Malam itu aku bertengkar lagi dengan suamiku. Persoalannya sepele saja, suamiku merasa tidak diperhatikan. Pasalnya ketika dia pulang dari kantor, sore itu aku tidak menyediakan paganan apa-apa untuk teman minum kopinya. Hal itu mulanya tidak begitu serius. Akan tetapi pada saat akan makan malam, aku juga tidak memasak makanan kesenangannya. Nah, itulah yang menjadi pemicu persoalan. Suamiku jadi agak uring-uringan. Dia merasa telah membanting tulang seharian mencari nafkah untuk keluarganya, akan tetapi untuk kepentingannya istrinya tidak memperhatikan.

Sebenarnya dalam hatiku, aku merasa bersalah. Tetapi perasaan egoku membuatku tidak mau mengakui kesalahan itu. Malahan aku melemparkan kesalahan itu kepada suamiku. Hal ini membuat suamiku menjadi tambah emosi dan akhirnya dia pindah tidur ke kamar lain. Aku juga tidak tahu mengapa akhir-akhir ini aku agak segan melayani suamiku. Bukan dalam masalah perut saja, akan tetapi juga dalam masalah yang terletak agak di bawah perut. Dalam hubungan suami istri belakangan ini aku agak malas untuk melakukan hubungan badan dengan suamiku. Hal ini kurasakan baru belakangan-belakangan ini saja. Kupikir apakah mungkin disebabkan belakangan ini suamiku selalu mengalami ejakulasi dini, sehingga begitu selesai dia terus melingkar membelakangiku dan tidur dengan nyenyak tanpa perduli apa-apa lagi, sedangkan aku masih belum merasakan apa-apa dan harus terbaring dengan mata melotot dalam perasaan yang tidak menentu.

Memang posisi suamiku sebenarnya cukup baik di tempat tugasnya. Suaminya bekerja pada sebuah perusahaan pertambangan dan sebagai orang kedua di perusahaan itu. Tugas suamiku juga tidak terbatas. Sebagai orang yang bertanggung jawab atas jalannya penambangan, maka suamiku praktis bersiaga selama 24 jam. Kadang-kadang apabila ada kesulitan pada malam hari, suamiku harus berangkat menyelesaikannya. Demikian juga karena sifat tugasnya itu suamiku sering berpergian ke luar daerah. Oleh karena itulah sebenarnya dapat dimaklumi apabila suaminya agak uring-uringan malam itu disebabkan dia merasa tidak diperhatikan olehku sebagai istrinya. Ditambah lagi kami tinggal dalam komplek perumahan pertambangan dengan lingkungan yang masih terpencil dan jauh dari keramaian apalagi pusat hiburan.

Rumah yang kami tempati memang sangat besar sekali, karena dibuat pada zaman Belanda. Demikian juga pekarangan rumah itu sangat luas sekali dengan pepohonan yang rimbun dan sangat tua umurnya. Karena di daerah itu sekolah hanya sampai pada tingkat SMP saja, maka tiga orang anak kami semuanya tinggal bersama neneknya di Jakarta, sehingga di rumah itu praktis hanya aku dan suami saja yang tinggal besama 2 orang pembantu. Aku dan suamiku menempati kamar di rumah induk dan para pembantu di belakang. Sedangkan kamar lainnya di rumah induk yang diperuntukkan anak-anakku terpaksa kosong dan terisi hanya apabila anak-anakku datang berlibur. Apabila suamiku tidak ada di rumah maka praktis tinggal aku dan kedua pembantu itu saja yang ada dalam rumah. Apalagi bila malam hari ketika kedua pembantuku sudah tidur semua, maka tinggal aku sendiri yang digelut sepi. Jadi tidak heran juga akhirnya kebosanan jualah yang melanda diriku sehingga terbawa dalam sikapku sehari-hari dalam melayani suami.

Pada saat suamiku pindah kamar sebenarnya aku ingin sekali meminta maaf kepadanya, akan tetapi egoku timbul kembali, sehingga kubiarkan saja suamiku keluar kamar. Kupikir tidak lama lagi suamiku akan berbaikan karena aku hafal benar akan sifatnya. Dia tidak pernah marah sampai berlarut-larut. Sebentar saja akan reda dan menemuiku kembali. Kalau sudah begitu maka suamiku biasanya terus mencumbuku dan kami akan terlibat dalam suatu hubungan suami-istri yang dahsyat. Oleh karena itu pada saat aku akan tidur kubiarkan saja lampu kamarku menyala dan tidak memasang lampu tidur. Selanjutnya aku mempersiapkan diri untuk menerima suamiku dengan mengenakan baju tidur yang tipis dan longgar yang biasa kukenakan apabila akan melakukan hubungan badan dengan suamiku. Selain itu aku juga sengaja tidak mengenakan BH maupun celana dalam sama sekali.

