The Blue Serenade of a Kunoichi
DISCLAIMER

•1. Kisah ini memang berdasarkan fakta sejarah, tapi tidak semua kisahnya benar-benar terjadi dalam sejarah (yyaaaa.. eyaaalah... :-P) Jika menemukan kejanggalan urutan sejarah pada cerita ini, atau ketidak sesuaian karakter pelaku sejarah yang ada pada cerita ini/ tempat terjadinya... ya jelas lumrah wkwkwkwk. 

•2. Cerita ini tidak seperti layaknya autobiografi para negarawan republik tetangga, yang dipakai untuk mendiskreditkan tokoh sejarah tertentu. Semua sifat dan penokohan pelaku cerita hanya dibentuk murni oleh imajinasi si penulis tanpa data ilmiah. 

•3. Banyak adegan sado-masokisme (ga kasar-kasar amat kok... semoga masih bisa ditolerir para humanis republik mupeng ^^), gang-bang, perkosaan, dan homoseksualisme baik f/f maupun m/m dalam cerita ini... Jadi para pecinta soft-core bisa rada ngernyit jijay dikiiittt... Tapi aslinya penulis juga amit-amit dah kalo liat yang begituan di dunia nyata... 

•4. Mau ikut berpartisipasi ah mengkampanyekan, "NO RAPE, NO DRUGS, NO FREE SEX, NO ABORTION, NO SEXUAL HARRASSMENT, and NO WOMEN/ CHILD TRAFFICKING!" di dunia nyata.

•5. Bukan konsumsi anak-anak di bawah 17 tahun,... bisa menimbulkan efek samping berbahaya, DEWASA SEBELUM WAKTUNYA. Anak baik ga boleh baca cerita ini dulu ya, ntar aja kalo udah gede baru boleh baca.... T_T Tapi yang nulis cerita ini juga anak baek lho... kan udah gede, jadi boleh nulis beginian :-P

•6. No plagiarism, tidak untuk barang dagangan tanpa seijin penulis cerita!!! Copy-paste sah-sah aja kalau untuk koleksi pribadi. (Ketauan ortunya, penulis ga tanggung jawab tapi hhhh)


----------------------------------------------------------

Suatu sore di sebuah pantai Provinsi Kii pada zaman Sengoku (zaman kegelapan/ perang sipil Jepang), seorang pria berkulit kecoklatan dengan kimono tercabik berlambang klan Shō berlari terhuyung-huyung ke arah pantai. Ia bergegas menaiki sebuah kapal kecil milik nelayan setempat dan mendayungnya seorang diri. Tubuhnya penuh luka bekas sabitan pedang bala tentara musuh. Ketika ia baru mencapai jarak sekitar 200 meter dari pinggir pantai, sebuah suara lantang terdengar,

"Jangan kabur kau pengecut! Kembali kau anjing Shōni Fuyuhisa! Kepala majikan bangsat-mu itu sudah kutebas dan kuserahkan pada Tuan Ryūzoji Takanobu. Kembali atau kubunuh kau!"

Pria itu bergeming, ia tak akan kembali. Lebih baik ia mati ditelan ombak daripada menyerahkan katana milik tuannya yang berharga kepada para penjahat itu.

"Pasukan, serang!" perintah komandan bawahan Takanobu itu. 

Seketika puluhan anak panah menghujaninya. Ia bertahan dengan mematahkan beberapa buah anak panah, tapi karena kelelahan fisik dan psikologisnya, beberapa anak panah menembus tubuhnya. Tak peduli sekuat apa pun ia bertahan, anak-anak panah itu tetap tanpa ampun menerjangnya. Satu lemparan anak panah terakhir mengenai dadanya, dan ia roboh ke lantai kayu perahu. Arus air laut yang deras membawanya menjauh dari tempat itu.

"Ayo, tinggalkan saja bangkainya, biarkan ia membusuk di laut dan jadi santapan para hiu...Kita tidak boleh ketinggalan merayakan pesta kemenangan kita. Pasukan, kembali ke kastil!" instruksi Sang Komandan.



******************************

"Ah, dia sudah siuman, Ketua." ujar seorang laki-laki berkimono butut dan bergigi tonggos.

Pria yang terluka itu membuka matanya dan mencoba menyandarkan punggungnya ke dinding.

"Akh!" jeritnya, bekas luka tertembus anak panah di dadanya terasa nyeri menyiksanya.

"Hahahahaha.... beruntung sekali kau masih hidup, anak ingusan... Kau tahu, anak panah itu telah dilumuri racun. Kalau Dewa Laut tak membawa perahu kecilmu itu ke kapalku, mungkin kau sudah mati." ledek orang berjambang dan berkumis lebat dengan bekas luka di pipi kanannya yang disebut Ketua oleh si Tonggos.

"Kamu bawa barang bagus heh,... katana itu kalau kujual pada orang Korea atau pedagang Cina pasti bisa menghidupi kawanan kami selama beberapa bulan..." tambah Sang Ketua.

Si Tonggos menimpali, "Benar ketua, kita tidak perlu membahayakan diri dengan merampok para pedagang dan samurai kaya yang sedang berlayar."

"Kembalikan katana itu padaku! Kalau tidak, aku akan membunuhmu." gertak pria yang terluka itu.

"Hahahaha... antek Shōni memang besar mulut. Sudah mau mati saja masih menantang berkelahi... Baiklah, aku akan simpan katana ini. Nanti kalau kau pulih, kita akan berduel. Kalau kau menang aku kembalikan katana ini padamu... tapi kalau kau kalah, kau akan kuumpankan pada hiu-hiu di Laut Jepang. Aku tunggu kau." Ujar Sang Ketua sambil berlalu.



**************************

"Trang!" golok Sang Ketua terbanting ke dek kapal dan tubuhnya terjengkang kehilangan keseimbangan.

Ujung pedang yang dipegang mantan anak buah klan Shō itu tertodong tepat di atas kepalanya.

"Bbbb...bbaikk...aku menyerah. Kuserahkan katanamu!" ujarnya sambil mengulurkan katana yang terselip di pinggangnya pada pria itu.

Pria itu mengambilnya dari Sang Ketua. "Kau hebat sekali, siapa namamu?" tanya Sang Ketua lagi.

"Sōda Yui." Jawabnya enteng.

"Kau sedang diburu tentara Takanobu seperti kami. Maukah kau bergabung dengan kami?"

