Dingin sekali sekarang. Overcoat tidak ada kemampuan melawan alam. Gue menyusuri platform kereta menuju… kekasih gue, dambaan gue, belahan jiwa gue…
”Hi, sayang!” gue mendenger bisikan di telinga gue.
”Babyy…”
Gue berbalik dan memeluk erat sosok itu. Sudah lama sekali rasanya. I really miss him a lot! Dia kemudian memeluk gue, membuat posisi kita berhadapan, memandangi wajah gue, mendekatkan bibirnya pada dahi gue, memandangi bibir gue… For Godsake! This is a very thrilling moment! Dia selalu bisa memandang bibir gue dengan intens dan melumat bibir bawah gue dengan matanya.
“We have to go now sayang, because I really feel like I am going to make love to you right here right now. Ayo sayang…”
Dia menarik lengan gue halus, menyambar bawaan gue di pundaknya dengan sebelah tangan, dan sebelah lagi memeluk pinggang gue. Gue bisa merasakan panas badan dia, bisa merasakan aroma dia, dan yang paling penting… gue bisa merasakan rabaan tidak sabar di tangannya pada pinganggku.
Di taxi,
Gabungan kecerdasan, kekuatan dan maskulinitas ada dalam diri kekasih gue. Itu yang membuat gue tunduk pada dia. Termasuk tunduk pada nafsu dan passion yang kuat seperti ini… Saat ini… dia memeluk dari belakang gue. Tangannya sudah sampai pada kulit gue yang telanjang di balik baju. Tangan yang panas dan kuat, menyusup dan menemukan puting gue. Gue terkisap kaget. Gue terhentak oleh nafsu ini, dan gue berbalik menemukan dia tersenyum. Dia kemudian mengecup pundak gue dan berbisik
“ I really miss you baby. Jangan pernah lama-lama ninggalin gue sayang.”
Kiri kanan jendela mobil menampakkan gedung-gedung indah yang dibangun berabad-abad lalu tapi gue benar-benar tidak bisa fokus pada pemandangan itu. Gue menatap matanya terus… dan dia menatap gue. Setiap jarinya mengusap puting gue dan menekankan jarinya di puting gue. Gue terkisap dan memejamkan mata. Dia menekankan jarinya lagi di puting gue cukup kuat, dan gue tau dia bisa merasakan betapa puting gue sangat tegang penuh antisipasi. Taxi meluncur terus meninggalkan bandara menuju apertemennya.
Susah payah gue meredam nafsu ini… Gue bisa melihat bara di matanya yang siap terbakar kapan saja. Di gang menuju pintu kamar… dia menarik tangan gue dan meletakkannya di bagian depan pahanya… Gue bisa merasakan kekuatan “diri”nya.
Gue bisa membayangkan bagaimana “bagian” darinya itu akan mencabik-cabik gue dan membuat gue mengalir.
Pintu dibuka dan ditutup.
Belum sempat ditutup rapat.
Dia membuang semua bawaanku, menggunakan dua lengannya untuk meraihku, menutup pintu dengan merapatkan punggungku pada pintunya, dan… menciumku cepat, dalam, kasar, dan sangat…. (gue nggak tau istilah yang cocok) tapi rasanya sangat laki-laki. Bibirnya kebalikan dengan tindakannya adalah permukaan yang lebih halus, bertekstur menyenangkan, dan rasanya manis. Lidahnya campuran hasrat dan keahlian seorang penggoda, menyerobot masuk ke dalam mulut gue, merasakan lidah gue dan menghisap semua kekuatan gue. Melepaskan overcoat gue dengan sekali sentak.
Tiba-tiba tangan kanannya meraih kedua tangan gue dan mematoknya di atas kepala gue. Sehingga gue merasa sangat terekspos. Tangan kirinya menyentak kemaja gue dengan kencang sampai beberapa kancingnya lepas rasanya. Sebagian tubuh gue jadi terbuka dan telanjang. Matanya menjilati dada gue. Bra gue terbuka dari depan. Dada gue tegang sekali rasanya….
”Hhhhhhhh…….sayang…. gue….” Gue mulai susah berpikir apalagi harus bicara.
