Dewi memeluknya erat, tiba tiba kudengar Fredy teriak lagi, tapi kali ini agak aneh, bukan teriakan kenikmatan tapi lebih seperti geli, rupanya Dewi mempermainkannya, diremasnya penis Fredy yang masih di vaginanaya dengan otot vagina yang memang kuat mencengkeram dan meremas. Dewi tersenyum nakal melihat expresi Fredy yang aneh menerima remasan itu, hingga akhirnya Fredy tak tahan dan turun dari tubuh Dewi.

Aku tak mau membiarkan Dewi menganggur terlalu lama, kubalikkan tubuhnya untuk doggie, dengan sekali dorong melesaklah penisku di vaginanya untuk kedua kalinya
"aagghh.. yess" desahnya menerima penisku.
Aku langsung mengocok dengan cepat, buah dadanya yang montok mengayun bebas langsung disambut remasan oleh Fredy yang telentang disampingnya, Dewi merespon dengan mencium bibir Fredy. Melihat mereka berciuman membuat aku makin terangsang, kusodok dengan keras hingga penisku menyentuh dinding dalam vagina Dewi, sesaat ciuman mereka terlepas tapi dia kembali mengulum bibir Fredy. Kocokanku makin cepat dan keras dengan pegangan pada pinggulnya aku bisa lebih bebas melesakkan penisku sedalam dalamnya.

Desah kenikmatan Dewi tertahan di bibir Fredy, mungkin tak tahan menerima kocokanku, kini Dewi memeluk tubuh Fredy sambil menelusupkan kepalanya di leher Fredy. Kutarik rambut Dewi kebelakang hingga ciumannya terlepas, kusodok dengan keras, dia menjerit entah sakit atau nikmat. Kepala Fredy sudah berada di bawah buah dada Dewi yang bergantung memukul lembut wajahnya, penis Fredy kembali menegang dalam genggaman Dewi, sungguh cepat dia recovery, kembali Fredy memasang kondom kedua. Diluar dugaan ketika aku sedang asik mengocok menuju puncak kenikmatan, Dewi berontak dari pelukanku hingga penisku tercabut dan langsung duduk di atas kejantanan Fredy yang memang kelihatan sudah keras. Aku mau protes tetapi melihat Dewi sudah melayang dalam kenikmatan sambil berhula hop di atas Fredy, tak tega mengganggunya.

Aku berdiri dan kusodorkan penisku ke mulut Dewi dan langsung disambut dengan kuluman dan kocokan mulut. Kupegang kepalanya dan kukocokkan penisku ke mulutnya, Dewi melayani dengan tetap menggoyang pinggulnya mengocok Fredy, dua penis tertanam di tubuhnya, atas dan bawah, dia kelihatan begitu enjoy mendapatkan dua kocokan sekaligus. Tak lama kemudian Dewi memeluk pantatku, memegang erat penisku.

"aahh..yess" tubuhnya menegang, pegangannya menguat, dia mengalami orgasme lagi. Ternyata beberapa detik kemudian disusul teriakan yang sama dari Fredy, rupanya mereka mencapai puncak secara bersamaan. Untuk kedua kalinya hari ini Fredy orgasme di vagina Dewi, entah mimpi apa dia tadi malam mendapat kenikmatan seperti ini.

Dewi langsung telentang terkulai di samping Fredy, kudekati dia untuk melanjutkan hasratku yang belum kesampaian.
"ntar mas, kasih aku istirahat sebentar, udah terlalu banyak keluar nih" katanya lemas, tapi tak kuhiraukan, aku bersiap untuk kembali memasukkan penisku ketika tiba tiba kudengar bunyi HP-ku berbunyi. Aku ingin membiarkannya tapi Dewi memaksaku untuk menerima panggilan itu, dengan perasaan dongkol kuambil HP dari kantong celana, ternyata si Bos, Pak Sys.
"Hallo sore Pak" jawabku agak gugup
"Hei Hendra dimana kamu, udah ditungguin lainnya nih" suara dari seberang agak keras, terdengar nada marah.
"eh anu, maaf Pak lagi ada urusan pribadi, kalo boleh aku berangkat besok pagi dengan first flight langsung ke Jakarta, maklum Pak baru pertama ke Lombok" jawabku nervous sambil berharap harap cemas.
"bilang kek dari tadi, kan kita nggak perlu nunggu, oke selamat bersenang senang" katanya langsung memutuskan hubungan.
"Mas, bos kamu keren lho, kelihatan cool banget dia, meski kelihatan agak berumur tapi boleh juga kelihatannya" Dewi berkomentar mengagetkanku
"emang kamu tahu bosku yang mana?" tanyaku heran
"kira kira sih, kalau nggak salah tadi di kolam yang mengenakan topi merah Ferrari, benar kan mas? dari cara kalian menghormati dia sudah kelihatan kalau dia boss" jawab Dewi, mengagumkan ternyata pengamatan dia.
"iya emang betul dia, emang kenapa?"
"kenalin dong mas" Dewi merajuk seperti anak kecil minta dibelikan permen. Agak ragu aku menganggapinya karena pengertian "kenal" dalam hal ini pasti mempunyai konteks yang lebih luas.