Yui diam dan berbalik, ia tak begitu tertarik untuk bergabung dengan kawanan penjahat seperti mereka.

"Kau akan kuangkat jadi tangan kananku, bagaimana?" desak Sang Ketua.

"Tapi Ketua..." beberapa anak buah Sang Ketua tampak keberatan.

"Ya Anak Muda, kau akan aman berada di sini. Kau memang ditakdirkan untuk berada di tempat ini..." ujar seseorang.

Semua bajak laut yang ada di tempat itu mundur memberi jalan dan membungkuk takzim pada wanita tua keriput berpakaian aneh dan nyentrik itu, kecuali Sang Ketua.

"Benar, semua yang dikatakan Baba Shaman pasti benar... Tinggallah di kapal ini bersama kami." Paksa Ketua.

Setelah lama berpikir, Yui mengangguk setuju,"baiklah. Aku akan bergabung dengan kalian."

"Hahahahahaha... selamat bergabung Saudaraku!" Ketua menepuk-nepuk pundak Yui bangga, "Takeeee... ambilkan sakeeeee!" teriak Sang Ketua sesaat kemudian.

Si Tonggos berlari mengambil semangkuk sake murahan dan memberikannya pada Sang Ketua. Sang Ketua melukai jempolnya lalu mengucurkan darahnya ke dalam mangkuk sake. Ia meminta Yui melakukan hal serupa. Setelah keduanya secara bergantian menenggak sake yang berwarna kemerahan akibat tetesan darah itu, Sang Ketua mengumumkan pada anak buahnya,

"Dewa Laut, Baba Shaman, Langit, Bumi, binatang-binatang laut dan kalian semua hari ini jadi saksi, aku Yutaka Sendō dan Sōda Yui telah menjadi saudara. Mulai saat ini ia akan menjadi seorang wokou (bajak laut) seperti kita semua. Semua yang aku miliki, ia pun boleh memilikinya."

"Horee!!! Hidup Ketuaaa!!!" koor semua anak buahnya.



*********************

Malam itu para bajak laut berpesta untuk merayakan persaudaraan Sang Ketua dengan Yui. Budak-budak cantik mereka keluarkan dari sel. Beberapa budak menari erotis dengan kimono-kimono berbahan sangat tipis yang samar-samar memperlihatkan payudara-payudara indah mereka, kulit putih menawan yang aduhai, pinggul berisi, pinggang ramping, perut rata, dan segitiga-segitiga berbibir merah merekah di antara selangkangan mereka benar-benar dicukur gundul. Ketua yang menonton tarian budak-budak seksinya di sebelah Yui tertawa,
 

"Hahahaha.. Bagus-bagus....." ia bertepuk tangan mengagumi keindahan tarian dan tubuh budak-budaknya.

Yui ikut bertepuk tangan.

"Yui aku punya seorang budak kesayangan, namanya Oboro."

"Oboro... kemari!" ia panggil budak penari tercantik miliknya.

Budak itu melangkah menggoda ke arah Ketua," Ya Tuanku..." ucapnya lembut sambil duduk bersandar pada dada Ketua.

"Nah Oboro, ini Yui saudara angkatku." kata Ketua.

Oboro hanya mengelus-elus dada berbulu lebat Sang Ketua. Oboro membiarkan jemari Ketua menyusup ke balik kimono tipisnya untuk meraup buah dada kenyal miliknya.

"Yui, Oboro sangat cantik bukan?" ujar Ketua yang tangan kanannya asyik memilin-milin ujung sensitif berwarna kemerahan di puncak bukit kanan Oboro.

Yui mengangguk menghormati perkataan Sendō, walaupun ia risih melihat pemandangan hot di depannya.

"Kalau kau mau, kau boleh memakainya malam ini... Ia sangat luar biasa. Aku saja ketagihan dilayaninya hahahahaha," Ketua tergelak.

Oboro tersenyum genit sambil menggesek-gesekkan puting tegangnya ke tubuh kekar Ketua, "Ketua terlalu memuji... mmhhh.... ssshhh... ssshhh.... Ketua saja yang sangat ahli memanjakan Oboro..." rayunya sambil menggelinjang-gelinjang dikuasai nafsu.



Ketua mencubit hidung Oboro gemas.

Yui menggeleng, "Ketua sangat baik hati,... Tapi aku sudah sangat lelah. Aku ingin tidur saja tanpa gangguan siapa pun. Mohon Ketua maklum." Tolaknya halus.

Ketua mengangguk-angguk, "Baiklah kalau begitu,... Oboro kau temani aku saja malam ini." kata Ketua.

Oboro menggelendot manja ke bahu ketua, tanpa rasa malu ia melumat bibir ketua di hadapan Yui. "Dengan senang hati, Sendō-sama..." ujarnya manja.

Ketua memeluknya sambil tertawa-tawa. Kedua sejoli yang dibakar nafsu itu meninggalkan aula utama menuju ke kamar Sang Ketua. Budak-budak lain menuangkan sake ke chawan-chawan (mangkuk-mangkuk) para bajak laut dan menemani mereka berjudi. Tangan-tangan para bajak laut yang nakal terkadang diselipkan ke area-area sensitif para budak itu. Para bajak laut yang telah mabuk dan bosan berjudi membawa budak-budak cantik itu ke sudut-sudut kapal untuk melayani nafsu bejatnya. Yui, biarpun dadanya mulai berdesir-desir terbawa suasana, merasa tidak tega untuk menyakiti wanita-wanita malang itu. Ia merasa kasihan mendengar teriakan-teriakan minta ampun dari para budak wanita yang sedang di-oral, di-sodomi, bahkan di-gang bang oleh para bajak laut bejat yang telah kehilangan akal sehat. Dari kamar sang ketua pun mulai terdengar suara rintihan dan lenguhan nikmat Oboro si Budak Nakal. Yui meninggalkan tempat mengerikan itu menuju ke kamarnya sendiri, menggelar futonnya, dan berusaha untuk memejamkan mata meskipun sesuatu di bawah hakama (celana)-nya sudah tak bisa menahan diri sedari tadi.



***

"Duar!" ledakan keras terdengar dari buritan kapal.

Sang Navigator berteriak, "Kita diseraaaaang!!!! Kita diseraaaang!!!" sambil memukul genderang sekuat-kuatnya.

