Masih ada kisah lain yang juga merupakan cerita tersendiri, di mana Sinta menginap di rumah Anna, saat Anna mendapat tugas keluar kota selama dua hari, jumat dan sabtu. Anna sendiri yang meminta Sinta menemani Dicky dan aku.
Jumat malam aku menjemput Sinta dan berdua ke rumah Dicky dan Anna. Dicky mengajak kami berdua makan di luar dan setelah itu pulang. Jam 21 WIB, Anna menelepon Dicky menanyakan apakah aku dan Sinta jadi datang. Karena speakernya dibuka, aku dan Sinta turut mendengar suara Anna. “Tenang saja, sayang. Kerjakan saja tugasmu, ntar lagi Sinta, ponakanmu yang nakal ini akan melayani Oomnya dan kekasihnya,” candanya. Sinta mencubit lengan Oomnya atas gurauan tersebut.
“Sin, hati-hati lho melayani dua lelaki itu, apalagi Oom kamu, sekarang sudah semakin binal aja tuch,” tawanya terdengar.
“Nggak apa-apa Tante, Sinta sudah bertapa untuk mempersiapkan diri menghadapi serangan dua jagoan ini.” Lalu sambungnya, “Tante pulang minggu kan? Biar aku tungguin sampe minggu di rumah.”
“Ya, ya, sayang. Jangan pulang dulu sabtu atau minggu pagi. Tante akan tiba minggu siang di rumah. Minta Agus juga supaya tidak langsung pulang, biar Tante sempat ketemu kalian berdua,” suara Tantenya terdengar.
“Sempat ketemu atau sempat main nich?” godaku mendekatkan mulut ke handphone Dicky, menggoda Anna.
“Gus, sialan kamu. Udah deh, nggak usah vulgar gitu kalo ngomong! Udah ya! Salam buatmu, Dicky dan Sinta” katanya lalu menutup pembicaraan.
Kami bertiga tertawa mendengar ucapan Anna yang terakhir.
Kami menonton TV. Dicky masuk kamar dan mengganti pakaiannya. Ia keluar dengan mengenakan celana pendek dan kaus oblong, sambil melemparkan celana pendek ke arahku ia berkata, “Sin, kamu nggak ganti baju? Nggak kepanasan?”
“Ya Oom, aku pinjam baju Tante ya?”
“Ambil aja yang kamu suka,” balas Dicky.
Sinta masuk kamar dan mencari pakaian Tantenya di lemari kamar. Sedangkan aku membuka celana dan bajuku dan mengenakan celana pendek pemberian Dicky. Aku dan Dicky masih menatap TV saat tak lama kemudian Sinta keluar kamar dengan hanya mengenakan gaun tidur tipis yang transparan tanpa BH dan celana dalam, hingga terlihat lekuk-lekuk tubuhnya membayang, apalagi puting payudaranya mencuat sedangkan rambut tipis vaginanya membayang dari balik gaun tersebut.
Dicky kemudian mengajak kami berdua main kartu, tetapi entah karena sudah tak tahan melihat paha Sinta yang mengintip dari celah-celah gaun tidur istrinya yang dipakai Sinta, ia kemudian mendekati Sinta dan mencium bibirnya. Sinta membalas dengan pagutan yang tak kalah panasnya sambil meremas-remas penis Dicky yang menonjol dari balik celana pendeknya. Dengan satu sentakan, kedua tangan Sinta menarik turun celana Dicky yang ternyata tidak mengenakan celana dalam sama sekali. Dengan cepat ia mendorong tubuh Dicky berbaring di karpet dan memegang penis Dicky lalu mencium dan menjilatinya. Tangan kirinya menarik tanganku mendekati dirinya dan sambil terus melakukan aksinya terhadap Dicky, tangan kirinya mengelus-elus penisku di balik celana pendekku. Aku mendekati dirinya dan membantu dengan membuka celana pendek hingga bertelanjang. Dengan dua pria yang sudah telanjang bulat, Sinta meremas-remas penisku dan menciumi penis Dicky. Lalu ia memintaku berbaring dekat Dicky sambil menciumi penisku dan penis Dicky secara bergantian.