Setelah mempertimbangkan agak lama, akhirnya aku menurutinya untuk kenalan dengan Pak Sys. Segera kuhubingi beliau untuk minta bicara sebentar secara pribadi sebelum berangkat, untung beliau setuju. Terpaksa kuurungkan niatku untuk merengkuh kenikmatan dengan Dewi lebih jauh. Kukenakan kembali pakaianku, meski tanpa mengenakan celana dalam, kutemui Pak Sys di tepi kolam renang.

Dengan agak bingung aku kemukakan rencanaku dan kemauan Dewi, seperti kuduga tanpa berpikir panjang beliau menyanggupi untuk kenalan dengan Dewi, maka kamipun berpisah setelah kuberitahu kamar Dewi. Beliau menemui rekan lainnya dan mengambil traveling bag-nya sedang aku kembali ke kamar.

Ternyata di kamar kudapati Dewi sedang nungging menerima kocokan Fredy dari belakang, Dewi hanya menolehku sejenak lalu meneruskan desahannya. Gila si Dewi, benar benar sex machine, belum setengah jam kutinggalkan kamar ini dia sudah bercinta lagi dengan Fredy untuk kesekian kalinya. Dongkol juga aku sama Dewi, tadi aku mau ngelanjutin tapi dia bilang capek, sekarang dia melayani Fredy, aku khawatir kalau mereka belum selesai saat Pak Sys datang, tak tahu apa pendapat beliau.

Untunglah lagi lagi Fredy tak bisa bertahan lama menghadapi panasnya gairah Dewi dan untuk kesekian kalinya dia orgasme di vagina Dewi, agak kaget ketika kuperhatikan lebih cermat, ternyata Fredy sudah tidak memakai kondom lagi, berarti yang terakhir dia telah menyirami vagina Dewi dengan spermanya, itupun kalau masih ada cadangan sperma.

Dewi segera meminta Fredy untuk kembali berpakaian dan segera meninggalkan kamar, diangsurkannya beberapa lembar ratusan ribu ke tangan Fredy.
"ah nggak usah mbak, begini saja aku sudah sangat senang kok mbak" tolak Fredy
"aku tidak memberi uang untuk jasamu ini, tapi aku memberi untuk anakmu" kata Dewi langsung meninggalkannya menuju kamar mandi.

Part 3

Sepeninggal Fredy, kususul Dewi di kamar mandi, ternyata dia sedang membersihkan vaginanya dari sperma Fredy.
"boss-ku sudah oke mau kenalan, beliau bersedia menemuimu sebelum pulang, sekarang apa rencanamu" tanyaku
"suruh saja dia menunda kepulangannya sampai besok, kita bisa check out dan pulang sama sama" jawabnya sambil menyiramkan air hangat di sekujur tubuhnya.

"terus aku gimana" tanyaku bengong dengan rencananya, tentu saja aku nggak bisa sekamar dengan mereka, lebih baik aku pulang sekarang saja dan menyerahkan kesempatan mendapatkan kehangatan tubuh Dewi dalam pelukan Pak Sys.
"nggak usah khawatir mas, serahkan padaku, percaya deh" jawab Dewi meyakinkan.

Melihat tubuh molek Dewi dengan rambut basah, hasrat birahiku yang tertunda naik lagi, kurangkul dia dan kuciumi tubuh wanginya.
"mas, sebentar lagi boss-mu datang lho" katanya mengingatkanku.
"tapi aku dari tadi belum orgasme, Fredy saja sudah berkali kali mendapatkannya" protesku.
"oke tapi cepetan ya, sebelum dia datang" katanya sambil berjongkok di depanku, membuka resliting celanaku, mengeluarkan penis dan langsung mengulumnya, sekedar untuk membasahi.

