Aku mendapat tugas dari Kebun Binatang Surabaya (KBS) dimana tempat aku bertugas sebagai dokter hewan untuk berangkat ke Taman Safari Indonesia (TSI) I di Bogor menghadiri workshop (lokakarya) mengenai Banteng (Bos Javanicus). Kami mendapat fasilitas pemberangkatan dengan menggunakan pesawat terbang dari Airport Juanda.

Pada hari yang telah ditentukan, aku meluncur menggunakan taxi menuju Airport Juanda yang jaraknya dari rumahku sangat jauh, jaraknya dari ujung kota Surabaya menuju ujung perbatasan kota Surabaya, yang mana sebenarnya Airport Juanda sudah termasuk Kabupaten Sidoarjo, sedangkan rumahku berada di kawasan Kenjeran, daerah ujung Surabaya Timur.

Seperti biasa, pakaianku bagian atasan adalah T Shirt tanpa lengan yang lebih tepat disebut singlet warna putih dengan dalaman tanpa BH, karena memang seperti yang pernah kuceritakan pada ceritaku terdahulu, aku sejak kecil memang tidak suka menggunakan BH hingga kini usiaku sudah menginjak 28 tahun pun aku tetap tidak terbiasa mengenakan BH.

Bagi pembaca yang belum pernah membaca kisahku terdahulu, silakan membacanya. Cara mencarinya, lihat saja di kolom sebelah kiri tulisan ini, tepatnya di sebelah kiri tampilan layar komputer anda. Nah, di situ terdapat daftar judul tulisan saya terdahulu dan klik saja yang anda suka. Selamat membacanya, jangan lupa memberi penilaian di kolom bawahnya ya. Silahkan beri penilaian yang obyektif.

T Shirt yang kukenakan bentuknya menempel di kulit mengikuti lekuk tubuhku bagian atas, sehingga tampak sekali bentuk lekukan yang menonjol di dadaku, termasuk bentuk puting susuku yang kentara sekali karena aku tidak mengenakan BH, aku yakin pasti membuat mata laki-laki akan terus memandang ke arah dadaku, namun di luarannya aku mengenakan blazer tidak terlalu tebal berwarna krem, sehingga dapat menutupi bagian dadaku dan aku tidak perlu khawatir bisa membuat lelaki mata keranjang terus memandangi dadaku dengan penuh gairah.

Bawahanku adalah rok mini yang bagian bawahnya lebar dan ada lipatan-lipatannya, jadi aku harus ekstra hati-hati apabila duduk, kalau tidak ingin CD model G Stringku terlihat oleh orang lain. G Stringku berwarna krem sesuai dengan warna rok mini yang kukenakan, modelnya yang mini hanya berupa tali nylon yang melingkar di pinggangku dengan model ada ikatan di kiri dan kanan pinggangku, selebihnya juga seutas tali nylon melingkar dari bagian belakang pinggangku, melilit ke bawah melintasi belahan pantatku yang sintal dan tersambung dengan secarik kain sutera tipis.

Ukuran sutera tipis yang menutup bagian depan kemaluanku tak lebih dari seukuran dua jari saja, jadi hanya mampu menutupi lubang kemaluanku saja sedangkan selebihnya bulu-bulu kemaluanku tidak semuanya tertutup dengan rapi, hingga saat kukenakan, G Stringku tidak dapat menutupi bulu-bulu kemaluanku secara keseluruhan dan bagian ujung bulu-bulu kemaluanku tetap menyeruak keluar melalui ujung secarik kain sutera tipis yang berbentuk segitiga itu.

Dari rumahku ke Airport Juanda ternyata cukup mahal juga hingga argo menunjukkan hampir enam puluh ribu rupiah. Setelah turun dan memberi pembayaran kepada sang sopir yang dari tadi melirikku melalui kaca spionnya - kaca spionnya memang sengaja diturunkannya mengarah ke bagian pahaku, aku pun turun menuju pintu keberangkatan, Heru (samaran), kawan seperjalananku ternyata sudah menunggu.

