Aku seorang pria berusia 40 tahun, wiraswastawan, dan bukan seorang petualang sex yang mencari cari hubungan sex dimana mana. Kejadian yang aku alami kira kira dua tahun yang lalu ini adalah suatu kebetulan belaka, meskipun harus kuakui bahwa aku sangat menikmatinya dan kadang berharap dapat mengulanginya lagi.
Pekerjaanku membuatku banyak bertemu dengan ibu-ibu rumah tangga ditempat kediaman mereka. Beberapa langganan lama kadang menemuiku dengan masih berpakaian tidur ataupun daster. Pakaian tersebut kadang cukup minim dan tipis dan sering memperlihatkan tubuh si pemakai yang sering tanpa BH, maklum mereka kadang kadang belum mandi dan merias diri karena aku menemui mereka pagi pagi untuk mengejar waktu.
Salah satu pelangganku setiaku, sebut saja Bu Linda, seorang Ibu rumah tangga berusia 40 tahunan, memintaku untuk datang ke tempatnya di suatu kompleks apartemen di bilangan Jakarta Barat. Seperti biasa aku datang pagi pagi pada hari yang dijanjikan. Bu Linda adalah pelanggan lamaku dan hubungan kami sudah cukup akrab, lebih sebagai teman dan bukan hubungan bisnis semata. Hari itu Bu Linda menemuiku dengan memakai daster longgar berdada agak rendah, panjangnya setengah paha, jadi cukup pendek.
Beliau adalah seorang wanita yang cukup cantik, berkulit putih bersih (Chinese), langsing dengan pinggul lebar, pantat yang menonjol dan dada yang sedang sedang saja. Wanita yang menarik dan sangat ramah. Tapi ini bukanlah yang pertama kalinya ia menemuiku dalam pakaian seperti itu, bahkan pernah dengan pakaian tidur yang sangat tipis dan sexy, entah sengaja atau tidak, yang jelas, selama ini beliau tidak pernah menunjukkan tingkah laku yang mengundang ataupun berbicara hal hal yang menjurus. Dan akupun tidak pernah mencoba untuk melakukan tindakan yang mengarah kesitu, maklum, bukan gayaku, meskipun harus kuakui bahwa aku sering ingin juga melakukannya.
Seperti biasa kami duduk disofa berhadap hadapan dan membicarakan bisnis. Setelah urusan bisnis selesai kami bercakap cakap seperti layaknya antar teman, tapi kali ini pandanganku sering tertuju kearah pahanya. Karena dia duduk dengan menyilangkan kaki maka hampir seluruh pahanya terpampang dengan jelas di hadapanku, begitu putih dan mulus. Bahkan kadang kadang sekilas terlihat celana dalamnya yang berwarna biru muda pada saat ia mengganti posisi kakinya. Dan yang lebih menggoda lagi, aku dapat melihat buah dadanya yang tidak terbungkus BH kalau beliau menunduk, meskipun tidak seluruhnya namun kadang aku dapat melihat pentilnya yang berwarna coklat tua.
Sejak 4 hari aku tidak melakukan hubungan sex karena istriku sedang haid, padahal biasanya kami melakukannya hampir setiap hari. Karena itu aku berada dalam keadaan tegangan yang cukup tinggi. Pemandangan menggoda dihadapanku membuat aku agak gelisah. Gelisah karena kepingin, pasti, tapi gelisah terutama karena kontolku yang mulai ngaceng agak terjepit dan sakit. Disamping itu aku tidak ingin Bu Linda memperhatikan keadaanku. Hal ini membuat aku jadi salah tingkah, terutama karena kontolku sekarang sudah ngaceng penuh dan sakit karena terjepit. Aku ingin memohon diri, tapi bagaimana bangun dengan kontol yang ngaceng, pasti kelihatan. Sungguh situasi yang tidak mengenakkan. Bangun salah, dudukpun salah.
Tiba tiba Bu Linda berkata, “Pak Yan (kependekan dari Yanto, namaku), kontolnya ngaceng ya?”
Aku seperti disambar petir. Bu Linda yang selama ini sangat ramah dan sopan menanyakan apakah kontolku ngaceng, membuatku benar benar tergagap dan menjawab, “E.. iya nih Bu, tahu kenapa.”
Bu Linda tersenyum sambil berkata, “Baru lihat paha saya sudah ngaceng, apa lagi kalau saya kasih lihat memek saya, bisa muncrat tuh kontol. Ngomong ngomong kontolnya engga kejepit tuh Pak?”
Kali ini aku sudah siap, atau sudah nekat, entahlah, yang jelas aku segera berdiri dan membetulkan posisi kontolku yang dari tadi agak tertekuk dan berkata, “Mau dong Bu lihat memeknya, entar saya kasih lihat kontol saya dah.”
Bu Linda pun berdiri dan mengulurkan tangannya kearah kontolku, memegangnya dari luar celana dan meremas remas kontolku, lalu berkata, “Bener nih, tapi lihat aja ya, engga boleh pegang.”
Kemudian beliau melangkah mundur selangkah, membuka dasternya dan kemudian celana dalamnya dan berdiri dalam keadaan telanjang bulat dua langkah dihadapanku. Kemudian ia duduk kembali kali ini dengan mengangkangkan kakinya lebar lebar sambil berkata, “Ayo buka celananya Pak, saya ingin lihat kontol Bapak.”
