The Blue Serenade of a Kunoichi 5


An-Chan
Di sudut sebuah ocha-ya di Fujiwara, Saizo Kirigakure menenggak begitu banyak sake. Berpuluh-puluh botol kosong bekas sake tergeletak di samping Saizo yang mabuk berat. Andai ilmu hipnotis miliknya bisa dipakainya untuk mengobati luka hatinya sendiri, mungkin ia tak perlu menenggak berbotol-botol sake. Malam terkutuk ini adalah saksi bisu betapa dalamnya penderitaannya,... ya, pada malam terkutuk ini gadis yang paling dicintainya, gadis yang bisa membangkitkannya kembali dari kematian, seorang gadis yang demi kebahagiaannya Saizo rela memberikan nyawanya sedang ditiduri oleh saingan cintanya. Dan ialah yang telah dengan bodohnya memberikan keperawanan cinta sejatinya itu pada pria lain. Sikap sok ksatria-nya lah yang mendorongnya untuk melakukan tindakan tolol itu. Saizo tak berhenti mengutuki dirinya yang teramat bodoh. Tak peduli seberapa banyak sake yang telah melewati kerongkongannya, pikirannya tetap tak bisa melupakan An-chan dan pertanyaan sadis sang gadis yang menohok hatinya,


“Senpai, apakah aku bisa menjadi milik Sanada-sama?”

Saizo hanya bisa tersenyum pahit untuk kesekian kalinya sambil bergumam,

“Ya,.. hikss... kau hiks malam ini telah jadi hiks hiks milik Sanada Busuk itu!Hiks... hiks.” (maksudnya ini nangis sambil cegukan hiks hiksnya :-P)

Malam ini, An chan secara
 de facto telah menjadi wanita milik Sanada Yukimura...



***********

Takeda Katsuyori, putra dan penerus Takeda Shingen kalah dalam Pertempuran Nagashino. Klan Sanada khawatir akan keruntuhan kekuasaan mereka. Ayah Masayuki Sanada, Nobutsuna Sanada, adalah abdi setia Takeda Shingen. Ia adalah salah satu dari 24 jendral Takeda yang terbunuh pada waktu mengepung benteng milik Oda dan Tokugawa di Nagashino. Masayuki Sanada, sang pemimpin klan, memutuskan untuk bertekuk lutut di bawah kekuasaan super power kolaborasi klan Oda dan Tokugawa. Sebagai tanda penyerahan diri pada kekuasaan mereka, Masayuki mengirimkan Akamaru, kuda kesayangannya, kepada Oda Nobunaga. Proses diplomasi ini harus berjalan lancar. Jika sampai diplomasi ini gagal, keluarga Sanada terancam hancur lebur.

“Baiklah, aku akan mengirim Akamaru kepada Oda Nobunaga. Sanada Jūyushi, aku butuh beberapa orang dari kalian sebagai utusan. Siapa yang akan berangkat untuk misi ini?”tanya Masayuki.

“Sebaiknya kirim saja orang yang terlihat paling lemah di antara kami Tuan, agar Oda percaya bahwa kita benar-benar berniat untuk berdamai dengan aliansi Oda-Tokugawa.” ujar Uno Rokuro, sang ahli strategi dan bahan peledak.

“Siapa sebaiknya?” tanya Masayuki.

“Maaf kalau hamba lancang. Boleh hamba memberi usul?” tanya Miyoshi-dono.

“Seikai-chan, apa usulmu?”

“Pilihannya hanya saya atau An-chan, sebab kami berdua terlihat seperti seniman yang lemah gemulai daripada seorang petarung.” Ujarnya.

“Tidak Tuanku. Jangan kirimkan Seikai. Ia terlalu temperamental, hasrat membunuhnya pun tak terkendali. Ia malah akan mengacaukan diplomasi ini dengan pembunuhan yang tidak perlu.” Ujar kembarannya.

“Apa maksudmu, ani-kun? Aku bisa mengontrol emosiku.” Seikai membela diri dengan mimik kemayu.

“Bagaimana dengan pembunuhan penyusup tempo hari? Bukankah kau telah membunuh seseorang yang seharusnya bisa diinterogasi?” Isa mengcounter perkataan si Banci.

Banci kemayu itu pun langsung terdiam jengkel tak bisa lagi beralasan.

“An-chan, apa kau sanggup melaksanakan tugas ini?” tanya Masayuki Sanada.

“Sungguh merupakan sebuah kehormatan bagi saya Tuan.” An-chan menerima tugas beratnya.

“Baik, besok pagi Kosuke akan berangkat untuk mengantarkan Akamaru pada Oda Nobunaga.“ kata Masayuki sekali lagi.

“Maaf Tuanku, ijinkan saya pergi bersama Kosuke. Ia masih sangat hijau untuk melaksanakan tugas sepenting ini. Saya akan mendampingi dan mengawasinya dalam tugas ini. Saya mohon.” Saizo membungkuk sangat dalam. Dahinya sampai menempel di tatami. “Saya akan menyamar dan menyusup, kalau perlu saya akan bunuh diri jika tertangkap.” Saizo berusaha meyakinkan tuannya.

“Ya, kau boleh mengawasi Kosuke, Saizo. Tapi ada satu syarat, kembalilah kalian berdua dengan selamat.” Ujar Masayuki bijak.

“Terimakasih banyak Tuanku.” Saizo membungkuk dalam. Tuan Masayuki memang sangat bijaksana, itulah kenapa ia rela menjadi pengawalnya.



*** 

Pagi-pagi sekali Saizo dan An-chan berangkat dari Nagano ke Owari. Hari mulai gelap ketika mereka berada di kawasan Mino. Mereka berhenti di tepi sebuah danau untuk beristirahat. Akamaru pasti butuh makan dan istirahat. Jika kuda ini sakit, proses diplomasi ini bisa kacau. Langit cerah di awal bulan ke tujuh. Meskipun bulan menghilang, tapi bintang-bintang bersinar terang... Perayaan Tanabata harusnya jatuh pada hari ini. Hari ini semua orang di kastil Numata pastilah sedang menggantungkan si boneka penangkal hujan,
teru teru bozu, menyematkan kertas berisi permintaan ke batang bambu, dan melabuhkan kapal-kapal dari daun bambu... Indah sekali... Tak terasa An chan pun bersenandung,


Sasano wa sara sara
Nokiba ni yureru
Ohoshisama kira kira
Kin gin sunago
Goshiki no tanzaku
Watashi ga kaita
Ohoshisama kira kira
Sora kara miteru
(Perahu dari lipatan bambu berlayar cepat
Ujungnya bergoyang-goyang
Bintang berkelap-kelip
Bertaburan bagai emas perak
Warna-warni harapan dan doa
Yang aku tulis
Bintang berkelap-kelip
Dilihat dari langit)



“Wah, danaunya bersih sekali... aku jadi ingin sekali naik sebuah sampan dan mengelilinginya.” kata An-chan riang.

“Benar, pemandangannya juga indah.” Saizo setuju.

“Senpai, pernah membayangkan seperti ini tidak? Mengelilingi danau berdua dengan orang yang kita cintai... Menatap wajahnya lekat-lekat, menggenggam tangannya erat, dan menciumnya dengan mesra. Romantis kan Senpai?”

