Aku sudah memperhatikannya semenjak aku duduk di kelas 1 SMU. Ibu Anna, guru biologi kelas 2. Diantara guru-guru disekolah ini tidak ada yang bisa menandingi kecantikannya. Dalam hati aku menyukai Ibu guru ini. Sering aku menjadi salah tingkah jika tak sengaja berpapasan dengannya. Meskipun usianya menginjak 30 tahun namun hal itu tidak mengubah apa-apa pada dirinya. Ia tidak kalah di banding teman-teman sekelasku. Hal yang kunanti akhirnya tiba juga. Ini adalah pertama kalinya aku mendapatkan pelajaran biologi di kelas 2.

Aku menjadi gugup ketika tiba giliranku untuk memperkenalkan diriku padanya. Dan tak lama kemudian dia mulai memberikan pelajarannya. Aku memang tidak pernah melakukan hubungan sex sebelumnya, namun aku sudah keranjingan film porno semenjak kelas 1 SMP. Penisku mulai ereksi karena fantasi-fantasi pornoku, dan tentunya objekku adalah Ibu Anna. Ketika dia membelakangi kelas, aku membayangkan meremas payudaranya dari belakang, dan pada saat dia membungkuk untuk mengambil penghapus papan tulis aku membayangkan aku sedang melakukan doggie style dengannya.

2 jam pelajaran kulewati tanpa mendapat apa-apa. Aku sibuk dengan fantasiku pada Ibu Anna, apalagi semalam aku menonton film porno yang pada salah satu adegannya si wanita mengoral penis si pria sampai berejakulasi didalam mulutnya, kemudian dengan rakus si wanita menelan sperma pria itu. Bibir Ibu Anna yang bergerak-gerak menerangkan tentang organisme bersel satu kufantasikan sedang mengulum penisku sehingga hanya kelihatannya saja aku memperhatikan ucapannya, padahal pikiranku saat itu sedang liar. Aku yakin jika Ibu Anna bisa mengetahui pikiranku dia akan pingsan karena terkejut.

Selesai pelajaran biologi ada istirahat makan siang. Aku segera menuju ke kamar mandi pria "tempat keramatku". Kubuka ritsletingku, kukeluarkan penisku yang ereksi, kemudia kukocok dengan cepat, tak sampai 2 menit aku sudah berejakulasi. Setelah berejakulasi aku merasa pikiranku menjadi tenang, dan akupun menuju kantin sekolah untuk membeli makanan.

Berikutnya ada pelajaran kimia, kali ini aku masih bisa berkonsentrasi pada pelajaran karena guruku kali in Ibu Lina, usiannya sudah 50 tahun. Dengan cepat 2 jam pelajaran terlewati. Kini sudah saatnya untuk pulang. Namun aku tidak langsung pulang, melainkan aku meminjam catatan biologi milik temanku dan akupun kemudian menyalinnya untuk mengejar ketinggalanku tadi. Aku melihat jam dinding sudah menunjukan jam 2:30 siang. Akupun membereskan buku-bukuku dan bersiap pulang. Akan kulanjutkan dirumah pikirku.

Aku berjalan keluar dari kelasku. Tak sampai beberapa meter aku menghentikan langkahku. Di sebelah kelasku adalah kelas 2c, tidak ada seorangpun disana sedangkan lampunya masih dinyalakan, namun bukan itu yang menarik perhatianku. Tas berwarna hitam yang terletaK diatas meja guru, aku yakin itu adalah milik Ibu Anna. Apa dia lupa tasnya? Tanyaku dalam hati. Dengan perlahan aku memasuki kelas itu, kulihat sekeliling untuk memastikan tidak ada seorang pun disana.

Jantungku berdebar kencang ketika aku dengan perlahan membuka tas itu. Seakan tidak percaya pada apa yang ada ditanganku. Itu adalah celana dalam wanita berwarna putih. Aku melihatnya lebih jelas, celana dalam itu nampaknya sedikit lembab, dan segera ada bau aneh yang tercium olehku. Kudekatkan hidungku ke celana dalam itu untuk menghirup lebih bayak bau yang keluar dari celana dalam itu.

"Ngapain kamu disini!"

Dengan cepat aku membalikkan tubuhku. Jantungku seakan berhenti melihat Ibu Anna berdiri dihadapanku melotot padaku. Karena terkejutnya tanganku masih menggenggam celana dalam itu. Mulutku terbuka namun tidak dapat berkata apa-apa. Ibu Anna melihat tanganku, dia tampak kaget.

