Tamara masih sibuk membereskan beberapa pekerjaannya di villa sebelum ketiga pria bejat yang menggilirnya seharian mengijinkannya kembali ke Jakarta. Tubuhnya terasa meriang karena seharian dipaksa bertelanjang bulat. Usai membersihkan tubuhnya, dia berusaha memakai kembali pakaiannya dan berdoa agar sesegera mungkin dirinya bisa meninggalkan tempat terkutuk itu. Tapi baru saja dia mengenakan celana dalam putihnya yang berenda, tiba-tiba pintu menjeblak terbuka. Spontan Tamara mendekap payudaranya yang telanjang.
“Sam..!” Tamara menjerit ngeri melihat Samy sudah berdiri di ambang pintu. “Mau apa lagi elo..?” nyaris menangis Tamara saking kesalnya melihat Samy yang berdiri cengar cengir. Pria kurus itu hanya memakai celana boxer kumal, sepertinya sudah siap tempur.
“Ke sini!” bentak Samy membuat Tamara mengkeret seolah ukuran badannya menyusut seukuran botol. Dengan lemas Tamara menurut. Tubuhnya yang hanya tertutup sehelai celana dalam tipis membuat Samy meneguk ludah. Ketika Tamara mendekat, seketika Samy segera mendekap tubuh putih mulus itu erat-erat.
“Kenapa buru-buru Tam..?” Katanya kalem sambil mencumbui payudara Tamara yang mencuat ketat.
“Engh.. “ Tamara melenguh pelan. “Apa maksud elo Sam? Bukankah gue udah elo ijinkan pulang?”
“Oh. Ya..” Samy menjawab pendek. “Tapi tidak sebelum kamu melakukan salam perpisahan.” Kata pria itu. “Ayo ikut.” Katanya sambil membawa Tamara meski wanita cantik itu belum menyatakan persetujuannya. Tamara dibawa ke ruang tengah, dimana disitu Robert, satpam kekarnya menunggu, dia mengenakan kaus singlet dan celana pendek dan terlihat duduk santai di sofa ditemani minuman kaleng dan rokok.
“Wah wah wah...” Robert berdecak melihat wanita secantik Tamara berjalan ke arahnya dengan keadaan nyaris telanjang bulat. “Sini, duduk di sini, katanya sambil menepuk ruang kosong di sebelahnya. Tamara disuruhnya duduk di tengah-tengah antara dirinya dan Samy.
“Elo temani kami nonton film ya..?” kata Robert pelan sambil menyambar remote TV. Dengan beberapa kali tekan, volume suara TV membesar. Semula Tamara tidak memperhatikan film apa yang ditonton oleh Robert karena panik. Tapi setelah duduk di sofa, dia mempehatikan baik-baik televisi di depannya. Langkah kagetnya dia ketika tahu filam apa yang tengah ditontonnya. Tidak lain adalah film pemerkosaan dirinya sendiri oleh Robert yang direkam Samy.
“Kalian gila!” Tamara meraung murka melihat bagaimana dirinya sendiri sedang melakukan hubungan seksual bak seorang bintang film porno, dia berusaha berdiri untuk meninggalkan ruangan itu, tapi Robert menyuruhnya duduk dengan paksa.
“nggak usah terlalu lebai gitu ah Tam.” Kata Robert santai. “Lihat aja tuh, elo konak berat waktu gue entot.”
Tamara memalingkan wajahnya, meski begitu dia memang harus mengakui kalau dia ternyata menikmati hubungan seksnya dengan Robert. Ketika dia mencuri pandang ke layar TV pun terlihat kalau ekspresinya sangat natural dan sangat menikmati persetubuhan yang dia lakukan. Mau tidak mau tubuh Tamara mulai panas dingin melihat film persetubuhannya sendiri tersebut.
“Hehehe... elo suka ya Tam..?” Robert terkekeh melihat perubahan reaksi Tamara. Tamara hanya diam meski mengakui hal tersebut. Tamara makin panas dingin saat Robert dan Samy mulai menjamah tubuhnya yang nyaris telanjang. Robert meremasi payudara Tamara sementara Samy sibuk menciumi dan menjilati leher jenjang wanita cantik itu.
“nggak enak kan kalau Cuma nonton?” kata Samy sambil terus mencumbui leher Tamara, seketika saja jejak kemerahan mulai menghiasi leher putih mulus itu. Tamara mendesah diperlakukan seperti itu oleh dua pria sekaligus. Tidak puas hanya dengan mencumbui leher Tamara, Samy mulai menyerang daerah kemaluan Tamara yang terbalut celana dalam tipis. Tangannya menyusup ka balik celana dalam berenda itu dan mengaduk aduk vagina wanita cantik itu. Tamara kian tegang merasakan daerah vitalnya dibelai dan diremas-remas. Apalagi Robert yang tengah sibuk mempermainkan payudaranya kian ganas, tidak hanya diremas-remas, payudara Tamara yang putih kenyal itu mulai dijilatinya terutama di bagian putingnya yang mencuat. Lidah Robert menyentil-nyentil ujung puting payudara Tamara membuat daya rangsang kian hebat menggempur tubuh putih mulus itu. Apalagi saat Samy mulai menciumi bibir seksi Tamara, Tamara seperti terhanyut, dia memalingkan wajahny untuk mempermudah Samy dalam menciumi bibirnya. Samy yang mendapat peluang itu segera melumat bibir merah itu dengan rakus. Selama beberapa menit Samy mengulum bibir seksi artis cantik tersebut seolah tidak ingin dilepaskan. Samy kemudian berusaha membuka mulut wanita cantik itu dan mendesakkan lidahnya ke dalam mulut Tamara. Dalam keadaan terangsang, wanita itupun segera meresponnya sehingga kedua lidah mereka bertemu dan saling belit. Di sisi lain, Robert masih dengan keganasan yang sama, mempermainkan payudara Tamara. Dia meremas-remas sepasang payudara mulus itu sambil terus menjilati putingnya yang merah mencuat, kombinasi dari serangan dua pria tersebut membuat Tamara tidak tahan untuk mengerang merasakan kenikmatan.
“Ohh... ooh.. nnhh... nnhh... aahh...” Tamara mengerang penuh kenikmatan. Dengan memasrahkan dirinya, wanita cantik itu bisa merasakan kenikmatan seksual yang begitu menggelora. Meski agak malu dan terpaksa tapi lama-lama Tamara bisa menikmati permainan seksual yang dijalaninya bersama dua pria bejat tersebut.
Lama-kelamaan ketiganya semakin terhanyut permainan seksual yang tengah mereka lakukan membuat film yang sedang diputar di TV terlupakan. Robert dan Sany pun kian berani dalam menggarap tubuh artis cantik tersebut. Samy dengan kasar menarik lepas celana dalam Tamara membuat wanita itu kembali sepenuhnya telanjang bulat. Lalu dengan paksa, dua pria itu mengangkat kedua belah kaki Tamara ke samping dan diletakkan ke paha mereka berdua sehingga posisinya mengangkang lebar membentuk huruf M membuat vagina Tamara terkuak lebar. Posisi itu membuat Samy kian leluasa mengaduk-aduk daerah kemaluan wanita itu.
“Ehss... aahh... oohh...” Tamara mengerang lirih ketika tangan Samy kembali mengaduk-aduk vaginanya. Apalagi saat Samy mulai memasukkan jari-jari tanganya yang kasar ke dalam liang vaginanya dan mulai mengocok liang vagina itu degan gerakan kuat.
“Ahh... aahh... oohh... oohh...” Tamara mengerang, kali ini lebih keras, tubuhnya mulai menegang merasakan rangsangan yang kian hebat menekan tubuhnya. Tanpa terasa vaginanya mulai basah sehingga saat Samy mengocoknya dengan jari, suara berkecipak terdengar keras ditingkahi desahan nafas dan erangan Tamara.
Tahu kalau rangsangannya berhasil, Samy kian buas mengaduk-aduk kemaluan Tamara, apalagi ketika klitoris wanita itu berhasil disentuhnya. Tamara kian tak tahan merasakan desakan orgasme yang makin menggelora.
“Ohh.. oohh... ahh...” Tamara tidak tahan lagi, dia merasa tubuhnya bisa meledak kapan saja. Tapi tepat ketika orgasmenya akan meledak, Mendadak Samy dan Robert menghentikan rangsangannya. Seketika gelombang orgasme itupun melorot kembali. Hal itu membuat tubuh Tamara melemas kembali. Sisa-sisa rangsangan orgasmenya membuat tubuh wanita cantik itu bergetar, dan mencoba untuk mendapatkan kembali orgasmenya, Tamara menggerakkan pantatnya maju mundur seolah mencoba melakukan persetubuhan semu.
“Hehehehehe..” Robert dan Samy tertawa melihat reaksi Tamara yang terlihat menggelikan. Sontak Tamara merasa malu. Orgasmenya melorot kembali ke titik nol.
“Kamu suka ya digituin?” tanya Robert sambil tersenyum sinting.
“Iya nih.. kayaknya konak berat..” Samy menimpali. Tamara diam saja, hanya nafasnya yang memburu saja yang terdengar. Tapi jelas sekali kalau dia menikmati permainan Robert dan Samy. Karena itu Tamara menurut saja saat kedua pria bejat itu mengulangi perbuatannya.