“Khayalan aneh, tidak bermutu.” Celoteh Saizo.

“Ah, Senpai memang tidak romantis... Pantas saja sampai setua ini belum menikah juga.” Cibir An-chan.

“Enak saja! Kesendirianku ini pilihan hidupku, tahu?! Bukannya karena aku nggak laku.” Saizo sewot.

“Hehehehehe... Masa’ sih? Eh Senpai, aku lapar sekali. Kita tangkap beberapa ekor ikan untuk santap malam yuk.” Ajak An-chan.

Saizo acuh. Ia pura-pura cemberut.

“Masih marah ya?” An-chan menghampiri Saizo.

Ia duduk di hadapan pria itu dan menarik sudut bibir Saizo untuk membentuk paksa sebuah senyuman di raut wajah cemberut Saizo.

“Kau selalu berbuat begitu kan kalau aku ngambek waktu kecil?” kedua mata beningnya menatap Saizo lugu. Saizo tersenyum dan mengangguk.



“Huh... lapar...” keluh An-chan.

Raut muka Saizo langsung berubah jahil melihat mimik kelaparan An-chan. “Bagaimana kalau kita bertanding? Yang kalah yang harus memasak ikannya?” tantang Saizo.

“OK, siapa takut. Tapi ada syaratnya, tidak pakai jurus ninja! Hanya pakai bambu, benang, dan kail saja.” tambah An-chan.

“Setuju.” Kata Saizo.

Mereka memancing menggunakan bambu, benang, dan jarum yang dibengkokkan menjadi kail. Setelah berjam-jam, tak ada seekor ikan pun yang mau menyantap umpan mereka. Saizo sudah tak bisa menahan lapar lebih lama lagi. Ia tarik bilah bambu yang ia pakai sebagai pancing. Tepat ketika ekor matanya menangkap bayangan seekor ikan yang berenang, ia lemparkan bambu tumpul itu sampai menembus tubuh si ikan. Ia tarik benangnya hingga bambu penusuk ikan itu mendekatinya, dan diangkatnya dengan bangga.

“Aku menang.”soraknya.

“Apa?! Enak saja, kau curang Senpai. Kau pergunakan jurus ninjutsu.”An protes.

“ Mana bisa dibilang curang? Aku kan hanya memakai bambu, benang, dan kail seperti persyaratanmu tadi.” Sangkal Saizo sambil mengerling jahil.

“Tidak bisa! Orang yang menang curang itu tetap seorang pecundang, orang yang kalah! Kau harus memasaknya Senpai.”

“Tidak mau.”

“Baiklah, Senpai.” An-chan tersenyum sambil mendekati Saizo. “Kau menang, tapi... Rasakan ini!” An-chan mendorong tubuh Saizo hingga terjatuh ke danau. Secepat kilat tangan Saizo menarik pergelangan tangan An-chan. An-chan ikut terjatuh bersamanya. Bibir An-chan mendarat tepat di bibir Saizo ketika tubuh mereka jatuh ke dalam air secara bersamaan.

Setelah keluar dari air, An-chan menunduk malu dan berkata, “maafkan aku Senpai. Aku benar-benar tidak sengaja.”

Saizo berpura-pura tak menggubris permintaan maaf An-chan. Ia ambil ikan yang tadi ditangkapnya, dan meninggalkan An-chan untuk membuat perapian tanpa mengucapkan sepatah kata pun.



***

Malam itu An-chan tidur pulas di hadapan Saizo. Gadis impiannya itu memang sangat cantik, bahkan bintang-bintang gemerlapan di langit pun tak mampu menyamai kecemerlangan wajahnya. Bibir mungil merah jambu itulah yang tak sengaja ia kecup tadi sore... Andai saja ia berani meneruskan ciuman tak sengaja itu, pastilah malam ini ia tak akan menggigil kedinginan digigiti nyamuk seperti sekarang. Pastilah malam ini sudah jadi malam yang tak terlupakan,... Di samping bara api perapian yang menyala-nyala, ia cumbui gadis impiannya dengan panasnya. Amboy, asyiknya kalau ia berhasil melampiaskan hasratnya yang belum sempat tersalurkan pada gadis cantik yang sedang terlelap di hadapannya. Kalau saja ia bisa nikmati lagi puting keras dan kenyal yang bertengger angkuh di atas bukit padat putih mulusnya. Gua kemerahan nan sempit yang baru ia jelajahi bagian luarnya saja... Ahhh... An-chan, membayangkannya saja bisa membuat si buyung milik Saizo mengacung.

Sesuatu jatuh di pangkuan An-chan, membuyarkan khayalan erotis sang ninja mentalis (Peserta
 The Master ’kaliii :-P). An chan membuka matanya dan mengambil benda kecil itu. Ia amati sekilas dengan setengah mengantuk.

“Oh, laba-laba.”

Ia letakkan lagi benda itu di pangkuannya dan melanjutkan tidurnya.

“An-chan, kau sudah tak takut laba-laba ya?” tanya Saizo heran.

“Oahhm... jangan sebut-sebut binatang menjijikkan itu, Senpai. Aku mau tidur.”

“Tapi yang di pangkuanmu itu kan laba-laba.”

“Tidak lucu Senpai haaahhhmm....”

“Coba buka matamu kalau kau tidak percaya.” Tantang Saizo.

“Ah senpai, ini kan cuma laba-laba... eh,... laba-laba?” An-chan mulai sadar. Ia bangun dan terbelalak waktu melihat seekor laba-laba besar merambat di pangkuannya.

“Gyaaaaa!!! Tolooong!!! Senpai jahat, kenapa tidak membuangnya?!” ia lompat-lompat kalang kabut karena jijik pada binatang itu.

Saizo terbahak-bahak sampai sakit perut.

An-chan pindah tempat ke sebelah Saizo untuk melanjutkan tidurnya.

“Kenapa pindah ke sini?” tanya Saizo ketus.

“Supaya tidak diganggu laba-laba.”

“Bukannya sudah tidak takut?” ejek Saizo.

“Cerewet! Aku mau tidur.” Potong An-chan.

“Baiklah, aku pindah ke tempatmu tadi ya?” tanya Saizo.

“Jangan! Senpai di sini saja, berjaga-jaga kalau ada laba-laba lagi.”cegah An-chan sambil menarik bahu Saizo dan merapatkan wajah cantiknya yang gemetaran ke balik punggung Saizo.

Sejurus kemudian, An chan telah tertidur lelap. Kepalanya jatuh ke pundak Saizo. Saizo memperhatikan lagi wajah cantiknya, membelai rambut panjangnya, memeluknya erat, lalu ikut memejamkan mata.



