Aku sedang merunduk, berkeringat dan kotor karena merawat bunga bunga di kebun belakang rumah saat kudengar bel berbunyi. Ini adalah hari minggu pagi, dan aku tidak sedang menanti seorang tamu. Aku sedang beres-beres pekerjaan rumah sebelum hujan turun, jadi aku coba untuk mengacuhkan suara bel itu. Bel berbunyi untuk kedua kalinya dan ketiga kali, akhirnya aku bangkit dan berjalan memutar ke arah depan untuk melihat siapa yang datang.

Berdiri di depan pintu memunggungiku seorang wanita muda yang sangat menarik, mengenakan celana jeans dipotong selututdan kaos yang memperlihatkan kulit atas pinggangnya yang seksi. Hingga akhirnya ketika aku memandangi pantatnya yang sekal sampai rambutnyayang dipotong diatas bahu, aku mengenalinya sebagai Sarah, mantan kekasih Teddy, puteraku.

"Hai, Sarah. Ada yang bisa Oom bantu?"
"Halo, oom Willy. Teddy-nya ada nggak Oom?."
"Wah, Sarah, dia dia baru saja berangkat tadi pagi sama Mama-nya. Katanya sih pergi jalan-jalan sebelum dia balik kuliah lagi minggu depan. Katanya kalian sudah putus ya? Apa yang bisa Oom bantu?"
"Saya cuma ingin balikin beberapa barang Teddy dan ngobrol dengannya. Cowok saya yang sekarang brengsek. O-oh, mulai hujan nih. Boleh masuk ke dalam Oom?"
"Tentu saja, ngomong-ngomong apa nih isi bungkusannya?"
"Cuma beberapa baju dan Cd-nya."

Ketika kubuka bungkusan itu, kulihat dia tadi nggakmenyebutkan beberapa pasang celana dalam Teddy dan bungkus kondom yang tinggal separuh.

"Ok, Sarah, nanti kusampaikan padanya. Ngomong-ngomong kamu naik apa ke sini tadi?"
"Saya nginap di kontrakannya Mama di jalan Kenanga. Dekat kok, hanya beberapa menit dari sini, jadi saya jalan kaki saja."
"Tapi, kamu nggak bisa lansung pulang jalan kaki sekarang. Kamu tunggu sebentar di sini, Oom mau mandi dulu sebentar. Badan Oom kotor dan keringetan nih, nanti Oom antar kamu pulang."

Saat aku mandi, kubayangkan betap singkatnya hubungan puteraku dengan gadis muda yang manis ini. Dia benar-benar seksi. Aku sedang berdiri mengeringkan tubuhku dengan handuk ketika kulihat pantulan bayangannya di cermin, berdiri hanya beberapa meter dibelakangku, bersandar di kusen pintu dan memandangiku dengan seksama.

"Apa yang kamu lakukan, Sarah? Kamu nggak boleh masuk."
"Saya hanya pengen lihat tubuh seperti apa sih sebenarnya bentuk Oom, apa seperti Teddy, Oom sangat tampan seperti Teddy, tapi Oom lebih gagah. Saya nggak bisa membandingkan penis Oom karena saya belum pernah lihat punya tadi saat tidak sedang ereksi."

Aku merasa jengah dengan kejadian ini dan berusaha menutupi tubuh telanjangku dengan handuk. Dan tak perlu menunggu lama sampai aku juga mengalami ereksi.

"Saya punya vagina yang cantik, Oom mau lihat nggak?"

Tanpa menunggu jawaban, diturunkannya resleiting celan jeans-nya dan menurunkannya hingga mata kaki, memperlihatkan celana dalam mininya. Dan itu langsung mengikuti jean-nya, dan kaki indahnya melangkah keluar dari keduanya, memperlihatkan tubuh telanjangnya dari kaos ke bawah.

Harus kuakui, vaginanya memang cantik, tanpa rambut dengan bibir yang penuh dan terlihat sangat lezat. Saat aku tengah takjub menatapnya, dia menggeseknya dengan sensual menggunakan jemarinya.

"Apa anda sudah ereksi, Oom Willy? Biar saya periksa."

Dia berjalan mendekat dan dengan sebuah renggutan yang cepat, menarik lepas handukku, membuatku terpampang dihadapannya tanpa penghalang dengan batang penisku menunjuk tepat ke arah matanya.