Yui membuka matanya, meraih katana, dan keluar dari kamarnya. Ia melihat tubuh-tubuh bugil para budak dan bajak laut di hampir seluruh bagian kapal. Ia mencoba membangunkan beberapa orang di dekatnya. Ia dan beberapa bajak laut lari ke arah buritan kapal yang terbakar sementara para budak berlari ke tempat aman. Sang Navigator turun dari tempat ia berjaga dan berkata pada Yui,

"Sōda, kapal yang menyerang kita berlambang klan Oda (dua pengikut paling setia Oda Nobunaga, seperti lazim diketahui, adalah Ieyasu Tokugawa dan Toyotomi Hideyoshi)... Itu pasti Takanobu dan pengikutnya. Kau bangunkan Ketua, aku akan menyuruh Fuko dan Tae untuk menyelamatkan Baba Shaman dan membawanya naik sekoci ke pulau yang aman."

Sendō keluar dari kamarnya dengan bertelanjang dada, sedangkan sang budak yang kini telah membalut tubuhnya dengan sehelai selimut berlari ke arah teman-temannya. "Kita harus mempertahankan kapal ini, Saudaraku." Ujarnya sambil menepuk bahu Yui.

"Kenapa mereka tahu posisi kita?" tanya Yui.

"Entahlah,... " Sendō terlihat berpikir.

"Tuan, pasti ada mata-mata. Jangan-jangan Yui yang memata-matai kita." tuduh Take si Tonggos.

"Apa maksudmu?! Aku juga musuh mereka." Sangkal Yui.

'Hentikan!" perintah Ketua. "Jangan biarkan musuh memecah belah kita! Cepat suruh beberapa orang menembak kapal Takanobu! Yang lain, bantu para pendayung. Navigator, kembali ke posisi. Tetap waspada dan bersiaplah jika musuh mendekat dan menyerang. Biar aku yang mengemudikan kapal."

"Baik Ketua!" Jawab mereka serempak.



Sang Ketua masuk ke ruang kemudi. Karena tak ada lagi yang memperhatikan, sang budak cantik mengikuti ketua ke ruang kemudi. Ia memeluk Sang Ketua dari belakang,

"Sayang,.... aku takut sekali..." katanya lirih sambil bergelayut manja.

Sang Ketua sedikit menoleh dan menatap kedua matanya, "Jangan takut,... aku pasti akan menjagamu, Oboro." jawab Sang Ketua.

"Aku cinta kamu, Sendō-sama," bisik Oboro.

Ia mendekatkan bibirnya yang merekah ke arah sang Ketua. Ia mengulum-ngulum bibir bagian bawah sang Ketua, menggigitnya pelan, lalu menjilat-jilat langit-langit mulut Ketua dengan rakusnya. Sang Ketua membalas cumbuan liar Oboro. Ia terlena dan melepaskan kemudi kapal. Sejurus kemudian, ia asyik berpagutan dengan budak cantiknya itu. Oboro memindahkan tangan kanan ketua dari pinggangnya dan menyelipkannya ke balik selimutnya. Ia membimbing tangan ketua untuk meremas-remas buah dadanya yang sintal. Ketua tak hanya meremasnya, bibirnya bahkan ikut turun menelusuri leher jenjang Oboro dan akhirnya mendaratkan kecupan ke puting kiri Oboro. Ia terlihat asyik menjilat-jilat dan memainkan puncak indah merah ranum itu... Ternyata permainan di kamar Ketua belum cukup memuaskan gadis binal itu. Ketika Ketua asyik dengan dua gundukan kenyal itu, Oboro meraih sesuatu dari rambutnya dan dengan berhati-hati menancapkannya ke punggung Sang Ketua sekuat-kuatnya. Akibatnya, Ketua yang asyik menyusu padanya langsung menggigit puting Oboro hingga berdarah. Oboro yang kesakitan secara refleks menendang Ketua hingga melepaskan gigitannya, dan berlari keluar dari ruang kemudi. Yui memergoki budak itu keluar dari ruang kemudi. Yui segera masuk ke ruang kemudi dan melihat Ketua telah berlumuran darah.



Ketua berkata dengan menahan sakit di punggungnya," Yui, kejar wanita busuk itu... dia pengkhianat!"

Yui mengejar wanita berbalut selimut itu, tapi aneh.... gerakannya terlalu cepat untuk seorang wanita biasa. Yui berhasil mengejar dan memojokkannya, ia menarik katananya ke arah leher gadis itu dan berteriak,

"Siapa kau?! Suruhan Takanobu hah?!"

Wanita cantik itu memandang Yui sayu,"Aku... hanya seorang gadis lemah Tuan. Tolong bebaskan aku..." ia berkata memelas, ia berharap Yui jatuh iba padanya.

"Tidak! Tak ada wanita lemah yang bisa berlari cepat sepertimu." ujar Yui.

Gadis itu merasa gagal membohongi Yui, ia mengganti siasatnya. "Aku akan melakukan apa saja untuk Tuan jika aku dibebaskan," ia berkata demikian sambil menatap Yui mesra.

Kemudian ia memegang sisi lain mata pedang Yui yang tumpul dan menariknya dari lehernya dengan tangan kanannya sementara tangan kiri gadis itu menarik lepas selimut yang ia kenakan untuk memperlihatkan keindahan semu duniawi yang ia miliki pada Yui. Ia berharap Yui tergoda dan mengampuninya.

"Bagaimana Tuan?" tanyanya menggoda sambil membasahi bibirnya dengan lidahnya.

Sebelah tangannya menahan pedang agar tak melukai leher jenjangnya yang mulus, sedangkan sebuah tangannya lagi memainkan sendiri area paling sensitif yang gundul dan bertindik di antara kedua selangkangannya. Yui terperanjat. Ia belum pernah melihat tubuh polos tanpa busana seorang wanita dewasa. Genggaman tangannya mengendor... tapi anggota geraknya yang lain langsung menegang seketika. Ketika ia lengah, gadis itu menendang pedang Yui dengan kaki kanannya, memakai selimutnya, dan memanjat tiang kapal dengan kecepatan yang luar biasa.