Kembali Tamara melenguh-lenguh merasakan kenikmatan seksual yang memuncak, tapi sekali lagi, saat hantaman orgasme terasa akan menjebol ubun-ubunnya, kembali Robert dan Samy menahan rangsangannya, begitu terus selama beberapa kali membuat Tamara frustrasi setengah mati. Akibatnya ketika Robert dan Samy akan menghentikan rangsangannya, dengan spontan wanita cantik itu menahan mereka berdua. Hal itu membuat Robert dan samy tertawa penuh kemenangan.
“Akhh... oohh..” Tamara melenguh keras dengan wajah merah padam, rangsangan dari Robert dan Samy benar-benar membuatnya tak tahan. Akhirnya setelah frutrasi menahan orgasmenya yang gagal berulang kali, Tamara meledakkan dorongan seksualnya itu dengan satu erangan kuat.
“AAHHHKK...... AAHHHHH...!!!” Tamara mengejang merasakan gelombang orgasme yang seperti meledakkan tubuhnya, bagaikan gelombang air bah yang memecah bendungan, desakan libido itu ditumpahkannya sekuat yang dia bisa. Tubuh putih mulus wanita cantik itu mengejang ngejang beberapa saat, badannya melengkung ke depan seperti busur yang teregang kuat, membuat payudaranya yang kenyal terlihat makin menonjol dan mencuat dahsyat. Payudara itu bergetar hebat mengikuti irama tubuhnya yang bergetar keras, membuat tubuh yang telanjang bulat itu makin terlihat menggairahkan dan membangkitkan nafsu.
Setelah orgasme yang begitu dahsyat itu tubuh mulus Tamara langsung lemas seperti balon kempis. Keringat membasahi sekujur tubuhnya yang putih mulus membuat tubuh seksi yang telanjang bulat itu terlihat begitu menggairahkan. Tamara merasakan kenikmatan yang menghantam sekujur syarafnya sejenak membuat tubuhnya seperti melambung ke angkasa dan membuatnya mengambang selama beberapa detik. Seluruh akal sehatnya sudah tersapu oleh gelombang seksual yang melandanya. Nafasnya terengah-engah seperti orang yang baru saja berlari puluhan kilometer. Tak lagi dikontrol oleh akal sehatnya, Tamara hanya bisa menurut saat Robert dan Samy yang sudah melepaskan celananya memaksa wanita cantik itu untuk menggenggam penis mereka, dan dengan gerakan penuh nafsu, Tamara mulai mengocok kedua penis yang sudah berdiri tegak itu sambil sesekali menjilatinya menggunakan lidah dan bibirnya yang seksi secara bergantian.
“Ohh... oohh...” Robert dan Samy mengerang-erang merasakan cengkeraman tangan lembut Tamara dan jilatan bibir wanita cantik itu menyerang penisnya.
Secara cepat, gairah seksual mereka meledak kembali, dan Tamara tahu kalau kedua pria bejat itu sudah terangsang hebat, maka wanita cantik itu makin menggencarkan serangannya dan berharap kedua pria itu segera mengalami ejakulasi. Tapi apa yang terjadi kemudian membuat Tamara kecewa. Samy dengan gerakan kasar mencengkeram tangan Tamara yang masih mengocok penisnya.
“Gak usah buru-buru deh Tam..” kata Samy kasar. Tamara yag masih sibuk mengocok penis Robert terkejut sesaat.
“Apa...” Tamara tergagap, tapi dia tidak sempat meneruskan ucapannya, karena Samy segera menyuruhnya menungging di atas sofa dengan tangan menumpu pada pegangan sofa, sebelah kakinya, yang kanan, bertumpu di sofa pada lututnya, sedangkan kaki kirinya lurus menapak lantai, memuat pantat wanita cantik itu sedikit lebih tinggi ketimbang kepalanya.
“Jangan..” Tamara menggeleng melihat Samy yang berdiri tepat di belakangnya mulai menggerayangi pantatnya yang padat, tapi ucapannya terhenti karena Robert yang berdiri di depannya memaksa wanita cantik itu untuk mengulum penisnya. Tamara merasa mual merasakan penis Robert menjejali mulutnya, sementara di belakang, Samy sedang bersiap-siap untuk menyarangkan penisnya ke dalam liang vagina artis sexy itu.
“Ohkh..” Tamara mengerang teredam, penis Samy yang brukuran besar membuat vaginanya seperti disodok pipa besi panas, rasa nyeri menyebar ke tubuhnya, meskipun sat itu vaginanya sudah dilicinkan oleh caran vagina akibat orgasmenya sebelum ini.
Seolah tidak peduli dengan keadaan Tamara, Samy pun langsung menggenjot vagina artis cantik itu dengan sekuat tenaga. Pinggulnya bergerak maju mundur dengan cepat seperti gerakan piston, mendesak vagina wanita cantik itu dengan gerakan kasar tak teratur. Meskipun sudah pernah melahirkan, tapi Tamara rajin merawat vaginanya oleh karena itu tetap terasa sempit dan dinding-dindingnya terasa menjepit penis Samy yang saat ini sedang memenuhi organ kewanitaannya.
“Ah.. ah… ah…” Tamara hanya bisa mendesah pendek dengan nafas memburu atas perlakuan Samy dengan suara teredam karena di lain pihak, mulutnya tersumpal oleh penis Robert yang sedang dikulumnya. Samy terus menggoyangkan pinggulnya dengan cepat membuat ubuh putih mulus artis itu tersentak maju mundur, membuat payudaranya yang indah bergoyang menggemaskan.
Sodokan penis Samy dari belakang membuat gerakan Tamara tanpa diperintah mengulum penis Robert maju mundur. Penis Robert yang juga berkukuran besar membuat Tamara membuka mulut dan tenggorokannya selebar yang dia bisa supaya bisa menampung keseluruhan batang penis satpam kekar itu.
“Mmhh.. mmmhh..” Tamara hanya bisa bergumam tidak jelas sambil melirik ke arah wajah Robert yang meringis-ringis menahan gejolak seksual yang meledak-ledak. Bibir Tamara mengatup dan menjepit ketat penis legam yang menyumpal mulutnya itu.
“Ahh... aahh.. yeah...” Robert mulai meracau tidak jelas merasakan kenikmatan yang menghajar sekujur penisnya, dan, seolah tidak sabar, dengan kasar Robert menjambak rambut Tamara, kemudian menggerakkan kepala wanita cantik itu maju mundur sengan gerakan kasar membuat penisnya terpompa keluar masuk di mulut Tamara. Sementara di sisi lain, Samy terus menyodokkan penisnya di dalam liang vagina Tamara dengan penuh semangat.
“Mmhh... nghh... mhh... agghhh...” Tamara mengerang teredam menahan kenikmatan yang melanda tubuhnya. Vaginanya terasa sangat perih tapi juga sangat nikmat saat mantan sopirnya itu menggenjot penisnya. Tamara melenguh-lenguh liar merasakan kenikmatan persetubuhan yang dilakukannya, tubuhnya menggeliat-geliat dan bergetar hebat yang membuat Samy kian bersemangat dalam menyodokkan penisnya. Pelan tapi pasti pria kurus itu meningkatkan sodokan penisnya pada vagina Tamara. Goyangan pantatnya makin kuat membuat sodokan penisnya makin keras memompa liang vagina Tamara membuat wanita cantik itu tidak kuasa menahan desahan kenikmatannya yang kian keras.
“Mhh... nghh... mmhh.. oogghh... ogghh...” erangan kenikmatan yang tak jelas tidak henti meluncur dari bibir Tamara, deru nafasnya makin memburu seperti sedang berlari ribuan kilometer, keringat membasahi tubuhnya yang putih mulus membuat tubuh Tamara yang telanjang bulat seperti berkilau. Gerakan wanita cantik itu makin liar membuat Robert yang tengah menikmati kuluman pada penisnya merasakan orgasmenya berakselerasi dengan amat cepat.
“Aahh... aahhh... oohh... fuckk... fucckkkhh...... aahhh...... aahhh.....” Robertpun mengerang seperti orang gila. Tidak seperti sebelumnya yang bisa menahan desakan ejakulasinya sendiri selama berpuluh menit, kali ini Robert harus menyerah.
“OOOHHKKHHH....... AAAHHH...” Robert mengerang keras merasakan hantaman orgasme yang menyerbu tubuhnya bagaikan badai api. Seperti seluruh darahnya tersedot oleh kejutan ejakulasinya, tubuuh Robert mengejang. Sperma kental langsung memancar dari penisnya ke dalam tenggorokan Tamara dan langsung tertelan oleh wanita cantik itu tanpa sanggup ditahan-tahan. Akhirnya Robert pun terkapar lemas merasakan sisa-sisa kenikmatan seksual yang baru saa menghajar tubuhnya.
Tamara merasa sedikit lega karena satu orang sudah menyerah, tapi dia masih harus melayani Samy, pria itu tampaknya punya energi lebih dibanding Robert.
“Ohh... oohh.. yess.. yesss.. ah.. ah.. ayo Tam.. lebih kerass.. ayo.. teruss..” Samy menyemangati Tamara. Pria kurus itu masih berkutat menyetubuhi Tamara dangan gaya menungging seolah tidak terpengaruh oleh ambruknya Robert. Dia makin kuat menggenjotkan penisnya. Dipeganginya pinggul Tamara yang bulat lalu dengan kasar disentakkannya penisnya keras-keras di vagina Tamara membuat tubuh putih mulus yang telanjang bulat itu tersentak-sentak maju mundur, dan hal itu dilakukan berulang ulang dengan tempo yang berubah-ubah, kadang cepat dan keras, kadang pelan tapi kasar. Tapi meski diperlakukan sedemikian kasarnya, Tamara justru makin merasa nikmat. Lenguhan dan desahannya terdengar makin manja dan kian merangsang.