"Nah, begini lebih baik! Oom punya penis yang indah, semaseperti Teddy, kecuali saya pikir punya Oom agak lebih gemuk."

Satu tangannya mengelus batang penisku dan yang satunya lagi tetap tak beranjak menggesek vaginanya.

"Oh, ayo ke kamar dan bercinta dengan Sarah Oom. Sudah cukup lama Sarah nggak bercinta sejak putus dengan Teddy tiga minggu lalu. Saya sangat teramat horny."

Jujur saja aku mau mengabulkannya tapi aku tahu aku harus menolaknya. Seorang pria paroh baya berumur 48 tahun sepertiku tak sepatutnya tidur dengan gadis muda berumur 22 tahun. Kuikuti dia ke kamar tidur untuk menasehatinya. Dia rebah ke atas kasur dengan punggungnya, pahanya terbentang lebar, vaginanya yang cantik seolah menatapke arahku, dan seluruh akal sehatku terbang melayang ke luar jendela.

Aku menyerah pada bujukan kobar birahi dan wajahku tenggelam kepada 'sesuatu yangindah' yang begitu mempesonaku. Kakinya mengempit kepalaku dalam cengkeraman erat ketika lidahku menyeruak jauh ke dalam kebun kenikmatannya yang basah. Sarah menggeliat layaknya ular begitu kueksplorasi bagian tubuhnya yang rahasia. Akhirnya kutemukan klitorisnya dan menghisapnya diantara bibirku. Begitu kutahu reaksinya,lidahku semakin gencar memanjakannya. Aku tahu dia sedang kelabakan dalam orgasmenya karena Sarah mengejang dengan liarnya pada wajahku, terus menerus mengerang dan mengejang.

"Oh Mama, sudah, sudah,jangan, jangan hentikan! Aku sudah nggak tahan lagi! Jangan teruskan! Cepat Oom, kumohon masukkan penis Oom sekarang.... Fuck me! Fuck me!"

Selayaknya lelaki yang baik, tak sepatutnya kuacuhkan permohonannya. Sarah hanya bisa berbaring melenguh dan menggeliat satiap kali kulesakkan batang penisku semakin kedalam lalu menariknya keluar sedikit dari himpitan kebun surganya. Pelan-pelan dia mulai dapat mengendalikan dirinya, sedikit demi sedikit, seluruh syaraf dalam tubuhku tercabut dari tempatnyadan berkumpul dibatang penisku. Nggakada lagi dalambenakku selain euphoria dari kerasnya penisku yang meluncur keluar masuk dalam cengkeraman daging hangat vagina Sarah. Nggak dada lagi selain penyatuan kami dan mengesampingkan selurh konsekuensi yang ada ketika kupacu diriku kepuncak kenikmatan yang ditawarkan Sarah padaku.

Kurasakan itu datang, pemenuhan dari penjelajahanku untuk menyirami rahimnya dengan spemaku. Jauh disudut brnakku aku sadari jika Sarah hampir saja berteriak saat pencapaian klimaknya lagi bersamaan dengan penisku yang berdenyut keras menyiramkan semburan demi semburan sperma ke dalam tubuhnya, melemparkujauh dari batas rasa nikmat ke tanah impian.

Tubuh Sarah hampir tak bergerak ketika tubuhku jatuh di sampingnya. Sepertinya aku setengah sadar tapi tak lama berselang kurasakan dia bangkit dari atas ranjang. Yang kurasakan kemudian hanyalah perasaan akan sesuatu yang hangat membasuh penisku yang mengecil dan lalu sebuah perasaan tak asing akan kuluman lembut sebuah bibir.Kubuka mataku dan melihat Sarah berdiri di samping ranjang, masih telanjang, membungkuk dan mengulum penisku. Aku hanya rebah, kembali pejamkan mata dan meresapi sensasi mulutnya yang hangat basah saat dia menghisap dan mengulum batang penisku yang perlahan mengeras kembali. Segera saja penisku sekeras besi dan sekali lagi, berdiri dengan tegak dan gagah.

Dia berdiri, memandangi apa yang baru saja dilakukannya dan menggumam pelan pada dirinya sendiri, "Ini yang selama ini kuimpikan."