Oboro


Semua mata para perompak mengarah kepadanya. Mereka menodongkan senjata-senjata mengancamnya turun dari tiang kapal. Gadis cantik yang sudah tidak gadis lagi itu (lho ?!) sama sekali tidak takut dengan ancaman mereka. Sekilas ia tersenyum sinis. Ia berdiri tegak di ujung tiang kapal dan membuka lagi selimutnya. Kali ini ia telah memakai kimono hitam selutut tanpa lengan, sepasang pelindung tangan menutupi tangannya sampai ke siku dan dalaman baju berbentuk ikatan kain yang dililitkan dilapisi jaring-jaring telah menutupi pemandangan indah yang tadi membuat Yui tak bisa bernafas normal. Ikatan kain yang sama juga membalut kedua kakinya yang berjinjit seimbang di ujung tiang kapal. Ia terbahak-bahak sambil berkata,

"bajak laut-bajak laut bodoh, dalam waktu satu jam ketuamu akan mati... Racun di jepit rambutku itu berasal dari bisa ular paling berbisa yang penawarnya sulit kalian cari, hahahahaha... Takanobu-san akan segera datang dan membantai kalian...hahahahaha.... Sayang aku tak sempat memenggal kepala ketua kalian dan memberikannya sebagai hadiah untuk Tokugawa-sama."

Yui merebut busur dan panah dari salah satu anggota bajak laut. Hanya dalam hitungan detik anak panah itu telah meluncur ke arah Oboro. Tapi Oboro adalah seorang kunoichi (ninja wanita) yang cekatan. Ia menghindari anak panah Yui dan melemparkan bom asap ke dek kapal. Saat para bajak laut itu terbatuk-batuk Oboro melarikan diri.

"Gawat!!!" teriak bajak laut bernama Yuta. "Buritan kapal bocor dan kita tak mungkin memperbaikinya dalam kondisi seperti ini."

Para bajak laut terlihat bingung. Tanpa Ketua dan Baba Shaman mereka tak bisa memutuskan apa-apa.

"Baiklah," ujar Yui berwibawa, "Siapkan sekoci dan siapa pun yang takut dan berjiwa kerdil silahkan pergi dari kapal ini. Yang berani mempertaruhkan nyawa untuk Ketua dan kapal ini, tetaplah tinggal bersamaku."



Kaum bajak laut ternyata berbeda dengan para samurai yang mau berkorban jiwa raga demi majikannya. Dua pertiga dari seratus orang lebih yang ada di kapal besar itu ternyata memilih naik sekoci dan meninggalkan ketua mereka.

"Maafkan kami, Yui. Kami telah lelah jadi buronan Takanobu...""...kami masih punya istri dan anak." "Aku ingin jadi orang baik...", dan beribu alasan penuh kemunafikan yang lain diucapkan oleh para pria bernyali cekak itu.

Setelah mereka semua pergi, Yui berkata pada mereka yang masih tinggal.

"Terima kasih Saudara- Saudaraku... aku dan Sendō-kun berhutang nyawa pada kalian...tapi kami tak tahu apakah masih akan bisa membalas keberanian kalian. Yang pasti, tak ada lagi sekoci...hanya sedikit sisa mesiu...dan hidup kalian, kalian sendirilah yang tentukan. Jadi, ayo berjuang untuk tetap bisa bertahan hidup dan menikmati lebih banyak lagi jarahan dari kapal Takanobu. Ayo kita basmi musuh dengan tangan-tangan kita!"

"Bunuh Takanobuuuu!!!" seru Ryu sang Navigator membakar semangat yang lain.

"Bunuhhh bunnuuuuhhh!!! Hiduuuppp Yui!!! Hiduuuppp Ketua!!! Hidup "Ksatria Laut"!!!" seru mereka.

Sekoci-sekoci Takanobu mulai mengepung kapal mereka, tali-temali mulai dilemparkan untuk mendaki kapal para bajak laut. Beberapa saat kemudian, bau mesiu dan darah memenuhi langit. Anak-anak panah melayang di udara dan suara-suara pedang nyaring beradu. Pagi yang bisu itu berubah ramai karena tiga puluh lima pria berani sedang berusaha mempertahankan kapalnya dari sergapan 250 tentara Takanobu.



*****************

"Srett...," tebasan Yui tepat mengenai prajurit terakhir Takanobu.

Takanobu telah melarikan diri dari tadi karena Yui berhasil mengalahkan tangan kanan terhebatnya. Ia memandang ke seantero kapal. Air laut yang berasal dari lubang di buritan kapal telah merendam tubuhnya hingga selutut. Jasad para prajurit Takanobu dan perompak-perompak yang tewas terapung-apung ke sana kemari. Sebagian mayat telah membiru pucat karena terendam air dalam waktu lama. Salah seorang saudara sesama bajak lautnya telah pergi dengan keadaan yang mengenaskan sambil memeluk layar "Ksatria Laut" yang tercabik lepas dari tiangnya. Yui memejamkan mata mayat itu, yang terbelalak menahan sakitnya tertembus pedang, "Namuamida,..." doanya untuk si mayat. (Btw, bener ga sih doanya? Penulis bukan pemeluk Shinto nih, maaf kalau salah ya).

Ia pergi ke ruang kemudi, tempat Ketua diamankan. Take mendekatinya dengan lunglai dan menonjok kuat-kuat bahu Yui.

"Ketua sudah meninggal, Yui... Ia memberikan wakizashi (pedang pendek) nya untukmu. Kini kaulah ketua baru "Ksatria Laut"..." Ujar Take lirih.

Kondisi Take hampir sama dengan dirinya, penuh luka dan memar.

"Aku... aku... tak bisa menemukan penawar racunnya..." tangis si Tonggos meledak.

Satu persatu,... Ryu sang Navigator yang kurus kering, Taro si Gentong, Hiro yang berbicara gagap, Yuta si Mata Juling, dan Rao yang kehilangan satu tangan masuk ke ruang kemudi.

"Tak ada lagi yang tersisa selain kami," lapor Ryu si Navigator.

Yui mengangguk. "Ryu, tolong kau dan Taro temui Baba Shaman, Fuko dan Tae. Katakan pada mereka, kondisi telah membaik. Lalu kembalilah dan bimbing kami ke tempat mereka berada. Yuta dan Hiro... kalian usahakan untuk menambal lubang di kapal, dan menepikan ke daratan yang aman setelah kedua rekan kita kembali nanti. Aku dan Rao akan berjaga-jaga kalau ada sisa rombongan Takanobu yang akan menyerang sambil membersihkan kapal dari air dan mayat antek-antek Takanobu."

"Baik Ketua." Mereka membungkuk serempak pada Yui.