***

Saizo dan An-chan akhirnya sampai ke basis pertahanan tentara Oda di Owari. Setelah melalui gerbang benteng dan melewati pemeriksaan yang ketat, kedua utusan Sanada itu dipersilahkan masuk. Kastil megah keluarga Oda menyambut mereka di pusat kota. Oda Nobunaga adalah seorang pria kokoh yang kekuatan militernya kondang ke seluruh penjuru Jepang. Di usianya yang sudah berkepala empat, sisa-sisa kegagahannya di masa muda masih jelas terlihat. Kumis hitamnya lebat menutup bagian atas mulutnya. Urat menyembul di bagian tertentu wajah, leher, dan tangannya. Tubuhnya cukup berotot untuk ukuran pria seusianya. Saizo dan An-chan diantar seorang pesuruh untuk menghadap Oda Nobunaga, sang penguasa hampir seluruh daratan Jepang. Keduanya membungkuk sangat rendah, menyadari posisi tak berarti mereka di hadapan sang dewa perang.

Oda berdehem, “apa yang membuat Sanada menyuruh utusan rendahan macam kalian kemari?” tanyanya dengan suara yang melecehkan.

“Maafkan kelancangan kami, Tuanku. Tuan Sanada menyuruh Kami mengirimkan Akamaru, kuda kesayangannya sebagai hadiah untuk Tuanku. Tuan Sanada tahu Anda sangat gemar berburu.”jawab Saizo.

“Kuda?” Oda memastikan.

“Benar, Tuanku. Kuda ini adalah peranakan kuda negeri seberang. Tubuhnya kuat dan kokoh. Kecepatan dan daya tahan tubuhnya jauh lebih baik dari kuda lokal. Akamaru adalah kuda terbaik Tuan Besar yang selalu mendampingi beliau dalam setiap medan pertempuran. Sebagai itikad baik, Tuan Besar Sanada mempersembahkan kuda kesayangannya ini kepada Tuanku.” Saizo menerangkan panjang lebar.

“Hahahaha... Sanada akhirnya mengakui kalau dia hanya pecundang. Dia sama saja seperti kudanya, hanya pantas jadi tungganganku.” Oda menyeringai menyebalkan.

Kedua anggota Sanada Jūyushi itu telinganya memerah mendengar majikan mereka direndahkan.



“Baguslah. Memang tak ada seorang pun di dunia yang bisa melawan Oda Nobunaga.” lanjut Oda sombong.

Darah An-chan dan Saizo semakin menggelegak mendengar Tuan Besar mereka makin dilecehkan. Tapi, diplomasi ini tak boleh gagal karena trik pemancingan emosi yang dilakukan sang penguasa Owari.

“Ngomong-ngomong, kalian berdua sangat tak beruntung. Mengapa masih mau mengabdi pada keluarga pecundang seperti keluarga Sanada?... Kasihan.” Oda memang sengaja terus memancing amarah mereka berdua.

Mereka berdua tetap diam.

“Hahahaha... Kalau diberi kesempatan untuk memperbaiki nasib kalian, apakah kalian bersedia?”

“Maksud Tuanku?” tanya Saizo sopan.

“Aku akan membayar kalian dengan upah tinggi. Keluarga kalian pun pasti bangga pada kalian kalau kalian mau menjalankan tugas ringan dariku.”
 

“Tugas?” Saizo mengklarifikasi.

“Aku ingin kalian mengawasi keluarga Sanada untukku. Yah, paling tidak berikanlah sebuah peringatan keras pada keluarga itu kalau mereka coba-coba berkhianat padaku.”desis pria separuh baya itu.

“Kurang ajar... Bedebah tua ini ingin An-chan dan aku mengkhianati Tuan Besar...” batin Saizo. Meskipun dadanya terbakar, raut muka Saizo tetap tenang.

“Tak perlu menjawab sekarang. Masih ada banyak waktu. Sekarang pergilah beristirahat. Aku akan berlatih berburu di hutan. Cari saja aku di sana kalau kalian berubah pikiran.” Ia pergi berlalu meninggalkan kedua utusan Sanada itu.



***

An chan melompat dari sela-sela pepohonan ke hadapan Oda Nobunaga yang sedang mengendarai Akamaru. Akamaru terlonjak kaget, namun Oda dengan mudah berhasil menenangkannya. Sang gadis cantik berlutut memberi hormat.

“Tuanku, mohon percayakan tugas itu pada hamba.” Kata An-chan.

“Mengapa kau berubah pikiran?” Oda menyeringai penuh kemenangan.

“Hamba tidak bisa mengabdi terus-menerus pada keluarga lemah seperti keluarga Sanada.Tuanlah penguasa hampir seluruh daratan Jepang. Sudah sepatutnyalah hamba mengabdikan diri pada orang hebat seperti Tuanku.” Jawab An-chan.

Oda tertawa tergelak-gelak mendengar pujian An-chan. “Gadis Kecil, kau tak hanya cantik... Bagus, bagus, ternyata kau cukup pintar juga...”

“Hamba tidak pantas dipuji oleh seorang pria hebat seperti Tuanku...” An-chan merendah.

“Hmmm... jadi kau mau melakukan pengawasan pada majikan, maksudku mantan majikanmu itu, Nona Cantik?”

An-chan membungkuk dalam. “Tentu saja, maafkan kalau Hamba lancang, tapi ada satu syarat yang harus Tuan penuhi.”

“Apa itu?”

“Ijinkan Hamba melihat kehebatan Tuanku dalam bertarung. Tuan harus berhasil menangkap dan mengalahkan hamba. Hamba hanya mau mengabdi pada seorang majikan yang hebat.” Ujar An-chan.

“Oh, maksudmu aku harus melakukan perburuan dan mangsanya adalah kau, Cantik?”

An-chan mengangguk, “suatu kehormatan bagi Hamba jika Tuan bersedia memenuhi persyaratan yang Hamba ajukan.”

“Permainan yang menarik. Kalau aku menang, apa imbalanku?” tantang Oda.

“Apa saja yang Tuan inginkan dan bisa hamba penuhi.” Jawabnya.

“Nyawamu sekalipun?” tanya Oda.

“Bahkan nyawa Hamba pun boleh Tuan ambil.” Jawab An-chan.

“Boleh juga. Sekarang larilah! Aku akan mulai mengejarmu pada hitungan ke dua puluh.”
 



Kunoichi cantik itu menghilang dari hadapan Oda. Sosok langsingnya berlari menembus rimbunnya dedaunan.

“... delapan belas,....” Hitung Oda

An-chan memanjat ranting kokoh sebuah pohon besar.

“... sembilan belas,..”

An-chan melompat ke dahan pohon yang lain dengan keseimbangan luar biasa.

“... dua puluh.” Oda menghentikan hitungannya.

Waktunya beraksi. Ia pacu Akamaru yang ditungganginya untuk mengejar si kunoichi cantik itu. Kesempatan bagus, pikir An-chan, Oda tak akan menyadari kalau An-chan berniat membunuhnya dalam permainan ini. An-chan melemparkan sebuah shuriken ke leher Oda. Oda yang mempunyai refleks tubuh sangat bagus berhasil berkelit dari shuriken yang dilemparkan si ninja wanita itu. “Trang!” sebatang tombak dilemparkan pada An. Oda memergoki An-chan bersembunyi di sela-sela pepohonan. An-chan berkelit. Ia lemparkan lagi shuriken Iga-nya ke arah sang dewa perang. Pria kokoh itu dengan mudah menangkis shuriken An-chan. Ia berdiri di atas Akamaru dan membalas serangan An-chan dengan buluh berisi mata tombak. Ia menyusul An-chan naik ke atas pohon secepat kilat, ia sabetkan katananya ke tubuh mungil An-chan. Sabetan itu menggores bahunya dan mengoyakkan separo pakaiannya. Tato bergambar naga di punggung mulusnya tampak sebagian waktu ia melarikan diri.

