Tika, gadis cantik yang dulunya berprofesi sebagai SPG yang juga memiliki toket gede – Tempat fitness saya cowok dan cewek dicampur, biasanya sih para cewek hanya
ikut aerobik-nya saja. Jarang ada yang ikut angkat-angkat beban. Takut gede
kali, ya! Padahal terus terang saya suka sama cewek yang berbody seperti XENA
The Prince of Warrior (tau, khan ?).
Nnaahh…kejadian ini berlangsung pada pertengahan 1998. Saat itu hari Selasa,
seperti biasa sepulang dari kantor, saya pergi ke tempat fitness. Hari itu ada
dua orang cewek baru (maklum…karena hampir setiap hari ke tempat fitness, jadi
hafal mana member lama dan mana member baru), satu orang berbody agak gemuk,
manis dan yang satunya lagi berbodi kecil dengan buah dada yang kecil, yah
berukuran 32-an dan berwajah imut dengan rambut lurus sebahu.
Singkat cerita, saya berkenalan dengan keduanya. Si cewek yang berbody agak
gemuk, bernama Dhea (nama sudah disamarkan!) menanyakan bagaimana mengecilkan
dan mengencangkan badan, sedangkan cewek yang berbody kecil bernama Tika (nama
sudah disamarkan!) ingin agar buah dadanya bisa besar dan kencang juga pantatnya
agar naik dan padat. Yah…saya ajarin saja. Selesai fitness kami ngobrol ngalor
ngidul. Mereka bekerja di suatu hotel, Dhea di bagian keuangan sedangkan Tika di
bagian marketing. Ternyata Tika kost yang lokasinya berdekatan tempat kost saya.
Seminggu kemudian, selesai fitness Tika mengajak main ke tempat kost-nya.
Suasana kamarnya kost-nya cukup apik, tempat tidur busa-nya hanya digelar di
atas lantai yang dihampari permadani berwarna biru muda ditutupi dengan bed
cover berwarna pink lembut. Di pojok ada lemari es kecil, terus ada televisi 17
inch dan VCD Player. Pokoknya apik penataannya, sehingga membuat betah. Tempat
kost-nya campur cewek ama cowok. Dia bercerita kalo Dhea itu suka sama saya dan
nitip salam buat saya. Saya hanya tersenyum kecil, lalu saya bilang “Tolong
sampaikan salam kembali sama Dhea, terima kasih telah menyukai saya. Tapi mohon
ma’af, kalo Dhea bukan cewek tipe saya”. Terus si Tika nanya “Emangnya tipe
cewek Mas, yang seperti apa sih?”. Saya jawab, “Saya suka cewek yang bertipe
seperti si Xena”. Dia hanya menjawab, “Ooohhh…!!”. Saat itu setelah ngobrol
ngalor ngidul, saya pamit untuk pulang. Tidak terjadi “hal-hal yang diharapkan”.
Pokoknya hampir setiap ketemu dengan Tika selalu menyampaikan salam dari Dhea.
Sebulan kemudian, saat setelah selesai fitness hujan turun dengan deras. Sambil
menunggu hujan agak reda saya dengan Tika ngobrol ngalor ngidul. Hari itu Dhea
tidak fitness karena ada kerja lembur, maklum akhir bulan. Saat itu jam
menunjukkan pukul 21:15 dan hujan mulai agak reda.
“Mas, pulang yok !”, sela Tika.
“Ayo!”, sahutku.
“Tapi anterin Tika, yah!”, rengek Tika. Saya cuma memberikan anggukan.
Sesampainya di tempat kost Tika. Sebelum masuk kamarnya, Tika menawarkan
minuman, “Mau minum apa Mas, yang dingin atau yang hangat?”. Saya jawab, “Kalo
ada kopi, boleh juga tuh !”. Lalu setelah menyajikan Kopi, Tika bilang, “Saya
mau mandi dulu ya, Mas?”. “Silahkan!”, sahut saya.