***********************

Dua puluh delapan mayat terbujur kaku di daratan berpasir Pulau Tsushima. Yui dan delapan awak kapal yang lain menebang pohon dan menyusun kayu bakar untuk mengkremasi mayat-mayat itu. Baba Shaman duduk di samping mayat Ketua yang diletakkan terpisah sambil terkadang berbicara, tertawa, dan menangis sendiri. Yui menatap Baba Shaman sekilas. Ia heran melihat tingkah lakunya. Ia menyenggol pundak Ryu dan bertanya,

"Wanita tua itu... agak gila?"

Ryu menggeleng. "Entahlah, yang kutahu dia memang aneh. Tapi hati-hati dengannya, ia punya ilmu hipnotis yang hebat. Kadang ia juga meramal dan semacamnya. Seminggu sebelum kau datang pun ia selalu berteriak-teriak histeris agar Ketua menjauhi wanita... Yah, tapi Ketua tak menggubrisnya... karena memang Ketua sangat suka wanita."

Yui manggut-manggut. "Wanita tua yang sedikit menakutkan ya... Tapi kenapa Ketua membawanya berlayar. Dia istri tua Ketua?" tanya Yui polos.

Ryu terbahak-bahak geli. "Huahahahahaha...Tentu saja bukan. Istri Ketua sudah lama mati bersama bayi yang dikandungnya. Masa Ketua mau sama Nenek Tua Peyot begitu... gadis-gadis cantik seperti Oboro si Pelacur saja bisa ia dapatkan."

"Jadi?"

"Ketua itu sama sepertimu. Dulu ia berasal dari keluarga samurai, Baba Shaman adalah penasehat spiritual keluarganya yang telah mengasuhnya sejak kecil. Ketua semasa muda ditugaskan untuk membasmi bajak laut tapi malah jatuh hati pada putri bajak laut yang ditaklukannya, dan memilih jadi seorang bajak laut. Keluarganya marah besar dan minta Baba Shaman membunuhnya. Tapi karena sudah menyayangi Ketua seperti putranya sendiri, Baba Shaman justru menenung ayah Ketua sampai mati dan menyusul ketua." Jawab Ryu.

"Sebentar, aku mau minum dulu ya. Kuambilkan juga?" tanya Yui pada Ryu

Ryu menggeleng sambil melanjutkan pekerjaannya.

Ketika Yui menenggak air minum, Baba Shaman mendekatinya. "Kau beruntung Anak Muda. Nasibmu tak sesial Yutaka... tapi gadismulah yang kelak akan menderita." Katanya mencerocos. Lalu ia tertawa- tawa sendiri lagi dan pergi meninggalkan Yui.

"Kenapa? Ngomong apa si Dukun Tua itu?" tanya Ryu yang ternyata telah berada di sebelahnya.

Yui menggeleng, "aku tak tahu... Ia bicara tentang gadisku akan celaka. Bagaimana mungkin? Istri saja aku tak punya, kekasih pun tak ada."

"Kalau wanita simpanan?"canda Ryu.

"Plak!" Ia menjitak kepala Ryu pelan dan meninggalkannya. Ryu cemberut sambil mengusap-usap kepalanya.



*************************

Asap hitam membubung mengantar kepergian kedua puluh sembilan rekan mereka ke alam keabadian. Setelah memberi penghormatan terakhir pada rekan-rekan mereka, kesembilan bajak laut dan Baba Shaman mendirikan tenda, membuat kayu bakar dan berkumpul di sekeliling kayu bakar sambil membakar beberapa ekor ikan dan jamur sebagai santapan.

'Yui, kau tahu... aku merasa hambar sekali makan tanpa ditemani wanita-wanita cantik dan sake." ujar Take si Tonggos.

"Benar Yui, satu-satunya wanita di sini tinggal Baba Shaman... Kalau terlalu lama tinggal bersama Nenek Tua, kita bisa ketularan keriput," Tambah Fuko mendramatisir.

"Yui, aku kangen dengan kilauan emas..." Ryu menambahkan.

"Kalau hanya sake dan uang mungkin kita bisa dapatkan..." Ujar Yui sambil tersenyum.

"Iya sih, keduanya penting, tapi tetap harus ada wanita, Yui." Seloroh Rao. "Memangnya kau ingin perjaka seumur hidup?" ledeknya lagi.

"Baiklah, aku mengerti. Dengan uang itu kalian bisa pergi mencari wanita yang kalian mau, yang penting kalian membantuku mendapatkan uang ini dulu. " kata Yui.

"Bagaimana?" usul Yui lagi.

Mereka mengangguk-angguk setuju.

"Caranya bagaimana?" tanya Ryu tertarik.

Yui tersenyum lebar. "Tadi waktu kita menebang pepohonan, aku menyuruh Hiro membeli beras ke desa terdekat. Ia kabarkan padaku bahwa orang-orang desa heboh membicarakan pesta pernikahan Tuan Ono."

"Bebebenar... tatatadddtadi mmememereka bilbillbillang bebebbegitu..." timpal Hiro.

"Sudah Hiro, biar Ketua saja yang bicara." Bentak Rao jengkel.

Yui menambahkan,"Orang-orang desa itu berkata bahwa Saudagar Ono yang kaya raya sedang membawa uang dan barang-barang hasil memeras para petani bersama calon mempelainya pagi ini. Jadi, mulai malam ini kita akan berjaga di jalur yang akan dilalui rombongan itu. Setelah rombongan itu lewat, kita habisi para penjaganya dan rampas uangnya."

"Ayooo!!! Mari berpesta!!! Hidup Ksatria Laut!" teriak Ryu memberi semangat sambil mengajak semuanya bersulang.

"Hiduuupp..!!!" yang lain menimpali dengan tak kalah semangat.



**************************

Rao mengintai di atas pohon bersama Ryu. Taro si Gempal meletakkan sebatang pohon besar untuk menghalangi jalan. Hiro dan Take mempersiapkan alat peledak.

Yui dan yang lain dengan senjata tergenggam siap menyerbu. Setelah sekitar empat jam menunggu, sebuah kereta kuda yang diikuti beberapa ekor kuda yang lain dan para pengawal yang duduk di atasnya melewati daerah itu. Mereka berhenti di depan kayu besar yang menghalangi perjalanan mereka itu. Beberapa pengawal Ono turun untuk memindahkan kayu.

Tiba-tiba,..."duar!" ada ledakan yang menewaskan dua orang pengawal. Lima orang pengawal lain langsung siaga menghunuskan katana mereka.