An-chan terus berlari. Mata tombak yang dilontarkan buluh pelontar milik Oda di belakangnya terus menghujaninya, salah satu mata tombak menembus kakinya dan memperlambat laju larinya. Ketika An-chan kurang waspada, sebuah jaring penjerat babi yang dipasang di hutan itu menjeratnya. Ia berusaha melepaskan diri dari perangkap itu, namun terlambat. Sebuah anak panah Oda menembus punggungnya dan mengakhiri perlawanannya. Lalu, semuanya gelap.



***
 

An chan siuman. Ia telah berada di atas punggung Akamaru. Tubuh Oda menopangnya sambil mengendalikan Akamaru.

“Sudah siuman?” tanya Oda.

“Tuanku,... kita akan pergi ke mana?” tanya An-chan.

“Berkuda. Mengelilingi hutan ini... Oh ya, aku sudah bisa meminta imbalanku?”tanya Oda.

An-chan mengangguk lemah. “Apa yang Tuan inginkan?”

“Bagaimana kalau aku bunuh kau?” bisik Oda sambil menghunus katananya ke leher An-chan.

An-chan pasrah. Oda telah mengendus niatnya untuk menghabisi si penguasa Owari itu dalam permainan tadi. Ia pasrah. Ia pejamkan mata menyongsong kematiannya.

Bukannya menghabisi An, pria tua itu malah menyarungkan kembali katana ke pinggangnya. Tanpa banyak bicara, salah satu tangan Oda menyelusup ke balik kimono An chan dan pelan-pelan meremas-remas sebuah payudara padat miliknya.

An-chan langsung paham apa yang diinginkan oleh lelaki bangkotan itu. An chan menoleh dan tanpa ampun melumat bibir lelaki bangkotan itu. Ia semakin lihai membelit-belit dan menarik ulur lidah partnernya. Cumbuan An-chan makin ganas seiring makin intensnya Oda menarik-narik, memilin-milin, dan mencubiti pentil tegangnya. Ia memasukkan lidahnya dan menyapu langit-langit mulut Oda. Sang dewa perang mulai menyodok-nyodokkan senjatanya ke tubuh An-chan. Ia renggangkan paha mulus An-chan dan mulai mengobok-obok organ kewanitaannya dengan jemarinya. An-chan kewalahan menerima serangan bertubi-tubi di bibir atas, pentil, dan bibir bawahnya. Waktu guanya sudah basah dan becek, Oda mengangkat pinggul rampingnya dan mendudukkan An-chan di pangkuannya seraya menyarangkan senjatanya di lubang pertahanan sang kunoichi. An-chan membantu meregangkan lubang vaginanya dan memasukkan kejantanan Oda ke dalamnya. Ia merem melek nikmat waktu benda besar hitam itu masuk pelan-pelan ke organ intimnya.



Ketika sudah masuk seluruhnya, An-chan melakukan gerakan goyang ngebor yang wah. Barang milik Oda terjepit-jepit nikmat di rongga sempitnya. Sang dewa perang semakin membabi buta meremas-remas gundukan kenyal An-chan, menciumi bibir, punggung, tengkuk, dan ketiak gadis muda itu. An-chan yang terangsang berat bergerak naik turun menunggangi penis pria bangkotan yang perkasa itu. Makin lama gerakan An-chan makin liar dan cepat. An-chan melakukannya sampai tubuhnya menegang karena orgasme dan memuncratkan lava panas dari kawahnya. Ia lemas sekali setelah itu. Tapi permainan belum berakhir bagi sang dewa perang yang tangguh. Ia angkat tubuh mungil An-chan yang pakaiannya sudah tak lagi menutupi organ-organ intimnya itu. Ia balik badan An-chan hingga menghadap ke arahnya. Ia masukkan lagi kejantanannya ke liang senggama An-chan. Ia tepuk bokong gadis itu agar menunggangi penisnya seliar tadi. Tapi An-chan masih lemas, ia tak seberingas tadi. Ia hanya memeluk pria bangkotan itu, sambil melumat bibirnya ia naik-turunkan panggulnya pelan. Oda menepuk bokongnya agar An bergerak dengan lebih bertenaga lagi. An-chan yang telah berpeluh menuruti keinginannya. Ia naik-turunkan panggul aduhainya sampai tubuh sintalnya mengejang lagi.

“Aaaahhhkkkk.....” pekik An ketika ia orgasme untuk kedua kalinya.

Meskipun An-chan sudah dua kali mencapai puncak kenikmatan, senjata pria itu masih saja mengacung tegak. Sudah satu setengah jam sang daimyo Owari bercinta dengannya di atas kuda jantan gagah pemberian Masayuki Sanada, Akamaru. Stamina sang dewa perang memang jreng... Agaknya benar rumor yang mengatakan bahwa ia tidak hanya perkasa di medan perang. Oda menghentikan Akamaru di daerah rerumputan. Ia bopong tubuh An-chan turun dan ia baringkan An-chan di atas rerumputan halus. Ia langsung menyucup rakus pentil-pentil ranum milik An-chan. Jari-jarinya bergerilya di lubang nikmat An-chan. Ia memainkan rino-tama di dalam vaginanya. Genta kecil bergemerincing yang diletakkan di organ pribadi para geisha itu memang mainan yang mengasyikkan bagi para lelaki. An-chan menceracau tak karuan. Ia lebih tak karuan lagi waktu lelaki tua itu memasukkan lidah bergeriginya untuk memainkan mainan kecil di lubang surganya. Tiga kali sudah tubuhnya menegang. Cairan cintanya muncrat ke wajah Oda. Oda munyucup habis love juice gadis cantik nan rupawan yang sedang menggelepar-gelepar terangsang di hadapannya.



Oda menepuk pantat sang ninja jelita. Ia ingin ber-doggy style kali ini. An-chan menungging menyodorkan lubang merah menganganya yang berdenyut-denyut pada si bandot tua. Ia langsung mencoblos dan menghajar An-chan dengan pompaan-pompaan terdahsyatnya. Pompaan di miss V An- chan dan perahan gemasnya di kedua susu An-chan membuat An-chan kembali dilanda multiple orgasme. Setelah lava cintanya muncrat, si cantik sangat kelelahan. Saking lemahnya, An-chan tak sanggup lagi menyangga tubuhnya dengan kedua tangannya. Oda mencabut lambang kelelakiannya yang masih kokoh berdiri dari Miss V kunoichi cantik itu.

“Apa kau benar-benar mau menuruti semua keinginanku?” Oda berbisik di telinga kunoichi cantik itu.

An-chan mengangguk pelan sambil mendesah-desah karena puting kakunya dipilin-pilin dan ditarik-tarik lagi oleh pria tua itu.