Dicky lalu bangun dari sikap berbaring dan membukai gaun Sinta hingga terbuka lebar. Sinta kemudian meminta kami berdiri di kanan kirinya, lalu ia berlutut di dekat kaki kami berdua dan menciumi penis kami berdua. Kedua tangannya memegang penis kami semakin mendekati mulutnya dan akhirnya kedua kepala penis kami ia lumat bersama-sama dalam mulutnya. Aku dan Dicky mengerang merasakan serangan Sinta pada penis kami berdua.
Dicky yang sudah horny, menarik tubuh Sinta berdiri dan menempatkan tubuh Sinta tepat berhadapan dengannya. Ia angkat paha kiri Sinta agar penisnya bisa masuk dengan leluasa ke dalam vagina Sinta. Dalam posisi berdiri itu, Sinta diserang oleh Dicky. Kedua tangan Sinta melingkari leher Dicky. Aku mengangkat kaki kanan Sinta agar ikut merapat ke paha Dicky dan bahkan kedua pahanya kini melingkari pinggang Dicky. Kuarahkan penisku ke anal Sinta yang kini dalam posisi digendong oleh Dicky. Tekanan penisku semakin kuat dan dalam, ditambah dengan masuknya penis Dicky ke dalam vagina Sinta. Sinta dan Dicky dengan cepat mencapai orgasme. Mungkin karena tekanan yang begitu hebat, sehingga keduanya tak dapat lagi menahan diri.
Kami kemudian pindah ke ranjang di kamar Dicky dan Anna. Sinta mengambil satu dildo putih, terbuat dari karet dari antara koleksi milik Tantenya dari bufet, dengan tali yang terikat ke dildo tersebut, ia pasangkan sehingga kini ia tampak seperti laki-laki. Aku agak heran sebab tak ingin dianal olehnya, tetapi begitu melihat Sinta menyuruh Dicky menelungkup, barulah aku mengerti siapa yang akan menjadi sasarannya. Dengan ludahnya, ia membalur dildo tersebut dan memasukkannya perlahan-lahan ke dalam anal Dicky. Dicky yang menelungkup merintih menikmati perbuatan Sinta. Kedua tangannya meremas-remas sprey ranjang mereka. Sinta tersenyum melihat Oomnya berada di bawah kekuasaan dirinya. Lalu tangan kanan Sinta menarik tanganku untuk menyetubuhinya dari belakang.
Aku yang belum orgasme, mencari vagina Sinta. Kuciumi sebentar dan kumasukkan penisku ke dalam vaginanya dari belakang tubuhnya sambil meremas kedua belah pantatnya yang indah. Kujejalkan penisku memasuki vaginanya. Ia mengerang merasakan nikmat akibat penisku yang menghunjam dalam-dalam ke vaginanya. Di bawah Sinta, Dicky mendesah merasakan desakan penis buatan yang dimasukkan Sinta ke dalam analnya. Gerakan Sinta pelan tapi mantap sambil sesekali menggeliat-geliatkan pantatnya ke kiri dan kanan menikmati penisku memasuki rongga bawah tubuhnya.
Agar menambah seru permainan, liang anal Sinta kuelus-elus lembut dengan jari telunjuk dan kuborehkan air ludahku ke situ hingga jariku leluasa menerobos masuk. Mula-mula hanya satu jari, kemudian kutambah dengan jari tengah memasuki analnya. Sinta mengerang mengimbangi erangan Dicky di bawah tubuhnya. Melihat geliat pantat Sinta, kucabut penisku dari vaginanya, membuat dia menoleh ke belakang, “Koq dicabut, Gus? Masukin lagi dong sayang, aaahh!” pintanya.