“Oohhh... aahhh... aahhh... oohh.. oohh.. aahh.. aahh..” kembali erangan dan desahan terdengar dari mulut Tamara saat Samy menggenjotkan penisnya dengan kuat. Vagina Tamara terasa melar disodok oleh penis Samy yang berukuran besar. Suara berdecak keras terdengar sebagai akibat dari gesekan dua alat kelamin yang menyatu ketat mengiringi erangan dan rintihan nikmat kedua insan yang berbeda status yang tengah melakukan persetubuhan itu. Dan tanpa dapat dicegah lagi, gelombang birahi yang hebat kembali mencengkeram tubuh wanita cantik itu. Kembali tubuh putih mulus yang telanjang bulat itu menegang dan gemetar merasakan geombang orgasme yang memuncak. Tamara benar-benar kehilagan akal menahan gelombang birahi yang makin keras melanda tubuhnya. Otaknya serasa macet tertutup oleh kenikmatan yang kian menggebu-gebu.
“OOHHKK....!! AAHHHH....!!” Tamara tidak bisa menahan diri lagi. Erangan keras meluncur begitu saja dari bibirnya yang seksi. Tubuhnya kembali menggeliat keras.
“HGH... OHH....!!!” Samy tidak dapat menahannya, gelombang orgasmenya kali ini berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan. Wajah Samy memerah merasakan aliran orgasme yang meningkat cepat. Sodokan penisnya mengeras dan akhirnya dia membenamkan penisnya sedalam yang dia bisa di liang vagina Tamara.
“OOOHHHKKK........ OOOHHHH....!!!” Samy melenguh keras. Spermanya menyembur di dalam vagina Tamara mengisi rahim wanita cantik itu dengan benihnya.
Ketiganyapun akhirnya ambruk merasakan kenikmatan seks yang mereka dapatkan. Tamara sendiri meskipun terpaksa, tapi dia merasakan kenikmatan yang asing dan jahat dalam tubuhnya yang, seperti candu, ingin dia nikmati kembali.
***
Tamara mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah jalan tol. Keinginannya saat ini adalah secepat mungkin sampai di rumah dan tidur untuk melepaskan penatnya. Dia merasa lelah secara fisik dan mental setelah selama akhir pekan dirinya dijadikan budak seksual untuk melayani nafsu bejat orang-orang yang sama sekali tidak pantas menjamah tubuhnya. Mandi di air dingin berjam-jam menjadi pelarian Tamara untuk merontokkan kegalauan hatinya, seolah berharap penderitaannya akan larut bersama air yang menyiram tubuhnya. Bekas-bekas fisik persetubuhan yang tak dikehendakinya memang tersapu oleh air tapi bekas secara tak kasat mata terus melekat di hati wanita cantik itu. Tidurnyapun menjadi tidak nyenyak karena sepanjang malam mimpi buruk terus menerus mengganggu ingatannya. Di satu sisi Tamara merasakan jijik dan terhina luar biasa oleh kelakuan para pria bejat yang merampok tubuhnya luar dalam, tapi di pihak lain, alam bawah sadarnya mengatakan ingin kembali merasakan pengalaman yang penuh sensasi itu. Tamara masih terkenang bagaimana tubuhnya diremuk oleh kekuatan orgasme yang bagaikan ledakan seribu meriam menghajar syaraf seksualnya berkali kali. Tubuhnya yang hampa dan kosong dari belaian pria sekarang menemukan muara untuk menyalurkan hasrat seksualnya yang melimpah. Tidak Rafly mantan suaminya, ataupun Mike lewis, selingkuhannya, mampu memberikan apa yang dia inginkan, melainkan serombongan pria rendahan yang bisa membawanya ke awang-awang kenikmatan duniawi yang selama ini dia cari-cari.
***
Lima hari sebelumnya
“Lightingnya gimana?” teriak sutradara melalui TOA yang dipegangnya. Wajahnya pucat entah karena stress atau kelelahan. Sedari tadi dia sibuk berteriak sampai serak mengatur seluruh kru. Sedianya syuting hari itu akan diselesaikan hari itu juga, tapi semuanya berantakan ketika generator untuk tata cahaya meledak.
“Wah... parah Boss...” kata seorang kru. Perawakannya kurus dengan rambut gondrong diikat ekor kuda. Wajahnya tirus dan cekung mirip seorang pecandu narkoba. Dia bertugas sebagai kru peralatan yang biasanya melakukan bongkar pasang kamera.
“Parah apanya?” tanya si sutradara melotot.
“Gensetnya... pan tadi Si Boss udah lihat sendiri..” katanya kalem.
‘Gua gak mau tahu ya..” si sutradara mulai naik darah. “Dalam satu jam semuanya harus sudah siap... kalau nggak..” Si sutradara tidak meneruskan ucapannya. “Dan elo Mad, elo bereskan itu kamera sebelum kena hujan,” kata si sutradara menunjuk ke atas. Langit memang terlihat gelap karena mendung. Sebuah keadaan yang tidak menguntungkan untuk meneruskan syuting.
Belum lagi kru bertampang tirus itu menjawab, seorang petugas di bagian kamera berteriak keras.
“SOMAD.........!!! bantuin gua angkat kabel ...!!”
“Sial..!” kru yang ternyata bernama Somad itu mengutuk pendek sebelum melesat menuju orang yang memanggilnya. Gulungan kabel besar besar sudah menunggunya untuk diangkat.
“Mau dibawa ke mana Bang..?” tanya Somad gemetar karena keberatan membawa kabel sebanyak itu. Badannya yang kurus seolah tidak mampu menahan berat kabel yang diangkatnya sehingga orang-orang khawatir kalau sebentar lagi Somad akan roboh tidak sanggup mengangkat kabel segitu banyak. Meski begitu ternyata Somad mampu mengangkatnya, kendati kakinya yang terbungkus celana hipster ketat sedikit gemetar.
“Bawa ke wardrobe sono, tapi jangan tercampur sama properti yang lain,” kata kru yang memerintahnya. “hati-hati juga, di sana banyak kostum, jangan sampai elo salah taruh..”
Yang lainnya tertawa mendengar ledekan itu, tapi Somad santai saja seolah tidak terjadi apa-apa. Dia berjalan terhuyung membawa gulungan kabel menuju tempat penyimpanan properti. Yang dimaksud sebagai tempat penyimpanan properti itu ternyata sebuah karavan (rumah mobil) yang disulap menjadi gudang berjalan bercat warna oranye dan hitam sewarna dengan logo rumah produksi pemiliknya. Ukurannya cukup besar sehingga pas kalau disebut sebagai rumah berjalan. Agak kesulitan Somad membuka pintu tempat penyimpanan. Ruang dalamnya yang sempit makin terlihat sempit karena dipenuhi barang, mulai dari tumpukan peti yang entah apa isinya, deretan rak dengan puluhan baju kostum syuting yang tergantung, gulungan kabel dan tumpukan barang lain yang kelihatannya merupakan properti usang.
Pandangan Somad mengarah pada sebuah peti kecil berwarna hitam seukuran kopor baju.
“Wah..” Somad nyengir. “Ini kan kamera Ikagami terbaru..” kata Somad. Dan meskipun tampangnya bego, otak Somad tidak setolol wajahnya. Dia pernah diajari oleh salah satu kru bagaimana cara mengoperasikan kamera itu. Lalu dengan gaya kameraman profesional dia mulai mengulik kamera digital canggih itu.
“Wah...” Somad ternganga. “Memory cardnya masih ada. Pasti ada kru yang lupa mencabutnya, wah.. akan gue laporin sama Boss..” katanya pada dirinya sendiri. Somad masih ingat kehebatan kamera di tangannya. Zoomnya mampu menjangkau jarak sampai seratus meter lebih, karena itu kamera ini sangat pas untuk megambil gambar Long Range, sementara close up shoot nya juga sangat mengagumkan, dia ingat petunjuk kawannya kalau kamera ini mampu meng close up wajah orang yang berdiri dengan jarak 150 meter tanpa cacat sedikitpun. Keasyikan Somad mengagumi kamera itu mendadak buyar ketika ada orang lain yang berjalan mendekat.
Somad kelimpungan setengah mati ketika orang itu makin mendekat. Apalagi saat dengan jelas Somad mendengar gagang pintu diputar. Dengan gugup, tanpa sempat mengembalikan kamera mahal yang dipegangnya, Somad segera menutup peti penyimpanan kamera dan membawa kamera canggih di tangannya bersembunyi. Dengan gerakan seperti seekor tupai, Somad melompat masuk ke sela-sela tumpukan kostum syuting yang tergantung di rak yang ada di dekatnya, tepat ketika pintu terbuka.
“Elo gila! Ngapain elo ke sini..?” Somad samar-samar mendengar percakapan antara seorang laki-laki dan perempuan, yang, meskipun dilontarkan dengan setengah berbisik, tapi jelas kalau kedua orang itu tengah bertengkar.”Nggak usah marah begitu deh Tam..” suara pria diiringi tawa lunak terdengar. “Gue udah bilang kan, kapanpun gue mau, gue bakal minta ke elo..”
“Tapi tidak di sini!” terdengar suara wanita dengan nada jengkel seolah nyaris menangis. “Elo bisa nunggu sampai gue selesai kan?”
“Nah.. itu persoalannya..” kata si pria lagi. “Gue nggak bisa nunggu lagi.. Tapi kalau elo nggak mau ya nggak apa-apa, sebentar lagi semua orang bakal tahu perempuan macam apa elo itu..”