Kira-kira lewat tengah malam antara jam 12:30 ketika baru saja aku terlelap tidur, aku merasakan secara samar-samar ada sesosok bayangan yang masuk ke kamarku dan langsung mematikan lampu kamar tidurku sehingga keadaan menjadi gelap gulita. Dalam keadaan antara sadar dan tiada serta dalam suasana kamar yang telah menjadi gelap gulita aku berpikir suamiku kini sudah reda marahnya dan mengajak berbaikan seperti kebiasaannya dengan melakukan hubungan intim suami istri. Oleh karena itu secara refleks aku pun segera merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar dan memasrahkan tubuhku untuk digauli sebagaimana lazimnya.

Saat kami mulai melakukan hubungan badan, kurasakan alat kejantanan suamiku agak lain dari biasanya. Aku merasa alat kejantanan suamiku agak besar dan keras sekali dari biasanya. Sehingga aku benar-benar terhanyut dalam kenikmatan birahi yang amat hebat malam itu. Selain itu selama kami melakukan hubungan badan, kudapati suamiku juga agak istimewa. Suamiku malam itu sangat perkasa dan hebat sekali sampai aku terpaksa mengalami orgasme berkali-kali. Dan yang terlebih hebat lagi sampai akhir hubungan itu suamiku tidak mengalami orgasme sama sekali. Akibat aku mengalami orgasme berkali-kali membuat tubuhku akhirnya kehilangan tenaga dan langsung tertidur dengan nyenyak dalam suatu kepuasan yang belum pernah kualami.

Aku terbangun keesokan harinya ketika matahari sudah mulai terang. Kudapati suamiku sudah bangun terlebih dahulu dan telah berada di kamar makan. Buru-buru aku keluar kamar untuk menemaninya makan pagi sebelum dia berangkat ke kantor.

"Wah Papah hebat benar semalam.. pakai obat ya?" kataku berbisik kepadanya sambil tersipu-sipu.
Mendengar bisikanku itu suamiku agak tersentak. Kemudian dia berbalik bertanya, "Hebat apa maksud Mamah!?"
"Itu.. tu.. semalam Papah benar-benar hebat sekali deh, sampai Mamah kewalahan dan tidak tahan lagi rasanya.. jadi pakai obat apa sih Pah? Karena selama ini belum pernah Mamah merasakan "itu" Papah sedemikian keras dan besar sekali, lagi pula.. tahan lama, Mamah sampai kewalahan semalam.. tapi jadi benar-benar puas!" kataku dengan tetap tersipu-sipu.

Mendengar ucapanku itu suamiku menjadi lebih terbengong dengan mulut yang agak ternganga dan alisnya pun berkerenyit.
"Ah, Mamah mimpi barangkali.. aku semalam ketiduran di kamar sebelah dan baru terbangun pagi subuh tadi. Memang mulanya aku bermaksud pindah lagi ke kamar kita, tapi entah mengapa tiba-tiba aku merasa sangat mengantuk sekali, mataku berat sehingga aku jadi ketiduran tanpa ampun", jawab suamiku.
Mendengar jawaban suamiku itu kini aku yang berbalik menjadi terbengong. Aku berpikir apakah aku telah bermimpi? Tetapi mengapa mimpiku itu begitu sangat terasa seperti nyata? Mengapa aku merasakan kepuasan seksual yang begitu hebat apabila semua itu hanya mimpi? Kalau aku tidak bermimpi jadi siapakah yang telah menyetubuhi diriku semalam? Mudah-mudahan saja benar ucapan suamiku tadi, bahwa aku semalam memang bermimpi. Hal itu memang sangat boleh jadi, karena dalam mimpiku itu aku tidak merasakan suamiku mengalami orgasme dan pada alat kewanitaanku juga tidak terdapat bekas-bekas sperma laki-laki.