Sambil menunggu Tika mandi saya keluarkan rokok, terus saya nyalakan. Nikmat
sekali, apalagi ditemani dengan secangkir kopi panas.
Tika masuk kembali dengan rambut yang masih basah dengan memakai celana pendek
yang agak longgar dan t-shirt ngatung warna putih. Kelihatan sekali paha
putihnya dan juga buah dada yang walaupun kecil tapi kelihatan menantang, karena
ternyata si Tika tidak memakai BH.
“Wah…enak lho, Mas! Abis mandi segerr…”, kata Tika. Terus Tika menawarkan, “Mas
mau mandi, nggak?”.
Karena memang penat setelah berbody building, aku jawab “Mau…dong…!”.
Selesai mandi, saya hanya mengenakan celana pendek dengan handuk dikalungkan di
leher. Pas saya masuk ke kamar, Tika agak gugup. “Kenapa sih?”, kataku.
“Ah…enggak…”, sahut Tika. Dan saya lihat ternyata Tika sedang menonton VCD,
entah film apa yang ditonton. Terus saya tanyakan, “Film apaan sih?”. Setelah
saya lihat ternyata film Kamasutra. Terus saya bilang,”Kenapa dimatikan?”.
Sambil tersipu (menjadikan tambah imut) Tika mengguman,”Abiss…malu sih?”.
Akhirnya, saya nyalakan kembali VCD tersebut. “Kamu suka juga yah nonton VCD
BF?”, kataku.
“Emmhh…baru pertama, koq!”, guman Tika.
Selanjutnya kami asyik menyimak film tersebut, kami duduk agak berjauhan. Tika
menyender di tembok, sedangkan saya ber-sila.Saya lihat Tika tidak enak duduk,
sebentar-sebentar dia ganti posi duduk, asalnya selonjoran, terus sila, terus
kedua kakinya diangkat dengan dagu ditempelkan.
Tiba-tiba Tika mengguman lirih,”Masss…sini dong? Tika kedinginan, nih!”. Saya
tidak menyangka akan hal ini, walaupun memang ini yang diharapkan. He…he…he…
Saya terus mendekat kepadanya, sehingga kami bersandar di tembok. Tika langsung
merebahkan kepalanya ke dada saya. Saya jadi kaget untuk yang kedua kalinya.
Untung tidak jantungan.
Untuk yang ketiga kalinya saya dibikin kaget oleh Tika,”Mas…ganti dong Film-nya,
terlalu banyak ngobrolnya. Tolong ambilin di lemari kecil itu”, sambil menunjuk
ke arah lemari yang dimaksud. Terus saya beranjak ke arah lemari tersebut, dan
saya jadi kaget lagi untuk yang kesekian kalinya. Ternyata dalam lemari tersebut
ada sekitar 10 buah VCD BF. Saya ambil semua, saya serahkan sama Tika. Terus
Tika mengambil satu yang berjudul The Phoneix. Saat itu jam 23:15.