“Jangan!” si wanita berkata tertahan dengan nada ketakutan. “Jangan.. baik, gue mau.. tapi jangan sampai ada yang tahu..”
“Ah.. di sini tidak ada siapa-siapa.. semua orang sedang sibuk di luar sono..” kata si pria kalem.
Somad yang bersembunyi merasa ketakutan setangah mati mendengar percakapan bernada ancaman itu. Dia sedapat mungkin berusaha tidak menimbulkan suara yang mencurigakan, dan selama beberapa menit dia berhasil melakukannya, sampai suara-suara ganjil membuatnya penasaran. Tadinya Somad bertekad tidak akan melihat apapun yang mereka lakukan, tapi suara-suara ganjil itu membuat darah Somad seolah bergolak. Desahan-desahan nikmat yang tertangkap telinga Somad menggedor jantung pemuda itu. Dengan mengerahkan segenap keberanian yang dimilikinya Somad mencoba melihat apa yang sebenarnya dilakukan oleh sepasang pria dan wanita itu. Jantung Somad seolah berhenti berdetak selama beberapa detik saat dia melihat apa yang terjadi. Sebuah pemandangan erotis terpampang di hadapannya. Seorang wanita cantik bertubuh indah, dalam keadaan setengah telanjang, celana panjang yang dikenakannya melorot sampai ke lutut, begitu pula dengan celana dalamnya, sedangkan kaus yang dipakainya terangkat ke atas dengan Bra merosot dari tempatnya sehingga payudara indah si wanita itu terlihat begitu jelas, sementara si pria, yang sama sekali jauh dari tampan, celananya melorot sampai sebatas lutut, penisnya jelas-jelas membenam di dalam liang vagina si wanita, tengah menyetubuhi wanita cantik itu dengan gerakan kasar, sementara tangannya mencengkeram dan meremas remas payudara si wanita yang menggantung bebas, juga dengan remasan kasar. Dan jantung Somad makin tidak karuan ketika dia tahu siapa wanita yang tengah disetubuhi oleh si pria.
‘Itu... itu...” Somad menutup mulutnya menahan diri sekuat tenaga agar tidak mengeluarkan suara bahkan sebuah bisikan sekalipun. Dia tidak pernah menyangka akan melihat sebuah adegan yang sama sekali bukan rekayasa dimana seorang artis cantik dan terkenal, Tamara Bleszynski tengah digagahi oleh pria yang sama sekali tidak ada seujung kukunya kalau dibanding dengan wanita cantik tersebut.
Entah mendapat bisikan dari mana, Somad tiba-tiba menyalakan kamera Ikagami super canggih yang tanpa sadar digenggamnya begitu erat, dan dari balik lapisan kostum yang tergantung di rak, Somad mulai mengabadikan adegan erotis itu. Kehebatan kamera yang ada di tangan Somad dimanfaatkan dengan baik oleh pemuda itu. Gambar close up Tamara yang melenguh-lenguh ditangkap dengan sempurna.
“Oohhh... aahhh... aahhh... oohh.. oohh.. aahh.. aahh..” erangan dan desahan terdengar dari mulut Tamara, meski semula terpaksa, tapi jelas sekali kalau wanita cantik itu sagat menikmati hubungan seksual gila yang dia lakukan saat ini. Meski begitu tampaknya pria itu tidak mau mengambil terlalu banyak, hanya limabelas menit lamanya kedua orang itu melakukan hubungan seks. Tamara yang belakangan ini mudah sekali mengalami orgasme, tidak mampu menahan sensasi dari dalam tubuhnya itu, dengan erangan tertahan dia melepaskan gelombang orgasmenya, sementara pada saat yang hampir bersamaan pria yang menyetubuhinyapun mengerang lirih dan melepaskan spermanya di dalam liang vagina artis cantik itu.
“Sekarang elo pergi Sam...” kata Tamara yang merapikan pakaiannya dengan tergesa-gesa saat ada orang yang memanggil-manggil namanya. Pria yang ternyata adalah Samy itu hanya mesam-mesem sambil menarik retsleting celananya.
“Nanti malam kita teruskan lagi...” katanya pendek sambil mengambil rokok dari saku bajunya. Lalu dengan santainya Samy berjalan keluar seolah tidak terjadi apa-apa.
Tamara bergegas merapikan pakaiannya dan berjalan keluar dari tempat terkutuk itu. Terdengar seorang kru berbicara pada artis cantik itu yang dijawab dengan bentakan galak oleh Tamara.
Somad, yang meskipun sudah selesai menyaksikan adegan –sekali seumur hidup- barusan, kaku di tempat persembunyiannya. Wajahnya pucat pasi, sementara tangannya menggenggam erat kamera canggih yang dipegangnya seolah takut kamera itu bakal berteriak mengenai apa yang baru saja dia rekam. Baru setelah lewat sekian detik, Somad menghela nafas panjang sekali. Dirinya baru sadar kalau dia dari tadi menahan nafas begitu lama.
‘Oke Mad.. oke.. tenang..” kata Somad pada dirinya sendiri. Jantung pemuda kurus itu berdetak dua kali lebih kencang, tanpa sadar dia memegang penisnya yang tegang menyaksikan adegan seks yang terpampang di hadapannya. Celana dalamnya terasa lengket oleh cairan kental, tanpa sadar rupanya sperma Somad ikut keluar akibat tidak tahan. Lalu dengan gemetar, Somad mengembalikan kamera yang dipegangnya ke dalam peti penyimpanan, tapi entah apa yang mendorongnya, Somad mengambil kartu memori tempat penyimpanan film dari kamera itu.
Sepanjang malam Somad tidak bisa tidur nyenyak. Langit-langit kamar kostnya yang kosong dipelototi terus menerus dan selalu saja adegan hubungan seksual antara Tamara dan Samy muncul di sana. Kejadian yang diabadikannya dengan kamera itu terus-menerus melekat dalam pikirannya. Dipandanginya foto Tamara yang dipajang di kamarnya dengan pikiran melantur tidak jelas. Tidak tahan melihat foto wanita yang tadi pagi dilihatnya nyaris telanjang, Somad segera kabur ke kamar mandi dan disanalah dia beronani.
Somad, sebagaimana hampir semua kru pria yang bekerja di rumah produksi dimana Tamara menjadi bintang utamanya, dan tiap hari bertemu, adalah pria yang senantiasa mempunyai fantasi seksual gila terhadap artis cantik seksi itu, mereka bersedia membayar berapapun untuk bisa berhubungan badan dengan Tamara Bleszynski, bahkan jika seandainya ada iblis yang menawarkan diri membantu dengan imbalan menukar jiwa mereka sebagai imbalan mereka hampir bisa dipastikan akan menerimanya.
Somad bekerja dengan pikiran kalut. Ribuan rencana kini memenuhi otaknya yang setengah kriminal, sehingga kalau seandainya sebuah mesin, orang akan mampu mendengar roda gigi di dalam otak Somad berputar puluhan kali lebih kencang. Meski begitu dia tidak mampu menentukan pilihan apa yang akan diambilnya dengan kejadian yang dialaminya kemarin.
‘Bagaimana caranya..?” begitu terus menerus Somad menggumam tak jelas. Berkali-kali dia ditegur karena teledor melakukan kerjanya. Semua rekan kerjanya bingung dengan kelakuan Somad yang ganjil. Beberapa mengira kalau Somad kerasukan setan yang ada di lokasi syuting yang buru-buru disanggah oleh rekan yang lain.
Somad baru berhenti bergumam sendiri saat dia melihat seorang kru mencabut kartu memori dari kamera dan dipindah ke card reader yang ada di laptopnya. Spontan Somad meraba saku celananya dimana kartu memori yang menyimpan adegan seksual Tamara dengan Samy tersimpan. Dengan tekun Somad memperhatikan bagaimana kru tersebut memindah isi kartu memori ke dalam hard disk. Otak Somad rupanya cukup cerdas untuk mempelajari hal-hal seperti itu, apalagi dengan prospek menyenangkan menunggunya di depan mata. Lalu dengan sedikit memberanikan diri, Somad mulai menanyakan beberapa hal pada kru tersebut.
“Kalau untuk membuat video yang profesional emang rumit Mad. Elo butuh program khusus, misalnya Adobe Director, Adobe Premiere dan After Effect untuk melakukan editing dan memberi efek khusus buat video elo itu, dan elo tahu nggak sekali jadi buat belajar sampai level kayak gitu.” Kata si kru. “Tapi kalau sekedar memindah isi memory card ke CD sih gampang. Elo cukup modal CD writer sama program burner, misalnya Nero.” Kata si kru sambil menunjuk logo program Nero Startsmart pada desktop.
Rupanya keberuntungan sedang memayungi kehidupan Somad belakangan ini, terbukti ketika dia berniat meminjam laptop dari temannya malahan teman Somad tersebut berniat menjual laptopnya dengan harga murah dengan alasan butuh uang. Somad langsung menyetujui untuk membayari laptop temannya itu setelah dia tahu semua kebutuhannya ada pada laptop yang dimaksudkan. Meski begitu baru tiga hari setelah hari keberuntungan itu Somad bisa melaksanakan aksi Mission Impossible nya.
***
Tamara baru saja memasuki mobilnya untuk bersiap pulang ketika seorang kru dari bagian make up memanggilnya.
“Mbak.. ini ada yang ketinggalan.” Kata kru pria yang agak kemayu itu.
“Apa ini Han..?” Tamara bertanya bingung. Sebuah amplop kecil berwarna coklat, disegel dengan lem agak berlebihan. Tulisan “UNTUK TAMARA” dengan spidol hitam tertera jelas di bagian depan, meski agak mirip tulisan cakar ayam.