"Serbuuu!!!" komando Yui.

Ia dan beberapa anak buahnya beradu pedang dengan para pengawal. Hiro dan Rao dengan cekatan mengantongi barang rampasan dari kuda-kuda yang telah tak bertuan. Take dan Fuko menebas leher si pengendali kereta kuda dan masuk ke dalam kereta kuda. Mata Take berbinar ketika melihat di dalamnya ada seorang gadis cantik berkimono putih.

"Fuko,... kita benar-benar akan berpesta hari ini.."kata Take senang.

"Iya, hehehehe slrrrppp... kelihatannya ia cukup ranum juga untuk dinikmati." Fuko setuju. Ia dengan genit mencolek dagu sang gadis berkimono putih.

"Mau apa kalian?! Pergi dari sini!" gertak gadis cantik itu.

"Kami tidak akan kasar Cantik. Iya kan Take?" lanjut Fuko.

Take hanya menyeringai mesum.

"Tidak.... Jangan.... Tolong, jangan lakukan itu... Tolong kasihani aku..." si Gadis mengiba.

"Karena kami kasihan padamu,... kami akan membawamu pergi dari sini, Sayang.... Kita bawa dia kemana Fuko...?" mata Take tampak kesetanan.

"...heheheheheeeeeh..... ke puncak nirwana...," lanjut Fuko tak kalah blingsatan, "kau pasti ingin pergi ke sana lagi setelah mengunjunginya dengan bantuan kami, hehehehehehe..." ia semakin mendekati si gadis cantik yang ketakutan.



"Jangan...!!! Tolong.....!!! Lepaskan!!! Tolong!!" gadis itu meronta- ronta saat kedua tangannya ditarik paksa oleh Take.

"Aku tahu bagaimana melepas kimono dengan cepat, Cantik... Jadi jangan khawatir, kau pasti akan segera merasakan indahnya nirwana.." Fuko yang tak bisa lagi menahan kesabarannya menarik paksa tali dan obi (sabuk besar kimono) gadis cantik itu.

Ia lalu melemparkan lapisan kimono luarnya jauh-jauh. 'ayo nikmati malam pertamamu dengan kami berdua, Cantik,..." Fuko semakin genit.

"Tidaakkk!!! Lepaskan aku...!!!" Gadis itu berusaha keras mempertahankan kosode (kimono dalamnya) dengan menggenggamnya erat.

Tapi ia bukan lawan Take.

Gadis itu berteriak semakin keras, "Jangan,... jangan!!! Toloooong!!!"

Take menarik dan menahan kedua tangannya sambil menertawainya,"teriak saja yang keras, toh semua pengawalmu sudah mati heheheheeh"

Sementara Fuko justru makin bersemangat mendengar teriakan calon korbannya, ia menduduki kedua kaki gadis itu, mendorongnya hingga jatuh terlentang, dan membuka paksa kosode-nya hingga dua bukit putih mulus menggiurkan dengan puncak hitam kemerahan yang ranum itu terpampang menantangnya.

"Glekh...!" kedua perompak yang sudah lama tidak mimik cucu itu pun menelan air liurnya.

Sementara si gadis masih berteriak-teriak mengiba," tollloong... jangaaann... jangan Tuan..." sambil terus menangis.

Kedua pria jalang itu tertawa-tawa mesum.

Tiba-tiba... "bruak!" atap kereta itu hilang seperti dibabat sesuatu dan Yui sudah menyisipkan katana-nya di antara kedua bukit kembar milik gadis itu. Ujung lancip katana Yui tepat berada di jidat Fuko. Fuko terpaksa memundurkan kepalanya yang tinggal berjarak beberapa centimeter dari hidangan lezat di depannya.

"Berhenti!" perintah Yui.

Take memberanikan diri untuk bicara, "Yui,... kalau kau mau menikmatinya dulu... kami tidak keberatan." Tawarnya bernegosiasi.

Gadis cantik itu menangis ketakutan, jantungnya berdetak kencang. Dadanya terlihat naik turun nenggoda, tapi bagian tubuhnya yang lain diam membeku... Ia takut Yui akan ikut menikmati tubuhnya, bahkan membunuhnya setelah itu.



Yui melotot marah pada Take, "tidak, kataku! Lepaskan dia!"

"Dan kau, bangun!" perintah Yui pada Fuko.

Ketika Fuko beranjak bangun, Yui menyarungkan pedangnya lagi dan melemparkan kimono terluarnya pada gadis itu.

"Pakailah," ujarnya sambil berbalik cepat tanpa memandang sekilas pun tubuh putih mulusnya yang setengah telanjang.

"Kita di sini bukan untuk memperkosa gadis lemah. Kita hanya butuh uang ini untuk bertahan hidup. Bantu teman kalian dan cepat pergi dari sini!" perintah Yui.
 

Kedua anak buahnya menurut. Mereka bertiga keluar dari kereta tanpa atap itu dan membantu yang lain mengemas harta jarahan milik Tuan Ono. Gadis cantik itu keluar dari kereta dan berlutut di depan Yui. Ia membungkukkan kepalanya hingga menyentuh tanah dan berkata, "Terima kasih telah menyelamatkan aku, Tuan. Aku... aku... bolehkah aku ikut bersamamu?"

Mata semua perompak memandangnya heran.

"Aku sudah tak punya keluarga...hkshiks.... ibu, ayah, dan adik laki-lakiku sudah dibunuh oleh pengawal Tuan Ono..." kata-katanya terputus karena terisak, "Aku juga sudah tak punya rumah lagi... bahkan mayat keluargaku pun dibakar bersama rumah kami.... Jadi, jadi,... izinkan aku ikut bersamamu. Aku mohon..."

Ryu menyenggol Yui, "Ketua, mimpi apa kau? Dapat gadis secantik dia... menyerahkan diri pula... Sudah, Ketua... ambil saja dan pelihara dia sebagai gundikmu. Kalau kau bosan, aku juga mau."

Yui memelototi Ryu.

"Ah,.. yah... aku kan cuma memberi saran." Ryu menciut.

"Tidak, pulanglah... dalam rombongan ini aku tidak memerlukan wanita." Yui pergi meninggalkan gadis yang bersujud di tanah itu.

"Heh Ketua, Baba Shaman kan juga wanita. Kau mau membuang Baba Shaman dari komplotan kita ya? Katanya kau tak butuh wanita..." tanya Take sambil menjajari langkah Yui.
 