“Sabar sayang, aku takkan meninggalkanmu!” kataku sambil mengelus-elus vaginanya bagian belakang. Sekarang kuarahkan penis memasuki analnya, sehingga kepalanya mendongak menahan nikmat, “Ehhhhsssttt, ooohhh, yaaahh, enak tuch Gussss …… akhhhh kamu memang pinter memuaskan perempuan, aiiihhhhh ….. oooougggghhhhhh …” rintihnya.
Setelah penisku leluasa masuk ke dalam analnya, kucabut lagi dan kuterobos vaginanya. Dua tusukan ke vaginanya lalu dua tusukan ke analnya, begitulah kulakukan, membuatnya merintih makin kuat.
“Gila kamu Gus, kamu kerjain kedua lobangku habis-habisan, ooougggghhh…” desahnya sambil meneruskan gerakannya membongkar anal Dicky.
Kadang kucabut dengan cepat setelah satu tusukan, lalu memasukkan ke lubang yang lain. Silih berganti kulakukan dengan gerakan semakin cepat.
Sinta mendesis-desis seperti orang kepedasan, “Ssssssshhhhh ….. aakkkkhhhh, oooohhhhh. …… mmmpppfff ….. sssshhhhhh …..”
Sambil menarik kedua pantatku agar memperkuat dan mempercepat gempuranku Sinta semakin mempercepat gerakannya di atas tubuh Dicky, sehingga membuat Dicky merintih, “Pelan-pelan Sin …… pelan …. Aaaakkkhhh ….. jangan kuat-kuat, ntar jebol anusku sayang ……. Oooohhhhh ……. Uuuuuhhhhhhh ….. aaaa hhh.”
Sinta bukannya menuruti permintaan Dicky, melainkan semakin mempercepat dorongan pantatnya naik turun di atas tubuh Dicky. Tangan kanan Sinta menyusup di bawah tubuh Dicky meremas-remas penis Dicky. Dicky agak mengangkat pinggulnya hingga tangan Sinta leluasa mengocok penisnya. Pantat Sinta meliuk-liuk di atas tubuh Dicky sambil terus menerima hunjaman penisku secara bergantian pada vagina dan analnya. Desahan Sinta makin kuat. Dengan suatu hentakan panjang, kumasukkan penisku ke dalam vaginanya sambil memeluk pinggangnya erat-erat. “Sin, aaaakkkhhh aku dapet nich….. sayangggg…..” erangku sambil menanamkan sedalam-dalamnya penisku. Vaginanya mencengkeram penisku dengan kuat hingga terasa seolah-olah dijepit oleh kunci Inggris saking kuatnya. Semburan spermaku tertahan oleh gerakannya dan setelah kucabut, kumasukkan lagi penisku ke dalam analnya sambil menyemprotkan spermaku di dalamnya. Sinta melolong panjang, rupanya iapun sudah mencapai puncak kenikmatan, “Aaaaooooohhhhh ….. aku juga sayang ….. bareng yukkkkk?” jeritnya. Di bawahnya Dicky juga menyusul dengan geraman yang tak kalah kuat, tekanan penis buatan dari Sinta dan jari-jari Sinta yang menggenggam penisnya kuat-kuat membuatnya orgasme. Namun spermanya tumpah ruah di kasur, beda dengan spermaku yang kusemprotkan di liang anal Sinta.
Setelah beristirahat setengah jam. Sinta kembali meremas-remas penisku yang lunglai usai menunaikan pekerjaannya. Ia rebahkan kepalanya di dekat pahaku dan menjilati kepala, leher dan batang penisku. Testisku pun dijilati dan sesekali dikulum, dimasukkannya ke dalam mulutnya dan menyedotnya dengan lembut. Aku merasa terangsang lagi oleh tingkahnya. Penisku makin tegang lagi. Aliran darahku terpompa lagi ke bagian bawah tubuhku. Kuelus-elus pundak dan punggung Sinta yang terbuka lalu kuraih kaki dan pahanya mendekati kepalaku. Kuciumi vaginanya yang masih ada cairan yang berbau khas. Kujilati dan kugunakan lidahku mengait klitorisnya dan mendesakkan lidahku mengait-ngait ke dalam liang vaginanya. Erangan kami berdua tidak tidak mampu membangunkan Dicky yang tertidur nyenyak usai mendapatkan kepuasan dari Sinta.
