Rumahku, Surga dan Nerakaku


Dhea
Sambil terseyum kuperhatikan tubuhku yang terpantul di cermin. Malam ini aku terlihat cantik dengan daster yang berwarna pink, tanpa menggunakan BH dan celana dalam. Bentuk dadaku yang berukuran 36 B tercetak jelas di balik daster dengan putingnya yang menonjol. Sebelumnya perkenankan aku memperkenalkan diri, namaku Dhea Nita, biasa dipanggil Dhea, usiaku baru 21 tahun, sedangkan nama suamiku Roy usia 32 tahun, seorang pengusaha sukses, ia jarang sekali di rumah karena sibuk dengan pekerjaannya sehingga sebagai istri muda yang baru memulai kehidupan rumah tangga setahun yang lalu seringkali merasa kesepian. Memang terkadang aku sedikit menyesal memilih menikah terlalu awal, aku meninggalkan bangku kuliah dan karena menikah dengannya karena cintaku padanya. Ibuku juga cenderung lebih mendorongku agar menikah saja dengan Mas Roy yang telah mapan itu daripada meneruskan kuliah.


“sudahlah sayang, cermin itu bisa retak kalau kamu terlalu lama berdiri di situ!“ sahut suamiku sambil memeluk pinggangku dengan erat dan mencium lembut pipiku, “malam ini kamu terlihat sangat cantik bidadariku”


Aku tersipu malu mendengar pujiannya. Perlahan lidahnya yang hangat dan basah itu mulai menjalar ke leherku mempermainkan birahiku

“Mas bener-bener beruntung memiliki istri secantik kamu sayang, “ sslluuppss….. ssllluuppss!”

“Mas gombal ah….. hhhmm!!” jawabku sambil menahan napas saat lidah itu menyapu daun telingaku

Jari-jarinya mulai menyusup ke balik dasterku, perlahan jari itu menyentuh belahan vaginaku dan sedikit menggelitik klitorisku,

“Mas geli ahk, ohhkk….” desahku menahan nikmat

“geli apa geli? “ suamiku semakin bernapsu memainkan kewanitaanku,

“geli mas tapi mau“ kataku dengan nada yang manja sehingga dengan semangat 45 Mas Roy mendorong tubuhku ke kasur,

“Mas dah ga tahan nih sayang!” dengan buru-buru dia melepaskan celana dalamnya dan langsung menindih tubuhku.

Penis suamiku memang tidak terlalu besar dan gemuk hanya berukuran 12 cm dan diameter 3. Aku terseyum genit di depan suami ku menunggu apa yang akan dia lakukan terhadap tubuhku,

“Kamu bener-bener cantik sayang” rayunya lalu memagut bibirku.



Kini bibir kami beradu, lidah kami saling membelit rasanya begitu nikmat sekali, jarinya tak henti-hentinya mengelus setiap inci bibir vaginaku, sekali-sekali jari itu menusuk pelan ke ronggga vaginaku

“OoHhkk…. aaHhkkkK…mas, enak mas terus enak banget mas, Oohhkk…. Hhmm!!” rintihan ku menjadi-jadi saat aku merasa ada benda tumpul memaksa masuk ke vaginaku, dengan lembut jari-jarinya memainkan puting susuku,

“Oohhkkk….yyeeaaHhkk…. hhhmmm…… sssssss…..ohh… enak mas, ayo mas dipercepat, plisss!!” pintaku sambil menghentak-hentakkan pinggulku, wajahnya begitu puas melihatku sudah terbuai oleh nafsu,

“sayang…oohkk… “ penisnya yang keras terasa bergetar di dalam vaginaku, “ sayangnya saat itu aku sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi

“OooooHHHhkkk……Crreettsss…crroottsss…vaginaku terasa panas oleh lahar suamiku yang menyemprot di dalam sana,

“mmuuaaacckkhh…terima kasih sayang “ katanya sambil mencium keningku

Terus terang aku sedikit kesal karena belum mencapai puncaksementara ia sudah mendapat enaknya. Ccppookk, dengan sangat lembut dia melepas penisnya yang sudah loyo dari vaginaku lalu rebah di sebelahku. Cukup lama kami terdiam dalam keheningan malam, dasterku kini acak-acakan akibat persetubuhan kami tadi, deru nafas kami yang masih naik turun dapat terdengar.