Tanpa sepatah kata, Sarah menaiki batangku selayaknya menunggang kuda. Dengan mudah melesak kedalam lubangnya yang basah ketika dia menurunkan tubuhnya hingga bibir lembut vaginanya mengecup buah zakarku. Dengan Without another word, she mounted my inflexible shaft as if kedua tangannya menopang tubuhnya pada dadaku dan tersenyum manis padaku, dia mulai mengayun. Sebuah ayunan eksotis dan pelan, naik dan turun, maju dan mudur, keluar lau masuk, hingga kembali sekali lagi aku siap menghadiahinya dengan seluruh spermaku yang tersisa.

Pada detik terakhir, binar mata indahnya kehilangan fokus dan kepalanya menengadah ke atas. Kupikir dia menghentikan gerakannya dan tubuhnya tergetar disebabkan karena ledakan klimaksnya, tapi ini hanya menahanku di puncak kenikmatan. Perlahan dia menguasai kembali dirinya dan meneruskan perjalanannya, semakin ke atas hingga aku merasa akan terlepas keluar. Tubuhnya kembali turun saat hanya kepala penisku yang terjepit bibir vaginanya. Dengan menggerakkan otot vaginanya, dia memerahku bagaikan memerah susu sapi. Kali ini sudah nggak mungkin lagi tercegah, dan aku memuntahkan sisa spermaku yang terakhir kalinya ke dalam lubang panasnya seiring gelombang orgasme maha dahsyat menghempasku. Aku terhempas kehabisan nafas.

Sekarang giliran dia yang terjatuh di samping tubuhku.


"Astaga, Oom Wiilly, Oom jauh lebih hebat dari Teddy, aku nggak percaya. Dia nggak suka mencumbu vagina, dia nggak bisa bertahan selama Oom. Ooh, sudah hampir malam, aku harus pakai baju dan segera pulang. Mama akan cemas memikirkanku ada di mana.Kalau aku kembali lagi kemari besok, Oom mau lagi kan menjilati vagina Sarah dan bercinta dengan Sarah ?"

Akal sehatku berteriak "tidak", tapi egoku berkata, "Tentu saja, setiap waktu."

Kuantarkan dia pulang, merasa sangat terpuaskan dengan apa yang baru saja terjadi. Tentu saja, Sarah masih muda, tapi dia dewasa dan begitu berpengalaman tentang seks. Dan karena hal ini merupakan percintaanku setelah satu bulan lamanya tidak melakukannya dengan Mama-nya Teddy, aku benar-benar menikmatinya, dan Sarah juga merasa terpuaskan olehku.

***

Keesokan harinya, di tempat kerja, aku memikirkan dia seharian. Setiap kali kuingat tentang kejadian kemarin, penisku langsung ereksi. Aku teramat sangat horny hingga akhirnya kuminta rekan kerjaku, Fredy, agar menggantikanku dan segera pulang. Ingin rasanya aku melakukan masturbasi tapi teringat janji Sarah yang akan datang lagi, akhirnya kuputuskan untuk menunggunya dan melampiaskan hasrat ini bersamanya.

Aku sedikit merapikan diri, menyemprotkan pengharum ruangan, membuka sebotol wine, mengeluarkan sepasang lilin, dan baru saja keluar dari kamar mandi ketika terdengar bel pintu berbunyi. Dengan
cepat kupakai after-shave, memakai handuk dan menuju ke pintu depan untuk menyambutnya.

"Halo. Apa anda Tuan Willy, papa-nya Teddy?"

Yang berdiri di hadapanku bukanlah Sarah, melainkan sesosok wanita mirip sarah tapi lebih dewasa. Mungkin akhir 30an, lebih tinggi dari Sarah tapi dengan binar mata yang sama indahnya, pinggang dan pantat yang sama bulat, dada yang sama sekalnya dan potongan rambut yang juga mirip.

"Ee, ya. Anda kakaknya Sarah?"
"Bukan, Saya Wuri, mamanya. Boleh saya masuk?"

Oh sial!