Sinta kemudian memintaku berdiri dan menggendongnya, lalu dengan style monyet menggendong anak, kami bersetubuh. Pekikan kenikmatan Sinta keluar ketika kedua pahanya kunaik-turunkan sambil berjalan selangkah demi selangkah mengitari kamar Dicky dan Anna. Mulutnya mencari-cari bibirku untuk ia ciumi. Kedua tangannya melekat erat melingkari leherku. Sinta tak lama kemudian menggapai puncak kenikmatan lagi. Setelah napasnya agak beraturan, kuletakkan tubuhnya ke ranjang dan aku pun membaringkan tubuhku di sampingnya. Lelah dengan permainan kami beberapa ronde, kami berdua perlahan-lahan tertidur menyusul Dicky yang sudah duluan berangkat ke alam mimpi.
Esok paginya aku bangun dan melihat Dicky sudah tak ada di kamar. Sinta masih tidur dengan tangan kirinya masih memegangi penisku, sedang payudaranya berada di bawah tangan kananku. Aku bangun dan menuju kamar mandi. Kutoleh keluar, kulihat Dicky dari jendela kamar sedang berdiri di luar menatap ke arah luar rumahnya. Tanpa mengunci pintu kamar mandi, aku mandi. Saat menyabuni tubuhku, kudengar daun pintu berbunyi, ternyata Sinta menyusul aku ke kamar mandi. Ia melangkah menuju aku yang sedang berendam di bathtub, lalu ia masuk ke dalam setelah menggosok gigi di wastafel. Sambil berendam di dalam bathtub, jari-jari tangannya mengelus-elus pahaku dan mencari penisku yang terendam di dalam air. Penisku kembali tegang dan kubalas elusannya dengan mencari klitorisnya dan menusukkan jari-jariku pelan ke dalam vaginanya. Sinta mendesah dan memintaku bersetubuh di situ. Aku berbaring terlentang di dalam bathtub dan Sinta menindih tubuhku dari atas sehingga memegang penisku dan mengarahkannya tepat di celah-celah vaginanya. Dengan satu sentakan, ia turunkan tubuhnya hingga penisku amblas ke dalam vaginanya. Ia menaik-turunkan tubuhnya di atas perutku sambil memegang kedua pundakku. Kedua payudaranya kuremas-remas dan kucari bibirnya untuk kucium. Bunyi kecipak air akibat gerakan kami berdua bercampur dengan rintihan dan erangan kami. Beberapa menit kemudian Sinta orgasme lagi diikuti olehku. Kami pun berciuman lama dan setelah membersihkan diri, keluar dari bathtub dan mengeringkan badan dengan handuk. Aku menyusul Sinta yang keluar di depanku dari kamar mandi. Dicky ada di kamar mereka ketika kami berdua keluar dari kamar mandi yang terletak di dalam kamar itu.
“Hebat, ada sesi tambahan rupanya pagi ini, sampai keramas begitu?” katanya menggoda kami berdua.
“Tau nich, Sinta mengajakku main lagi, sehingga tak enak menolak permintaannya,” kataku.
“Ihhhh, bisa aja Gus, emang kalau kamu diam aja bakalan kejadian lagi? Kan karena kamu juga mau, iya nggak?” cibirnya sambil memonyongkan bibirnya ke arahku. Kusambut bibirnya dengan seulas ciuman sambil melepaskan handuknya.
“Ahhhh, udah dulu, malu tuch diliat Oom Dicky,” katanya sambil menarik kembali handuknya menutupi tubuhnya. Dicky dan aku tersenyum melihat polahnya. Disaksikan oleh Dicky dan aku, Sinta bertelanjang dan kemudian memakai baju Tantenya. Kini ia hanya pakai celana pendek dan kaus oblong, di balik itu sama sekali ia tidak mengenakan BH dan celana dalam. Payudaranya dengan putingnya tampak membusung ke depan dan lekuk-lekuk tubuhya membayang sangat indah, apalagi melihat seputar pahanya yang sangat merangsang.