“sayang!” katanya sambil menatap mukaku dengan serius, tangannya meraih tanganku dan menggenggamnya

“Iya Mas, ada apa?” kulihat raut mukanya begitu serius, aku terseyum, dengan lembut Mas roy mengusap rambutku yang panjang,

“Besok rencananya mas mau pergi lagi,” kata-kata itu sangat sering aku dengar, jadi tidak lagi membuat ku kaget, biasanya paling lama dia pergi 1 bulan,

“ga papa kok mas, kalau itu urusan kantor, kan mas bekerja juga untuk kita” kataku sambil mengelus wajahnya,

“tapi kali ini beda” selama beberapa detik suamiku terdiam sebelum kembali melanjutkan, “Mas, hhmm… mau keluar negeri ada urusan penting, mungkin dengan waktu lama mas baru pulang lagi,”

Kata-kata itu membuat tubuhku terasa lemas, bagaimana tidak, satu bulan tanpanya saja aku sudah rindu setengah mati, rindu akan cinta dan belaiannya, sekarang aku akan melewati hari-hari tanpa dirinya untuk jangka waktu yang tidak tentu. Cukup lama kami berpandangan, aku bingung harus ngomong apa lagi. Memang aku senang juga karena usaha suamiku semakin lancar, tapi di sisi lain aku takut kesepian,

“Ya sudahlah mas, kalau memang tidak ada cara lain” kataku dengan pasrah,

Dia terseyum sekali lagi dia mencium keningku dan dilanjutkan dengan bercinta tapi lagi-lagi ronde kali ini aku masih belum merasa puas. Ketika kami telah tergolek telanjang di balik selimut setelah orgasme tiba-tiba aku melihat bayangan hitam yang melintas di depan kamarku yang kebetulan tidak tertutup rapat. Saat itu Mas Roy telah tertidur sehingga aku urung membangunkannya dan aku sendiri juga mulai ngantuk, dalam hati aku berharap semoga yang lewat tadi bukan mengintip kami.



*************

Sudah 2 bulan aku di tinggal suamiku, jujur saja aku sangat kesepian tidak ada lagi belaian-belaian lembut darinya. Tapi kesepianku sedikit ditutupi oleh orang-orang yang selalu ada di sekelilingku, di belakang rumah ku ada sebuah kos-kosan sederhana yang memang sengaja kami buat agar rumah terlihat ramai. Dan aku juga memiliki tiga pembantu di rumahku, yang pertama Pak Budi dia bekerja sebagai tukang kebun di rumahku, usianya 50 tahun, rambutnya sudah setengah beruban dan bertubuh tinggi, sisa-sisa keperkasaannya ketika muda masih terlihat dari otot-otot lengannya yang padat, beliau merupakan pria yang paling tua di rumah ini dan sudah saya anggap sebagai orang tua saya sendiri, orangnya sangat kalem dan perhatian sekali terhadap keluarga kami; yang kedua Pak Joko usianya 38 tahun sebagai sopir pribadiku dan salah satu orang kepercayaan suamiku, berkumis tipis dan bibir tebal, orangnya sangat tegas tapi satu yang paling aku tidak suka yaitu matanya yang selalu jelalatan bila memandangi tubuhku; yang ketiga Pak Doni usianya 33 tahun, bekerja sebagai satpam di rumahku, orangnya humoris, sering sekali aku di buat ketawa olehnya, pas sekali dengan tampangnya yang mirip pelawak Komeng tapi dengan rambut dibuat cepak. Sedangkan yang ngekost di rumahku ada 4 orang yaitu Mas Indra dan Mas Agus bekerja di salah satu perusahaan swasta, Adi, seorang mahasiswa yang sedang kuliah di salah satu universitas, dan yang terakhir Ari masih duduk di bangku SMA kelas 2. Di rumah yang besar ini aku tidak memiliki pembantu wanita satupun, walaupun suamiku pernah menyarankan agar aku menyewa pembantu, tapi aku menolaknya dengan alasan apa yang akan aku kerjakan di rumah yang besar ini kalau semuanya dikerjakan sama pembantu, awalnya suamiku agak khawatir aku jatuh sakit akibat terlalu lelah bekerja, tapi akhirnya aku memberikan alasan yang membuatnya sedikit lega. Dan hingga kini memang semua pekerjaan di rumah aku kerjakan sendiri.



