sisi Anton saling menghadap ke tengah, tangan kiri Asti membelai dada Anton dan tangan kanan Inah mengusap penis Anton yang mulai terkulai lemas.
“Gimana sayang… sensasi bertiga ini…?” tanya Anton kepada Asti.
“Nakal kamu ya Ton…” jawab Asti sembari memencet mesra hidung Anton.
“Kalo kamu gimana mbak rasanya…?” tanya Anton kepada Inah, Inah tidak menjawab, wajahnya merona merah, sembari tersenyum dibenamkannya wajahnya ke leher Anton sembari mengecupnya. Asti bangkit dari pelukan Anton sembari bertanya kepada Anton.
“Dik… punya sesuatu untuk di makan nggak…?” “Ada mbak…” jawab Anton “cuma harus di masak dulu… itu di bawah lemari dapur… masih ada beberapa bungkus Indomie”.
“Mari mbak… saya bantu masaknya ya…” ujar Inah sembari bangkit dan menyusul Asti ke dapur. Anton tersenyum geli melihat kedua wanita bugil kompak itu di dapur. Anton pun bangkit berdiri menyusul keduanya di dapur, di buatnya lagi teh hangat untuk mereka bertiga. Di dapur terlihat pemandangan menggelikan di mana tiga mahluk bugil berlainan jenis sedang sibuk.
Mereka bertiga duduk kembali di dalam kamar dengan kondisi yang masih tetap bugil, sembari menikmati Indomie rebus mereka bercengkerama.
“mbak Inah… sudah berapa kali main dengan dik Anton?" tanya Asti memulai pembicaran. Inah terpengarah kaget wajahnya tersipu malu, sembari melirik ke arah Anton,
“Baru dua kali ini kok mbak Asti” jawab Inah Polos.
“Ohhh… lumayan juga ya… aku aja baru malam ini merasakannya” balas Asti. “Aku juga… baru sekali ini main dengan dua wanita sekaligus…” canda Anton mencairkan rasa malu kedua wanita itu.
“Huuu… dasar laki-laki…” jerit Asti sembari mengacak-acak rambut Anton.
“Tapi kalian puas semuanya khan…” bela Anton.
“Hi hi hi… lucu juga ya kita bertiga ini… udah gede-gede masih bugil… inget waktu masih kecil mandi di kali sama temen-temen dulu…” tawa Inah geli. Mereka bertiga tertawa bersamaan.
“Hai mbak Inah…” sapa Asti “Kenapa gak ngajak-ngajak aku sih…”.
Inah bingung serta mencoba meminta penjelasan kepada Anton dengan memandanginya.
“Kenapa sayang…” jawab Anton sembari merengkuh kepala dan mengelus rambut Inah, “Mbak Asti mau gabung dengan permainan kita… kamu setuju nggak…?”
Inah terdiam takut, bibirnya rapat, matanya nanar menatap keduanya bergantian, selimut selain menutup tubuh bugilnya, sebagian untuk menutup mulutnya. tubuhnya meringkuk di sudut kasur, tangan satunya sibuk menutup bagian tubuhnya jangan sampai terlihat polos.
Kemudian Anton bangkit, dihampiri Asti yang duduk di ujung kasur, dipagutnya bibir wanita itu. Asti membalas tidak kalah hotnya, kemudian Anton melepas daster Asti, sekarang gantian Inah menyaksikan pemandangan ganjil di depannya. Tubuh Asti terlihat polos setelah daster yang dikenakannya dicopot Anton, sehingga terlihat menggantung dua payudara mengkalnya, sementara mereka berdua berpagutan, tangan kanan Anton meraih vagina Asti, Astipun tidak tinggal diam, segera diraihnya penis Anton dan dikocokkannya dengan tangan kanannya, Inah hanya diam terpaku. kemudian Anton kembali berbaring di kasur, sementara Asti merangkak di atas Anton, setelah jongkok mengangkangi kemaluan Anton, diraihnya penis pemuda itu, perlahan dan pasti dibimbingnya penis Anton memasuki vaginanya, posisi Inah digantikan Asti. Anton menoleh ke arah Inah dan berkata,
“Ayo mbak… kita gabung dalam permainan ini…”
Semula Inah ragu… tetapi tak lama dia pun mulai bergerak, lamban dia merangkak ke arah Anton dan memandangi Asti yang dibalas dengan senyuman. Perlahan Inah mendekati Anton. Anton merengkuh tubuh Inah, kemudian ditariknya pantat Inah dan didekati ke arah wajahnya, dibukanya lebar selankangan Inah dan Anton mulai menjilati vagina Inah. Asti meraih payudara Inah yang tentu saja satu nomer di bawah Asti besarnya, sementara tangan Inah masih memegangi selimut tadi. Inah merasakan sensasi lagi di daerah vaginanya akibat jilatan Anton, Asti masih sibuk menaik-turunkan vaginanya di batang penis Anton sembari tangannya meremas buah dada Inah. Setelah sensasinya kembali, Inah tidak malu-malu lagi, segera tanggannya juga meraih payudara Asti dan meremasnya, akhirnya keduanya berlomba mendesis keenakan. Tak berapa lama Asti melenguh panjang sembari memegang pundak Inah, orgasemnya tercapai.
