Hari-hari selanjutnya merupakan ujian berat untukku, di kantor Niki sudah memproklamirkan Yogi sebagai calon suaminya, sehingga aku berusaha untuk tidak terlalu sering kelihatan bersamanya. Aku terpaksa mencari kesibukan lain. Beberapa kali memang Niki punya waktu kosong. Dan itulah hari bahagiaku karena Niki ternyata tidak berubah, ia masih ganas dan liar saat bercinta denganku apalagi dalam waktu yang terbatas. Gejolak birahinya dapat kurasakan lewat remasan vagina pada batang kemaluanku, juga garukan dan cakaran di punggungku.

Pernah juga, kami pulang dari Bogor dan hanya punya waktu sangat singkat, setengah jam, pas seukuran waktu tempuhnya. Menjelang masuk tol kami sudah saling remas, tangan Niki parkir di selangkanganku, sementara aku meremasi buah dadanya. Selewat tol Bogor, Niki membelokkan mobil ke tempat istirahat, lalu menuju WC umum, aku menunggu di mobil. Seperti kuduga, saat Niki kembali CD dan BRA-nya sudah pindah ke dalam tas.

Saat antri keluar dari daerah istirahat, kancing blus tersisa tinggal yang paling atas, memudahkanku meremas buah dadanya yang kencang. Mobil melaju perlahan di jalan tol, kepalaku menyusup di pangkuan Niki untuk menghisap putingnya yang keras. Dengan duduk agak merosot dan kaki kiri di kangkangkan, Niki mengendalikan laju mobil dengan piawai. Aku tiduran di paha kirinya, tangan kiriku leluasa menjelajahi liang kemaluannya yang basah sambil bibirku menghisap putingnya.

Niki merengek saat jariku menyusup, mengorek liang vaginanya. Aku berusaha mencium vaginanya, kusuruh Niki agak maju dan lebih mengangkang. Dengan menekuk leher, susah payah bibirku berhasil mencapai kemaluannya. Saat lidahku semakin kuat menjilati klitoris bersamaan dengan kocokan jariku di liangnya, Niki menjerit lalu mengejang. Pertama kalinya Niki orgasme sambil mengemudi!

Kami jalan pelan menghabiskan sisa waktu, Niki mengeluarkan batang kemaluanku dari celana, berusaha mengocok untuk penyaluran ketegangannya, tapi sisa waktu tidak memadai. Aku turun sekitar 2 km dari rumahnya lalu naik taksi.

Maret 1996 ..

Sekarang ini Niki tiap hari ditelpon Yogi di kantor, dan pulangnya selalu dijemput. Sementara itu tempat nyaman untuk Niki menerima telpon adalah di ruanganku. Saat-saat Niki ngobrol di telpon perasaanku seperti diiris-iris tapi aku pikir ia sedang melatihku menerima kenyataan. Positifnya, setidaknya aku masih dapat memandangnya kalau duduk di dekatku.

Untungnya aku punya banyak foto Niki yang kujepret sendiri, berapa dalam pose yang cukup merangsang. Ini modalku untuk onani kalau 'kebutuhan' sudah sangat mendesak. Niki pernah juga menanyakan soal 'kebutuhan' ini dan kujawab apa adanya. Lalu suatu malam ia menelpon ke HP-ku.

"Mas, kamu di kamar?" tanyanya.
"Ia, lagi mandangin foto kamu." jawabku.
"Yang dadaku terbuka..?" lanjutnya.
"Iya, sama satunya lagi yang di kursi." jawabku lagi.
"Ooo.., yang aku lagi ngangkang..?" ia menegaskan.

"Ciumin dong dadaku.., pentilku..," ia berbisik dengan mendesah, kuberi kecupan lewat telpon, lalu, "Jilat dong memekku.. aku kangen.. bajumu aku buka yaa.. dada mu kucium..," desahannya menggiringi fantasiku.
Niki terus mendesah dengan membisikkan kata-kata erotis membuat khayalanku melambung, dengan dibantu baby oil cepat sekali aku orgasme.

Siasatnya: Mei 1996 ..

Jadwal kesibukan Niki yang ketat akhirnya cair juga, deadline skripsinya membuat kami harus sering ketemu. Bahkan Yogi memintaku membantu untuk penulisan (pasti ini siasatnya Niki), karena ia tidak dapat banyak membantu. Maka disusunlah jadwal penyelesaian tugas akhir, isinya antara lain jadwal membahas materi, ketemu dosen pembimbing, pengetikan, revisi dan sebagainya.