"Tentu saja, silahkan. Maafkan saya, saya tadi baru saja selesai mandi. Tunggu sebentar, saya mau berpakaian."
"Nggak apa-apa, saya nggak lama kok. Saya hanya mau tanya, apa benar andalah orangnya yang telah menggoda puteri saya."
"Oh, Saya... ee... tolong jangan salah paham, tapi sebenarnya Sarah-lah yang menggoda saya."
"Saya nggak marah. Saya hanya ingin melihat lelaki yang diceritakan Sarah. Dia bilang anda adalah lelaki yang hebat, jantan dan yang pecinta terbaik yang pernah dia temui dan anda telah membuat puteri saya mengalami klimaks sedikitnya tiga atau empat kali. Apa semua itu benar?"

Sekali lagi, ego-mulut besarku berkata, "Sebenarnya empat kali."
"Sarah bilang anda mirip sekali dengan Teddy, tapi saya kira nggak begitu. Anda lebih tinggi dan lebih besar, tapi aku lihat memang ada sedikit kemiripan. Tapi secara keseluruhan, anda jauh lebih tampan."
"Terima kasih. Anda juga sangat cantik seperti Sarah, tapi anda tidak terlihat terlalu tua untuk menjadi mama-nya.
"Ah, terima kasih juga. Saya sudah 40 tahun, saat Sarah lahir saya masih berumur 18... hamil oleh pacar pertama."
"Maaf, jadi mengingatkan... jadi, anda nggak menikah?"
"Nggak, saya berpisah saat Sarah berumur 7 tahun."
"Bagaimana anda bisa tahu soal Sarah dan saya?"
"Dia yang cerita. Dia cerita tentang semua hal pada saya, dan kami juga berbagi segalanya. Saya yakin kalau dia belum mengatakan pada anda kalau kami juga berbagi tentang Teddy."

Aku menatapnya dengan perasaan berbeda. Se-menarik-menariknya wanita di hadapanku ini, aku masih belum bisa membayangkan kalau puteraku yang berumur 23 tahun bercinta dengannya.

"Jadi, apa Sarah mengatakan pada anda kalau kami juga akan berbagi dengan anda?"

Tanpa menunggu jawaban, dia mendekatiku dan mencium bibirkuBukan hanya sebuah ciuman biasa, tapi disertai juga dengan tarian lidah dan basah. Kalau saja situasinya berbeda, mungkin aku akan menghindar, tapi birahiku sudah sangat memuncak, kubalas ciumannya, lidahku mengiringi tariannya, saling mengeksplorasi bagian dalam mulut.

Bisa kurasakan tubuhku mulai bereaksi dan mengira apa Wuri dapat merasakan hal itu. Pertanyaanku segera terjawab begitu dia menggesekkan tubuhnya ke selangkanganku dan bilang, "Aku tahu kalau kamu akan suka ini, dan tidak keberatan berbagi. Bagaimana kalau kita ke kamarmu saja."

Dia tertawa kecil saat melihat persiapan yang sudah kulakukan. "Wow, kamu sudah siap ya! Aku yakin kalau Sarah sudah memuaskanmu. Aku hanya berharap kalau kamu akan merasakan hal yang sama saat semua ini selesai nanti."

Dia berbalik, mencengkeram handukku, dan kembali menciumku. Kali ini penuh dengan desakan nafsu. Tangannya bergerak masuk ke balik handukku dan mulaimengelus batang penisku yang keras. Dan kemudian dia berlutut dan mengeluarkan penisku dari dalam balutan handuk. Untuk beberapa kejap dia terpaku menatapibatang penisku di depan wajahnya lalu, pelan dan dengan lembutnya mulutnya yang merangsang mulai mengulum.

Ini adalah surga! mulutnya sangat lembut, mencengkeram erat dan hangat dan lidahnya menakjubkan, menyentuh bagian bawah batang penisku yang sensitif. Kurasakan bibirnya mencengkeram begitu erat batang penisku. Ujung lidahnya menggelitik lubang di kepala penisku dan melingkari kepala penisku, tapi diatas itu semua yang paling menakjubkan adalah rasa nikmat berada di dalam mulut seksinya itu. Aku mulai memompa, menyetubuhi wajahnya, Bisa kulihat di bawah batang keras penisku meluncur keluar masuk diantara cengkeraman mulut nikmatnya. Kupejamkan mata dan menikmati rasa ini yang memeluk seluruh indera perasaku.