Sambil membuka pakaianku aku memperhatikan tubuh Bu Linda. Teteknya berukuran sedang, 36 B, putih dan membulat kencang, pentilnya coklat tua dan agak panjang, mungkin sering dihisap, maklum anaknya dua, lalu selangkangannya, bersih tanpa selembar bulupun, total dicukur botak, sungguh kesukaanku karena aku kurang suka memek yang berbulu banyak, lebih suka yang botak. Lalu bibir memeknya juga cukup panjang berwarna coklat muda, membuka perlahan lahan memperlihatkan lubang memek yang tampak merah muda dan berkilatan, agaknya sudah sedikit basah.
Yang paling mengagumkan adalah itilnya yang begitu besar, hampir sebesar Ibu jariku, kepala itilnya tampak merah muda menyembul separuh dari kulit yang menutupinya, seperti kontol kecil yang tidak disunat, luar biasa, belum pernah aku melihat itil sebesar itu. Tangan Bu Linda mengusap usap bagian luar memeknya perlahan lahan, kemudian telunjuknya masuk perlahan lahan kedalam lubang memek yang sudah merekah indah dan perlahan lahan keluar masuk seperti kontol yang keluar masuk memek. Sementara tangan yang satu lagi memegang itilnya diantara telunjuk dan ibu jari dan memilin milin itilnya dengan cepat.
Akupun tidak mau kalah dan mengusap usap kepala kontolku yang 14 cm, kemudian menggenggam batangnya dan mulai mengocok sambil terus memperhatikan Bu Linda. Bu Linda mulai mendesah desah dan memeknyapun mulai menimbulkan suara berdecak decak karena basah, tampak air memek yang berwarna putih susu mengalir sedikit membasahi selangkangannya. Kami onani sambil saling memperhatikan. Sungguh tidak pernah kusangka bahwa onani bareng bareng seorang wanita rasanya begitu nikmat.
Saat hampir nyemprot, aku menahan kocokanku dan menghampiri Bu Linda yang terus menusuk nusuk memeknya dengan cepat. Aku berjongkok dihadapannya dan lidahkupun mulai menjilati memeknya. Bu Linda mencabut jarinya dan membiarkan aku menjilati memeknya, tangannya meremas remas kedua teteknya dengan keras. Aku menjulurkan lidahku kedalam lubang memek yang menganga lebar dan menusuk nusukkan lidahku seperti ngentot, Bu Linda mulai mengerang dan tak lama beliau menarik kepalaku kearah selangkangannya membuat ku sulit bernapas karena hidungku tertutup memek, kemudian terasalah memeknya berkedut kedut dan bertambah basah.
Rupanya Bu Linda sudah memperoleh orgasme pertamanya. Tapi aku tidak puas dengan hanya menjilati lubang memeknya, sasaranku berikutnya adalah si itil besar. Mula mula kujilat jilat kepala itil yang menyembul dari kulit itu, lalu kumasukkan seluruh itilnya kemulutku dan mulailah aku menyedot nyedot sang itil. Belum pernah aku begitu merasakan itil di dalam mulut dengan begitu jelas, dalam hatiku berpikir, “Begini rupanya ngisep ‘kontol kecil’”.
Maklum itilnya benar benar seperti kontol kecil. Bu Linda mengerang erang dan menggoyang goyangkan pinggulnya kekiri kekana sehingga aku terpaksa menahan pinggulnya dengan tanganku supaya sang itil tidak lepas dari hisapanku. Tidak lama beliau mengeluarkan lenguhan yang keras dan memeknya pun kembali berdenyut denyut dengan keras, kali ini dengan disertai cairan putih susu yang agak banyak. Rupanya orgasme kedua telah tiba. Aku melepaskan itilnya dari mulutku dan mulai menjilati cairan memeknya sampai bersih. Sungguh nikmat rasanya.
Bu Linda tergolek dengan lemasnya seperti balon yang kurang angin. Akupun berdiri dan mulai mengocok ngocok lagi kontolku yang sudah begitu keras dan tegang. Mata Bu Linda mengikuti setiap gerakan tanganku mempermainkan kontolku. Saat aku hampir mencapai orgasme, kudekatkan kontolku ke mukanya dan Bu Linda segera membuka mulutnya dan menghisap kontolku dengan lembutnya. Aku sungguh tidak sanggup lagi bertahan karena hisapannya yang begitu nikmat, maka akupun menyemprotkan air maniku di mulutnya. Rasanya belum pernah aku menyemprot senikmat itu dan kontolku seolah olah tidak mau berhenti menyemprot. Begitu banyak semprotanku, tapi tidak tampak setetespun air mani yang keluar dari mulut Bu Linda, semuanya ditelan habis.
Sejak itu kami selalu onani bareng kalau bertemu, dan percaya atau tidak, aku belum pernah memasukkan kontolku kedalam memeknya. Kami sudah sangat puas dengan ngocok bersama sama. Sayangnya beliau sekeluarga pindah keluar negri sehingga aku sekarang kehilangan temen ngocok bareng. Tapi kenangan itu tetap ada di hatiku.
Mungkin ada diantara ibu-ibu atau pasangan yang suka ngocok bareng denganku, silahkan kirim e-mail, pasti akan kubalas. Percayalah, lebih nikmat ngocok bareng dari pada sendiri sendiri.