Kejadiannya, hampir tiap hari aku bersama Niki mengerjakan berbagai hal berkaitan dengan skripsinya. Ada saja urusannya, kadang hanya di kantor, kadang ke rumah dosen, kadang harus keluar mencari bahan-bahan. Yogi biasanya menjemput, kecuali kalau kegiatan di luar kantor. Yang rutin adalah hari Sabtu, biasanya aku dan Niki kerja seharian di ruanganku ditemani Yogi.

Kebersamaan ini membuatku 'kumat' lagi. Bahkan yang lebih parah, menurut Niki sekarang aku 'nakal'. Pada setiap kesempatan aku mencoba untuk menyentuhnya. Niki tidak menolak, hanya sedikit 'risih' dengan kenekatanku.

Misalnya bila Niki mendatangiku, sambil ia berdiri di samping meja tanganku pasti menyusup ke sela-sela pahanya, menggosok belahan mulut kemaluannya.
Niki mengomel, "Awas keliatan orang..!" tapi ia tidak beranjak, justru berdesis menikmati dengan mata terus melirik ke seluruh ruangan takut kepergok.

Sekali waktu saat libur, aku memproses data survey dan Niki memeriksanya, Yogi meninggalkan kami berdua karena ada keperluan. Begitu Yogi berangkat, Niki langsung menghampiriku di depan komputer.
"Mana tabelnya, udah bisa dicek..?" tanyanya sambil menyandarkan pantatnya ke bibir meja, persis di sebelah monitor.
"Nih, tinggal diprint..!" jawabku sambil menunjuk ke monitor, tapi tanganku yang lain merogoh ke dalam roknya.

Niki merenggangkan kakinya memudahkan penjelajahan jari-jariku menyusur pahanya, menuju mulut kemaluannya yang masih terbungkus CD. Agar tidak kecipratan cairan (dan menimbulkan kecurigaan Yogi) akhirnya CD-nya kulepas dan kukantungi.

Gundukan bibir vaginanya mulai menebal, sentuhan jari tengahku pada kelentitnya membuat Niki mendesah. Kaki kanannya digosok-gosokkan pada selangkanganku, menekan batang kemaluanku yang mengeras.

Melihat Niki sudah mengelinjang dengan bernafsu, kursi kugeser tepat di hadapannya. Roknya kusibakkan, kedua kakinya menopang di lengan kursi, lalu bibirku mulai kudekatkan ke vaginanya. Jilatan lidahku di liang vaginanya membuat Niki terlonjak-lonjak, pinggulnya mengeliat-geliat menikmati penjelajahan lidahku di liang kenikmatannya. Dengan jilatan pada kelentit dan kocokan jariku pada liangnya, Niki mencapai orgasme pertamanya.

Kini giliranku. Sandaran kursi kulepas, lalu Niki kuminta menungging dengan telungkup di atasnya. Celana trainingku kuperosotkan dan sambil bertumpu di lengan kursi kutancapkan kemaluanku dari belakang. Aku hanya bergerak maju mundur, kubiarkan Niki menggoyang pinggulnya sambil mengayun kursi putar ke kiri ke kanan, membuat daging lembut dan hangat itu segera menjepit batangku dan memijitnya dengan ahli.

Goyangan Niki semakin cepat disertai erangan, menandakan kenikmatannya semakin memuncak. Akhirnya guncangan cepat berirama yang menggiling kemaluanku melemparkan gelombang kenikmatan kami ke puncak, menyembur membasahi liang vaginanya.

Saat Yogi menjemput, semuanya sudah bersih tanpa bekas, tisyu yang digunakan untuk membersihkan meja kursi dan karpet bekas tetesan spermaku dibuang ke closet dan disiram. Bahkan, CD Niki yang kukantongi pun kukucek dan kubersihkan dengan tisyu wangi.

Meluapnya: Juli 1996 ..

Hari terakhir penyerahan skirpsi sudah sangat mepet, mau tidak mau kami harus bekerja siang malam. Agar dapat konsentrasi, aku dan Niki memutuskan menginap di luar. Niki beralasan ke Yogi bahwa kami menginap di tempat dosen pembimbing karena harus selalu berkonsultasi dengannya, untungnya Yogi mau mengerti. Kukatakan rumahnya di pinggir kota dan belum terjangkau telpon, jadi untuk menghubungi kusuruh lewat HP-ku.

