"Udah cukup ah, kita pulang yuk" ajakku sekembali dari toilet.
"Ly, terserah kamu mau nggak, ada anaknya cakep masih muda lagi, aku yakin kamu pasti menyukainya, kali ini terserah kamu deh" tawarnya.
"Udah ah, capek nih" tolakku, perasaan dari tadi juga terserah aku, tapi aku memang nggak nolak tawarannya.
"Kamu lihat aja dulu anaknya, kalau oke kita bawa dia ke hotel, aku ngalah deh" desaknya, ternyata justru dia menawari aku anak muda untuk dibawa ke hotel, apakah dia mau main bertiga? Entahlah, tapi aku tertarik dengan promosinya.

Aku terkesima melihat penampilan dan wajah Bobi, meski cahaya remang remang tapi bisa kulihat posturnya yang cukup atletis dengan pakaian ketat menampilkan lekuk sexy tubuhnya, wajahnya terlihat keras dan garang bukannya imut, justru menimbulkan kesan macho, sungguh membuat lemas lututku tapi aku harus menjaga image, tentu saja tak kuperlihatkan kekagumanku, bahkan aku berusaha bersikap cuek seperti biasanya saat baru berkenalan.

"Gimana?" bisik JJ.
"Terserah deh, aku ngikut aja" jawabku berusaha menahan diri.
"Kalo gitu kita cabut sekarang" katanya lalu menghampiri Bobi dan kitapun segera pergi setelah mencari cari Yeni dan Yudi.
"Dia oke kan? Anggap hadiah dariku, selain itu aku ingin lihat bagaimana kamu kalau melayani tamu yang kamu sukai" bisiknya nakal dalam perjalanan menuju tempat parkir. Aku diam saja, tak sabar ingin segera sampai di hotel.

Begitu pintu kamar ditutup, aku tak bisa menahan gejolak nafsu lebih lama lagi, tanpa mempedulikan keberadaan JJ, kupeluk dan kulumat bibir Bobi dengan penuh gairah, seperti laki laki lainnya diapun membalas cumbuanku tak kalah ganasnya. Tangannya langsung mendara di dadaku, meremas remas buah dada yang tidak berpelindung, kubalas dengan remasan di selangkangannya yang sudah mengeras.

"Nggak usah segan, anggap aku nggak ada" komentar JJ melihat aku dan Bobi langsung beraksi, entah sindiran atau memang kemauannya seperti itu.

Tak lebih semenit kami sudah sama sama telanjang, pengamatanku benar, badannya benar benar sexy dengan penis indah besar menggantung diantara kakinya, sunggu pemandangan yang begitu menggoda bagiku.

Aku langsung berlutut didepannya, menciumi dan menjilati sekujur daerah selangkangan dan penisnya yang kurasakan begitu keras dan kenyal, Bobi mengimbangi dengan mengocokkan penisnya pada mulutku hingga aku kewalahan dibuatnya.

Belum puas aku meng-oral tapi Bobi sudah memintaku berdiri, disandarkan tubuhku pada pintu kamar dan dia berlutut didepanku. Setelah mengatur posisi tubuhku yang nyaman, lidahnya mulai menjelajah di sekitar selangkangan dan berhenti di klitoris dan vagina, menari nari dengan lincahnya, meski tak sepintar permainan JJ namun cukup untuk membakar birahiku yang sedang memanas.

Desahanku mulai mengerasm, tak peduli kalau orang lewat di depan kamar mendegarnya, terlalu nikmat untuk ditahan, apalagi ketika Bobi membalik tubuhku menghadap ke pintu lalu melanjutkan jilatannya pada pantat, tubuhku semakin membungkuk hingga lubang anusku bisa terjangkau lidahnya. Sungguh nikmat sekali apalagi jari jari tangannya ikutan mengocok vaginaku, maka lengkaplah sudah kenikmatan oral yang kurasakan.

Tanpa berusaha pindah ke ranjang, Bobi mulai menyapukan penisnya ke bibir vagina, kubiarkan penis tanpa kondom itu mulai menyusuri liang kenikmatanku. Desah dan jerit meledak tak kala penis yang besar itu mulai keluar masuk mengocok, semakin lama semakin cepat dan keras, berulang kali kepalaku terbentur pintu saat dia menyentakku keras namun tak kami perdulikan.

Celotehan dan komentar dari JJ tak kami hiraukan, justru membuat permainan kami semakin memanas, remasan remasan pada buah dada dan sesekali kurasakan tamparan pada pantat mengiringi kocokannya. Kurengkuh kenikmatan demi kenikmatan hingga meledaklah jeritan orgasme dariku.

"Bobii" teriakku saat otot otot vaginaku berdenyut hebat diiringi tubuh mengejang, namun dia tak peduli justru semakin mempercepat kocokannya dan meremas buah dadaku makin kencang.

Lutut serasa melemas tak mampu berdiri, tubuhku merosot turun hingga posisi dogie. Sungguh gila dia mengocokku lebih dari 10 menit di depan pintu tanpa memperdulikan adanya orang lewat depan kamar, pasti bisa mendengar desah dan jeritan kenikmatanku.

Ternyata dengan posisi ini dia bisa lebih bebas mengaduk aduk vaginaku tanpa ampun. Kalau saja kubiarkan, dia sudah melesakkan penisnya ke lubang dubur, tentu saja aku menolak meski dia telah berhasil mempesonaku. Tiga kali usahanya memasukkan penisnya ke dubur kutolak dia tak mencoba lagi, namun seakan melampiaskan ke vagina.