“Aacchhh… ssshhh… mmeemggghhh… auuccchh… aku sampeee tonnn… hegghhh…” Inahpun menyusul Asti, segera dibenamkannya vaginanya ke muka Anton, Anton mengalami sedikit kesesakkan, tetapi diapun tau kalau wanita ini akan mengalami orgasmenya,
“Aachhh… masss… Inaaahhh.. jugaaa.. mmmmgghh… aaucchhh…” erang Inah kemudian. sssrrt… sssrttt.. ssrttt… cairan nikmat Inah jatuh kedalam mulut dan hidung Anton. Kedua wanita itu terkapar. Anton bangkit dan mengangkang di antar kedua wanita tersebut, dikocoknya penisnya, sebentar kemudian,
“Hheggghh…" crooottt… crooottt… crooottt… keluarlah sperma Anton diantara wajah dua wanita tadi yang disambut dengan mulut terbuka dan menelannya hingga habis.
Mereka bertiga berpacu dengan deru nafas di atas kasur kelelahan, sementara hujan di luar masih deras. Anton diantara kedua wanita tersebut, tangan kirinya membelai wajah Asti, sementara tangan kanannya membelai rambut Inah. Sementara kedua wanita di sisi Anton saling menghadap ke tengah, tangan kiri Asti membelai dada Anton dan tangan kanan Inah mengusap penis Anton yang mulai terkulai lemas.
“Gimana sayang… sensasi bertiga ini…?” tanya Anton kepada Asti.
“Nakal kamu ya Ton…” jawab Asti sembari memencet mesra hidung Anton.
“Kalo kamu gimana mbak rasanya…?” tanya Anton kepada Inah, Inah tidak menjawab, wajahnya merona merah, sembari tersenyum dibenamkannya wajahnya ke leher Anton sembari mengecupnya. Asti bangkit dari pelukan Anton sembari bertanya kepada Anton.
“Dik… punya sesuatu untuk di makan nggak…?” “Ada mbak…” jawab Anton “cuma harus di masak dulu… itu di bawah lemari dapur… masih ada beberapa bungkus Indomie”.
“Mari mbak… saya bantu masaknya ya…” ujar Inah sembari bangkit dan menyusul Asti ke dapur. Anton tersenyum geli melihat kedua wanita bugil kompak itu di dapur. Anton pun bangkit berdiri menyusul keduanya di dapur, di buatnya lagi teh hangat untuk mereka bertiga. Di dapur terlihat pemandangan menggelikan di mana tiga mahluk bugil berlainan jenis sedang sibuk.
Mereka bertiga duduk kembali di dalam kamar dengan kondisi yang masih tetap bugil, sembari menikmati Indomie rebus mereka bercengkerama.
“mbak Inah… sudah berapa kali main dengan dik Anton?" tanya Asti memulai pembicaran. Inah terpengarah kaget wajahnya tersipu malu, sembari melirik ke arah Anton,
“Baru dua kali ini kok mbak Asti” jawab Inah Polos.
“Ohhh… lumayan juga ya… aku aja baru malam ini merasakannya” balas Asti. “Aku juga… baru sekali ini main dengan dua wanita sekaligus…” canda Anton mencairkan rasa malu kedua wanita itu.
“Huuu… dasar laki-laki…” jerit Asti sembari mengacak-acak rambut Anton.
“Tapi kalian puas semuanya khan…” bela Anton.
“Hi hi hi… lucu juga ya kita bertiga ini… udah gede-gede masih bugil… inget waktu masih kecil mandi di kali sama temen-temen dulu…” tawa Inah geli. Mereka bertiga tertawa bersamaan.