Kami sarapan bertiga dan usai sarapan angin sepoi-sepoi menerpa begitu nikmat, sehingga kami bertiga tertidur di ruang tengah. Sinta semula hanya tidur-tiduran di depan TV, tetapi kemudian nyenyak juga. Dicky tertidur di sofa, sedangkan aku tidur sambil duduk. Sore hari kami bangun dan kembali mencari makan di luar seperti malam sebelumnya.
Usai makan, Sinta meminta Oomnya untuk memutar film. Dicky mengambil BF dari koleksi film mereka. Yang diputar ternyata adegan lesbi yang benar-benar hot. Tiga orang perempuan saling mencium vagina yang lain dalam formasi segitiga. Kemudian datang perempuan keempat yang lebih tinggi dari mereka bertiga, lalu membagikan dildo sambil menciumi satu persatu ketiga perempuan tadi. Ciuman antarmereka begitu lembut. Kuperhatikan Sinta menatap lekat-lekat ke layar televisi sambil meleletkan lidahnya melihat adegan demi adegan. Ia semakin gelisah duduk ketika perempuan yang terakhir memasang dildo di pangkal pahanya lalu mendekati pinggul salah satu perempuan lain kemudian menjejalkan dildo tersebut seperti seorang pria menyetubuhi perempuan. Kedua perempuan lain bermain dengan posisi enam sembilan, tetapi begitu melihat teman mereka disetubuhi dan merintih makin kencang, mereka berdua mendekat dan berbagi tugas. Yang satu mencium bibir temannya yang sedang disetubuhi itu, sedang yang lain memegang-megang payudaranya, meremas dan kadang-kadang saking gemasnya membuat gerakan seperti peternak sedang memerah susu sapinya. Diserang dari tiga jurusan, membuat perempuan yang disetubuhi temannya dengan posisi nungging itu semakin merintih dan dengan suatu sentakan dildo pada vaginanya, ia menjerit karena sudah orgasme.
Kutatap wajah Sinta yang merona merah, “Kamu udah terangsang, sayang?”
“Emang robot apa, tidak terangsang melihat film ginian, iya nggak Oom?” katanya meminta persetujuan Oomnya. Dicky mengangguk melihatnya sambil tersenyum penuh arti.
Aku mendekati Sinta dan kubaringkan tubuhnya di karpet sambil menciumi bibirnya. Tanganku membukai satu demi satu pakaian yang melekat di tubuhnya. Ia membalas dengan membuka seluruh pakaianku. Dicky membuka juga pakaiannya dan merangsang vagina Sinta sementara aku meraba, meremas dan menciumi payudara Sinta. Puas menciumi vaginanya, Dicky membalikkan tubuh Sinta hingga menungging, lalu dimasukkannya penisnya ke dalam vagina Sinta. Sinta dalam posisi nungging meraih penisku. Aku yang berada dalam posisi duduk memberikan penisku untuk diisap dan dijilati Sinta. Penis Dicky masuk keluar vaginanya, sedangkan penisku masuk keluar mulutnya. Dicky menggeram sekitar lima menit kemudian dan mengeluarkan spermanya di atas lubang pantat Sinta, lalu kuangkat tubuhku menggantikan posisinya, sementara Dicky menempatkan diri di tempatku semula. Penis Dicky digelomoh Sinta sambil dinantikannya penisku memasuki tubuhnya. Kuambil sperma Dicky yang tersisa dekat anal Sinta, kemudian kuoleskan ke penisku, lalu mengarahkan penis ke anal Sinta. Penisku masuk keluar analnya sedangkan penis Dicky gantian ia lumat habis-habisan. Kuserang dengan posisi demikian sambil kedua tanganku mencari vaginanya dan memberikan rangsangan masuk keluar, membuat Sinta merintih makin kuat. Akhirnya iapun mencari puncak kenikmatan.