”Kenapa sayang….” balasnya kali ini dia memelankan gerakannya. Dia menggumam sambil mulai menyusuri lidahnya ke telinga gue. Duh… gue mulai melengkungan badan gue agar bisa bersentuhan dengannya. Semakin dekat mungkin semakin baik, badan gue haus sentuhan cowo satu ini. Dia menyusuri telinga, leher, dan belahan dada gue dengan bibirnya. Sebelah tangannya sibuk melucuti jeans gue dan jeans dia. Gue gak bisa berpikir, semuanya berkabut. Gue gak tau apa yang terjadi. Tiba-tiba… sesuatu yang hangat dan kuat berada dekat sekali dengan ”pusat diri” gue. Menyelip di tengah pangkal paha gue, memenuhi sela paha gue. Dan sekarang gue benar-
”Ughhh.. baby…” suara gue serak tak terkendali.
”You drive me crazy honey…You really drive me crazy” gumam dia di telinga gue.
Itu kalimat terakhir yang dia ucapin sebelum akhirnya….
Dia me-MASUKI gue. Just like that. Memasuki gue dengan intensitas nafsu yang luar biasa membakar. “Bagian” dirinya itu sangat kokoh, kuat, hangat… dan kurang ajar. Mendesak masuk. Merasakan ketidaksiapan gue. Agak kering. Gue mengernyit nyeri. Tapi tetap dia mendorong “bagian” itu dengan paksa untuk masuk. Masuk makin dalam. Makin mendekati leher rahim gue. Dan sampai. Membentur leher rahim gue dengan satu hentakan kuat.
“Sayaaaaaaaang….” Gue terpekik. Mata gue terbelalak dan bulir-bulir keringat di atas bibir gue mulai tampak. Dia menikmati kekuasaannya atas badan gue. Dia belum bergerak. Bagian dirinya masih ada di dalam gue, memenuhi vagina gue dan menyentuh ujung rahim gue. Rasanya seperti menjadi utuh. Gue mulai berdenyut dan merasa mulai meremas-remas.
“Hmmmm… baby. You are mine! You are really mine!” geramnya seiring dengan makin menghangatnya vagina gue. Gue udah melupakan nyeri awal penetrasinya. Rasanya indah memulainya dengan nyeri dan melanjutkannya dengan rasa penuh, menghangat dan mulai basah. Dia kemudian membeturkannya lagi ke ujung rahim gue, menyentak keras… sekali… dua kali… tiga kali…
“Ahhhhhhhhhhhhh………. Sialan lo sayaaaaang!!” gue cuma bisa memaki dengan pekik tertahan. Ada sedikit keterkejutan dalam wajahnya mendengar makian gue.
“Honey…watch out the words!” katanya pelan. Bibirnya dekat sekali dengan bibir gue.
“Sialan lo sayang!” pekik gue di depan bibirnya.
Dan dia menarik diri kemudian mendalami vagina gue lagi dengan sentakan yang lebih kuat dan hebat dari yang tadi.
“Aduh!” pekik gue lagi di depan bibirnya sedikit lebih keras.
Sekali lagi dia menarik keluar pusat dirinya dan menabrakkannya dengan keras pada ujung leher rahim gue.
“Damn you!” pekik gue lagi.
Dia keluar setengahnya dan mendorong kuat ke dalam vagina gue. Aduh!
“Sial…..” Pekikan gue tertahan karena dia membentur-benturkan “diri”nya di dalam vagina gue dengan kecepatan dan kekuatan yang makin meningkat. Gue mulai terengah-engah. Badan gue rasanya mau meledak. Gue melemah, rasanya kaki gue sudah tidak bisa menopang badan gue. Dia meneruskan sentakannya di dalam diri gue. Mata gue mulai berair… peluh membasahi bagian-bagian badan gue yang setengah telanjang. Air mata gue menggenang di sudut-sudut mata gue. Matanya bertemu dengan mata gue. Matanya meredup. Api didalamnya mewarnai iris matanya. Dia menghentikan hentakan dan desakannya yang nyeri dan menyenangkan. Dia belahan diri gue yang hilang, batinku. Dan terjadi….