******** 

“Bener-bener hari yang melelahkan banget hari ini!“ gerutuku dalam hati sambil menjemur satu persatu pakaianku di tempat jemuran yang berada di bagian belakang, di depan kamar pembantu dan anak-anak kost. Bagaimana tidak capek seharian aku membersihkan rumah, belum lagi mencuci pakaian yang sudah menumpuk

“Wah, ibu jam segini baru selesai nyuci ya?“ sapa mas Indra sambil melepas sepatunya, tampaknya ia baru pulang dari kerja,

“iya nih mas, pakaianku dah numpuk banget soalnya“ kataku sambil menunduk untuk mengambil cucian dari baskom, saat aku menunduk, terlihat kedua bola mata mas Indra tertuju ke belahan dadaku yang kebetulan saat itu aku menggunakan baju kaos longgar dan celana pendek,

“Tumben mas pulang cepet, kan biasanya ampe malam,” aku sedikit risih saat bola mata itu mengikuti gerakan tubuhku, tapi aku tetap pura-pura tidak menyadarinya,

“iya nih bu, abis dah kangen pengen liat Ibu” katanya sambil cengengesan, aku tersenyum saja mendengar perkataannya, karena aku menganggap itu hanya sebagai gurauan saja, “gak kok bu, hari ini emang ga ada lembur, ya…. Jadi cepet deh pulangnya“ lanjutnya.

Lagi-lagi mata itu tertuju ke bagian dadaku ketika aku menunduk untuk mengambil celana dalam ku yang berwarna biru langit. Cukup lama aku menunduk, aku sangat yakin kalau mata itu sangat menikmati pemandangan indah ini. Rasa risih itu kini berganti senang karena berhasil mengerjai Mas Indra.



**************

Kejadian tadi siang masih terus membayangi otakku, entah kenapa setiap mengingat kejadian tersebut vaginaku terasa basah dan gatal sekali. Aku duduk santai di teras rumah sambil memandangi langit yang mulai gelap, sedangkan Pak Budi sibuk dengan tanaman di pekarangan, begitu juga Pak Doni yang lagi sibuk menutup pagar rumah. Dengan santai aku melangkah mendekati Pak Budi yang sedang menyiram tanaman.

“Sore Pak “ sapaku sambil tersenyum, kata suamiku senyumku bener-bener menggoda,

Saat ini aku menggunakan baju kaos biasa dan rok selutut berwarna merah sepadu dengan celana dalam ku dan BH ku. Aku duduk di samping Pak Joko yang lagi asyik menyiram bunga,

“Sore Non, eh Non kok duduk di situ?” tanyanya saat menyadari aku duduk di sampinya, “ntar roknya kotor loh Non”

“ah ga papa Pak, kalau kotor kan bisa dicuci, ya ga” Pak Budi terseyum dan duduk di sampingku

Perasaanku terasa damai saat melihat bunga-bunga yang ada didepan ku dan lagi-lagi aku teringat dengan suamiku, karena suamiku lah yang paling senang dengan bunga-bunga ini.

“Kenapa Non? kok diam?” tegur Pak Budi, sambil duduk di sampingku, aku tersyum, “ Non merasa kesepian ya? “ aku mengangguk pelan,

“sudahlah Non, jangan terlalu dipikirkan, kan masih ada Bapak?” katanya yang terus berusaha menghiburku, perlahan kusandarkan kepalaku ke dadanya, dengan lembut jari-jari Pak joko mengelus rambutku dengan lembut,

“Ternyata bunga- bunga ini lebih beruntung di banding Non” tiba-tiba Pak Budi mendekati kami sambil teseyum dengan khasnya,

“Ma….maksud bapak apa?“ kataku dengan nada yang tinggi,

“coba Non lihat, bunga ini setiap harinya selalu di siram, malahaaaan…. Dua kali sehari, sedangkan Non?“ kata-katanya mulai lancang.

Aku berusaha bangkit, dan rasanya ingin sekali aku menampar mukanya, tapi itu tidak mungkin karena tangan pak Budi menahan pundakku dengan kuat sehingga aku tak dapat bergerak, dengan santainya Pak Joko duduk di sampingku. Aku menatapnya dengan marah, berani sekali mereka berbuat begitu, mentang-mentang suamiku sedang tidak ada.