“Buat gue..” kata Tamara seperti ditujukan buat dirinya sendiri.
“Ya iyalah.. emangnya ada Tamara lain di sini Bo..?” kata kru bernama Han itu dengan gaya kenes.
“Dapat dari siapa?” tanya Tamara ragu.
“Wah, dari siapa I nggak tahu Bo.. soalnya tadi ngegeletak di meja rias I..” jawab han, masih dengan gaya kenes. “Ah.. You kayak nggak kenal penggemar aja Bo, I yang bukan siapa-siapa aja sering dapat surat kaleng kayak gitu.. apalagi You yang seleb cucok..”
Tamara tertawa melihat gaya kemayu si Han, dengan sedikit penasaran dia merobek amplop coklat itu. Isinya sebuah Compact Disk putih polos dengan merk murahan. Sebuah catatan dari sepotong kertas bekas sobekan notes yang ada kop rumah produksinya ikut terjatuh saat Tamara mengambil CD dari dalam amplopnya.
“Hanya boleh dilihat kalau sudah ada di rumah. Kalau sudah selesai melihat isinya, segera hubungi nomor ini ..” Tamara membaca isi catatan. Sebuah nomor telepon CDMA tertera di sana. Penasaran Tamara menghidupkan CD player di mobilnya, tapi invalid. CD tidak bisa dibaca oleh player biasa. Tamara paham kalau CD itu hanya bisa dibaca menggunakan komputer.
Agak mengabaikan CD yang diperolehnya secara misterius, Tamara mengemudikan mobilnya dengan kecepatan biasa. Begitu sampai di rumahpun Tamara masih sempat mandi dan makan malam. Baru ketika akan tidur Tamara ingat dengan CD misteriusnya. Sedikit rasa penasaran dan khawatir menyelimuti perasaan Tamara yang belakangan ini tidak karuan. Bahkan sebuah perasaan menakutkan bahwa akan ada bencana susulan menyergap perasaan wanita cantik itu, meskipun segera ditepisnya.
Pelan-pelan Tamara menyalakan laptopnya dan memasukkan CD ke dalam drivenya. Semula hanya beberapa adegan sinetron yang muncul di layar laptop. Selama beberapa menit semuanya berjalan normal, sampai adegan yang membuat Tamara panas dingin. Adegan persetubuhannya dengan Samy di ruang wardrobe terpampang dengan jelas. Beberapa scene malah menunjukkan dengan jelas ekspresi Tamara yang terlihat menikmati hubungan seksual yang dilakukannya dengan mantan sopirnya itu. Spontan Tamara mengangkat laptop miliknya itu dan membantingnya ke lantai sampai hancur berkeping keping diiringi suara ledakan keras. Masih belum cukup, Tamara mengangkat kepingan laptop tersebut dan menghantamkannya ke lantai berkali-kali sampai benar-benar hancur, termasuk CD yang ada di dalamnyapun ikut hancur berkeping-keping. Penderitaan yang dialaminya rupanya bakal bertambah dengan adanya orang lain yang memanfaatkan kelengahan dan keteledorannya. Rasa kesal, malu, marah dan tidak berdaya yang teraduk menjadi satu membuat dada Tamara seperti diinjak oleh seekor gajah raksasa, dan perlahan tangis wanita cantik itupun pecah tidak kuasa menahan perasaan yang makin menggila di hatinya. Lalu bagaikan orang gila, Tamara mengaduk-aduk isi tasnya, mencari catatan yang ditemukannya bersama CD yang memutar kehidupannya kembali ke awal bencana. Segera Tamara menyambar HP nya dan menekan nomor yang ada di catatan kecil itu.
“Halo!” Tamara membentak marah ketika teleponnya tersambung. Suara pria menjawab dari seberang.
“Jadi sudah dilihat isinya Tam...?” kata orang itu.
“Jangan macam-macam Bangsat..!” Tamara meluapkan emosinya. “Kalau elo berani macam-macam..”
“Elo tidak pada posisi yang kuat untuk mengancam Tam!” Balas pria di seberang dengan tidak kalah galaknya. “Karena rahasia elo ada sama gue. Jadi, kalau elo mau selamat, lebih baik elo nurut sama gue.. atau...” pria itu mengulur suaranya, menikmati efek ketakutan yang tengah melanda Tamara. “Seluruh dunia akan tahu pelacur murahan macam apa elo ..”
“Jangan!” Tamara mendadak merasa lemah dan takluk mendengar ancaman itu. Tawa kemenangan terdengar dari seberang.
“Jadi.. Elo sekarang ikuti perintah gue, patuhi apa yang gue katakan.. paham?” bentak pria itu. Tamara mengiyakan dalam isakan tertahan. Pria itu memerintahkan Tamara untuk pergi ke suatu tempat dengan menggunakan metro mini. Tamara yang belum pernah naik metro mini kebingungan dengan perintah itu.
“Udah, elo naik aja yang itu, kondekturnya bakal tahu elo turun di mana...” kata si pria memberi petunjuk arah yang harus diambil Tamara. “Dan satu lagi. Elo hanya boleh memakai tanktop tipis. Elo hanya boleh memakai rok mini minimal 20 senti di atas lutut. Dan satu lagi, jangan pakai bra...”
Tamara terpekik ngeri mendengar syarat yang harus dia penuhi. Membayangkannya saja sudah membuat wanita cantik itu bergidik apalagi sekarang dia harus melakukannya. Tapi Tamara tahu dia tidak punya pilihan, dengan keterpaksaan luar biasa, Tamara mengganti pakaiannya dengan pakaian yang diminta oleh pria di ujung telepon. Dengan tanktop tipis tanpa bra membuat payudara Tamara mencuat begitu jelas, terutama putingnya yang menonjol, sehingga siapapun pria yang melihatnya pasti akan terangsang. Rok yang dikenakan Tamarapun begitu pendeknya sehiangga kalau dia membungkuk sedikit saja pasti celana dalamnya bakal terlihat. Celakanya, Tamara dipaksa untuk menggunakan metro mini, malam hari pula.
Ketika berjalan untuk mencari metro mini, Tamara merasa dirinya nyaris sama seperti pelacur murahan yang biasa mangkal di pinggir jalan. Beberapa pria hidung belang malah terang-terangan mencoba menawar untuk mengajaknya berkencan. Tamara sedikit beruntung remangnya malam menyamarkan wajahnya, apalagi dia juga mengenakan topi dengan rambut digulung ke tas dan berkacamata agak gelap sehingga wajah aslinya tersamar dengan cukup baik, kalau saja saat itu ada orang yang tahu siapa dia, urusannya bisa lebih panjang dari yang bisa dia bayangkan. Di lain pihak, Tamara juga heran untuk apa pria misterius itu mempermalukannya sedemikian rupa.
Di dalam metro mini, Tamara duduk dengan penuh kengerian, apalagi hampir seluruh penumpangnya adalah pria, yang jelas-jelas tertarik dengan bagian dadanya yang menonjol ketat. Hanya mengenakan tanktop tipis tanpa bra membuat Tamara merasa sedang memamerkan payudaranya di depan umum. Tamara merasa lega bukan main ketika dia berhasil turun di tempat yang sudah ditentukan dengan selamat, beberapa pria bertampang sangar di dalam metro mini tampaknya seperti sudah siap untuk memperkosanya beramai-ramai. Meski begitu tak urung beberapa tangan usil sempat mencolek bagian-bagian tubuhnya yang memang terbuka saat dia berusaha turun dari metro mini.
Sedikit bingung dan ketakutan melanda perasaan Tamara. Wanita cantik itu terlihat celingukan tidak tahu harus ke mana. Jalanan dimana dia berada saat ini sepi sekali, wajar karena jam sudah menunjukkan hampir jam 10 malam. Deretan ruko dengan rolling door besi kelabu seperti benteng baja yang mengepung Tamara, kesemuanya sudah tutup. Sesekali Tamara dikagetkan bunyi kelontang kaleng jatuh tersenggol hewan malam. Keremangan lampu penerangan yang terkesan setengah hati makin mengesankan kalau tempat itu merupakan tempat berkumpulnya para pelacur murahan, dan dengan pakaian seadanya yang dia pakai membuat Tamara merasa dirinya benar-benar sudah berubah menjadi pelacur pinggir jalan.
Mendadak HP Tamara bergetar tanpa suara. Wanita cantik itu buru-buru mengambilnya. Nomor yang sama seperti yang ada di catatan CD tertera di sana.
“Udah sampai ya..?” tanya pria itu, membuat Tamara gelagapan, seolah pria itu bisa melihatnya.
Spontan Tamara memandang ke segala penjuru, mencari apakah ada orang yang mengawasinya.
“Kalau elo mau cari gue..” kata pria itu sambil tertawa, membuat Tamara menghentikan usahanya. “Coba elo lihat di depan elo, ada ruko yang pintunya dicoret-coret pake pilox..”
Tamara segera mencari ruko yang dimaksud, tidak mudah mencarinya karena hampir semua pintu ruko sudah dicorat-coret para seniman liar jalanan dengan grafitti yang sesungguhnya sangat indah kalau dipasang di tempat yang pas. Tapi Tamara beruntung saat dia melihat sebuah ruko yang rolling door nya tidak tergembok. Tamara makin yakin setelah si penelepon mengiyakan bahwa memang ruko yang dilihatnyalah yang dia maksud.
