Ren baru saja selesai mandi dan berpakaian saat kepala Sho muncul di pintu kamarnya.


"Ren sayang," sapanya lembut.


"Sarapan, yuk."


"Hah?" balasnya bodoh.


"Oh, ok."


Mereka berdua duduk saling berhadapan. Ren menatap semua menu sarapan yang ada diatas meja.


"Ini kamu yang masak?" tanyanya tidak percaya saat melihat menu sarapan pagi lengkap yang tersedia diatas meja makan.


"Yup." Sho mengangkat bahu.


"Aku memasak dengan menggunakan bahan-bahan yang ada." katanya ringan


Ren menatap sekali lagi menu sarapannya pagi itu. Ren yang terbiasa menyantap Mi instan setiap paginya, merasa bahwa masakan lengkap untuk sarapan yang ada di depannya ini benar-benar 'wah'. Ren tidak pernah bisa memasak. Namun sang kekasih idamannya ini benar-benar ahli. Apa saja yang kira-kira Ren isikan kedalam kolom karakteristiknya selain ahli masak? Ren tidak begitu ingat.


"Aa.." Sho hendak menyuapkan makan paginya kearah Ren.


"Eh, Sho." Ren terlihat kikuk. Wajahnya membara.


"Tidak perlu seperti itu."


"Aa.." Sho tetap membandel. Senyum menawannya yang menjadi senjatanya kali ini.


Ren menyerah. Dia membiarkan Sho menikmati makan pagi mereka dengan kemesraan yang sangat. Tidak, sebenarnya Ren juga menikmatinya. Ren tidak pernah merasa dimanja hingga seperti ini. Sho benar-benar kekasih idamannya!


"Bagaimana kalo kita jalan keluar?" tanya Sho setelah mereka selesai beres-beres sesudah sarapan.


"Gak mood nih." kata Ren lemah.


"Gak mood, ya." Sho termangu. Lalu dengan cepat ia membuka seluruh pakaiannya di depan Ren.


"Kalau begitu, bercinta yuk." katanya ceria.


"Sapa tau Ren jadi lebih mood."


"Ok, ok." Ren menyerah kalah.


"Kita jalan."


Sepanjang jalan Ren di gandeng tangannya oleh Sho. Walau agak sedikit malu, biar bagaimanapun mereka kelihatan seperti Abang dan adik yang sangat akur. Banyak mata yang memperhatikan mereka, banyak mulut yang berbisik. Dalam hati Ren merasa sedikit tersanjung, Sho bukan saja idaman bagi setiap cewek yang melihatnya, tetapi mungkin saja bagi setiap cowok yang seperti Ren.


Mereka pergi ke taman bermain dan bermain sepuasnya seharian itu. Ren benar-benar merasa bahagia. Mungkin, walaupun hanya bisa memiliki Sho selama 3 hari, Ren tetap merasa bahagia. Sho benar-benar menyayanginya seperti mereka sudah menjalin hubungan yang sangat lama.


Keduanya terduduk di kursi taman sambil tertawa terengah-engah. Sepertinya mereka baru saja naik roller coaster. Sho menatap lekat Ren, tawanya yang renyah menjadi senyuman yang lembut.


"Pas waktu yang tadi itu seru juga ya, Sho?!" Ren yang masih tertawa menolehkan kepalanya. Ren langsung tertegun melihat reaksi Sho.


"Ren kelihatan senang sekali, ya?" kata Sho lembut.


"Eh, iya."


"Syukurlah."


Ren menyandarkan dirinya ke dada Sho.


"Aku masih tidak mengerti, tapi aku senang Sho ada disini.


Sho merengkuhnya dengan erat.


"Ya, Sho juga senang bisa ketemu ama Ren." tangannya membelai rambut Ren.