Pelepasanku sudah teramat mendesak, begitu penuh sampai serasa ingin berteriak keras saja karenanya. Spermaku menyembur dengan derasnya dan termat banyak, seakan bagai kosong dan kering dalam persediaan kantong spermaku. Mungkin aku akan jatuh jika saja tidak bersandar di dinding.

Dia tetap menghisap cukup lama sampai benar-benar tak ada lagi sperma yang tersisa.

Akhirnya, dia melapaskan natang penisku dan bangkit, "Tunggu sebentar, aku akan segera balik lagi," lalu menghilang ke dalam kamar mandi.

Aku melangkah menuju ke ranjang, tapi belum juga aku sampai ke sana, Wuri sudah kembali, terlihat sangat segar tapi sudah telanjang bulat.Dia duduk di ranjang ukuran King-ku ini. dan kedua lengannya terjulur ke depan menantiku. Kakinya masih menjuntai di lantai. "Ok, sayangku. Sekarang giliranmu. Kita lihat apakah kamu memang sehebat seperti yang diceritakan Sarah padaku."


Kujatuhkan handuk yang melilit pinggangku, melangkah mendekatinya, dan mencium bibir merekahnya. Lidahku menjalar keluar masuk dalam mulutnya, mensimulasi seperti apa yang akan kulakukan pada vaginanya nanti. Saat aku turun pada payudaranya, dia rebah dan membusungkan dadanya dengan bangga padaku dengan dorongan kesua lengannya. Kucium dan kuhisap putingnya bergantian, layaknya seorang bayi, mengeksplorasi lingakran putingnya dengan ujung lidahku. Masih dengan lidahku, kutinggalkan jejak basah mulai dari payudaranya, turun ke perutnya hingga ke selangkangannya yang bersih tak berambut tepat di atas bunga surganya.

Dapat kurasakan tubuhnya gemetar begitu kukecup daun bunga surganya. Lidahku menyeruak di antara celah daunnya yang nikmat, membuatnya mengerang pelan disertai gelnjang tubuhnya. Tangannya berada di belakang kepalaku, menyuruhku untuk semakin jauh ke oasisnya yang harum lebih dalam lagi. Bunganya menyuguhkan madu yang nikmat yang kujilati dengan teramat rakusnya.

Semakin kujilati, semakin lebar pula pahanya terentang dan semakin keras dorongan tangan pada belakang kepalaku. Dapat kurasakan melalui rintihannya kalau dia dengan cepat menyongsong gerbang pertamanya yang kuharapkan adalah orgasme yang berkesinambungan. Kini dia menggeliat pada setiap dorongan lidahku. Kubawa hisapanku pada kelentitnya. Dan segera saja reaksinya menjadikan erangannya perlahan berubah jadi jeritan kecil. Dan kemudian dia meratap dan kepalaku dijepitnya dengan sangat erat dengan kedua pahanya. Rasanya aku hampir tidak bis menggerakkan kepalaku karenanya.

Saat akhirnya kepalaku dapat terlepas dari himpitan pahanya, aku melihat ke atas dan menyaksikan matanya terpejam rapat dan kehabisan nafas. Aku rebah di sisinya, dan kemudia tanpa menghiraukan wajahku yang masih belepotan dengan cairan madunya, kucium dia lagi. Kali ini responnya tanpa kobaran gairah dan hampir tanpa reaksi perasaan. Matanya mengedip terbuka dan dia berkata, "Belum pernah kudapatkan orgasme yang seperti tadi. Sarah belum menyiapkan aku untuk hal seperti tadi sepenuhnya. Aku ingin kamu bercinta denganku, tapi aku butuh waktu sebentar ubtuk istirahat dan mengatur nafas."

Aku tak keberatan. Saat ini, aku sendiri merasa tak yakin apakah bisa langsung beraksi. Aku pergi ke kamar mandi, kubasuh wajah dan tanganku. Ketika aku kembali ke kamar, Ruri meringkuk memeluk guling seperti bayi yang tidur lelap. Aku naik ke atas ranjang dan menyusulnya, memeluk rapat tubuh telanjangnya dari belakang, menyusul dia ke dalam alam mimpi...