Tiba-tiba aku sangat kaget karena merasa ada sesuatu yang sangat hangat menjalar ke pahaku,

“kasian sama memek Non, sudah lama sekali tidak pernah disiram” jari-jarinya terus menjelajahi pahaku yang mulus, aku tidak dapat berbuat apa-apa cuman bisa menutup kakiku rapat-rapat..

“Heh…jangan kurang ajar ya!“ kataku dengan geram, “Pak apa-apaan ini, lepaskan aku!” kataku meronta dan memohon ke pada Pak Budi, tapi permohonanku percuma, karena dengan sigap ia malahan membuka pahaku agar Pak Joko bisa leluasa memandangi dan mengerjai vaginaku yang masih terbungkus celana dalam berwarna merah,

“Non ga boleh marah-marah seperti itu, apa yang di katakan Joko itu bener, kasian sama Non yang dah lama ga di siram,” kata si tukang kebun sambil meremas-remas payudaraku,

Apa yang dikatakan mereka benar, sudah lama aku tida merasakan belaian laki-laki seperti ini, aku kangen suamiku, walaupun Mas Roy selama ini tidak dapat memuaskanku,

“Sudahlah Non, jangan pura-pura lagi, Non sudah gatel kan itu buktinya cd Non sudah basah banget,” kata-kata itu membuat gendang telingaku terasa mau pecah, ingin sekali rasanya aku merobek-robek mulutnya,

“Jaga sikapmu ya atau kamu mau saya pecat!“ ancamku sambil memasang wajah yang garang walaupun aku agak terangsang,

“Yang memutuskan dipecat apa diterima itu kan suami non, dan kekuasaan itu sekarang sudah diserahkan ke saya, jadi Non gak bisa seenaknya mecat Joko tanpa seijin saya” sahut Pak Budi sambil terus meremas-remas payudaraku dengan kasar,

“Sudahlah Pak lebih baik sekarang kita bawa saja si ibu seksi ini ke postnya Doni, saya udah ga tahan ni“ kata Pak Joko sambil berusaha menggendong saya,



Sesampai di post, aku melihat Pak Doni terseyum puas saat melihatku tengah meronta dan memaki digendong oleh kedua pembantuku yang lain, perlahan Pak Budi menidurkan aku di kasur,

“Pak plisss, jangan Pak aku hikss,,,,hiks…. Aku kan sudah bapak anggap anak Pak“ kataku memelas, namu Pak doni sudah duduk di atas kepalaku sambil memegang tanganku,

“cup…cup….” tangannya yang kasar, mengahapus air mataku yang mulai membasahi pipiku, “tenang Bapak pasti melepaskanmu sayang, tapi nanti ya,”

Perlahan tangan Pak Budi mulai mengelus-elus pahaku,

“kaki mu putih sekali sayang, Bapak suka,”

Aku hanya dapat memejamkan mata, menikmati sentuhan-sentuhan Pak Budi yang sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri, aku benar-benar kecewa dengan apa yang dilakukan mereka terhadapku, kurang baik apa kami terhadap mereka sehingga tega berbuat senista ini.

“ha..ha…. tampaknya dia menikmati pak” kata Pak Doni, sambil meremas-remas payudaraku dengan kasar,

“tidak… lepaskan pak, kumohon!” Aku kembali berontak, walaupun usahaku akan sia-sia saja,

Mmuuaacckk…satu ciuman mendarat di bibirku, dengan ganas Pak Budi melumat bibirku yang tipis dengan bibirnya yang tebal, dengan begitu kasar lidahnya terus berusaha membelit lidahku.