*****


Sho terbaring di tempat tidurnya malam itu. Matanya menatap lekat langit-langit. Ren, ia benar-benar tidak mengerti. Bukankah dia dipesan untuk bercinta dengannya? Sho benar-benar tidak mengerti. Dia memandang cincin yang dipakainya di jari tengah tangan kanannya. Ren masih belum menyadarinya kalau Sho bisa tahu perasaan Ren melalui cincin ini. Permukaan rata yang berwarna putih pada cincin ini akan berubah warna seiring dengan perubahan perasaan Ren. Yang Sho mengerti adalah, kadang-kadang Ren merasa sedih disaat cincinnya berwarna hitam. Atau kadang-kadang marah dengan kenakalannya disaat warnanya menjadi biru. Atau senang saat warnanya menjadi kuning. Namun ada pada saat-saat tertentu cincin tersebut berubah warna menjadi warna yang tidak pernah dicantumkan artinya kedalam otaknya, pink.


Pintu kamar Sho terbuka dan Ren ada disana. Sho memandangnya sesaat sebelum mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk, "Ada apa?"


Ren terlihat malu-malu.


"Malam ini, boleh tidur bersama?" Lalu wajahnya memerah.


"Tapi bukan bercinta." kata Ren cepat-cepat.


Sho tersenyum, lalu mengulurkan tangannya.


"Boleh."


Lalu Ren terbaring dalam dekapan Sho. Sho hangat, dan Ren merasakan kekuatan dalam Sho yang membuatnya merasa aman dan nyaman. Aroma Sho sangat menyegarkan, dan memikat hatinya. Apakah aku sudah jatuh cinta?


Namun belum sempat Ren menjawab pertanyaan tersebut, dirinya telah jatuh kealam mimpi. Dirinya membawa Sho kedalam mimpinya.


*****


Ren terbangun saat tengah malam. Mimpinya yang indah yang membuatnya terbangun. Sesuatu perasaan basah yang mungkin membangunkannya dari mimpinya. Tubuhnya masih terasa gemetar. Belum pernah ia bermimpi seperti itu. Sho dan dia, bercinta yang.. Benar-benar tidak terkatakan.


Ia memandang wajah yang tertidur disebelahnya. Terlihat damai sekali wajah Sho. Keinginannya bertarung dengan ketakutannya. Namun suatu keberanian membuatnya melaksanakan keinginannya. Ia mengalungkan kedua tangannya di leher Sho, dan langsung menempelkan bibirnya ke bibir Sho. Hangat, lembut dan penuh pesona. Dan seperti pada saat Sho mendapatkan tenaga pembangkitnya, ia membalas. Ren yang terkejut tidak dapat menghindar saat Sho langsung membuat mereka berganti posisi. Tubuhnya yang lebih besar menindih Ren sehingga Ren terperangkap. Kali ini dia tidak akan membiarkan Ren lari, apalagi setelah kali ini, Ren yang menginginkannya sendiri.


Pada akhirnya Ren menyerahkan dirinya kedalam pelukan Sho. Ia membiarkan dirinya dibuai oleh ciumannya, belaian tangannya, dan kehangatannya. Sekali lagi Ren merasakan ketegangan menyakitkan yang bangkit didalam dirinya. Sho yang juga merasakannya tertawa pelan. Ia membawa dirinya kesana, lalu mencintai bagian itu dengan seluruh jiwanya. Ia mendengar Ren mengerang. Sho memberikan desahan menenangkan.


Beberapa saat kemudian Sho kembali mencium Ren. Sementara Ren secara naluri mencari ketegangan Sho. Dengan penuh rasa ingin tahu. Kedua tangannya beristirahat disana, atau bahkan seakan tidak ingin melepaskannya.


"Sho?" panggil Ren lirih.


"Ya?"


"Astaga."


"Astaga?"


Ren tersenyum, "Kamu memang menakjubkan."


Sho tertawa pelan, "Bukankah seperti yang Ren inginkan?"


"A-ku.." Ren merasakan gejolak di dadanya.


"Ya?" Sho mendorongnya.


"Aku ingin Sho tetap disini."


"Aku disini sekarang." Sho berbisik di telinganya, lalu ia menggigitnya kecil.


"Aku akan tetap disini."


Mereka kembali bercinta. Kedua tubuh itu menjadi satu. Dua menjadi satu. Saling mencumbu setiap bagian tubuh yang mungkin bisa dicapai oleh masing-masing dari mereka. Nafas yang seolah dipacu menuju sesuatu.