“Bercintalah dengan Akamaru... sepertinya ia iri melihat kita.” Seringai Oda licik.

An-chan bergidik mendengar permintaan tak manusiawi penguasa klan Odawara itu. “Tunjukkan bahwa kau setia padaku!” perintahnya.

An-chan tak punya pilihan lain. Kalau saja klan Sanada tidak terancam hancur karena pria berfantasi seksual mengerikan ini, ia pasti lebih memilih untuk mati menggigit lidahnya saja. An-chan mendekati Akamaru. Ia mengelus-elus kepala kuda jantan merah hitam berbadan besar itu. Pelan-pelan An-chan mengangkat ekornya. Kuda itu telah mengenal gadis cantik itu dengan baik jadi ia tidak menyepak sang kunoichi dengan kaki belakangnya waktu si kunoichi cantik itu mengangkat ekornya. Alat kelamin kuda jantan itu besar dan berwarna kemerahan. An chan meremas-remas dan memijat-mijatnya pelan. An menjilati dengan jijik dan menghisap-hisapnya sampai benda merah lonjong iu membengkak. Akamaru bersuara “hiieeeehhheeehhheehhh...” Mungkin pejantan itu terangsang. An-chan mengoles-oleskan benda mirip dildo itu ke mulut guanya.



Gadis cantik itu lalu merenggangkan lubang sempitnya dan mendorong pelan-pelan organ intim bengkak binatang itu ke dalam area paling sensitifnya. An memasukkannya dengan susah payah karena ukurannya yang jauh lebih besar dari milik manusia.

“Kyaaaaa...!!!” An-chan menjerit waktu binatang itu mendesakkan organ reproduksinya lebih dalam ke gua sempit milik gadis bermata coklat itu.

Setelah An-chan diam beberapa saat --agar terbiasa dengan miss P jumbo Akamaru—An-chan mulai memompa keluar-masuk dildo hidupnya dari dan ke dalam area kewanitaannya. Meskipun air matanya menitik, si cantik An-chan sangat menikmati masturbasi menggunakan dildo jumbo milik kuda jantan kesayangan Tuan Besar Sanada. Oda tidak bisa terus-terusan membiarkan kunoichi binalnya menikmati seks tanpa campur tangannya. Oda memeluk An-chan dari arah belakang. Ia elus-elus penis tegangnya sebentar. Kedua tangannya kemudian membelah bokong seksi An-chan sampai rongga sempit merah berdenyut-denyut di antara buah pantatnya menyambutnya. Ia tancapkan barang kebanggaannya ke lubang belakang An-chan yang jadi makin sempit karena lubang vagina An-chan didesak penis si kuda jantan dari depan. Ia menyodomi dubur An-chan yang masih perawan.

“Jangaaaannn... ngaaahhkkk... ngaaahhkkk... aaakkhhh...” An-chan menangis dan memekik-mekik kesakitan.

Oda tak peduli. Ia terus melanjutkan aksi sodominya. Penisnya terasa nyaman sekali karena terjepit-jepit di dalam sana. Dubur An-chan yang sempit dengan beringas dipompa olehnya. An-chan cuma bisa menangis ketika pria yang lebih kejam dari binatang itu memompa lubang pembuangannya sambil meremas-remas payudara indahnya tanpa belas kasihan. Bandot tua itu tahan lama juga. Hampir setengah jam ia menyodok-nyodok dubur An-chan. Akhirnya si bandot tua itu memekik dan menumpahkan semua muatan penisnya ke rongga dubur An-chan bersamaan dengan Akamaru yang juga menumpahkan benihnya ke liang rahim An-chan. Cairan kental menetes-netes dari bokong dan vagina An-chan. Cairan cinta itu meleleh melumuri kaki jenjang sang kunoichi. Si tua itupun akhirnya tumbang. Ia beristirahat dengan bersandar ke sebuah pohon.

“Bersihkan!” perintahnya sambil mengangkang dan menunjuk benda hitam mengkerut penuh lelehan sperma di bawah perutnya. An-chan yang masih kelelahan merambat mendekatinya dan menjilati, menghisap-hisap, serta menelan seluruh lelehan spermanya. Lubang-lubang cinta An-chan sudah perih dan sakit karena digarap oleh seekor kuda jantan dan disodomi oleh seekor bandot tua.

Setelah menerima oral service dari An chan, lelehan sperma di penis si bandot tua itu berhasil dibersihkan. Kabar buruknya, si buyung bangun lagi!!! Si tua itu menyeringai mesum pada gadis belia bugil di hadapannya. Ronde selanjutnya pasti tak kalah menyeramkan dari permainan 4 set tadi. Si bandot tua yang telah pulih staminanya pun bangkit dari duduknya dan menerkam An-chan dengan buas sekali lagi.

“Aaaaaakkkkhhhhhsssss.....aaahhhkkkksss......aaahhhkkksss....!!!!!!” rintihan An-chan yang malang tak terdengar oleh siapa pun.
 



***

Saizo menggendong An-chan di punggung bidangnya. Tugas mereka mengantarkan Akamaru telah selesai. Mereka telah pulang kembali ke Nagano Selatan, wilayah kekuasaan klan Sanada. Pasar kecil yang mereka lewati begitu ramai. Para pedagang menawarkan berbagai macam barang pada siapapun yang lewat.

“Senpai, maaf ya. Gara-gara kakiku terluka Senpai harus terus menggendongku sepanjang perjalanan.” Kata An-chan.

“Iya, kumaafkan. Kamu ini berat sekali tahu.” Ledek Saizo sang provokator.

An-chan menjitak Saizo, “Menyebalkan!” katanya.

“Aduh, dasar wanita tak tahu balas budi! Kau balas air susu dengan air tuba.” Seloroh si Gingsul menyebalkan itu.

“Baiklah,... kubalas budi baikmu dengan dango ya?”

“Masa cuma dango?” tawar Saizo.

“Baiklah, Senpai boleh bermalam bersamaku dan kita akan,...” si geisha genit menggoda kakak seperguruannya.

Saizo menelan air liur mendengar perkataan An-chan. Mimpinya akan jadi kenyataan... “Apa yang akan kita lakukan?”

“.... mmmhhh.... menghabiskan sekeranjang dango, Senpai-ku sayang.... Hehehehehe.... “ An-chan tergelak-gelak karena berhasil mengerjai si pria kurus bergingsul nan sukebei (mata keranjang) itu.

Saizo shock, kalau di dalam
 manga Jepang langsung menangis deras, emoticon di bubble dialognya jadi seperti ini: T_T

“Mau tidak kubelikan dango Senpai? Mumpung aku sedang baik hati.” Tawar An-chan sekali lagi.

“Ya sudah, daripada tidak dapat apa-apa.” Jawab Saizo pasrah.

An-chan membeli beberapa tusuk dango. Ia memakannya dengan lahap di gendongan Saizo.

“Enak Senpai.” Ia mengunyah-ngunyah manisan itu dengan riang.