“Hhmm…..iiihhkkk….oohhkkk!” aku semakin mendesah dan terangsang saat merasa selangkanganku menjadi panas, benda itu terus menggelitik klitorisku yang masih berbungkus celana dalam

“Oohhkk… Pak, stop Pak, jangan diteruskan” aku menggeliatkan tubuhku, menahan gejolak yang selama ini terpendam, tapi jari-jari Pak Doni justru semakin berutal meremas payudaraku,

“gila Non memekmu bener-bener mantap, wanginya itu loh, bikin ga nahan,” komentar Pak Joko sambil mengendusi dan melumat bibir bawahku

“Pak…..OOohhkk!!” tubuhku mengejang, seluruh badanku terasa bergetar akibat serbuan erotis ketiga pria itu, terutama vaginaku yang semakin berdenyut-denyut dijilati lidah Pak Joko dan dihisap-hisap



“Ssrreeeessss….ssrrreess……ssrreeeerrr” cairan cintaku mengucur tanpa tertahankan lagi

Jebol sudah pertahananku yang selama ini kujaga untuk suamiku yang entah ke mana ketika istrinya dinodai pembantu-pembantunya sendiri

“Mas maafkan aku, aku sudah ga kuat lagi menahan gejolak yang ada di diriku mas” jeritku dalam hati, perasaan bersalah pada suamiku dan kenikmatan birahi itu bercampur aduk, air mataku menetes dari sudut mataku, tapi tubuhku menggeliat-geliat.

“Benerkan Non, apa kata saya juga…sudahlah ngaku saja kalau Non itu sudah gatel, ya ga Don?” tanya Pak Joko yang ditanggapi Pak Doni dengan mengangguk bersemangat

“Betol tuh, betol...vagina Non emank udah gatel,” timpal Pak Doni cengengesan

Mukaku memerah mendengar perkataan mereka, sejujurnya aku sangat terangsang mendengar komentar mereka terhadapku. Pak Budi tersenyum menatapku yang terkulai tak berdaya, dengan lembut dia mengelus-elus rambutku dan berusaha membuatku setenang mungkin dan menikmati pemerkosaan ini. Perlahan tangan Pak Budi mulai melepaskan pakaianku satu-persatu, aku sudah pasrah apa yang akan terjadi terhadap diriku, tenagaku sudah habis untuk berontak, tidak perlu waktu lama aku sudah bugil di depan mereka, bangga, horny, malu dan marah itulah yang saat ini aku rasakan

“Uuueeedaann….tubuh Non Dhea seksi abis, bahenol gini“ Pak Doni yang pertama mengomentari tubuhku sambil meremas payudaraku dengan gemas

“Kamu memang sangat cantik sayang, tidak salah suamimu sangat mengkhawatirkanmu,” sambung Pak Budi,

“ha…ha…jadi seperti ini bodinya istri tuan, bener-bener seksi, jadi makin ga tahan, sejak gua intip waktu ngentot dulu jadi sering nyoli ngebayangin Non” komentar Pak joko yang paling membuat telinga dan mukaku tersa panas, ternyata dialah yang dulu mengintip ketika aku sedang memadu kasih dengan Mas Roy dan selama ini ia sudah berpikiran kotor tentang diriku, tahu begitu sudah kupecat dia selagi Mas Roy masih di sini.

Pak Budi sudah bersiap-siap memasukan penisnya ke dalam vaginaku, penisnya tidaklah terlalu besar, hampir sama seperti suamiku,

“Tidak Pak ja…jangan pak ku mohon,” aku memelas sambil berontak-berontak kecil, aku mulai pasrah apa yang akan terjadi terhadapku, aku tidak mungkin lepas.

Perlahan penis itu mulai menembus belahan vaginaku, dengan sekali sentakan penis itu amblas semuanya ke dalam vaginaku diiringi eranganku

“oohhh Pak, cukup Pak, jangan…aku oohhh…mmmm!” suaraku terputus saat Pak Joko melumat bibirku dengan rakus



Pak Budi mulai menggenjot vaginaku dengan cepat tanpa henti, sehingga membuatku kewalahan menerima sodokan-sodokan dari pak Budi. Kira-kira 15 menit Pak Budi menyodok vaginaku, sementara bibirku dilumat Pak Joko yang juga meremas-remas payudaraku dan Pak Doni menggerayangi tubuhku sambil mengecupi pahaku yang jenjang dan mulus.

“Oohhkk… Bapak sudah ga kuat lagi Non!” erang si tukang kebun sambil menyodok makin keras

“Ccrroott….. ccrroott….aaahhh!!” ia melenguh panjang dan tubuhnya mengejang melepas kenikmatan ragawi ini.

Cairan hangat dan kental memenuhi vaginaku, aku menggigit bibir dan menangis, aku benar-benar telah kotor, bagaimana aku harus menghadapi suamiku nanti, apakah aku masih punya muka untuk itu?