Sho menatap mata Ren dalam-dalam sebelum menciumnya lagi. Lidah bertemu dengan lidah. Saling membelit, membelai. Keduanya mengerang didalam tenggorokan mereka. Mereka berdua masih terbawa irama percintaan mereka. Lembut dan penuh pesona. Merasakan kekuatan mereka masing-masing. Dan sesaat kemudian, mereka terjebak dalam gelora keliaran naluri mereka sebelum akhirnya keduanya mencapai batas akhir, batas yang akhirnya terlampaui dengan kegilaan mereka yang memuncak, erangan yang lebih mengerikan dari binatang yang paling liar sekalipun.


Ren tertidur dalam dekapan Sho beberapa saat kemudian. Sho memeluknya dengan erat. Sho kembali memandangi permukaan putih cincinnya yang sekarang berwarna pink yang amat pekat dan cerah. Apa ini artinya?


*****


"Pagi, Ren sayang." sapaan hangat Sho, dan wajahnya yang tersenyum adalah hal pertama yang dilihat oleh Ren esok paginya.


Dengan wajah yang sedikit memerah, Ren menyembunyikan wajahnya di dada Sho.


"Pagi." balasnya lirih.


"Um.." Ren merasakan getaran di tenggorokan Sho.


"Aku tidak melakukan sesuatu yang menyakitkan Ren, kan?"


Ren semakin membenamkan kepalanya ke dada Sho.


"Tidak."


"Syukurlah."


Sho lalu menyandarkan dirinya dengan beralaskan beberapa bantal. Lalu ia membawa Ren yang masih tersipu malu kedalam pelukannya lagi. Entah perasaan apa ini. Sho sendiripun tidak mengerti. Ia merasakan sesuatu yang hangat didalam hatinya. Sepertinya saat ini hatinya terasa penuh oleh sesuatu yang tidak dimengerti oleh dirinya sendiri. Cincinnya masih berwarna pink pekat yang cerah.


"Sho senang bisa bertemu dengan Ren." Ren mengangguk di dadanya.


Sho mengangkat wajah Ren, membuat mata mereka bertatapan.


"Ren akan lebih manis kalo Ren ngga murung melulu."


"Eh.." Ren menjadi salah tingkah.


"Senyumlah selalu, Ren. Bangkitkan keberanianmu"


Ren lalu memeluk Sho.


"Aku tidak ingin Sho pergi."


"Aku masih disini."


*****


Ren berjalan secepat mungkin untuk kembali ke apartemennya. Ia lupa bahwa ini sudah hari yang ketiga. Dan seperti yang disebutkan dalam promosi dari perusahaan tersebut, maka pada hari ketiga, Sho akan diambil kembali.


Sho akan pergi. Tidak. Jangan pergi secepat itu. Dan, Ren yang terlambat menyadarinya, bahwa ia telah jatuh cinta pada kekasih sempurnanya yang dipesannya lewat internet. Sungguh suatu kejadian yang amat lucu, jika dipikir.


Pintu apartemennya berdebam terbuka.


"Sho?" panggilnya. Tidak ada sahutan. Ren terus memanggil-manggil namanya dan mencari keseluruh bagian apartemen, namun Sho tidak ada disana. Ren menunggu dan terus mengunggu, namun Sho tidak pernah kembali lagi. Wajah Sho terbayang berulang kali dalam benaknya.


"Sho curang." Ren terisak.


"Pergi diam-diam."


Ucapan Sho yang terakhir kalinya terngiang di telinganya, "Senyumlah selalu, Ren. Bangkitkan keberanianmu". Apakah hanya ini yang didapatnya dari sosok seorang Sho? Kekasih sempurna impiannya?


Namun saat kedalaman makna ucapan Sho dimengerti oleh Ren, kepergian Sho yang seperti ini membuatnya merasakan sesuatu yang lebih baik dalam dirinya. Kekuatan dan keberaniannya bangkit. Ia mencoba untuk tersenyum saat mengatakan, "Makasih, Sho." dalam bisikan pelan.


TAMAT