Pada mula aku tidak begitu peduli akan kejadian itu dan telah melupakan mimpiku itu. Akan tetapi setelah beberapa minggu kemudian dan kebetulan pula harinya bertepatan dengan hari dimana aku bermimpi untuk pertama kalinya, yaitu pada hari Rabu, malam Kamis, aku kembali bermimpi melakukan hubungan persetubuhan dengan seseorang. Pada saat itu kebetulan suamiku tidak ada di rumah karena sedang berpergian ke luar daerah. Oleh karena itu aku tidur sendirian saja di kamarku. Setelah beberapa saat aku tertidur, tiba-tiba aku kembali merasa ada sesosok tubuh berada di dekatku. Ketika aku akan bangun tiba-tiba aku seperti mendapat semacam bisikan bahwa sosok tubuh itu tidak lain adalah suamiku yang sekarang yang ingin melepaskan hasratnya kepadaku sebagai istrinya. Bagaikan terkena oleh suatu kekuatan hipnotis yang besar aku tidak jadi terbangun dan menuruti bisikan untuk melayaninya dalam suatu hubungan suami-istri yang sempurna. Aku merasakan kembali suamiku begitu hebat. Terutama alat kejantanannya terasa begitu nikmat dan menggairahkan sekali ketika berada dalam liang senggamaku. Aku merasakan alat kejantanan suamiku itu begitu besar dan keras sekali.

Dalam hubungan tersebut aku benar-benar merasakan suatu kenikmatan seksual yang sangat besar sebagaimana yang pernah kualami dalam mimpiku yang pertama beberapa waktu yang lalu, sehingga aku rasanya seperti kuda binal meronta-ronta ke sana ke mari dan berteriak-teriak kecil merasakan kenikmatan birahi yang sangat hebat. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba sekilas terlintas kesadaranku dalam diriku.

Tiba-tiba aku teringat bahwa suamiku sedang tidak berada di tempat, sehingga siapakah yang sedang menyetubuhi diriku ini. Dengan suatu kekuatan dalam diriku, kupaksakan mataku membuka untuk meyakinkan apakah aku bermimpi atau bukan. Kali ini lampu tidurku kebetulan tidak dipadamkan sehingga ketika aku membuka mata aku dapat melihat secara samar-samar dalam cahaya lampu tidur yang temaram sesosok tubuh seperti bayang-bayang berada di atas perutku dalam posisi duduk sedang asyik menyetubuhi diriku. Mulanya memang aku merasa terkejut dan agak heran sekali. Aku berpikir apakah semua ini juga merupakan bagian dari mimpi lainnya. Akan tetapi anehnya kesadaranku tiba-tiba hilang begitu saja, kemudian aku kembali terhanyut oleh perasaan birahi yang meluap-luap sehingga aku pun dengan sangat bernafsu sekali terus melayani sosok bayangan tersebut dalam suatu hubungan suami-istri yang sangat hebat. Malam itu kembali aku merasakan suatu kepuasan yang sangat luar biasa pada akhir hubungan suami-istri tersebut. Aku kembali mengalami orgasme berkali-kali yang membuat diriku menjadi lelah sekali dan akhirnya aku terlelap tidur dengan sangat nyenyak sekali.

Keesokan harinya ketika aku terbangun aku jadi kembali berpikir-pikir, mengapa aku mengalami mimpi seperti itu lagi? Apakah hal itu merupakan bayang-bayang imajinasiku karena pada saat itu kebetulan aku baru saja beberapa hari selesai haid dimana dalam periode tersebut biasanya aku mengalami masa birahi yang memuncak? Akan tetapi mengapa aku mempunyai bayangan imajinasi semacam itu? Atau apakah karena aku selama ini aku kurang mendapat kepuasan dari suamiku sehingga hal itu merupakan refleksi dari alam bawah sadarku terhadap ketidakpuasan seksualku terhadap suamiku itu sehingga muncul sebagai suatu mimpi? Atau pula mungkin disebabkan oleh faktor lain.

Untuk alasan yang pertama aku kurang yakin karena periode haidku secara rutin datang setiap bulan, jadi mengapa baru sekarang tercipta dalam mimpi. Untuk alasan yang kedua kemungkinannya bisa saja terjadi, karena terus terang aku pernah menyeleweng sekali bersama temanku yang sebenarnya juga adalah teman suamiku. Peristiwa itu terjadi sudah agak lama sekali dan aku juga telah melupakannya. Penyelewenganku itu terjadi ketika aku sedang berada di Jakarta sendirian menengok anak-anakku. Pada saat itu memang hatiku sedang kacau dan perasaanku tidak menentu. Keberangkatanku ke Jakarta sebenarnya juga atas saran suamiku karena beberapa waktu sebelumnya kami sering bertengkar yang disebabkan hanya karena persoalan kecil saja. Suamiku rupanya menyadari bahwa perilakuku yang kadang-kadang suka keras kepala dan marah-marah kepadanya sebagai suatu akibat dari kehidupan di lingkungan kami yang sangat datar dan jauh dari keramaian. Oleh karena itulah suamiku menyarankan kepadaku agar menukar suasana sebentar dan pergi ke Jakarta sambil menengok anak-anak.