“Gi mana Pak enak gak?“ tanya Pak Doni sambil mengelus rambut panjangku, Pak Budi hanya terseyum dan mengacungkan jempolnya

“Sekarang gantian gue ya!“ kata Pak Joko sambil berbaring di sampingku, “ Don tolong, dudukin Non Dhea ke atas kontol gue, cepetan dah ga tahan nih pengen ngerasain memek peretnya”

“Ja… jangan Pak, kumohon lepaskan saya” aku semakin ketakutan melihat ukuran penis Pak joko yang lebih besar 17 cm berdiameter 4, kepalah penisnyanya terlihat hitam mengkilat, lebih hitam dari warna kulitnya,

“ayolah sayang, rasanya pasti enak kok“

“Betol tuh…betol, rasanya pasti enak loh Non“ timpal pak Doni dengan gaya bicara mirip Made Suro, salah satu pelawak di Republik Mimpi itu, sambil terseyum puas,

Dengan dibantu si satpam yang sesekali meremas payudaraku, aku mulai menduduki penis Pak Joko, sopir pribadiku. Kugenggam benda itu dan kuarahkan ke vaginaku.

“Aaakkhh!!” aku melenguh dengan kepala menengadah saat ke kepala penis itu membelah bibir vaginaku, perlahan tapi pasti penis itu terbenam seluruhnya dalam vaginaku.



“oohhkk, Pak sakit, jangan kasar-kasar yah Pak” rintihku saat Pak Joko mulai menyentakkan pinggulnya ke atas

“Santai Non, nanti juga enak kok, memeknya keset banget nih, oohhkk…. Non terus Non, enak sekali” Pak Joko memerintahkan agar aku bergerak naik-turun sambil meraih payudara kiriku dan meremasnya.

“Non akan kita bikin hamil, ha…ha…ha!” sahut Pak Budi lalu memagut bibirku, air mataku kembali membasahi pipiku

“Tidak!! Tidak!! aku tidak mau hamil dari orang-orang seperti kalian!!” jeritku bercucuran air mata.

“Kenapa ngga Non? Kita kan ngebantu supaya suami kamu bahagia sayang, kasian sama suamimu dari dulu selalu mendambakan seorang anak” sambungnya yang membuat hatiku semakin sakit menerima penghinaan ini,

“OhKk Pak tidak, aku… aku uda ga kuat lagi pak…. OOhhh!!” aku tidak tahan lagi dengan orgasme yang segera akan tiba, kemaluanku berdenyut-denyut dan nafasku juga semakin tak terakur, akhirnya aku mengejang menyambut gelombang orgasme berikutnya, kali ini lebih nikmat dari sebelumnya, lebih dahsyat dari yang kudapat bersama Mas Roy, penis Pak Joko masih keras dan menyodok-nyodok vaginaku, sungguh perkasa.

“Wah… Non Dhea keluar lagi oy!“ kata Pak Doni kegirangan, sementara tubuhku yang semakin lemas ambruk ke pelukan Pak Joko, sopirku

“Ha…ha…gimana Non, nikmat kan entotan saya dibandingkan sama suami Non yang ga ada apa-apanya, ha…ha!!“ katanya dengan bangga

Aku hanya bisa diam mendengar pelecehan mereka, perlahan aku meresa ada sentuhan hangat yang menjalar di sekitar lubang anus,

“Hhmm….” cuma kata-kata itu yang keluar dari bibirku saat sentuhan itu semakin menjadi-jadi di lubang anusku.

“Sayang, tolongin Bapak ya, Bapak udah kepingin lagi nih“ kata Pak Budi sambil menyodorkan penisnya di depan bibirku,



“Jangan Pak…saya nggak mau, tolong jangan“ suaraku sedikit bergetar, terhadap Mas Roy saja aku tidak pernah melakukan oral seks karena bagiku menjijikkan, apalagi kalau harus mengoral penis hitam keriput itu, belum lagi bau keringatnya yang tidak sedap.