Yui mempercepat langkahnya, menjauh dari Take. Take cuma tersenyum-senyum geli di belakangnya.



************************

Tepat waktu Yui keluar dari tendanya... "Selamat pagi Ketua... Ini aku buatkan sup jamur... khusus untuk Ketua." Ujar gadis cantik yang tadi malam ditinggalkannya sambil menyodorkan semangkuk sup panas.

"Kenapa kau ada di sini?" hardik Yui.

"Sudahlah Ketua, biarkan dia ikut... Aku tidak tega melihatnya duduk sendiri di dekat perapian yang sudah mati... Jadi aku suruh dia tidur di tenda Baba Shaman." Ujar Ryu.

"Tapi,... aku,..."

"Iya, Ketua tak butuh wanita... tapi kami butuh dia. Masakannya enak. Aku sudah tambah lima kali." Potong Taro.

"Anak Muda, dia gadis yang baik,... Lihat, ia bantu aku memperbaiki syalku yang sobek," tambah Baba Shaman dari tenda di depannya.

"Lagipula kami sudah berjanji untuk tidak mengganggunya lagi, Ketua." Tambah Fuko.

Take ikut menimpali, "Ya,... ia berjanji akan mengajari kami tips-tips menaklukkan hati wanita... supaya kami bisa seperti Ketua yang bisa menaklukkan hatinya katanya hihihihihi.."

Wajah gadis itu bersemu merah. Yui mengacuhkannya dan duduk bergabung dengan teman-temannya.

"Noonnn...nonnn.noonnaa Mid miiddorii... akakaakkku suddah aammmambil rruurruumpputnnyaah... Bissaa bbuat oobbattih Tatatattae?" tanya Hiro.

Midori mengangguk dan mengambil rumput obat itu dari tangan Hiro, "Ayo kita obati Tae."ajaknya.

"Tae?" Yui bertanya heran.

"Iya, Tae sakit perut karena ternyata ia makan jamur beracun kemarin. Ia langsung muntah-muntah waktu sampai ke tendanya." Jawab Rao.

"Untung Midori langsung membuatkan dan memberinya ramuan obat. Boleh juga ia bergabung bersama kita, Yui. Ia pintar memasak dan meramu obat." timpal Taro.

Yui hanya merasa sangat... sangat... sangat... terpojok.

Midori

*************************

Semua perompak sedang memperbaiki "Ksatria Laut." Terdengar derit-derit suara gergaji, suara-suara bising ketukan-ketukan palu dan debu-debum pohon ditumbangkan. Suara ketukan di ember tempat mengaduk cat dan plitur pun ikut meramaikan suasana. Hari yang sangat menghabiskan energi para perompak. Namun kelelahan mereka terobati dengan lezatnya masakan Midori.

"Ksatria Laut" sudah hampir sempurna diperbaiki. Ia juga telah dicat ulang dan di plitur mengkilap. Kecantikan "Ksatria Laut" tak akan kalah dibanding kecantikan sang calon penghuni baru kapal itu.

"Yui, hari ini "Ksatria Laut" sudah jadi... bolehkah kami pergi cuci mata?" tanya Ryu.

"Bebbennaar... akakaaakkuuh mmaau bbbelih ppaaakkuu caaddangaan," ujar Hiro.

"Aku juga ingin beli arak yang enak." Tambah Rao.

"Iya, aku akan beli daging yang banyaak..." Taro setuju.

"Ya, baju baru juga tidak jelek." Fuko mengangguk-angguk.

"Aku juga sudah lama tak berjudi." Ujar Take.

"Anak Muda, aku ingin pergi membeli dango... sudah lama sekali aku tidak makan manisan itu..." Baba Shaman juga ikut-ikutan.

"Kurasa aku butuh obat ekstra... sekalian mencari tabib." Ucap Tae lemah.

"Iya, aku yang akan mengantar Tae," Yuta nimbrung.

"Kalian semua... pergi? Siapa yang menjaga kapal?" Yui agak keberatan ditinggal sendirian oleh gerombolannya.

Mereka semua saling berpandang-pandangan dan senyam-senyum satu sama lain, lalu dengan kompak berseru... "Ketuaaaa...!!!"



**************************

Malam itu dingin sekali... tapi rasa lelah yang teramat sangat membuat Yui lelap tertidur di bawah pohon kelapa menghadap "Ksatria Laut" yang mengapung-apung cantik. Midori memperhatikan wajah Yui yang manis dari kejauhan... Ya, Yui bukan seorang laki-laki yang tampan dan berkulit putih seperti pura bangsawan. Ia hanya pria biasa berkulit coklat kemerahan terbakar matahari. Punggung bidang dan perutnya yang rata itu hasil latihannya setiap hari (wink... penulisnya juga mau kalo ada yang kaya' Yui ;-P)... Ia memang tidak tampan, tapi tiap kali Midori memandang mata teduhnya... ada sebentuk kedamaian dan rasa aman timbul di hati Midori. Bibirnya memang agak tebal, tapi... seksi. Midori tersenyum memandang wajah innocent nya saat tertidur, benar-benar berbeda dengan Sōda Yui yang galak, menyebalkan, dan selalu mengacuhkannya. Midori mengambil secarik selimut dan mendekati Yui perlahan-lahan. Ketika mereka begitu dekat, Midori tergoda untuk mengecup bibir Yui... sekaliiii saja. (emang judul film ;P) Midori menutup kedua matanya, ia monyongkan bibirnya, dan perlahan-lahan jarak antara keduanya makin tipis.... dan.... "...mmhhh,..."

"Bruak!" Yui mendorong tubuh Midori dan menarik katana-nya.

"Apa maumu? Kau juga mata-mata Tokugawa? Menyamar jadi seorang gadis lemah dan ingin membunuhku?!"

Ia babatkan pedangnya ke samping tubuh Midori untuk menggertaknya dan membuatnya menampakkan wujud aslinya jika ia memang wanita jalang suruhan Tokugawa. Tapi Midori tidak melawan. Ia justru menunduk ketakutan. Ia menangis dan menutup kedua matanya.

"Aku... bukan orang jahat... aku cuma mau menyelimutimu saja... tapi kenapa kau ingin membunuhku?... Aku benci Ketua!" ia bangun dan berlari.

Yui mengejarnya, "Tunggu.. aku pikir... kau berniat jahat pada kami... dan ingin menghabisiku dan anak buahku seperti kunoichi yang dulu merayu Ketua Sendō." Dalih Yui.