Di Jakarta aku bertemu dengan temanku. Dia memang sering datang ke rumah menemui suamiku pada saat aku masih tinggal di Jakarta. Kebetulan istrinya juga adalah teman kuliah suamiku dan dia sendiri memang teman baik suamiku. Sehingga kami mengenal dengan baik seluruh keluarganya.

Pada saat itu dia mengantarkan aku belanja ke sebuah Toserba. Selesai kami berbelanja, dia mengajakku makan malam di kawasan pantai Ancol. Karena memang kami sudah berkenalan lama dan suamiku juga mengizinkan bila aku pergi bersamanya, maka kupenuhi ajakan temanku itu. Ketika kami makan, temanku banyak bercerita tentang dirinya. Dia bercerita bahwa dia seorang yang perkasa dan menyukai serta disukai banyak wanita. Akan tetapi wanitanya itu katanya bukan sembarang wanita. Dia tertarik kalau wanita itu benar-benar istimewa, baik dalam penampilan maupun bentuk tubuhnya. Dia mengatakan bahwa aku juga merupakan salah satu wanita yang dianggap sangat istimewa olehnya. Aku jadi terlambung dan terkesan sekali akan ceritanya. Malahan aku sempat bertanya bagaimana caranya agar seorang laki-laki itu menjadi seorang yang perkasa. Akan tetapi masalahnya rupanya tidak sampai disitu saja. Ketika kami selesai makan malam dalam perjalanan pulang, entah bagaimana mulainya, dia tiba-tiba membelokkan mobilnya masuk ke dalam sebuah motel yang ada di sekitar situ dan membisikkan kepadaku bahwa sebentar lagi aku akan mengetahui jawaban akan keperkasaan seorang laki-laki.

Selanjutnya aku juga tidak tahu mengapa aku tidak menolak diajak ke situ. Kupikir hal itu mungkin disebabkan pikiranku sedang kacau dan aku tergoda untuk mendapatkan kenikmatan badani bersamanya yang mana jarang kuperoleh dari suamiku. Sehingga ketika kami sudah dalam kamar kubiarkan saja tubuhku ditelanjangi habis-habisan dan kami pun bersama-sama berpolos bugil menikmati keindahan tubuh masing-masing. Kelanjutan dari adegan itu sudah dapat dimaklumi kiranya, akhirnya aku dan dia bercumbu habis-habisan di tempat tidur bagaikan sepasang suami istri yang sedang berbulan madu. Semua tehnik dan gaya permainan persetubuhan di tempat tidur kami lakukan bagaikan dalam adegan sebuah film biru. Bahkan dengan tidak segan-segannya kami juga melakukan oral seks dalam menggali kenikmatan tubuh masing-masing. Sehingga seluruh tubuhku sudah tidak ada lagi yang tersisa yang tidak pernah dinikmatinya.

Namun hubungan kami hanya untuk sekali itu saja karena setelah itu aku merasa sangat malu sekali apabila bertemu dengannya. Di samping itu memang kesempatan aku bertemu berduaan seperti itu tidak pernah ada lagi. Selain itu aku juga berpikir kenikmatan yang kuperoleh dengannya sebenarnya biasa-biasa saja. Dia juga tidak lebih hebat dari suamiku. Dia juga tidak dapat tahan terlalu lama ketika tubuh kami bersatu dan telah menumpahkan spermanya dalam rahimku secara bertubi-tubi ketika aku masih dalam birahi. Demikian pula ukuran dan bentuk alat kejantanannya, kurasakan juga tidak lebih istimewa bahkan tidak jauh berbeda dengan alat kejantanan suamiku, yang membedakannya hanyalah alat kejantanannya itu merupakan alat kejantanan kepunyaan laki-laki lain dan suami wanita lain. Semenjak hubungan itu aku menghindarkan diri darinya dan aku merasa kapok berzina dengan dia, akan tetapi yang paling utama sebenarnya adalah aku takut berdosa.

Bersambung . . . .