Dengan sedikit gemetar Tamara mendorong pintu besi kelabu itu dan menutupnya kembali. Butuh beberapa saat bagi mata Tamara untuk menyesuakan diri dengan keremangan ruang di dalam ruko yang hanya diterangi sebuah bola lampu kecil. Tamara mengasumsikan kalau dirinya sedang berada di sebuah gudang atau bekas bengkel mobil, kalau menilik barang yang ada di sana dan bau karet bercampur oli bekas yang mendominasi ruangan. Ruangan itu tidak lebih luas dari sebuah garasi dua mobil. Sebuah kompresor ukuran sedang tergeletak di sebelah kiri dinding yang penuh dengan rak berisi onderdil bekas. Tumpukan ban bekas ada di sisi yang lain dan sebuah motor tua karatan dengan kedua bannya kempes teronggok merana di bagian paling ujung ruangan. Di sebelahnya terdapat tumpukan peti yang tertutup lembaran-lembaran tripleks. Tamara melihat sebuah tangga besi di dinding paling dalam, menuju ke lantai dua. Di beberapa tempat terserak kaleng-kaleng bekas oli dengan berbagai merk. Mendadak lampu gantung yang menjdi penerangan utama ruangan itu menyala secara serentak, membuat seluruh ruangan menjadi terang benderang. Tamara terkesiap kaget, dia merasa saat-saat yang mengerikan itu akan tiba kapan saja. Dalam kondisi terang benderang Tamara bisa melihat jelas kalau ruangan tempatnya berada saat ini adalah sebuah bengkel yang tidak terpakai, merujuk pada debu tebal yang melapisi tempat itu dan sarang laba-laba yang menempel di beberapa sudut. Meski begitu Tamara sempat melihat ada beberapa tempat yang terlihat sangat bersih, terutama bagian lantai ruangan yang terbuat dari keramik kelabu kusam, seperti ada yang mengepel lantai itu beberapa saat sebelumnya.
“Sampai juga akhirnya..” terdengar suara pria dari arah tangga besi yang menuju lantai dua. Tamara yang sibuk memperhatikan keadaan sekeliling tidak menyadari kedatangannya, dia serentak membalikkan badan.
“Elo...” Tamara terperanjat dengan mata terbelalak setelah mengetahui siapa pria yang mempermainkannya selama ini. Somad, pria yang dikenalnya sebagai kru di rumah produksi dimana dia membintangi sinetron yang diproduksinya. “Elo kan....”
“Somad, Tam...” kata Somad meninggalkan basa-basi yang selama ini dia gunakan jika bertemu orang lain. Tamara yang kesal dan marah setengah mati langsung mendekati Somad dan menampar wajah pria itu dengan keras. Somad terdorong ke belakang beberapa langkah. Tamara yang tinggi tubuhnya 175 cm tampak menjulang di hadapan Somad yang Cuma 155 cm. Meski begitu, Somad tetaplah seorang pria dengan kekuatan tersendiri. Seketika Somad bangkit dan melancarkan sebuah pukulan keras ke bagian perut Tamara, Tamara langsung terjatuh dan meringis kesakitan.
“Kesalahan besar Tam...” kata Somad memegang pipinya yang masih terasa panas. “Elo sudah berbuat kesalahan besar... “ katanya sambil menjambak rambut Tamara. “Dan elo bakal menyesal melakukannya..” Somad mendekatkan bibirnya ke telinga Tamara dan berkata pelan. “Elo masih ingat film mesum elo yang gue kirim..?”
Seketika Tamara pucat mendengarnya, dia merasa menyesal bukan main telah menampar Somad, dia menatap wajah Somad dengan katakutan.
“Kalau gue telepon temen gue sekarang, maka besok pagi, film bokep elo bakal jadi film bokep yang paling dicari di Glodok.” Kata Somad dingin.
“Jangan..” Tamara bergidik ngeri. Untuk kesekian kalinya Tamara harus takluk pada orang yang sama sekali tidak sebanding dengannya. Tapi Tamara tidak berani berbuat macam-macam dengan ancaman itu, kalau sampai ancaman itu terbukti, maka kehidupannya bakal lebih sengsara ketimbang saat ini.
“Jangan.. gue mohon, maafin gue.. maafin gue..!” Tamara menghiba dan berlutut di bawah kaki Somad. Seketika mental Somad terangkat, kebanggaan luar biasa membuncah di dalam hatinya, sebagai seorang yang selama ini terpinggirkan, hari ini bisa menaklukkan seorang selebriti cantik dan dihormati banyak orang.
“Baik..” kata Somad dingin, lalu dia mulai melakukan percobaan untuk melihat sampai seberapa jauh dia bisa menguasai artis cantik itu. “gue maafin elo, tapi elo musti ikutin semua perintah gue..”
“I.. iya.. baik.. gue nurut sama elo..” balas Tamara. Somad terkejut sesaat, dia tidak menyangka hasilnya akan seperti ini, jauh di luar pengharapannya. Bahkan jauh lebih besar dari apa yang diinginkannya. Semua rencananya berjalan dengan mulus, semulus paha wanita cantik yang ada di hadapannya.
“Eh.. baik..” kata Somad agak gugup karena kebingungan dan sudah mulai panas dingin. “Sekarang elo lepasin pakaian elo, sampai bugil..!”
Tamara tergagap. Meskipun sudah pernah menghadapi peristiwa seperti ini sebelumnya, tapi tetap saja nalurinya sebagai wanita menolak kalau harus bertelanjang bulat di hadapan pria yang bukan siapa-siapanya, apalagi pria itu adalah orang yang sama sekali tidak pantas disejajarkan dengannya.
“Buka!” Bentak Somad membuat Tamara gemetar.
“I.. iya.. gue buka..” Tamara berujar tergagap. Perlahan dia meraih tanktopnya lalu menariknya lepas dari tubuhnya. Payudaranya yang tidak terbungkus bra langsung mencuat telanjang, padat dan kenyal dengan puting yang mencuat merah segar, payudara itu berdiri tegak di hadapan Somad sekan minta diremas-remas. Somad meneguk ludah melihat pemandangan indah itu tanpa mengedipkan matanya sedikitpun. Apalagi saat Tamara mulai menurunkan rok mininya sehingga hanya menyisakan celana dalam putih model G String.
“Oohh.. muluss...” Somad meneguk ludah menyaksikan keindahan paha mulus Tamara yang bening dengan pinggul yang bulat padat berakhir pada pinggang yang ramping.
“Lepas tuh CD nya, bikin kotor aja..!” perintah Somad jelas. Tamara terisak sesaat, lalu dengan sekali tarik, G string itu langsung lepas dari selangkangannya, menampakkan gundukan vagina yang terawat cermat, tanpa rambut sama sekali karena Tamara selalu rajin merawat bagian kewanitaannya tersebut. Mengingat Tamara sudah punya anak, Somad heran sekali melihat vagina Tamara yang terlihat begitu bagus, tapi sesaat kemudian diapun maklum karena Tamara adalah artis terkenal dan punya banyak uang sehingga tidak sulit baginya utuk melakukan perawatan tubuh.
“Hehehehe... mulus banget nih body elo Tam.. apalagi toked elo... gede, montok, mulus pula..” puji Somad tanpa basa-basi, meski lebih terdengar sebagai bentuk pelecehan. Tamara menjadi malu dan menutupi bagian tubuhnya yang mana saja yang bisa dia tutupi dengan tangannya.
“Eh.. siapa yang suruh elo nutupin pemandangan indah gue..?” kata Somad dengan nada tinggi. Tamara gugup mendengarnya dan langsung menyingkirkan tangannya dari tubuhnya sendiri.
“Biar lebih sip, elo sekarang buka kaki elo lebar-lebar, lalu angkat tangan elo ke atas kepala..” perintah Somad tajam. Tanpa bisa berbuat banyak, Tamara segera menuruti perintah itu, kedua kakinya direnggangkan lebar-lebar membuat belahan vaginanya ikut membuka, dan posisi tangannya yang di atas kepala membuat payudaranya kian mencuat ketat.
“Ohh... muluuss..” Somad mengagumi keindahan tubuh Tamara yang hanay tinggal mengenakan sepatu hak tinggi, membuat keseksiannya kian menonjol. “Ini musti diabadikan Tam..” kata Somad. Tamara menggeleng ketika melihat Somad mengeluarkan sebuah kamera digital dari saku celananya.
“Jangan...” Tamara mulai menangis. “Jangan foto gue..”
“Justru sebaliknya Tam, elo bakal gue jadiin foto model, foto model bugil..” Somad tertawa. Lalu dia mulai mengambil beberapa gambar telanjang Tamara yang nyaris tak berkutik diperlakukan seperti itu. Tapi setelah beberapa kali jepretan, Somad mulai merasa bosan.
“Sekarang elo bergaya seperti ini Tam..” kata Somad memperagakan gaya tertentu. Tamara menggeleng, tapi Somad segera membentaknya dan mengingatkan kalau dialah yang berkuasa di tempat itu.
“kalau nggak mau..” Somad mengancam. Tamara langsung mengkeret, dan hasilnya Tamara terpaksa mengikuti keinginan Somad untuk melakukan photo session. Semuanya berjalan seperti yang selama ini dilakukan Tamara, kecuali tentu saja kali ini wanita cantik itu melakukannya tanpa busana sama sekali alias telanjang bulat. Entah berapa puluh atau berapa ratus foto dengan pose merangsang yang dilakukan Tamara, tapi artis cantik itu tidak bisa menolaknya. Sementara Somad tentu saja sangat menikmati tindakannya tersebut. Sepanjang hidupnya baru sekarang dia merasa menjadi raja dunia, karena seorang selebriti cantik dan terkenal ada dalam genggamannya dan bersedia melakukan apapun yang dimintanya.