Kuberdirikan Dewi dan kubalik membelakangiku, dia agak jongkok menghadap cermain di meja westafel kamar mandi, dengan mudah penisku menerobos masuk liang vaginanya, Dewi menggigit bibir bawahnya saat penisku melesak masuk, langsung kukocok dengan cepat, dari cermin bisa kulihat wajah Dewi yang menahan desah, buah dadanya yang montok menggantung indah, kupegangi pantatnya dan mengocoknya makin cepat, desahannya sudah keluar dengan lepas.

Aku berusaha mencapai puncak orgasme dengan cepat sebelum Pak Sys datang, kuremas remas buah dadanya, sungguh indah melihat bayangan kami dicermin saat bercinta. Puncak kenikmatan yang biasa aku perlambat kini kuusahakan secepat mungkin, tapi rupanya semakin dipercepat semakin susah meraihnya, ternyata aku tidak bisa melakukan quickie. Kubalikkan tubuh Dewi dan kududukkan di meja westafel itu, kembali aku mengocok dengan cepat, kali ini sambil berhadapan, berharap Pak Sys tidak datang terlalu cepat, kocokanku semakin cepat dan keras, desahan Dewi yang lepas makin menggairahkan, kuciumi pipi dan bibirnya dengan gemas melihat bibirnya yang merekah mendesah.

Sepuluh menit sudah berlalu, belum juga ada tanda tanda orgasme dariku. Melihat aku kesulitan mendapatkan orgasme, Dewi mendorong tubuhku dan memintaku telentang di lantai kamar mandi, hanya beralaskan handuk yang habis dia pakai tadi. Dewi langsung melesakkan penisku ke vaginanya dengan posisi dia di atas, dengan jongkok tubuhnya turun naik mengocok penisku sambil pinggangnya berputar putar membuat penisku serasa terpilin, kami berdua sama sama mendesah lepas, kuraih dan kuremas kedua buah dadanya, kami seolah berpacu menuju puncak kenimkatan.

"Ding dong..ding dong" kudengar bel pintu berbunyi mengagetkan kami berdua, kami saling berpandangan, Dewi tersenyum menggoda melihat sorot kekecewaan di wajahku, diciumnya bibirku dan dia langsung berdiri, penisku tercabut dari vaginanya, kembali aku harus menunda atau malah melupakan orgasme yang tertunda dari tadi.
"cepat buka pintu, ntar dia marah lho, rapikan dulu baju mas" perintahnya sambil mengenakan piyamanya, tanpa pakaian dalam.

"sialan.. sialan.. sialaan" jerit hatiku sambil berdiri dan menutup resliting celanaku.
Ketika kubuka pintu kamar, Pak Sys berdiri di depan pintu dengan traveling bag-nya, rupanya dia memang menunda kepulangannya hingga besok, tentu saja ini membuatku kecewa, hilanglah kesempatan untuk berdua mereguk kenikmatan sex dengan Dewi.
"masuk Pak, Dewi masih di kamar mandi" aku mempersilahkan Pak Sys sambil mengambil traveling bag-nya.
"wah bagus juga kamar ini, pemandangannya juga indah dan agak terpencil" komentar Pak Sys ketika duduk di sofa ruang tamu.
Dewi keluar dari kamar ketika aku mengambilkan minuman untuk Pak Sys, dengan tetapmemakai piyama yang aku yakin masih tanpa pakaian dalam, dia menghampiri kami dan langsung mengulurkan tangannya ke arah Pak Sys.
"Dewi"
"Sys"
Dewi duduk disampingku di sofa panjang menghadap ke arah Pak Sys, kami ngobrol ringan seputar pemandangan alam di Lombok, suasana jadi makin akrab seolah kami teman lama yang baru ketemu, baik Dewi maupun Pak Sys ternyata cepat akrab.
Ketika ngobrol berulang kali Dewi membungkuk, aku yakin Pak Sys telah melihat pemandangan indahnya buah dada Dewi.
"sudut pandang pantai dari sini sangat indah" kata Pak Sys ketika berdiri di balkon menatap deburan ombak di kala senja.
"akan lebih indah dari balkon kamar, coba aja dan bandingkan" tambah Dewi sambil berdiri mengajak Pak Sys menuju kamar.
Mereka berdua menuju kamar, Dewi sempat melirik nakal ke arahku sementara Pak Sys melirikku dengan pandangan penuh arti.

Bersambung . . .