“Alah…jangan pura-pura suci Non, sono cepatan kulum tuh penis tua, kasian dah ngaceng dari tadi” sambung Pak Joko sambil menggenjot tubuhku semakin kuat,

“Ta…tapi, ohhkk… saya belum pernah Pak…Uuhhkkk!!” protesku langsung tersendat karena Pak Budi menjejali penisnya dengan paksa ke dalam mulutku yang membuka karena mendesah.

“sudah ayo, goyangnya lebih cepet!” kata Pak Joko sambil menghentakan penisnya lebih dalam,

“Sluuppss….. slslluuppss…..mmmm!” dengan terpaksa aku mengulum penis Pak Budi.

“Waduh…waduh kalian curang nih, masa gue cuman nonton doang, ga asyik ah“ kata Pak Doni yang memang dari tadi hanya memainkan anusku sambil meraba-raba tubuhku saja.

“Udah Don jangan marah, kan masih ada satu lobang lagi yang nganggur, iya ga Non” kata Pak Budi, aku diam saja sambil sesegukan karena mulutku sedang mengulum penis Pak Budi.

“Betul… betul itu juga pasti enak!” secepat kilat Pak Doni melepaskan celana seragam dan celana dalamnya, kini hanya mengenakan baju satpam saja,

“jangan…jangan Pak saya mohon jangan yang itu, itu pasti sakit sekali” kataku memohon dan berlinang air mata, tapi ia tidak peduli ataupun kasihan, perlahan belahan pantatku dibuka lebar-lebar, benda tumpul itu terasa panas saat menyentuh anusku,

“Pak sakiitt….jangan terusin Pak!” jeritku saat kepala penis itu membelah anusku, rasanya sangat sakit sekali karena ukuran penis Pak Doni lebih besar dari Pak Budi dan Pak Joko

Perlahan kepala penis itu terbenam di dalam anusku. Dan sekali sentakan semua batang penis itu terbenam semua di dalam anusku, aku hanya dapat berteriak sekencang-kencangnya tanpa menghiraukan sekelilingku,

“Pak ampun Pak, Hikss…Hiks… sakit pak, sakit banget!” rasa sakit itu rasanya tidak tertahankan sehingga penis pak Budi terlepas dari bibirku,

“Sabar ya sayang bentar lagi pasti enak kok, percaya deh sama Bapak ya“ Pak Budi ternyata sedikit pengertian, dia tidak lagi menyuruhku untuk mengulum penisnya, tapi ia tetap menahan tanganku yang menggenggam batang kemaluannya itu agar tetap mengocoknya.



Sekitar sepuluh menit kemudian, tiba-tiba Pak Joko mengerang dan memuncratkan laharnya ke dalam rahimku, disusul tidak lama lemudian Pak Budi juga orgasme di depan mukaku. Spermanya yang beraroma tajam dan kental itu muncrat membasahi wajahku. Terakhir Pak Doni juga menyusul kedua temannya 3 menit kemudian dengan memuntahkan spermanya di dalam anusku. Maka lengkap sudah penderitaanku hari ini.

“Kamu benar-benar bisa memuaskan Bapak sayang, lain kali kayak gini lagi ya” kata Pak Budi sambil menggosok-gosokkan penisnya ke wajahku,

“Gak nyangka gue hari ini mendapat rejeki nomplok, kapan-kapan kita main lagi ya Non, ketagihan nih saya sama memek Non, hahaha!!” dengan kasar Pak Joko mencabut penisnya dari vaginaku

“Betol itu….betol…memek Non Dhea enak banget, bikin saya ketagihan coy, hehehe!” sambung Pak Doni yang tidak kalah puasnya

Mereka bertiga tertawa-tawa dan melecehkanku yang terbaring lemas di dipan pos satpam. Tubuhku penuh dengan keringat dan ceceran sperma mereka, vagina dan anusku pun masih terasa sakit akibat sodokan-sodokan penis mereka tadi. Ini baru awal aku menjadi budak seks mereka, entah apa lagi yang akan terjadi hari-hari selanjutnya. Di kamar mandi di dalam shower box, aku meringkuk sambil menangis merenungi nasibku sementara air hangat terus mengucur membasahi tubuhku yang telah ternoda dan memenuhi box dengan uapnya.



Bersambung…



Selamat menikmati bacaan ini, saya harap para pembaca puas,

Mohon kritik dan sarannya agar episode mendatang lebih baik, terimakasih.



By: Lianita




© Karya Lianita