Perlahan dibukanya mulut Asti dan dilahapnya penis Anton, sementara Inah hanya memandang dari duduknya. Inah bangkit berdiri dan membawa piringnya ke dapur, segera ia kembali ke kamar, Inah pun jongkok di belakang Asti sambil memandang ke penis Anton di kuluman Asti. Tangan kanan Inah segera menjamah payudara Asti dan meremasnya, sementara tangan kiri Inah meraih klitoris Asti dan menggosoknya lembut. Asti mendesis nikmat disela kuluman penis Anton di mulutnya, tubuhnya digoyang-goyangkan ke kiri dan kanan menikmati remasan tangan Inah di selangkangannya.
Anton memegang pundak Asti setelah rokoknya habis, dia bangkit berdiri. “Sekarang mbak Inah duduk di kursi aku yang jongkok, sementara mbak Asti tiduran telentang di bawahku ya…” demikian instruksi Anton kepada dua wanita itu.
Inah segera mengambil posisi duduk di kursi, sementara Asti tiduran telentang di bawah, kemudian Anton mengambil posisi mengangkang di atas Asti dan wajahnya disorongkannya ke selangkangan Inah. Tak lama berselang, Inah mendesis kenikmatan setelah vaginanya dijilati Anton, sementara di bawah, Asti masih sibuk mengulum penis Anton. Inah bergetar hebat, diraihnya kepala Anton dan dibenamkannya ke dalam vaginanya,
“Masss… Inah nyampeee niiicchhh… ” erangnya mencapai klimaks. Anton mempercepat permainan lidahnya, sesekali dimasukkan lidah itu kedalam lubang kenikmatan Inah.
“Acchhh… ssshhhmmmhhh…” rintih Inah lagi.
Setelah Inah selesai dengan klimaksnya, Anton berdiri dan menyuruh Asti untuk bangun. Kemudian Anton memposisikan Asti untuk berlutut menghadap kursi, tangan Asti menyangga di bangku kursi dan Anton sedikit merenggangkan ke dua paha Asti. Anton berjongkok di belakang Asti, Inah menggenggam penis Anton dan mengarahkannya ke dalam lubang Asti. Setelah masuk, perlahan Anton memaju mundurkan penis di lobang Asti.
“Accchhh… ssshhh… terusss dikkk… yang dalammm… mmmhhh…” geram Asti merasakan penis Anton menusuk lubang vaginanya. Inah mendekati Anton di raihnya wajah laki-laki itu dan dicumbunya. Sembari berciuman dengan Inah, Anton memaju-mundurkan penisnya di lubang Asti. Asti pun mencapai klimak lagi… “Tooonnn… ssshhh… mbak mau nyampeee niiihhh… agrhhh…”
“Bentar mbak… Anton juga mau sampe nih… kita barengan aja ya…” jawab Anton sembar mempercepat gerakan maju-mundur penisnya. Dan…
“Aachhh… mbaakkk… ayooo…” jerit Anton.
“Ssshhh… iyaaa diikkk… ssshhh… arggghhh… mmmhhh…” erang Asti kemudian.
Sementara Inah menggosok-gosok vaginanya mendengar erangan Asti serta juga mencapai klimaks
“Aaarrhhhggg… mmmhhh… ssshhhhmmm…”
Mereka terkapar lagi untuk yang kesekian kalinya, di luar cuaca dingin, tetapi di dalam kamar Anton terasa panas, apalagi ketiganya tampak terlihat bermandikan keringat. Entah sudah keberapa kalinya Anton orgasme hari ini, tetapi tetap saja tampak kental dan banyak, apa mungkin pengaruh dari jamu ramuan Inah, pikir Anton dan tidak terasa capek dirasakan badannya. memang benar-benar luar biasa jamu itu.
“Sudahlah… nginep semua aja di kamarku ya malam ini…?” usul Anton kepada kedua wanita tersebut, sementara kedua wanita itu tidak menjawab, hanya gerakan lemah mereka saja yang mengungkapkan kesetujuan mereka atas saran Anton. Anton meraih selimut dan menutupi tubuh bugil mereka bertiga serta mematikan tombol lampu. Di tengah kegelapan mereka saling berpelukan di mana Anton di tengah diapit kedua wanita tersebut, di kecupnya kedua kening wanita itu sembari tersenyum penuh kemenangan. Di luar hujan mulai berhenti, menyisakan keheningan yang merangkak menuju ke larutnya malam. Ketiga insan manusia terlelap di kamar beraroma keringat dan birahi, senyum serta kepuasan menyertai wajah damai mereka bertiga, tanpa ada yang mengusiknya.