Kami masih main lagi setelah itu. Adakalanya bertiga, tetapi lebih sering aku dan Sinta berdua, karena Dicky sudah kelelahan dan tidak tahan lagi melayani Sinta.Kucoba menghitung orgasme yang dicapai Dicky hanya tiga kali malam itu, sedangkan Sinta berhasil kubuat orgasme tiga kali sewaktu kami main hanya berdua, padahal bersama Dicky, ia sudah orgasme dua kali, sehingga ia mencapai orgasme lima kali malam itu. Aku sendiri hanya dua kali orgasme. Malam itu, saking letihnya kami tertidur di ruang tengah.
Kami terbangun ketika mendengar teriakan Anna di depan. Aku yang pertama-tama bangun. Segera kupakai celana pendek dan kaus, lalu sambil menoleh ke jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 WIB, membuka pintu dan menuju gerbang sambil membukakan kunci agar Anna masuk. Kulihat taxi yang mengantarnya pergi setelah ia membayar ongkosnya.
“Lho, koq cepet pulang? Katanya ntar siang baru nyampe, An?” tanyaku sambil bersalaman dan mencium pipinya lalu mengangkat kopernya. Anna tidak cukup menerima ciuman pipiku, begitu masuk ke halaman rumahnya, ia mencuri bibirku untuk ia ciumi kemudian berjalan di depanku masuk ke dalam rumahnya, sambil berkata, “Kebetulan aku berangkat pagi ke bandara diantar mobil pagi dan waktu check in, ditawari untuk terbang lebih pagi, sebab ada penumpang yang membatalkan keberangkatannya.”
Dicky menyambut istrinya dengan pelukan dan ciuman bibir yang mesra. Begitu pula Sinta, begitu melihat Tantenya datang, mencium pipinya kiri kanan dan tak lupa berciuman bibir juga dengan Tantenya.
“Koq baru pada bangun jam segini?” tanya Anna sambil menatap jam dinding.
“Maklum Tante, kedua gladiator ini minta nambah melulu semalam, sampai rontok rasanya tubuhku,” jawab Sinta.
Aku tersenyum mendengar kalimatnya, sedangkan Dicky tanpa komentar masuk kamar mereka dan mengalirkan air, agaknya ia sudah ingin mandi.
Anna kemudian mendekatiku lagi dan sambil melingkarkan kedua tangannya ke leherku dipagutnya bibirku dan dijejalkannya lidahnya ke dalam mulutku. Semula pagutannya tak kubalas, kudorong tubuhnya sambil berkata, “Ntar dulu sayang, belum mandi nich!” Ia tak mau melepaskan tubuhku dan terus mencari bibirku, melumat dan memainkan lidahnya, “Mmmmpppfff, aku sudah kangen berat pada kalian bertiga. Kubayangkan dua malam ini kalian bertempur habis-habisan. Entah masih ada nggak sisa amunisi buatku?” selorohnya.
Salah satu hal yang menjadi kesukaan Anna adalah ia tidak jijik berciuman dan berhubungan seks pada pagi hari. Ada orang yang ingin pasangannya cuci muka, sikat gigi atau bahkan mandi dulu baru mau berhubungan seks pada pagi hari. Tetapi Anna justru sebaliknya, ia lebih suka bau alami mulut dan tubuh lelaki yang ia sukai. Bukan hanya terhadap Dicky saja ia suka melakukan itu, tetapi juga terhadapku.
Kubalas ciumannya sambil merabai punggungnya. Tangannya meraba-raba dadaku dan sebelah lagi turun ke pangkal pahaku lalu menyusup dari atas meremas penisku. “Lho, cepet amat udah bangun si Otong?” guraunya.
“Abis belum-belum udah langsung ke situ, apa nggak siap tempur dia?” jawabku.