Hari itu Niki cuti tiga hari dan aku minta ijin untuk urusan keluarga. Niki berangkat duluan ke apartemen di bilangan Cilandak yang kupinjam dari seorang kawan dengan membawa berbagai keperluan, makanan, obat-obatan, buku-buku dan kertas. Aku menyusul membawa notebook, printer laser, kabel-kabel, dan disket.

Sebenarnya semua bahan sudah selesai ditulis Niki. Yang perlu kulakukan tinggal memasukkan berbagai gambar dan tabel ke dalam format dokumen, lalu menyusun format pencetakan termasuk indeks dan bibliografi. Pekerjaan gampang tapi makan waktu, maka begitu sampai berbagai peralatan itu langsung ku-setting. Sementara itu sambil menunggu aku beres-beres, Niki menggeletak di ranjang masih dalam pakaian kantor.

Selesai membereskan peralatan aku langsung menggeletak di sebelah Niki. Aku sedikit lelah karena menggarap skripsi di malam hari dan tugas kantor di siang hari, makanya rasanya nikmat dapat bergolek sebentar. Sambil beristirahat kami berpelukan sambil berciuman mesra, kegiatan yang sudah lama tidak dilakukan.

Belakangan ini, karena waktu ketemu yang terbatas, biasanya tangan atau bibirku langsung menuju vaginanya. Ciumanku direspon dengan hangat dan liar. Kami bergulingan di ranjang dari satu tepi ke tepi yang lain dengan tangan saling menjelajah ke seluruh tubuh, memberikan rangsangan yang hebat pada birahiku.

Lalu Niki pipis dulu ke kamar mandi. Sementara ia di kamar mandi, aku membuka pakaian lalu kembali mengeletak berselimut handuk. Niki menyusulku ke ranjang melanjutkan percumbuan yang terhenti. Ia menciumiku dengan menindih tubuhku, tangannya memeluk leher, dadanya menekan kenyal ke dadaku. Tanganku memijat menjelajahi punggung terus ke pinggul, ke bawah lagi meremas pantatnya. Aku merasa ada yang aneh di pinggulnya, tanganku menyelusup ke dalam roknya dan ternyata benar, ia sudah tanpa CD. Kelakuan Niki memberikan sensasi luar biasa kepadaku membuat kemaluanku membengkak.

Dengan bibir masih bertaut, kugulingkan tubuh Niki, lalu aku gantian menindihnya. Aku mengambil posisi di atas Niki yang mengangkang dengan rok tersingkap. Kutempelkan kemaluanku pada belahan vagina Niki yang sudah basah, lalu kugosokkan maju mundur sepanjang belahan itu, persis seperti masa awal percintaan kami, saat Niki masih perawan.

Walau batangku sudah sangat keras dan mulut vagina Niki sudah megap-megap mencari kepala kemaluanku untuk dilumatnya, tapi aku tetap bertahan dengan posisi ini. Posisi yang membangkitkan kenangan pada masa Niki masih virgin, saat-saat yang menyenangkan; di mobil, di hotel, teras rumah, dengan pakaian lengkap, setengah lengkap, atau bugil.

Gesekan batangku pada klitoris membangkitkan nikmat yang merambat halus, membuat aku dan Niki makin terbakar birahi. Rangsangan birahi membuat kepala kemaluanku mulai mencari-cari peraduan seperi belut yang merayap rayap mencari liangnya. Demikian pula Niki, vaginanya bak mulut bayi yang kelaparan mencari dot. Dalam waktu singkat keduanya ketemu, kepala belutku begitu bertemu liangnya langsung amblas. Vagina Niki yang merengek kehausan begitu bertemu dotnya langsung dikenyot dan dilumat habis.

Sambil terus berciuman, vagina Niki kugenjot dengan tusukan-tusukan cepat, disambut Niki dengan goyangan melingkar pada pinggulnya. Kerinduan kami yang menggunung membuat perasaan kami lepas; mendesah, merintih, mengerang, menjerit dan berteriak, seiring gelombang kenikmatan yang bergulung-gulung melemparkan kami ke puncak kemesraan yang dahsyat.

Kami terbangun sekitar jam 8 malam. Niki memanaskan makanan lalu makan sama-sama. Sesudahnya aku mulai bekerja dengan berbagai file yang harus digabung, sementara Niki membuat checklist pekerjaan yang harus kulakukan. Niki tidur duluan dan aku selesaikan semua yang ada dalam checklist, malahan dua bab pertama sudah selesai kuformat.

Esoknya aku bangun dan langsung mencetak halaman-halaman yang sudah kuformat tadi malam, sementara Niki yang baru selesai mandi menggelendot di sebelahku. Aroma sabun cair yang segar membuat tubuh Niki terasa kontras dengan tubuhku yang bau keringat.