“Sip kan Tam jadi fotomodel bugil..?” Somad tertawa puas melihat Tamara yang tertunduk lemah setelah menyelesaikan sesi pemotretan telanjangnya. “Ini bakal jadi koleksi gue yang berharga..”
“Please..” Tamara berkata lirih. “Jangan disebarluaskan foto-foto itu..”
“Tenang saja Tam.. Asal elo nurut sama gue, ini foto nggak bakal kemana-mana..” kta Somad santai, seolah tidak terjadi apa-apa. Tamara hanya tertunduk mendengarnya. Wanita cantik itu merasa kalau sebentar lagi dia bisa gila mengalami penderitaan ini. Meski begitu Tamara mencoba untuk pasrah sambil berdoa semoga ini segera selesai.
“Sekarang elo pindahin tuh tripleks-tripleks yang ada di situ!” Somad menunjuk ke arah tumpukan tripleks yang menutupi tumpukan peti. Dengan enggan Tamara mengangkat tripleks-tripleks itu, terlalu berat untuk seorang wanita yang tidak biasa bekerja kasar sepertinya. Tamara langsung lemas setelah mengetahui mengapa Somad memerintahkannya memindah tripleks-tripleks itu. Di balik tumpukan tripleks itu rupanya tersembunyi sebuah ranjang kayu usang yang dilapisi kasur tipis yang tidak kalah usangnya. Menjadi jelas baginya kalau sebentar lagi tubuhnya yang mulus bakal menjadi pelampiasan nafsu seksual bagi Somad. Yang mengherankan Tamara adalah, bagaimana bisa seorang Somad yang baginya terlihat lugu dan bego bisa merencanakan sampai sedetil ini.
“Elo... elo mau perkosa gue..?” Tamara tercekat mengucapkannya.
“Nggak... nggak..” Somad tertawa pelan. “Siapa yang mau perkosa elo..?” Somad tersenyum licik. “Elo musti mau gue entot secara suka rela, paham?”
Ucapan terakhir itu membuat Tamara merah padam wajahnya karena malu dan marah.
“Elo gila..!” Tamara mendesis marah.
“Galak betul..” Somad tertawa kecil. “Kalau nggak mau ya nggak apa-apa, gitu aja kok repot..” Somad memainkan peranannya dengan baik, menaikturunkan emosi Tamara, meskipun sebenarnya pria itu sudah terangsang berat.
“Nggak... jangan!” Tamara pucat ketika Somad menunjuk ke kameranya. “Gue mau..! Gue mau..!”
“Mau apaan..?” Somad bertanya gila.
“Gue mau... eh... ngentot sama elo..” jawab Tamara jengah. Somad tertawa penuh kemenangan mendengarnya. Seorang Tamara Bleszynski yang selebriti sekarang bertekuk lutut di kakinya bahkan merelakan kemulusan tubuhnya untuk dia nikmati.
“Sekarang elo naik ke atas ranjang!” perintah Somad. Tamara dengan patuh menuju ke ranjang usang di dekat tumpukan peti lalu memposisikan tubuhnya terlentang posisi tangan dan kakinya dibuka lebar-lebar seolah sudah siap untuk disetubuhi. Tanpa menunggu lagi, Somad segera melucuti pakaiannya sendiri kecuali celana dalamnya.
“Ohh... mulus bangeet...” Somad mulai menaiki tubuh putih mulus Tamara yang telanjang bulat dan terlentang pasrah di atas ranjang.
“Nggak... jangan… mmmhh !” Tamara menggeleng saat bibir Somad akhirnya melumat bibir seksinya. Tapi tentu saja itu tidak menghentikan Somad untuk menikmati sesuatu yang sedari tadi ditahannya. Tangan kurus pria itu mendekap kepala Tamara membuat artis cantik itu tidak berdaya untuk menghindar saat Somad menghujani bibir dan wajah cantiknya dengan kecupan-kecupan.
“Mmmmhhh..” terdengar Tamara mulai mendesah karena lidah Somad mencoba masuk dan menjilat langit-langit mulutnya. Lidah mereka mulai saling lilit, tangan Tamara tanpa sadar memeluk leher Somad dan Somad pun memeluk sambil memegang belakang kepala Tamara.
Dada Tamara sendiri sudah menempel ke tubuh Somad, sehingga menyebabkan pergumulan mulut kedua insan tersebut semakin panas.
Somad meneruskan rangsangannya dengan menjilati telinga Tamara, lidahnya menyusuri bagian belakang telinga Tamara menyebabkan wanita cantik itu menggelinjang dan meronta kecil antara menolak dan terangsang. Kemudian tangannya mencengkeram buah dada Tamara dan meremasinya dengan gemas.
“Mmmmhhh..” desahan Tamara tertahan karena mulut mereka masih menyatu. Somad pun menurunkan ciumannya ke arah leher. Dijilati dan diciuminya leher putih tersebut. Tangan kanannya pun mulai bermain main di sekitar puting kiri Tamara. Jari telunjuknya berputar putar di sekitar ujung putingnya dan terkadang digeseknya pelan sehingga Tamara pun menjadi semakin naik birahinya.
“Oohhh...” Tamara mendesah pelan menandakan kalau birahinya mulai naik, sesuatu yang aneh mengingat tadinya dia menolak melakukan hubungan seksual dengan pria kurus itu. Somad pun menurunkan lagi ciumannya ke arah dada kanan Tamara. Lalu ia mulai menyerang puting payudara Tamara dengan lidah dan bibirnya. Dihisap dan terkadang digigit dengan lembut puting kanannya itu membuat Tamara serasa terbang melayang. Tangan kanan Somad mulai memencet dan memilin puting kiri Tamara.
“Ohh....” Tamara mendesah-desah liar ketika Somad menyentil-nyentilkan lidahnya pada putingnya yang sensitif, kadang disertai gigitan kecil yang membuatnya makin menggelinjang, dia merasa vaginanya mulai basah karena rangsangan-rangsangan itu. Tapi tampaknya Somad tidak mau terburu-buru dalam mengerjai Tamara. Somad mengangkangkan kaki kedua kaki Tamara lebih lebar lagi membuat vagina artis seksi itu membuka lebar, maka dengan leluasa Somad mulai mengobok-obok daerah paling rahasia Tamara dengan tangannya. Dielus-elusnya dan diremasinya daerah kemaluan Tamara yang licin tak berbulu, membuat Tamara menggeliat dan mendesah nikmat. Desahan Tamara kian keras saat Somad mulai mengaduk-aduk liang vagina itu menggunakan jarinya.
"Oohh.. ohh.. aahh.. ahh.." Tamara mengerang dan menggeliat tak terkendali merasakan rangsangan Somad yang mengaduk-aduk vaginanya. Akhr-akhir ini Tamara merasa dirinya mudah sekali dibangkitkan nafsunya, apalagi jika daerah sensitifnya sudah disentuh. Akhirnya tidak dapat ditahan lag, gelombang kejut orgasme segera menghantam tubuh wanita cantik itu.
"Ayo.. Jangan ditahan Tam.. Keluarin aja.. Ayo.." Somad menyemangati Tamara sambik terus mengobok-obok vagina artis seksi itu, membuat Tamara makin tak tahan.
"Nnhh.. ngghh.. oohggh.. ohh.." Tamara melenguh sambil menggigit bibir. Rangsangan Somad dirasakan kian hebat menyiksa sekujur syarafnya yang sudah menegang. Akhirnya Tamara menyerah pada libidonya yang kian meledak, tubuhnya kembali mengejang keras dan melengkung kaku sementara kakinya menyepak-nyepak tak terkendali. Seketika cairan vaginanya membanjir membasahi selangkangannya. Dan Somad tahu kalau wanita cantik itu kini sudah siap untuk disetubuhi, dia langsung melepas celana dalamnya, membuat penisnya yang sedari tadi tegang langsung mencuat tegak. Ukurannya sedikit lebih kecil dibanding milik Robert atau Samy, tapi terlihat lebih kokoh dan berurat. Sejenak dipandanginya tubuh putih mulus Tamara yang terbaring telanjang bulat itu, kemudain Somad mulai menindih tubuh Tamara. Payudara Tamara yang montok melakukan perlawanan dan menekan lembut dada Somad yang kurus. Somad yang melihat bibir Tamara megap-megap langsung melumatnya dengan rakus, pada saat yang bersamaan penisnya mulai menggesek bibir vagina Tamara.
"Mmmhh.... Ohh.." Tamara mendesah tertahan saat penis Somad membenam di dalam liang vaginanya. Tamara merasakan penis Somad berdenyut memenuhi liang vaginanya. Somad melihat reaksi Tamara bukannya mengendor mlaha justru makin bersemangat, dilumatnya bibir Tamara yang seksi itu sambil terus berusaha mendorongkan penisnya sampai seluruhnya terbenam ke dalam vagina Tamara.
"Ohh.. Sempit banget.." Somad mengerang saat penisnya membenam seluruhnya di dalam liang vagina Tamara. Tamara merasakan kemaluannya seperti terbelah. Dia berusaha melebarkan kakinya selebar mungkin untuk mengurangi rasa sakit itu sehingga membuat Somad lebih leluasa melakukan penetrasi.
“Ngghhh... oohhh...” Somad mendengus-dengus penuh nafsu, desakan seksual sudah sampai di ubun-ubunnya, maka diapun segera menggerakkan pantatnya maju mundur untuk menggenjot vagina artis cantik itu dengan penisnya.