Sinta duduk memandangi kami sambil tersenyum-senyum. Tak berapa lama, ia berdiri dan mendekati kami lalu berdiri di belakang tubuh Tantenya. Digeliat-geliatkannya tubuh bagian depannya ke punggung dan pantat Anna sambil jari-jarinya meremas-remas pinggul Tantenya. Anna menyambut gerakan Sinta sambil menekankan tubuhnya ke belakang, tetapi tangannya menarik tubuhku agar merapat ke dadanya. Penisku yang sudah tegang dari balik celana menekan bagian pangkal pahanya hingga ia mendesah.
Tangan Sinta mengelus-elus kuduk Tantenya dan jari-jarinya bermain ke depan merabai payudara Tantenya sambil membuka satu persatu kancing blasér yang dipakai Tantenya. Setelah semua kancing terbuka, Sinta menanggalkan baju Tantenya itu hingga kini Tantenya tinggal memakai kutang di bagian atas, sedang di bawah celana panjangnya masih melekat pada paha dan kakinya. Kedua tangan Sinta meremas-remas payudara Tantenya dan dengan mulutnya ia membuka pengait kutang yang berada persis di depan wajahnya. Maka payudara Tantenya kini tersembul keluar dan langsung kuremas dan kujilati dengan lidah dan bibirku. Tidak puas dengan aksi tadi, jari-jari Sinta yang lentik kembali beraksi mengelus-elus perut dan pinggul Tantenya, lalu membuka risleting celana panjang Tantenya yang terletak di bagian depan. Sambil menurunkan celana tersebut, ia menunduk dan berlutut di belakang Tantenya. Tangannya meraba-raba pantat Tantenya yang kini hanya ditutupi secarik kain segitiga. Jari-jarinya menyusupi celah-celah pantat Anna dan mengait-ngait klitorisnya dari belakang. Kemudian kedua ibujarinya ia pakai untuk mengait tepian celana dalam Anna di bagian pinggul kiri kanan dan menurunkan celana dalam itu, hingga Anna bugil sama sekali. Anna tak mau kalah aksi, dibukanya kausku dan celanaku hingga menyusul dirinya telanjang. Ia tekankan pahanya ke penisku. Kurasakan lembab pada bagian vaginanya. Agaknya ia sudah benar-benar terangsang, “Ayo Gus, aku sudah kangen nich! Masukin dong, sayang?” pintanya.
Kubopong tubuhnya ke atas masuk ke kamar mereka, Sinta mengikuti kami dari belakang. Sesampainya di kamar tidur, kulihat Dicky baru selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk. Melihat istrinya dibopong ia hanya tersenyum. Ia dekati istrinya yang sudah terangsang hebat. Sinta yang menyusul di belakang kami, tiba-tiba menarik handuk Oomnya hingga terlepas. Entah kapan berlangsung, penis Dicky ternyata sudah tegang. Mungkin sambil mandi, ia merangsang diri sendiri karena tahu istrinya pasti sudah begitu ingin main bersama kami. “Silakan Dicky, istrimu tercinta menantikan kedatanganmu!” kataku memberikan kesempatan baginya.
Dicky mementangkan kedua kaki Anna lebar-lebar dan berlutut di celah-celah paha istrinya kemudian memasukkan penisnya ke dalam vagina istrinya. Anna merintih ketika penis yang besar itu masuk perlahan-lahan dan pinggulnya naik untuk menyambut masuknya penis suaminya. Sinta tersenyum melihat ulah kedua suami istri itu. Ia mendekatiku dan mencium bibirku. Kami berpelukan dan berpagutan sambil saling meraba dan meremas. Anna meraba pahaku yang berada dekat pinggulnya, menarik mendekati dirinya. Aku tahu, ia pasti ingin menciumi penisku. Aku berlutut dekat wajahnya dan dengan ganasnya ia lumat kepala penisku, masuk ke dalam mulutnya. Ia masuk keluarkan hingga batas leher penisku, lalu memasukkan semakin dalam ke mulutnya.