Gue terkejut dan kaget setengah mati. Pusat diri gue berdenyut… cairan mengalir deras membasahi… alirannya menerobos sela-sela penetrasinya… membasahi sebagian paha gue dan paha dia. Dia tersenyum.
“You are mine, baby!” katanya lagi. Gue panik dan mulai berontak. Gue tidak akan pernah berada di bawah kekuasaan apapun, tidak pernah akan tunduk pada siapapun, tidak pernah!!!
Gue berusaha berontak. Melepaskan diri dari pesona yang bisa membunuh semua bagian hati gue. Gue harus lari. Gue tidak pernah akan pernah dikuasai oleh siapapun, tidak juga dia! Itu insting gue pertama kali. Pusat diri gue seperti mongering. Alirannya berhenti. Gue mendorong dadanya menjauh. Mencakar. Memukul.
Gue takut…
Kekuatan dia…
Gue lupa…
Dia terlalu kuat untuk gue.
Dengan mudahnya dia menahan rontaan gue dengan tubuh, tangan, dan matanya. Gue memejamkan mata. Air mata menyeruak mengalir di pipi gue.
Dia menarik dirinya keluar dari vagina gue. Gue mulai lega. Baru setengahnya, dia kemudian masuk lagi lebih pelan dari awalnya. Membuai gue dengan kelembutan dan rasa sayang yang rasanya tidak akan pernah berakhir. Dia bergerak-gerak lembut. Gue terbuai. Keadaan kering mulai lembab lagi. Dia bergerak-gerak keluar dan masuk menggoda. Gue benar-benar terbuai. Basah lagi. “Pusat diri” dia mengeras. Gerakannya tidak terkontrol. Cengkramannya semakin kuat pada bokong gue. Membawa dirinya masuk. Mendalami gue. Dia terlalu keras, terlalu panas, gue nggak tahan….
Gerakannya makin tidak terkontrol. Sementara gue akan meledak sewaktu-waktu.
Gila! Kenapa seperti ini rasanya pikirku.
Gue makin basah.
Akhirnya dia memeluk gue. Menangkup bokong gue. Membawa gue ke dalam gendongannya. Kedua kaki gue melingkari pahanya seperti digendong. Dia mengangkat gue. Kaki gue memeluk dia. Ujungnya yang berada dalam vagina gue menempel erat pada leher rahim gue. Berdenyut. Menguat. Dia meledak… cairan hangat… asing…
“Sayang… gue gak pake.. kita gak pake…”
“Shhhh sayang…. rasakan saja. Ini gue untuk lo.”
Cairan hangat membajiri vagina gue. Sentakan-sentakannya terasa. Hangat. Mengalir. Rahim gue langsung bereaksi. Rahim gue berkedut. Kita berdua berkeringat dalam keadaan setengah telanjang. Dia mencium dahi gue. Lembut. Gue lemas, bergantung pada diri dia, meminjam sedikit saja kekuatannya.
My lover is a great lover. Dia menggendong gue dan menempatkan gue di tempat tidurnya. Lucu sekali. Gue baru sadar kalau kita tadi making out tepat di balik pintu apartemennya. Gila. Dia melepaskan semua sisa-sisa pakaian gue dan pakaian dia dengan tatapan mata yang tidak pernah lepas dari mata gue. Kepalaku hanya mencapai setinggi dadanya saat berbaring ini. Gue bernafas pelan-pelan takut keajaiban ini cuma mimpi dan akan hilang seiring hembusan nafas gue keluar. Nafas gue hangat dirasakan di dadanya.
Gue mencium dia. Tak sengaja. Tepat di putingnya. Puting dia mengeras. Tegak. Gue menjilati putingnya perlahan. Merasakan asin dirinya. Tekstur lidah gue menempel pada sekitar putingnya. Gue menekankan lidah gue pada putingnya. Meliuk-liukkan ujung lidah gue menggoda putingnya. Putingnya makin keras dan menegang. Gue semakin kegirangan. Semakin bersemangat. Gue menekankan lagi tekstur lidah gue di atas putingnya. Kemudian…… menghisapnya. Menekankan lidah gue dengan putingnya sementara seluruh putingnya ada di dalam mulut gue. Mengulumnya lagi. Dia mengerang. Erangan pertamanya yang gue dengar dalam keadaan sadar.