"Kamu anak kelas 2b?" tanyanya padaku dengan nada membentak.
"Iya Bu," jawabku dengan suara tercekat.

Ibu Anna lalu berjalan mendekatiku dan dengan cepat merebut celana dalam ditanganku, lalu mengambil tasnya dan memasukKan celana dalam itu ke dalam tasnya. Aku terdiam tertunduk, tak tahu apa yang harus aku perbuat.

"Kamu benar-benar kurang ajar," katanya padaku.

Aku terdiam tidak berani membantahnya.

"PPLAAKK!"

Sebuah tamparan keras mendarat dipipiku. Rasanya panas seperti terbakar.

"Maaf Bu," ujarku dengan pelan.
"Kamu bisa dikeluarkan dari sekolah ini kalau saya adukan masalah ini kepada kepala sekolah," ujarnya padaku.

Aku masih terdiam. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku perbuat.

"Ikut saya ke kantor," kata Ibu Anna padaku.
"Jangan Bu.. Saya minta maaf Bu," ujarku padanya.

Dia tidak menghiraukan perkataanku. Tangannya menarik tanganku.

"Jangan Bu, jangan laporkan saya.. Hukum saja saya Bu," kataku padanya.

"Dihukum? Kamu kira kamu cukup dihukum?" ujarnya dengan marah.

Aku terdiam, mataku sudah berkaca-kaca menahan air mata. Aku tidak ingin dilaporkan ke kepala sekolah. Pasti orang tuaku akan dipanggil kesekolah lalu diberitahu perbuatanku, terlebih lagi aku tidak ingin dikeluarkan dari sekolah.

"PPLLAAKK!!"

Kembali Ibu Anna menampar pipiku dengan keras. Kepalaku terasa berdenyut-denyut akibat tamparannya.

"JAWABB!!" teriak Ibu Anna di depan wajahku.

Tanpa bisa kutahan aku mulai menagis. Air mata mengalir deras dipipiku. Aku masih terdiam tertunduk sesaat, lalu.

"Tolong Bu jangan laporkan saya.. Saya mau dihukum apa saja Bu asal jangan laporkan saya," aku berkata sambil menagis terisak.

Kami terdiam sesaat.

"Kamu mau dihukum apa saja?" tanya Ibu Anna dengan pelan.
"I.. Iya Bu saya mau," ujarku dengan cepat melihat ada kesempatan.

Ibu Anna terdiam, seperti sedang berpikir.

"Besok jam 8 pagi datang ke sekolah, tunggu di depan pagar," ujarnya padaku.
"Baik Bu," jawabku tanpa berpikir panjang.

Ibu Anna segera berjalan keluar. Aku menarik nafas panjang, bersyukur tidak terjadi sesuatu yang kutakutkan. Aku terdiam sesaat dikelas mencoba menenangkan jantungku yang masih berdebar kencang. Sesudah itu aku beranjak pulang. Aku masih menyempatkan melihat parkiran. Tidak ada mobil Ibu Anna disana, berarti dia tidak melaporkan perbuatanku pada kepala sekolah. Dengan tenang aku melangkah pulang.

Aku terpaksa mengorbankan kegiatanku pada hari minggu pagi ini. Aku biasa bermain bola pada hari minggu pagi jam 8, namun tentu saja aku tidak akan melanggar janjiku pada Ibu Anna. Kurang sepuluh menit aku sudah menunggu dipagar sekolah. Aku mengenakan kemeja dan celana jeans berwarna biru tua. Semalaman aku susah tidur membayangkan apa kira-kira hukuman yang akan diberikan Ibu Anna padaku.

Aku berpikir mungkin aku akan dihukum menulis, atau menyalin buku catatan, atau yang lebih parah lagi aku dihukum membersihkan rumahnya. Aku masih bisa tersenyum membayangkan hal-hal itu. Aku merasa sudah sekitar 10 menit menunggu disitu. Dan benar saja tak lama kemudian aku melihat mobil katana perlahan berhenti di depanku. Aku tahu itu mobil Ibu Anna, namun aku tidak langsung menghampirinya. Lalu pintu mobil di bagian penumpang terbuka, seakan menyuruhku masuk, akupun menghampirinya. Aku melihat Ibu Anna duduk dikemudi.

"Naik," perintahnya.

Kami sama sekali tidak bicara apa-apa, sesekali aku mencuri lihat ke arah Ibu Anna. Dia tampak lain sekali hari ini pikirku. Ibu Anna mengenakan kaos berwarna kuning dan celana pendek berwarna coklat. Berbeda sekali dengan waktu biasa mengajar dimana dia mengenakan setelah jas dan rok formal.