Heru adalah seorang sarjana peternakan, usianya 36 tahun, sudah berkeluarga dan punya anak. Orangnya cukup tampan dan tingginya 182 centimeter, lebih tinggi daripadaku yang hanya 170 centimeter, walaupun untuk ukuran wanita aku sudah termasuk cukup tinggi, apa lagi kini aku memakai sepatu model hak tinggi hingga saat kami berjalan tampak serasi sekali. Pakaian Heru biasa-biasa saja karena orangnya memang sederhana, namun perbedaan penampilan kami tidak terlampau mencolok dan kami tetap terlihat serasi.

Kami berdua langsung masuk menuju ruang tunggu. Tempat duduk ternyata telah penuh hingga kami putuskan menunggu di kios yang menjual makanan dan minuman yang ada di lorong sebelum masuk ke ruang tunggu, jadi kami terpaksa keluar lagi dari ruang tunggu. Kami mencari tempat duduk yang kebetulan ada meja kosongnya dengan bangku berhadapan. Kami berdua memesan kopi. Sambil meminum kopi, kami membahas materi apa saja nantinya yang akan dipaparkan, kalau seandainya di acara workshop tersebut kami diberi kesempatan untuk berbicara.

Posisi dudukku dengan mengenakan rok yang mini begini membuat belahan pahaku bagian atas agak tersingkap hingga akibatnya orang-orang yang duduk di sebelahku sering kali mencoba mencuri pandang ke bagian pahaku. Mata-mata mereka dengan nakal mencoba melirik pahaku yang putih dan mulus dan sengaja kubiarkan karena aku memang tidak dapat berbuat apapun untuk bisa menutupi bagian pahaku tersebut.

Tak lama setelah kami mereguk kopi, panggilan untuk boarding pun tiba. Kami berdua lalu menuju ruang tunggu dan langsung boarding. Ternyata pesawat penuh dengan penumpang yang sama-sama bertujuan akhir ke Jakarta. Aku duduk bersebelahan dengan Heru. Kembali saat duduk begini rok miniku jadi masalah tersendiri. Saat aku duduk secara otomatis rokku sedikit tertarik ke atas sehingga pahaku yang mulus kembali terlihat sampai agak tinggi.

Heru membisikiku nakal, "Pahamu mulus lho!". Kucubit lengannya hingga dia mengaduh.

Sesampai di Bandara Internasional Cengkareng, kami berdua segera naik Bis Damri Full AC yang jurusannya ke Bogor. Perjalanan dari Cengkareng ke Bogor cukup jauh, memerlukan waktu berjam-jam sehingga aku sempat tidur-tidur ayam, terkadang juga tertidur sungguhan sehingga kepalaku secara tidak sadar tersandar di samping lengan Heru, dan Heru cukup bijaksana untuk membiarkannya, atau mungkin dia juga suka, siapa sih lelaki yang tidak suka lengannya disandari kepala cewek secantik aku (Bukan GR lho! Aku memang berwajah cukup cantik dan di antara para pegawai KBS aku juga menjadi bunganya).

Untuk menutupi pahaku yang terbuka agak tinggi, kulepas blazerku dan kutangkupkan di pangkuanku. Kubiarkan bagian dadaku hanya dengan T Shirt tanpa lengan saja. Aku tahu saat mata Heru melirik ke bawah ke bagian busungan dadaku dimana terlihat bagian puting susuku lebih menonjol keluar karena buah dadaku tak dibalut BH. Dalam perjalanan, rupanya Heru tidak tahan lagi menahan gejolak nafsunya hingga diam-diam tangan kirinya menyusup masuk ke dalam blazer yang kugunakan untuk menutupi pangkuanku tadi.