Wajah cantiknya menempel ke pipi Saizo, tangan kanannya menyodorkan tusuk dango yang baru ia makan satu potong ke depan bibir Saizo, “...mmm... nyam... nyammm...” ia beri isyarat agar Saizo juga memakan dango itu bersamanya. Mulutnya terlalu penuh untuk bicara. Saizo menggigit dan mengunyah satu potongan dango. An dan Saizo bercanda sambil makan dango di sepanjang jalan yang dikelilingi persawahan itu. An-chan memeluk leher Saizo dan menyandarkan kepalanya ke punggung pria yang sudah seperti kakak laki-lakinya itu,

”Senpai baik sekali,... Kalau saja aku punya ayah seperti Senpai...” bisiknya.

“Maaf ya jadi mengingatkanmu pada ayahmu,” kata Saizo.

“Bagaimana mungkin bisa ingat. Aku belum pernah melihat ayah-ibuku sama sekali. Aku tak tahu di mana mereka berada. Aku bahkan tak tahu apakah mereka masih hidup atau sudah mati. Sejak kecil aku hanya mengenal Rokuro-sensei sebagai pengganti ayahku dan Chihiro-dono sebagai pengganti ibuku.” An-chan bercerita panjang lebar.



“Berarti aku sedikit lebih beruntung darimu ya,” timpal Saizo.

“Ayah dan ibu Senpai masih hidup?”

Saizo menggeleng. “Mereka sudah lama meninggal. Meskipun begitu, aku masih sempat merasakan hidup bahagia bersama ayah dan ibuku.”

“Ya, aku iri pada Senpai... Ummm... Kenapa mereka meninggal?” tanya An-chan.

“Ayahku kalah bertarung dengan ninja Koga. Hattori Hanzo mengadu domba Iga dan Koga dengan sebuah pertarungan ambisius memperebutkan posisi sebagai pengawal pribadi Tokugawa. Setelah ayah meninggal, kami hidup terlunta-lunta. Kami dibuang dari Iga karena kemampuan mengerikan yang aku miliki menyerupai ilmu sesat aliran Koga. Sebenarnya cuma aku yang dibuang, tapi Ibuku pun ikut pergi meninggalkan desa Iga bersamaku. Ibu mati kelaparan dan kedinginan ketika kami berdua berlindung dari badai salju di sebuah kuil tua. Jenazah ibu melindungi dan menghangatkanku di malam berbadai salju itu. Sepeninggal ibu, aku mengemis dan mencuri untuk hidup di jalanan. Terkadang aku juga melakukan pertunjukan akrobat... Aku pada awalnya benci sekali dengan bakat alam mengerikan yang aku miliki, tapi belakangan ini aku baru menyadari bakat itu ada gunanya juga.” Pikiran Saizo menerawang jauh ke masa lalunya.

“Senpai, aku tak punya masa kecil kelam semacam itu. Yang aku tahu, tiba-tiba saja aku sudah jadi bagian dari Sanada Jūyushi. Masa kecilku begitu indah, biarpun aku tak punya orang tua... Tidak pahit seperti saat ini.” An-chan menitikkan air mata.

“An-chan, dango nya manis ya. Aku boleh minta lagi?” Saizo mengalihkan topik pembicaraan. Ia tak ingin bidadari mungil di gendongannya bersedih.

“Tidak boleh! Tinggal satu buah. Ini untuk Tuan Yukimura.”

“Yukimura?!...” Saizo tersenyum sinis mendengar nama perebut kesucian gadis pujaannya itu disebut.

“Bagaimana kabar Tuan Yukimura ya? Aku rindu sekali padanya.” Kata An-chan yang kembali riang.

“Ah, lagi-lagi Yukimura! Merusak suasana saja...” batin Saizo perih.



***

Seorang gadis cantik berambut panjang dengan kimono sutra mahal berlapis-lapis sedang duduk menenun di taman milik keluarga Sanada. Musim panas telah berlalu. Pohon-pohon momiji berwarna cerah menyemarakkan suasana taman, pertanda musim gugur telah datang. An-chan dan Saizo heran, mereka belum pernah melihat gadis cantik itu sebelumnya. Tak lama, pertanyaan di hati keduanya terjawab. Sanada Yukimura, yang tak tahu akan kedatangan dua ninja itu, memeluk sang gadis cantik berkulit pualam dari belakang. Bibirnya menelusuri leher jenjang sang gadis di pelukannya. Gadis itu meraih rambut Yukimura dan mereka pun berpagutan mesra.

Genggaman An-chan mengendor. Dango terakhir di tangannya meluncur jatuh ke tanah. Saizo menyadari apa yang telah terjadi. Ia menggendong An-chan pergi dari tempat itu secepat kilat.



***
 

An-chan yang patah hati bersandar lunglai sambil terisak-isak di bahu Saizo. Tangannya terkadang dipakai untuk menyeka air matanya.

“Ini,” Saizo menyodorkan selembar sapu tangan kepadanya.

An-chan mengambilnya. Ia menangis sekeras-kerasnya ditutupi sapu tangan itu.

Saizo meraih kepala An-chan dan menepuk-nepuknya pelan. Sinar bulan yang keperakan menerangi atap tempat kedua ninja itu melewatkan malam. Daun-daun momiji berguguran tertiup angin. Desiran angin musim gugur yang dingin menusuk hingga ke lubuk hati An-chan. An chan menangis sampai akhirnya jatuh tertidur karena letih. Saizo membaringkan gadis mungil itu ke atas pangkuannya. Ia pergunakan jubah terluarnya untuk menyelimuti bidadari cantiknya yang sedang terluka itu. Jinpachi dan Yuri tiba-tiba sudah berada di sebelah Saizo.

“Senpai sudah pulang? Mengapa tidak lapor pada Tuan Masayuki Sanada?” tanya Jinpachi.

“Ssstt... Jangan bicara keras-keras. Besok pagi saja aku melapor.” Jawab Saizo.

“Tadi Tuan Besar sudah menerima surat dari utusan Oda. Oda bilang ia sangat menyukai pemberian dari Tuan Besar. Syukurlah, tugas kalian berhasil.” Tambah Yuri.

“Siapa gadis yang tadi bersama Yukimura?” selidik Saizo.

“Oh ya, kami lupa. Ayah gadis itu seorang saudagar dari Kii. Ia ingin berdagang di sini. Untuk memperlancar diplomasi dengan Tuan Besar, ia mengirim putri keduanya untuk jadi pelayan keluarga Sanada. Ternyata Tuan Muda jatuh hati pada gadis itu dan ingin menikahinya. Tepat di malam perayaan tanabata, Tuan Muda Yukimura menikahi gadis itu. Pestanya meriah sekali, aku saja sampai repot sekali di dapur.” kata Yuri bersemangat.

“Dia cantik ya Senpai... Tidak heran Yukimura begitu tergila-gila padanya. Tak lama lagi ia pasti sudah mengandung... Tuan Muda rajin sekali bermalam di kamarnya dan...” Ujar Jinpachi dengan mimik mesum.



“Apa dia lebih cantik dari An-chan?” pancing Saizo.

“Hahahaha... Wanita itu jauh lebih dewasa dari An-chan...” jawab Yuri.

“Benar, gadis kasar seperti An-chan... mana bisa dibandingkan dengannya.” Jinpachi menambahi.