"Bangun, sayang. Penismu menyodok pantatku. Kalau kamu ingin meneruskan, biar kuatur posisiku dulu. Aku nggak suka anal sextapi kita bisa melakukan doggy style."

Itu terdengar begitu merdu di telingaku, perlahan dengan posisi merangkaknya yang masih berada di atas ranjang dan aku berdiri di belakangnya, berdiri di atas lantai di sisi ranjang di belakang tubuhnya. Pelan-pelan kudorong penis eresiku memasuki selah surganya. Kupegangi pinggannya dan mulai kugerakkan tubuhku maju mundur, membuat vaginanya mulai basah dan licin pada setiap gesekan batang penisku yang semakin terasa sensitif. Perlahan kutarik keluar dan dengan gerakan yang cepat, tiba-tiba kulesakkan batangku seluruhnya ke dalam hingga bola zakarku menghantam bibir vaginanya.

Aku berdiri, dengan mata terpejam, penisku yang keras keluar masuk dalam tubuh Ruri dan semakin mendaki mendekati puncak klimaks ketika terdengar sebuah suara di belakangku, "Wow! Ruangan ini penuh dengan aroma seks. Apa kalian berdua sudah melakukannya seharian penuh?"

Walaupun suara itu mengejutkanku, tapi ayunanku tak terhenti, meskipun saat tangan Sarah mulai terasa membelai pantatku dari belakang.

Mamanya berkata, "Astaga Sarah, apa kamu nggak lihat kami sedang sibuk. Sana pergi dan tunggu giliranmu."

Sekarang kurasakan Sarah membelai kantung Zakarku saat bongkahan pantatku mendorong batang penisku jauh masuk ke dalam vagina mamanya. Belaian tangannya yang lembut pada buah zakarku membuat pertahananku tak terbendung lagi. Kumuntahkan sisa persediaan spermaku ke dalam rahim Ruri yang menunggu bersamaan dengannya yang juga jatuh ke dalam pelukan lembah orgasme. Perlahan kutarik keluar batang penisku yang tak lagi keras dari dalam vagina Ruri saat masih berlumuran dengan campuran sperma kami berdua, dan kemudia berjalan ke arah kamar mandi.

Kuhabiskan waktu beberapa menit untuk membersihkan diri dan memulihkan kondisi. Ketika aku kembali lagi ke dalam kamar, kedua wanita ini berada di atas ranjang dengan selimut menutupi tubuh mereka hingga batas dagu. Sarah menurunkan selimutnya, memperlihatkan sebagian daging payudaranya, dan dengan menepuk ranjang, mengundangku naik menyusul mereka.

"Kami menunggu Oom. Mama bilang dia hanya mendapatkan tiga kali dari Oom dan Oom asih berhutang satu kali lagi agar impas denganku."
"Kamu kemarin beruntung. Aku kira, aku sudah nggak kuat lagi meskipun ada seorang puteri Indonesia yang menawarkan untuk menghisap penisku lagi."
"Jangan khawatir, Oom. Oom hanya rebahan di sini dan nikmati apa yang akan kami berikan pada Oom. Mama dan aku sangat ahli dalam hal ini."

Mereka lebih dari ahli dalam hal ini, tapi tetap saja mereka butuh kurang lebih satu jam hingga akhirnya kondisiku pulih kembali. Akhirnya Ruri menaiki batang penisku, menunggangiku layaknya seorang joki yang seksi, dan Sarah mengangkangi wajahku dengan suguhan vaginanya yang tetap semanis kemarin.

Akhirnya kuraih klimaks ketigaku hari ini, dan Ruri mendapatkan yang keempatnya, sedangkan Sarah mengawali seluruh multi orgasmenya.

Semua kejadian tersebut berawal sudah hampir tujuh bulan yang lalu dan masih terus kami lakukan dengan sembunyi-sembunyi. Kadang di rumahku saat Teddy dan Mamnya tidak ada atau terkadang di rumah kontrakan Ruri atau di mana saja saat kami ingin. Teddy nggak pernah tahu akan hal ini. Kejadian yang kualami dengan mantan pacarnya yang manis beserta Mamanya hingga sekarang, bagaimanapun juga tak akan pernah kuceritakan padanya dan tetap menjadi rahasia kami bertiga.