“Ngghh... oohh... ohh...” Somad mengerang-erang penuh nikmat tiap kali penisnya memompa liang vagina Tamara. Gerakannya makin lama makin kuat dan kasar membuat Tamara kewalahan, dan sementara bagian kemaluan mereka bersatu ketat, bibir merekapun bertaut satu sama lain, saling lumat dan saling kulum penuh semangat. Rupanya kepasrahan Tamara membuat wanita itu merasakan kenikmatan seksual yang diinginkannya. Apalagi Somad cukup lihai dalam melakukan French kiss, lidahnya beraksi di dalam rongga mulut Tamara dan membelit lidah wanita itu dengan ketat. Tamara yang terangsang membals perlakuan itu dengan keganasan yang sama. Kepasrahan ditambah ledakan orgasmenya membuat wanita itu melupakan posisinya yang sedang mengalami perkosaan. Tidak tampak lagi Tamara Bleszynski yang tadi merasa terhina, yang ada sekarang adalah seorang pelacur murahan yang siap memuaskan pria yang menidurinya.
Pelan tapi pasti, rintihan kesakitan Tamara mulai berubah menjadi desahan-desahan manja. Vaginanya sekarang sudah mampu menerima sodokan penis Somad. Somad juga makin lancar menggenjot vagina Tamara. Gerakan sodokan penis Somad makin lama makin cepat dan ganas membuat Tamara melenguh-lenguh penuh nikmat.
"Ohh.. ohh.. ahh.. ahh.. nnhh.. nghh..ohh.." Tamara menggeliat-geliat menikmati setiap sodokan penis Somad pada vaginanya. Bahkan Tamara mulai melingkarkan kakinya ke bagian paha Somad membuat vaginanya makin terkuak lebar. Somad kian terpacu untuk menggenjot vagina Tamara, gerakannya menjadi kian ganas membuat tubuh Tamara tersentak-sentak. Ranjang usang yang terbuat dari kayu yang mereka pakai sampai ikut berderak seolah tidak mampu menahan beban kedua insan yang tengah melakukan persetubuhan itu.
Selama hampir sepuluh menit Somad menggenjot vagina Tamara, sampai akhirnya pertahanan Tamara jebol. Diiringi dengan rintihan panjang, Tamara merasakan sensasi kuat menjalari sekujur tubuhnya. Tubuhnya menegang dan melengkung ke belakang, tangannya dengan kuat mencengkeram punggung Somad. Vaginanya berdenyut kuat sekali seperti meremas penis Somad. Di ambang klimaks, tanpa sadar Tamara memeluk Somad dan dibalas dengan pagutan di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Tamara mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkeram erat-erat pundak Somad sampai kuku-kukunya membenam di punggung pria kurus itu.
“Aahhhhhhkkkhhhhh.... Oohhhhhhh....” Tamara mengejang dan merintih keras, orgasmenya meledak menghantam seluruh syaraf kenikmatan seksualnya. Sesaat kemudian tubuhnya melemas kembali dan tergolek di ranjang. Nafasnya memburu membuat payudaranya naik turun.
Somad sendiri merasa cengkeraman vagina Tamara seolah hendak membobol pertahanannya juga, tapi dia harus berterima kasih pada obat kuat yang diminumnya sebelum ini karena penisnya tetap menegang dan mampu menahan desakan ejakulasi yang sudah sampai di ujung kepalanya. Tanpa menunggu apakah Tamara siap, dia langusng menarik tubuh telanjang wanita canik itu dan memposisikannya menungging dengan posisi pantat lebih tinggi dari kepala lalu dilebarkannya kedua paha mulus wanita itu sampai liang vaginanya kembali membuka.
”Ehssss.....” Tamara mengerang sambil menggigit bibir ketika penis Somad kembali membenam di dalam liang vaginanya. Kali ini tanpa kesulitan karena vagina itu sudah benar-benar basah. Maka kembali Somad menikmati jepitan liang vagina Tamara pada penisnya dengan menyodok-nyodokkan penisnya kuat kuat di dalam liang vagina wanita itu.
“Nhh... ngghh.. ohh... ohhh...” Somad melenguh-lenguh menikmati sepenuhnya bersetubuhan yang dilakukannya. Betapa besar perbedaan yang dirasakannya karena selama ini Somad hanya mampu melakukan hubungan seksual dengan pelacur murahan, sekarang yang tenah disetubuhinya adalah seorang wanita yang tidak saja cantik dan seksi tapi juga berstatus sebagai seorang artis terkenal, dan kenikmatan lebih yang dia rasakan adalah kenyataan bahwa artis cantik itu sudah sepenuhnya ada dalam kekuasaannya sehingga kapan saja dia mau dia bisa memintanya untuk bersenggama lagi dan lagi.
Sementara Tamara yang semula merasa dipaksa, pelan-pelan mulai menikmati perlakuan Somad yang lebih lembut dibandingkan Robert ataupun Samy, apalagi saat dua kali tubuhnya dilanda sensasi orgasme yang hebat, pikiran sehat sudah trpinggirkan dari benak Tamara, Tidak ada lagi Tamara yang anggun dan berstatus selebriti, yang ada sekarang adalah seorang Tamara yang berubah menjadi pelacur kelas rendahan yang tengah memuaskan pelanggannya, bahkan menikmati dan menginginkan kenikmatan yang sama. Tak heran kalau kemudian terlihat beberapa kali Tamara mendesah manja dan ikut menggerakkan tubuhnya mengimbangi gerakan Somad. Sesekali pula, ketika Somad menghentikan genjotannya, Tamara menggerakkan sendiri pantatnya maju mundur untuk terus membuat vaginanya terpompa oleh penis Somad. Kombinasi dari banyak hal tersebut membuat kedua insan yang sangat jauh berbeda itu terlihat serasi dalam melakukan hubungan seksual. Hal itu membuat Somad dengan mudah meminta Tamara mengganti gaya persetubuhannya. Kali ini dimintanya Tamara mengangkangi penisnya sementara dia sendiri terlentang di atas kasur. Posisi itu membuat Tamara leluasa bergerk. Dengan penuh semangat Tamara menggerakkan pantatnya naik turun sehingga penis Somad yang menyatu ketat di dalam vaginanya terpompa dengan keras. Desahan nafas diimbangi dengan suara kecipak akibat gesekan dua kemaluan mereka yang menyatu membuat gairah mereka kian terpacu. Ditambah lagi Somad yang kemudian sibuk menikmati kedua belah payudara Tamara yang menggantung bebas dengan remasan lembut dan jilatan jilatan pada kedua puting payudara itu membuat birahi Tamara kian tak terbendung lagi.
Dan ketika keduanya sudah mendekati puncak, Somad memeluk erat tubuh mulus Tamara dan kembali menindih tubuh telanjang itu. Tamara menyambutnya dengan ciuman ganas di bibir Somad sambil melingkarkan kedua kakinya di pinggang Somad, membuat pria itu leluasa menyodokkan penisnya kuat-kuat. Selama beberapa menit mereka berpagutan sementara bagian selangkangan mereka saling menyatu ketat, akhirnya keduanya tidak tahan lagi dan melepaskan orgasmenya. Tamara yang lebih dulu jebol, tubuhnya kembali mengejang dan gemetar, cengkeraman tangannya kian erat membuat kukunya menggores punggung Somad, sementara kedua kakinya kian kuat melingkar di pinggang pria itu.
“OOOHH..!!! AAAHH.....!!!” Tamara mengerang keras, tubuhnya melengkung ke belakang seperti hendak melemparkan ria yang tengah menindihnya ke udara. Diinding vaginanya berkontraksi keras, lebih keras dari sebelumnya membuat Somad merasa sebentar lagi penisnya bakal terbetot lepas. Kekuatan kontraksi dinding vagina Tamara yang begitu kuat membuat Somad tidak bisa lagi menahan ejakulasinya.
“Oohhhh.... Oohhhhh....” Somad mengejang ketika spermanya menyembur deras mengisi rahim wanita cantik itu. Dia menyodokkan penisnya sedalam yang dia mampu untuk menuntaskan ejakulasinya. Selama beberapa detik Somad merasakan tubuhnya melontar ke angkasa, segenap kesadarannya tersapu habis saat itu, yang ada hanyalah naluri seksualnya yang membawanya ke puncak kenikmatan yang paling dicari oleh setiap pria di muka bumi ini. Dan selama beberapa detik kedua anak manusia berbeda status itu tenggelam dalam kenikmatan seksual yang menghantam sekujur syaraf mereka.
“Ohh... ohh...” Somad terengah lemas menindih tubuh telanjang Tamara. Sensasi seksual yang diperolehnya membuat sekujur tubuhnya lemas seperti baru saja berlari ribuan kilometer. Dirasakannya tubuh Tamara yang lembut dan hangat bergerak tidak teratur akibat deru nafasnya yang tersengal. Kenikmatan yang dialami Tamarapun tidak kalah hebatnya, energi tubuhnya seolah habis untuk menikmati setiap detik orgasme yang dialaminya. Tubuhnya yang mulus seperti tidak punya tenaga lagi sehingga dibiarkannya tubuh Somad tergeletak menindihnya.
Tanpa terasa sudah hampir tengah malam ketika persetubuhan mereka selesai. Tamara beruntung Somad tidak menahannya di tempat itu semalam penuh dengan begitu dia bisa pulang dan beristirahat di rumah. Meski begitu Somad mengisyaratkan kalau Tamara masih harus merelakan tubuhnya dinikmati oleh pria itu.
End of Part 4