"Nama kamu Indra?" tanya Ibu Anna dengan tiba-tiba.
"Iya Bu," jawabku.

Lalu kami kembali terdiam. Tak lama kemudian kami sampai di depan sebuah rumah. Dia menghentikan mobilnya lalu turun. Aku juga segera mengikutinya. Tanpa bicara Ibu Anna membuka pintu rumah itu lalu menyuruhku masuk. Dengan tidak berbicara aku masuk mengikutinya. Ibu Anna memberiku isyarat agar aku mengikutinya. Dia membawaku masuk kedapur.

"Cuci piring-piring itu, awas kalau sampai ada yang pecah," Ibu Anna berkata demikian sambil menunjuk ketumpukan piring kotor.
"Saya beri kamu waktu setengah jam, harus sudah selesai," ujarnya lagi.
"Baik Bu," jawabku.
"Oh ya.. Pakai ini," kata Bu Anna sambil melemparkan sebuah kain kepadaku.

Aku menangkapnya, tampaknya itu sebuah celemek. Tanpa bicara aku segera memakainya, sebenarnya aku enggan karena hal itu membuatku malu. Aku terlihat seperti pelayan, namun aku tidak berani berkata apapun, takut nanti Ibu Anna berubah pikiran. Hukuman ini tidak seberapa jika di bandingkan dikeluarkan dari sekolah pikirku. Ibu Anna lalu membantu mengikatkan tali dipunggunku. Entah kenapa aku merasa ada yang aneh pada saat Ibu Anna tersenyum melihat aku mengenakan celemek itu. Dia lalu beranjak pergi meninggalkanku. Dan langsung saja aku memulai pekerjaanku.

Ibu Anna tampaknya keluar dari rumah, karena aku mendengar suara pintu yang dibuka, tapi nampaknya ia tidak menggunakan mobilnya. Aku segera menghentikan pikiranku dan mulai mengerjakan mencuci piring-piring kotor itu. Sebenarnya piring-piring itu tidak banyak, namun karena aku tidak pernah mencuci piring sebelumnya ditambah aku ingin Ibu Anna puas akan pekerjaanku makan membutuhkan waktu yang cukup lama juga untuk menyelesaikannya. Ketika tinggal satu piring lagi tersisa aku mendengar suara pintu dibuka, lalu aku juga mendengar pintu itu dikunci. Agak heran juga aku akan perbuatan Ibu Anna. Aku mendengar langkah sepatu, ketika aku menoleh aku melihat Ibu Anna. Tampaknya ia sehabis olah raga. Keringat mengalir deras ditubuhnya, tangannya mengipas-ngipas wajahnya.

"Tinggal satu Bu," kataku padanya.
"Bagus," jawabnya
"Kalau sudah selesai kamu bilang pada Ibu ya," katanya dengan lembut.

Mendengar perkataanya aku makin semangat menyelesaikan pekerjaanku. Bahkan aku sempat berpikir yang tidak-tidak melihat Ibu Anna yang tubuhnya penuh keringat itu. Tak lama akupun menyelesaikannya. Aku berjalan menuju Ibu Anna yang sedang duduk di sofa sambil menonton acara TV.

"Sudah Bu," kataku padanya.
"Benar sudah semua?" tanyanya memastikan.
"Iya Bu," jawabku.
"Bagus, sini ikut Ibu," katanya padaku sambil berdiri.

Aku berjalan mengikuti dibelakangnya. Dia membawaku kekamar, sepertinya itu adalah kamarnya karena itu merupakan kamar satu-satunya di rumah ini. Tampaknya Ibu Anna tinggal sendirian dirumah ini. Aku segera berpikir yang tidak-tidak ketika memasuki ruangan itu. Tanpa kusadari penisku mulai menegang karena fantasiku. Ruang kamar tidur itu luas sekali, didalamnya ada kamar mandi yang pintunya hanya berupa kain plastik yang bisa digeser seperti diruang untuk mencoba baju di mal-mal.

Ada satu hal yang menarik perhatianku, ruangan ini tidak seperti ruangan wanita yang pada umunya rapi. Ruangan ini berantakan. Ada baju kotor dimana-mana. Aku berpikir pastilah aku disuruh membersihkan ruangan ini.

"Besok saya akan melaporkan perbuatan kamu pada kepala sekolah," kata Ibu Anna padaku.

Aku terkejut mendengar perkataannya. Aku menatapnya dengan pandangan tidak percaya.

Bersambung . . . . .