Mungkin dia tadinya hanya mencoba-coba menggodaku dengan menyusupkan tangannya ke pahaku, namun karena melihat reaksiku yang diam saja maka tangan Heru menjadi semakin berani saja mengelus pahaku. Posisi dirinya seperti tidak terjadi apa-apa, badan dan kepalanya tetap disandarkan di kursi, matanya dipejamkan seakan-akan sedang tertidur.

Aku merasakan ada aliran hangat mengalir dari pahaku naik ke atas ke seluruh bagian tubuhku. Terus terang walau kami berdua setiap hari selalu bertemu di KBS, hubungan kami tetap biasa-biasa saja sebatas profesi, pada hal bagian kami selalu berhubungan, aku sebagai dokter hewan dan Heru sebagai salah seorang Kepala Bagian di KBS.

Tangan Heru hanya meraba-raba mengelus pahaku bagian dalam, walau terkadang sampai ke bagian atas tepat di ujung pangkal pahaku, sehingga dapat kurasakan ujung-ujung bulu kemaluanku yang tersembul keluar dapat tersentuh oleh jari-jarinya. Timbul juga rangsangan tersendiri merasuki diriku, aku jadi horny oleh elusannya hingga kulingkarkan tanganku ke lengan kiri Heru yang ujung jarinya sedang asyik mengelus pahaku dan kusandarkan kepalaku sehingga membuat Heru semakin percaya diri lagi dan lebih berani mengelus pahaku, namun posisi kami di bis yang sedang berjalan di siang hari bolong tidak memungkinkan jari Heru berbuat lebih jauh lagi.

Ujung CD-ku pasti sudah mulai basah. Saat jari kelingking Heru mulai disentuh-sentuhkan ke celah-celah ujung selangkanganku, jarinya menyentuh bagian luar kemaluanku. Karena ujungnya hanya berupa secarik kain sutera yang tipis maka dapat kurasakan sentuhan jari kelingking Heru yang mengenai ujung klitorisku, tetapi posisi kami tidak memungkinkan Heru bisa berbuat lebih jauh, namun apa yang ia lakukan saat ini sudah merupakan suatu permulaan yang baru bagi perkenalan kami selama ini, karena selama ini kami di KBS tidak pernah melakukan hal yang tidak berkaitan dengan profesi kami.

Sesampai di Bogor, kami turun di pasar yang mungkin juga berfungsi sebagai terminal. Mobil milik TSI I yang warnanya khas loreng hijau sudah menanti kami. Sang sopir mempersilakan kami naik dan langsung mengantar kami ke Hotel Safari Garden yang juga milik TSI. Acara workshop bantengnya memang akan diselenggarakan di Hotel Safari Garden, dan pesertanya semua menginap di sana. Hari ini kami hanya melakukan pendaftaran dan malam harinya makan malam bersama dengan dijamu oleh tuan rumah.

Aku dan Heru mendapat masing-masing satu kamar sendiri-sendiri. Kamar kami bersebelahan namun tidak ada connecting doornya. Setiap areal kamar menggunakan nama-nama satwa. Kami menempati areal Komodo. Hampir semua kamar diisi oleh peserta workshop. Beberapa ada yang telah kami kenal tetapi banyak juga yang belum kami kenal. Mereka datang dari seluruh penjuru tanah air, ada yang dari instansi pemerintahan dan ada juga peserta yang dari kebun binatang di kota lain. Orang asingnya juga ada, mungkin dari pengamat atau juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) luar negeri.

Masih ada banyak waktu untuk istirahat, baru kemudian mandi dan malamnya mengikuti acara makan bersama. Kamar yang kutempati cukup nyaman, dindingnya dari bata yang tanpa disemen sehingga guratan batanya terlihat. Sampingnya berhadapan dengan pintu masuk yang terdiri dari jendela kaca yang lebar. Tidak ada slot atau gerendel di pintu sehingga kita harus menggunakan kunci untuk dapat menguncinya dari dalam.


Bersambung . . . .