“Bagaimanapun An-chan lebih pantas untuk bersama Yukimura.” Kata Saizo lirih.

“Senpai, kau salah makan ya?” ledek Yuri.

“Ah, Senpai... Kenapa berkata begitu? Bukankah Senpai juga menyukai An-chan?” kata Jinpachi lagi.

“Tapi An lebih banyak berkorban untuk keluarga Sanada... Ia lebih pantas mendapatkan hati Yukimura.” Saizo berargumen.

“Tidak mungkin, An cuma kunoichi... keluarga Sanada memeliharanya hanya untuk menjadikannya seorang pembunuh dan pelacur yang bisa memanipulasi perasaan lawan.” Kata Yuri.

“Benar, Senpai. An-chan tak boleh punya perasaan seperti kebanyakan wanita lemah. Ia dilahirkan hanya untuk membunuh dan memanipulasi.”tambah Jinpachi.

“Aku tahu... tapi bukankah Sanada mencintai An-chan?”kata Saizo lagi.

“Mana mungkin Senpai, kalau ia mencintai An pasti ia takkan mengirim An pada Oda Nobunaga.” Kata Yuri.

“Iya, aku tak sengaja mencuri dengar waktu itu. Yukimura yang mengusulkan pada Rokuro-sensei agar An-chan memakai taktik psikologis dalam misi ini. Rokuro-sensei setuju untuk memerintahkan agar An-chan memakai apapun, termasuk tubuhnya, untuk memperlancar negosiasi kita.” kata Jinpachi.

Saizo kaget mendengar keterangan Jinpachi. “Kenapa tak kau katakan padaku?!” Saizo dengan marah menarik kerah kimono Jinpachi.

“Ssseeenn... pai, jangan!” cegah Yuri.

“Senpai, hentikan! Aku juga tak tahu... waktu itu kalian sudah pergi dan Rokuro-sensei mengirimkan pesan berisi tugas rahasia itu pada An dengan seekor merpati.” Jinpachi membela diri.



An-chan yang ternyata menguping pembicaraan mereka membuka matanya, menyingkap jubah Saizo dari atas tubuhnya, dan lompat dari atap. Ia berlari ke kamar Yukimura dengan tertatih-tatih karena luka di kakinya. Ia memang telah menerima surat perintah itu. Tapi semua ini pasti tidak benar. Yukimura tak mungkin tega mengusulkan untuk menjadikannya pelayan nafsu si penguasa Owari! Yukimura tak mungkin melakukan itu padanya, karena Yukimura pun pastilah sangat mencintainya! Wanita busuk itu tak boleh memiliki Tuan Mudanya setelah begitu banyaknya An berkorban demi Tuan Mudanya. Malam ini juga, An-chan harus melenyapkan wanita busuk itu untuk selamanya. An yang terbakar amarah tak lagi peduli pada luka di kakinya. Ia berlari dan terus berlari. Saizo berhasil mengejar An dengan mudah dan menahannya sebelum sampai ke pintu geser kamar sang tuan muda.

“Apa yang kau lakukan?” Saizo menahan tubuh An-chan yang kini telah memegang sebilah jutte (pisau).

“Biarkan aku membunuh wanita sialan itu.” Ia meronta-ronta.

“Hentikan!”perintah Saizo.

“Gara-gara dia Tuan Yukimura tak mempedulikanku...”

“An-chan! Berhenti!” perintah Saizo.

“Tidak! Aku... aku sudah lakukan semuanya untuk Tuan Yukimura... Mana bisa wanita itu merebut dia dariku.”protes An-chan.

“An-chan, hentikan!”

“Aku sudah berikan kesucianku pada Tuan Yukimura... aku sudah lakukan semua hal untuknya... aku sudah begitu kotor... aku tidur dengan Oda agar diplomasi kita berhasil... hiks hiks.... Pria bajingan itu bahkan memaksaku untuk bercinta dengan Akamaru... hiks hiks...” An-chan menangis histeris.

“Apa yang baru saja kau katakan?!” Saizo terbelalak mendengar pengakuan An-chan.

An-chan menggeleng.

“Katakan sekali lagi!” ia goncang-goncangkan tubuh An-chan, memaksanya untuk bicara.



“Akuuu... pura-pura mau jadi mata-mata Oda... pada awalnya aku berniat membunuhnya di hutan itu... tapi, tapi, aku kalah dan aku terpaksa melayani nafsu bejatnya... Itulah yang diperintahkan Rokuro-sensei padaku, bunuh Oda atau tidurlah dengannya, lakukan segala cara untuk membuat penguasa Owari itu percaya bahwa keluarga Sanada telah menyerah padanya...” tangis An-chan tumpah seketika.

Saizo memeluk An-chan yang menangis sejadi-jadinya. Jari-jarinya mengepal geram karena amarah.

Betapa teganya Yukimura pada gadis mungil yang selalu dipujanya ini, Setelah puas menikmati kegadisannya, ia campakkan An-chan. Bajingan itu bahkan tega memperalat An-chan demi kekuasaan keluarganya. Tiba-tiba dari balik pintu geser berlapis kertas yang berjarak beberapa meter dari mereka terdengar lenguhan nikmat seorang wanita “aaahhhhh..... nngaaahhhkkk..... aaahhhsshhh.....” Bajingan itu bahkan masih sempat-sempatnya berasyik masyuk dengan mantan pelayannya, membiarkan perasaan seseorang yang sangat mencintainya hancur berkeping-keping. Mendengar lenguhan nknmat dari dalam bilik berjendela kertas itu, An-chan menangis semakin keras, badannya terguncang-guncang hebat. Kepalan tangannya meninju dada Saizo sekeras-kerasnya. Setelah puas melampiaskan amarahnya, An-chan pergi meninggalkan tempat itu. Ia tak tahan untuk berlama-lama di tempat itu.

Saizo berlari mengejarnya.

An-chan masih terus menangis. “Jangan ikuti aku!” bentaknya dengan suara terisak-isak pada Saizo.

Saizo membiarkan An-chan pergi sendiri untuk meneneangkan diri. Saizo memandang iba pada An-chan yang sedang berlari terseok-seok meninggalkan mansion keluarga Sanada. Ia biarkan bidadarinya yang terluka berlari meninggalkannya.



***
 

Pulang dari sebuah kedai minuman keras, An-chan terhuyung-huyung memasuki sebuah kamar. Ia benar-benar berada di bawah pengaruh minuman keras. Di kamar itu ada seorang lelaki yang sedang meringkuk di atas futonnya. An-chan tak memedulikan keberadaan lelaki itu. Tubuhnya jadi panas akibat terlalu banyak menenggak sake. An-chan tanggalkan seluruh kain yang ada di tubuhnya. An-chan yang telanjang bulat tanpa pikir panjang meringkuk masuk ke selimut pria itu karena rasa kantuk dan pusing yang menderanya. Ia peluk tubuh pria itu dari belakang. Pria itu berbalik dan terperangah melihat tubuh mulus An-chan tergolek lemah tanpa dilapisi sehelai benang pun. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Di bawah selimut tebalnya dan remang-remang cahaya lilin, ia nikmati tubuh molek An-chan.