Setengah jam setelah nonton, saya lihat Tika makin gelisah. Sambil tetap saya
peluk, saya lihat tangannya mengusap-ngusap pahanya, naik sampe ke arah
memeknya. Demikian terus menerus. Melihat kegiatan yang Tika lakukan, maka saya
pun jadi konak. Tangan saya yang sedang meluk Tika, bergeser turun ke arah buah
dadanya, agak ragu juga sih. Tapi begitu tangan saya sampe di buah dadanya, si
Tika malah makin membusungkan dadanya. Tangan saya masuk dari bawah kaosnya
merayap ke arah buah dada sebelah kiri. Saya remas pelan, terus saya raba
putingnya yang sudah mengeras, saya pelintir-pelintir pelan. Tika menaikkan
pinggulnya, sambil mendesah,”Ooohhh …. Mmhhaasss ….”. Saya yang mendengar
desahan tersebut makin konak saja. Posisi saya dengan kaki berselonjor dan Tika
duduk di depan saya diantara ke dua paha saya. Menjadikan saya lebih leluasa
untuk meremas buah dadanya. Tangan kiri saya masih terus meremas buah dada yang
kiri, sedangkan tangan kanan saya mencoba membuka t-shirtnya. Ternyata Tika
mengerti apa yang saya kehendaki. Sekarang bagian atas Tika sudah toples, saya
lihat buah dadanya yang kecil tapi indah dengan puting berwarna agak kecoklatan
dan sudah mengeras, ditambah dengan kulitnya yang kuning langsat. Melihat
pemandangan seperti itu dari arah belakang atas punggungya menjadikan saya makin
bertambah nafsu untuk menjadikan Tika lenih terangsang. Cerita film sudah tidak
disimak lagi, malahan kami yang sekarang sedang beradegan. He…he…he… Setelah
yang kiri, tangan saya beralih ke arah buah dada yang kanan. Tangan kanan saya
merayap mengusap pahanya, terus beralih ke arah memeknya yang masih ditutupi
celana pendeknya. Saat tangan kanan saya meraba memeknya, sambil bersandar ke
dada saya, pinggul Tika dinaikkan, sambil mendesah, “Ahhh … ahhhhh ……. Oohhh …”.
Terus tangan kanan saya naik ke arah perutnya, pas di pusarnya saya elus-elus,
terus menyelinap ke dalam celana pendeknya, saya raba lagi memeknya yang masih
dibungkus dengan CD satinnya. Tangan saya gosokan naik turun di antara celah
memeknya. Tika makin melentingkan pinggulnya. Karena ditempat kost, Tika hanya
mendesah “Ahhhh … ooohhhh …. aaahhhh …”. Tangan kanan saya lalu menyusup ke arah
memeknya melalui celah-celah CD-nya dekat pangkal paha, dan memang sudah basah.
Terus saya cari Clit-nya, yang sudah menonjol keluar, sehingga memudahkan untuk
menggosoknya. Saya usap pelan-pelan, makin lama saya gosok makin cepat. Pinggul
Tika makin melengking dengan raut wajah yang sudah sangat terangsang. Tika hanya
bisa mengeluarkan desah, “Aaauuuhhhh ….. ooohhhhh …..”. Makin lama jari tangan
kanan saya pasif, yang aktif makin keras adalah goyangan pinggul Tika, naik
turun makin cepat.
Dan akhirnya Tika sampai pada klimaksnya kedua tangannya memeluk bahkan hampir
mencekik leher saya, sambil berteriak lirih, “AAAAUUUHHHHH ….. MMMHHHAAASSSSS
……OOOOOHHHH…”. Tubuhnya lemas bersandar di dada saya. Sambil kepalanya
tengadah, saya kecup bibirnya. “Terima kasih, Mas…”, ujarnya lirih. Saat itu
sudah jam 24:30. Saya pamit untuk pulang. Sejak saat itu kami selalu melakukan
hal yang sama, tetapi tidak sampai Coitus. Karena saya pernah mencoba melakukan
Coitus, tetapi Tika tidak mau. Dan kebetulan Tika suka mengulum batang kemaluan
saya. Maka dalam melakukan percumbuan, timbal baliknya adalah setelah Tika
orgasme, gantian Tika yang mengulum batang kemaluan saya.
Dalam melakukan percumbuan, tidak mesti saya melakukan Coitus. Saya merasa puas
dan senang bila cewek tersebut terpuaskan oleh saya. Saya sangat menyukai bila
melihat wajah cewek yang lagi konak dan orgasme, juga mendengar desahan cewek
yang sedang konak dan pada saat mencapai klimaks. Biasanya kalau saya melalukan
Coitus, melihat-lihat dulu siapa ceweknya. Kalo ternyata ceweknya sudah terbiasa
melakukan Coitus, ya…saya akan melakukan Coitus.