Sinta membantu Tantenya agar segera mencapai kenikmatan dengan menempatkan dirinya di seberang tubuhku dekat wajah Tantenya dan menciumi bibir Tantenya sambil meremas-remas payudaranya. Tangan Anna memegang pinggang suaminya agar menekan lebih kuat penisnya ke dalam vaginanya. Mulutnya terus menyedot penisku hingga pipinya terlihat kempot. Aku menikmati isapannya sambil menarik wajah Sinta mendekati wajahku. Kami berciuman di atas wajah Anna dengan tangan Sinta terus meremas-remas payudara Tantenya. Anna dengan sebelah tangan menarik penisku yang basah kuyup akibat lumatan mulutnya mengarah ke vagina Sinta yang pahanya didekatkan dengan tangannya yang lain, demikian rupa, sehingga kami berdua tergoda untuk bersetubuh di atas wajah Anna. Kumasukkan penisku ke dalam vagina Sinta yang sudah lembab. Kutekan lebih dalam dan menunggu sambutan Sinta. Sinta menerima hunjaman penisku dengan ganasnya sambil tangannya terus meremas payudara Tantenya di bawah kami. Kini Anna yang ada di bawah kekuasaan Dicky menciumi testis dan pangkal penisku yang masuk keluar vagina keponakannya dengan cepat dan semakin cepat. Rintihan Anna semakin kuat menambah erotis gerakanku dan Sinta. Sambil menyetubuhi Sinta dengan posisi berlutut begitu, aku berciuman dengannya dan meremas-remas payudaranya. Sebelah tangan Sinta terus bermain pada payudara Anna sedangkan yang lain menekan-nekan pantatku agar semakin erat menekankan penis ke vaginanya. Erangan Sinta bercampur dengan rintihan Anna dan geraman Dicky dan aku.
Hentakan penis Dicky masuk keluar vagina Anna semakin pesat, rintihan Anna terdengar semakin kuat di sela-sela permainan lidahnya terhadap penis dan testisku yang sesekali kulihat juga menjilati vagina dan anal keponakannya. Akhirnya Anna orgasme dengan suatu teriakan kencang ketika Dicky menancapkan penisnya kuat-kuat hingga amblas sampai ke pangkalnya sambil menarik pinggul istrinya erat-erat ke arah penisnya. Dicky mengerang saat menapakkan kaki di puncak kenikmatan bersamaan dengan Anna lalu menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Anna sambil menciumi payudara Anna. Sinta menyusul orgasme mereka berdua sambil meliuk-liukkan pinggulnya dan menekan tubuhnya kuat-kuat ke tubuhku. Kupeluk erat tubuhnya dan penisku menghunjam dengan dalamnya ke vaginanya menikmati remasan vaginanya yang begitu dahsyat. Sambil menekan penis kudiamkan sejenak di dalam liang kenikmatannya beberapa saat dan kurasakan bagaimana ujung vaginanya melakukan gerakan menyedot kepala penis dengan nikmatnya. Aku merasakan kenikmatan luar biasa menerpa diriku. Kutengadahkan kepalaku sambil memeluk pinggang Sinta. Melihat reaksiku, Sinta mengarahkan mulutnya ke dadaku dan lidahnya terjulur menciumi kedua putingku dan menggigitnya secara bergantian hingga akhirnya aku melepaskan hasratku yang memuncak dengan lontaran sperma di dalam vaginanya.
Anna yang wajahny amasih ada di bawah kami, masih terus menciumi dan menjilati vagina keponakannya dan bagian bawah tubuhku. Lidahnya juga melakukan kegiatan pada analku, sehingga rasa geli-geli nikmat bercampur dengan semprotan sperma dari penisku memasuki vagina keponakannya. Ia dengan lahapnya menjilati tetesan-tetesan kenikmatan yang keluar dari kemaluan kami berdua yang masih terus berpelukan beberapa saat sebelum akhirnya merebahkan diri ke kanan dan kiri tubuh Anna. Begitu kami rebah di sampingnya, Anna masih memagut bibirku dengan ganasnya dan sesudah itu juga mencium bibir Sinta yang masih tersengal-sengal meredakan nafsunya.