Ia cumbui gadis cantik di hadapannya. Ia kulum-kulum bibir mungilnya. Ia permainkan lidah gadis cantik itu. Rasa manis sake terasa sekali olehnya. Sama seperti sake, kecantikan dara belia itu teramat memabukkan. Puas bermain-main dengan bibir gadis cantik itu, lidah sang pria menelusuri dagu, leher, terus ke belahan dada, perut, dan daerah terlarangnya. Geisha cantik itu pasrah waktu lawan mainnya menggelitiki tepian gua berbulu tipisnya dengan lidahnya. Lidah liarnya menelusup lebih dalam dan mengebor kawah merah merekah milik sang gadis. Ujung lidah itu memainkan kelentit An-chan yang dipasangi rino-tama. “Cring... cring...cring...” semakin cepat irama dentingan rino-tama yang tergesek-gesek lidah si pria, makin intens pula rasa geli-geli nikmat yang dirasakan An-chan. Pria itu mengangkat kaki mulus An-chan ke bahunya. Ia perdalam penetrasi lidahnya ke lubang rahasia milik gadis berkulit mulus itu. An-chan yang setengah sadar mendesah-desah geli. Cairan cinta melumasi kawah merekahnya. Bak kehausan lelaki itu menyeruput cairan asin beraroma khas yang dikeluarkan bidadari binal itu. Ia lebarkan celah-celah antara dua paha An-chan, meletakkan salah satu kaki An-chan ke atas futon, mendorong masuk seluruh kejantanannya ke vagina An-chan, dan menegakkan kaki kanannya sebagai tumpuan. Ia bor rongga peret gadis cantik yang merekah di hadapannya. Ia mainkan payudara berukuran 36 B milik si gadis berperut rata itu sambil mempercepat laju pompaannya.



“Plokkk... plokkk... plokkk... plokk...” lalu “plokkk... plokkk... plokkk... plokkk....” kemudian “plokk... plokk... ploookk... plokkk...” dan “plokk.... plokk... lokkk... plokk...” hingga... “plokkk... plokkk.... plokkk... plokkk... plokk...” (lama banget sih ga selesai-selesai! Ditinggal tidur dulu ah sama yang ngetik :-P)

Biarpun kawah An-chan sudah basah kuyup, pria itu masih saja terus memompanya. Bosan dengan posisi misionari yang dimodifikasi itu, ia cabut penis tegangnya. Ia kulum-kulum, jilat-jilat, hisap-hisap, dan gigit-gigit kedua puting berujung pink dan berareola kehitaman milik An-chan secara bergantian. Pria kekar berperawakan sedang itu menepuk bokong An-chan, memerintahkannya untuk tengkurap dan menumpukan kedua kaki dan tangannya ke lantai. Tubuh An-chan membentuk posisi yoga yang disebut
 cat position (mirip-mirip nunggingnya doggy style gitu deh). Pria itu ingin posisi bercinta yang lebih menantang. Sepasang payudara An-chan menjuntai indah tertarik gaya gravitasi (wkwkwk... kaya apelnya Newton, jatuh tertarik gaya gravitasi ^^`). Sang pria mengangkat kedua kaki An-chan dan membiarkan kunoichi cantik itu menahan berat tubuhnya dengan kedua lengannya. Ia renggangkan paha mulus An-chan dan ia dorong kuat-kuat Mr. P nya hingga melesak seluruhnya ke dalam anus sang geisha yang sempit. Jadilah posisi... (tebak posisi apa coba?)... Ya, betul! Posisi becak-becakan (gyahahaha... nggak ding nama keren posisi ini sih wheelchair position). Pria itu lebih mudah mengontrol penetrasinya dengan posisi ini. Puyeng-puyeng dah tu si kunoichi! Gimana nggak pusing, aliran darahnya berbalik mengalir ke kepala! So, don’t try this at home...

Ia pompa terus, terus, dan terus, sampai... air maninya muncrat ke dubur An-chan. Ia jatuh terduduk karena kedua lututnya lemas, An-chan yang otot-otot tangannya jadi kaku pun terhempas ke atas futon. Keduanya terengah-engah. Pria itu menjilati sela-sela paha An-chan yang tidur dalam posisi tengkurap, lidahnya naik menelusuri bokong padat An-chan, punggung, leher, lalu bibirnya. Kedua insan itu mempraktekkan French Kiss yang panas. Ia lalu menyuruh An-chan tidur telentang lagi dan keduanya ber-sashimi for two sampai cairan cinta mereka muncrat membasahi wajah dan bibir lawannya... Cukup dua ronde saja kali ini, jempol penulis bisa bengkak berdenyut-denyut nanti kalau mereka kelamaan ML-nya.
 



***

“Selamat pagi, Sayang.” Kata seseorang waktu pintu geser itu terbuka.

Sinar matahari menyilaukan mata An chan. Ia terbangun dan melihat sosok kemayu Miyoshi Seikai di depannya.

“Apa yang kau lakukan di sini?!” bentak Seikai.

An chan baru menyadari kalau tubuhnya telanjang bulat. Ada cairan asin lengket di bibir, rambut, dubur, dan juga vaginanya. Seketika ia sadar kalau kemarin malam ia

telah bercinta dalam keadaan mabuk dengan seseorang. Tapi siapa? An-chan sama sekali tak ingat siapa pria yang semalam membuang sperma berlebihnya ke dalam rongga rahimnya. Pria yang tidur di sebelahnya terbangun. Ia juga bangun dalam keadaan telanjang bulat seperti An-chan. Hanya secarik selimut yang menutupi tubuh-tubuh polos kedua manusia nista itu. An-chan terbelalak kaget, ternyata Sarutobi Sasuke-lah yang telah menidurinya tadi malam!

“Ohayō...” ucapnya datar tanpa rasa bersalah sedikit pun. “Kau lumayan juga tadi malam.” Tambahnya.

Miyoshi Seikai terbakar api cemburu karena kekasih gay-nya yang juga biseks itu tidur dengan kunoichi ingusan semacam An-chan. Parahnya lagi, Sasuke menyukai
 service plus plus si perempuan jalang nan dungu itu.

“Pelacur! Kubunuh kau!” Miyoshi Seikai telah berancang-ancang untuk melontarkan jarum besinya pada An-chan.

“Bergeraklah dan kau akan mati!” sebilah daisho sudah terhunus ke leher Miyoshi Seikai.

Sarutobi Sasuke cuek. Ia ambil pakaiannya sendiri dan bangkit dari futon tempat ia menggauli An-chan semalam. Ia tak ambil pusing dengan pertikaian tiga ninja yang disebabkannya. Ia duduk tenang dan menonton drama satu babak yang sayang untuk dilewatkan di hadapannya.

“Senpai,...”An-chan bahagia, dewa penyelamatnya telah datang menolongnya.

Saizo memandang An-chan sekilas, memalingkan wajahnya, dan melempar jubah luarnya ke pangkuan An-chan.

An chan meraih jubah hitam Saizo dan memakainya dalam sekelebat mata.

“Ayo kita pergi dari sini!” Ajak Saizo

To be continued...



By: Shirahime




© Karya Shirahime