"Kamu seger banget Ki. Pengen nyium tapi aku masih bau asem..!" kataku memujinya.
"Makanya mandi dulu, sana..!" sahutnya.
"Yuk, kumandiin..!" ia menyeretku bangkit ke kamar mandi.

Kamar mandi dengan kamar tidur menyatu hanya dibatasi tirai, di situ Niki melucuti pakaianku lalu aku dicemplungkan ke dalam Bathtup-nya yang besar berbentuk bundar seperti di film-film (norak yaa!). Niki juga melemparkan handuk yang melilit tubuh telanjangnya dan ikut nyemplung. Aku yang beberapa hari kurang tidur merasakan rileks berendam di air hangat didampingi Niki yang memijat dadaku. Dengan lembut dan telaten ia menyabuni seluruh tubuhku, lalu membasuhnya dengan shower. Elusan Niki membuatku ngantuk dan akhirnya ketiduran lagi entah berapa lama.

Aku terjaga oleh rasa hangat yang menjalari tubuh. Terendam air bak yang tinggal 20 cm, Niki bersila di sebelahku sambil mengurut kemaluanku yang setengah berdiri dengan perlahan dan lembut.
"Udah bangun, Yang..," katanya sambil tersenyum mesra.
"Hampir, baru setengah.." jawabku ngantuk, ternyata rasa hangat itu datang dari kemaluanku.

Ia kembali tersenyum manis, lalu meneruskan usapannya. Jari-jarinya dengan ahli menyusuri leher kemaluan tepat di bawah helm melingkari penisku yang semakin tegang dan berdenyut-denyut. Lalu telapak tangan kirinya menahan batangku sambil tangan kanannya mengurut lembut sisi depannya dari ujung ke pangkal, kembali lagi ke ujung bolak balik. Tekanannya yang lembut dan konstan membuatku menggeliat terlonjak-lonjak.

Aku tidak tahan, kuraih tubuhnya lalu kuseret ke atas tubuhku. Niki tahu yang kuinginkan, ia mulai dengan mencium bibirku. Sesudah satu ciuman panjang yang menggairahkan, ia berjongkok di atas batangku yang tegang, digenggamkan ke arah liang vaginanya, lalu pelan ia menurunkan tubuh dan.. slep.. batangku menyeruak masuk menerobos liangnya yang peret akibat berendam air hangat.

Dengan tangan bertumpu di dadaku, Niki menaik-turunkan pantatnya mengocok batangku yang tegang keluar masuk di vaginanya yang sempit. Meskipun bukan sekali ini kami berhubungan, tetapi aku benar-benar merasakan kenikmatan yang amat sangat, baru kali ini batangku merasakan jepitan liang senggama yang terendam air, lembut, rapat dan peret. Niki pun nampaknya merasakan kenikmatan yang sama, bahkan sesekali aku mendengar dia mengerang.

Niki menggenjot tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang luar biasa, maju mundur, kiri kanan, naik turun dan berputar-putar. Saat lelah ia berhenti, dan mulailah dinding vaginanya meremas batang penisku membuatku benar-benar tidak tahan lagi menerima kenikmatan bertubi-tubi ini. Aku mengerang tertahan dan Niki makin memperkuat remasannya, ditambah gerakan maju mundur perlahan.

Beberapa detik kemudian, aku merasakan puncak kenikmatan yang luar biasa, spermaku yang menyemprot dengan deras menyiram vaginanya. Niki masih melanjutkan gerakan kecil maju mundur memanfaatkan sisa-sisa keteganganku makin lama makin cepat, lalu dengan jeritan kecil tubuhnya menegang, vaginanya menjepit keras, lalu terkulai memelukku.

Kami bekerja dan bercinta siang malam, pakaian tidak termanfaatkan karena sepanjang waktu kami nyaris telanjang. Hari kedua Niki tidak membantu lagi karena semua materi sudah selesai. Pekerjaan yang tersisa tinggal memperbaiki format dan mencetak, untuk yang ini Niki membiarkanku kerja sendiri. Sedangkan ia secara cermat menyuplaiku makanan bergizi tinggi dan energy drink berlimpah.

Hari ketiga semua selesai tercetak sebanyak 7 set. Kami membereskan semua perlengkapan, lalu sebelum pulang kami sempatkan bersenggama sekali lagi. Entah kapan lagi kami bisa begini Ki..!

Bersambung . . . .