Aku benar benar terhanyut dalam permainannya, kubiarkan saat tubuhku dibalik telentang, masih juga di depan pintu, tak kuhiraukan karpet kamar yang agak bau dan berdebu. Bobi menindih tubuhku bersamaan dengan melesaknya kembali penis ke vagina, untuk kesekian kalinya jeritan lepas tanpa kontrol mengalun keras di kamar ini, sungguh permainannya semakin liar.

Tak ada niatan untuk pindah ke ranjang, bahkan saat aku berada di atas, kami masih melakukannya di tempat yang sama, di depan pintu. Dengan posisi di atas, aku bisa memandang wajah dan postur tubuhnya lebih jelas, begitu juga sebaliknya. Remasan dan kuluman pada putingku mengiringi gerakan di atas Bobi dan,

"Bobii, yess" desahku beberapa menit kemudian saat kugapai orgasme yang kedua darinya, dan disusulnya tak lama kemudian dengan pelukan kuat tubuhku.

Aku langsung terkulai lemas dalam pelukan Bobi, napas kami menyatu dalam irama tak karuan, berulang kali kuciumi wajah dan bibirnya yang tampak semakin menggemaskan, begitu juga dia lakukan padaku. Kutinggalkan Bobi yang masih telentang di atas karpet lantai, aku mandi membersihkan diri dari keringat beberapa orang yang bercampur aduk menempel tubuhku.

Ketika aku kembali ke kamar dengan tubuh berbalut handuk, sebenarnya nggak perlu karena toh mereka berdua telah tahu dan telah menikmati apa yang ada dibalik handuk yang kukenakan, kulitah Bobi telentang di atas ranjang masih telanjang, ngobrol dengan JJ dengan santainya.

Kuambil tempat kosong disebelah JJ, dia mengangsurkan rokok yang baru saja dinyalakan.

"Bob, percaya nggak kalau kamu adalah orang kedelapan yang main sama dia" kata JJ.
"Ha?? Sudah orang kedelapan? Mainnya masih liar gitu, gimana yang pertama dan kedua?" tanyanya heran, aku hanya tersenyum saja sambil menghembuskan asap rokok kuat kuat.

Tak lebih 15 menit kami beristirahat, Bobi sudah membawaku kembali mengayuh biduk birahi, ranjang itu serasa terlalu sempit untuk kami berdua, berbagai gaya dan posisi kami lewati dalam mengarungi lautan birahi. Bahkan kamipun berpindah medan, di sofa tanpa memperdulikan JJ yang makin asyik menikmati permainan kami berdua.

Kali ini lebih lama dari sebelumnya, entah sudah berapa kali kugapai orgasme hingga kamipun terkapar dalam indahnya kenikmatan birahi. Hampir satu jam kami lewati dan aku benar benar tiada daya lagi, bahkan untuk ke kamar mandipun kakiku serasa berat melangkah.

Pukul 2 dini hari, Bobi meninggalkan kami, kulepas kepergiannya dengan berat hati, sebenarnya aku ingin dia tinggal hingga besok tapi dia harus pulang, maklum masih ikut orang tua. Setelah mengantar Bobi hingga pintu, tanpa mandi, kubersihkan vaginaku dari spermanya.

Kamar itu serasa hampa tanpa keberadaannya, apalagi hanya si jelek JJ dengan senyum seringai bak srigala buas yang siap menerkam. Hanya 10 menit semenjak kepergian Bobi, JJ sudah mulai merajuk, tangannya menjamah sekujur tubuhku yang masih berkeringat, dia tak peduli dengan bekas keringat Bobi yang masih menempel di tubuhku dan belum aku bersihkan.

"Aku udah capek Om, besok pagi aja ya" tolakku halus tapi dia tak peduli.
"Nggak, justru aku ingin lihat kamu sampai batas terakhir, bila perlu sampai pingsan juga nggak apa apa, seperti apa sih daya tahan kamu yang hebat itu?" desaknya mulai mengulum putingku seiring permainan jari jari pada vagina.

Sungguh beda rasanya cumbuan JJ dan Bobi, meski dia lebih pintar tapi aku lebih menyukai cumbuan Bobi. Kupejamkan mataku rapat rapat membayangkan Bobi masih ada dan sedang mencumbuku, bahkan saat kurasakan sentuhan di bibirku, akupun membalas lumatan itu seakan sedang berciuman dengannya.

Sisa malam aku habiskan dengan melayani nafsu birahi JJ, dan sepanjang itu pula bayangan Bobi selalu melayang layang dalam angan. Aku merasakan kuluman Bobi saat JJ mencumbuku, bahkan kocokannya serasa Bobi yang melakukan, entahlah mungkin juga JJ yang sudah banyak pengalaman bisa membedakan khayalanku tapi mungkin juga dia menikmatinya karena permainan jadi bertambah panas. Terlupakan sudah kelelahan dan keletihan yang kualami, tak terhitung berapa kali lagi aku mendapatkan orgasme tambahan dari JJ, sepertinya aku benar benar dipacu hingga batas terakhir birahiku.

Terlupakan sudah bahwa JJ tua yang bertubuh gendut dengan mata agak juling sedang memacu birahinya diatas tubuhku, yang ada hanyalah seraut wajah dan bayangan si Bobi yang macho.

Hingga semburat sinar matahari yang mulai menampakkan dirinya diufuk sana, kami baru bisa memejamkan mata dengan keletihan yang teramat sangat, sepertinya aku tak mampu lagi melalui hari esok.

Bersambung . . . .