Midori menggeleng. "Aku,... cuma wanita biasa, anak seorang petani miskin yang dibantai pengawal Tuan Ono... Aku tak sehebat kunoichi itu... Aku... mana mungkin mampu membunuhmu,... menyentuh dan menaklukkan hatimu saja aku tak sanggup,...hikshikshiks..." Midori kembali terisak dan menunduk malu setelah mengungkapkan perasaannya pada Yui.

Wajah Yui merona merah. "Bukan begitu, aku.."

"Apa?!" hardik Midori. "Kau merasa dirimu adalah seorang samurai terhormat kan... Yah,... Ryu bilang kau seorang ronin (samurai yang melarikan diri)... jadi kau tak pantas menikahi gadis miskin anak petani sepertiku kan?"

"Tidak.."

"Padahal aku cuma ingin punya seorang suami yang baik dan melahirkan anak untuknya... lalu apa alasanmu menolakku? Kau takut aku sudah dinodai pengawal-pengawal Ono?" desak Midori sinis.

"Tentu tidak,... tapi"

"Tapi apa? Karena aku jelek? Atau jangan-jangan... karena aku punya luka bakar di sini,..." Midori menyingkap kimononya dan memperlihatkan luka bakar di paha kirinya pada Yui. Ia menangis sesenggukan setelah itu.

Yui mengelus luka bakar Midori, merunduk, dan mengecupnya pelan, "bukan karena ini,..." lanjut Yui lagi.

Midori tertegun.

Yui kembali menegakkan tubuhnya. "... aku hanya takut... jika aku mencintai seseorang... suatu saat nanti dia akan pergi dariku, dan aku pasti akan merasa sangat kehilangannya..."pandangan Yui menerawang.

"Bohong!" bentak Midori. Ia langsung berlari ke arah pantai dan terus menuju laut. Tubuh Midori terbenam air laut setinggi pinggangnya.

Yui berlari mengejarnya dan menariknya, "Apa yang kau lakukan?" desak Yui.

"Aku... hikshiks... lebih baik pergi menyusul keluargaku daripada sendirian di dunia ini... Aku.. hikshiks.. rindu mereka, lagipula... aku tak ingin hidup lagi jika kau tak menginginkanku..."

Yui memeluknya erat,"maaf... aku tak tahu kalau kau begitu terluka,..."

Ketika Yui melepaskan pelukannya, Midori berkata, "Tolong,... jadikan aku istrimu...." pipi putih Midori mendadak bersemu merah.

Yui menghela nafas dan terdiam. Mata innocent Midori yang berwarna coklat seperti hazel nut mencoba meyakinkan Yui. Yui menatap Midori lama sekali... sampai akhirnya ia mengangguk lemah.



Midori mengelus pipi Yui dan balas menatapnya penuh arti... Perlahan-lahan ia menutup mata dan dengan tubuh bergetar Midori memberanikan diri untuk mengecup bibir Yui pelan-pelan. Wajahnya bersemu merah setelah melakukan ciuman pertama dengan lelaki impiannya. Saat ia mundur dan membuka matanya, Yui mengangkat dagunya lembut... tangan kanan Yui meluncur ke pinggangnya, menguncinya kuat, dan dengan beringas Yui mengulum bibir indahnya. Sambil memasukkan lidahnya ke mulut Midori, tangan Yui menarik ikatan obi Midori hingga obi-nya terlepas. Midori berusaha melepaskan sendiri kimono luarnya sambil terus melilit dan membelit mesra lidah lelaki yang telah menaklukkan hatinya itu. Tangan Yui bergerilya ke balik kosode putih Midori dan meremas-remas dengan gemas salah satu buah dadanya.

"Mmmhh..." Midori mulai kehabisan nafas dan menarik lidahnya.

Ia menggigit mesra hidung Yui dan membuka kimono Yui. Ia memeluk Yui, yang tangannya sedang asyik bermain-main dengan dua manik-manik kecilnya. Yui membuat tubuhnya makin memanas. Ia menyapu bagian belakang telinga Yui dan tengkuk pria itu dengan lidahnya, "sslllrrpp....slrrrppp.....sllrpppp." Midori lalu merunduk dan menggigit puting Yui. Yui memekik pelan akibat keliaran Midori. Lidah Midori terus mengeksplorasi tubuh kekar lelaki pujaannya, terus ke perut six pack nya yang sexy, sekelling pusarnya, dan terus ke rambut-rambut halus di bawah pusar Yui... Kedua tangan Midori menarik ke bawah hakama (celana) Yui kemudian mengelus ular laut milik Yui yang sedari tadi telah siap menyerang dari balik hakamanya. Midori terus membenamkan kepalanya sambil menarik ular itu ke bawah permukaan air laut. Ia menggenggam si ular yang liar dengan kedua tangannya dan menjilati kepala si ular, "Mmm,... asin...hihihihi" tawanya nakal. Ia memang baru pertama kali melakukannya.

"Coba masukkan ke mulutmu, sayang,...." bujuk Yui.

Midori mencium bau khas yang sedikit memuakkan,... Tapi ia tak peduli, ia sangat mencintai Yui. Pelan-pelan ia masukkan benda keras sepanjang 20 cm dengan diameter sekitar 3 cm itu ke mulutnya yang mungil. Ia hanya menelan separonya karena mulutnya yang mungil tak muat menampung ular hitam kecoklatan itu. Ia mulai menyedot-nyedot pelan benda coklat kehitaman itu.



"Aahhh... aaah.. yahh, seperti itu" ujar Yui sambil menekan-nekan kepala Midori pelan agar batang kebanggaannya masuk lebih dalam ke mulut Midori.

Midori memanjakan ular Yui dengan mengocok-ngocokkan kedua tangannya di atasnya. Lidahnya menjilati hingga ke dua biji pelirnya, mengulum-ngulum batangnya seperti manisan, menyedot-nyedot, dan terkadang menggigitnya pelan. "Hhhssshhhh.... hhhsshhh... Mi-channn... ahshhhh... aahhhsshh..." Yui memanggil-manggil Midori dengan panggilan kesayangannya ketika ia menerima servis yang hebring dari si gadis berdada montok itu.

"Mi-chan,... sshhhh.... sshhhh... ahh,... akuu.. aahhhsshhh aahhhsshh... mau keluar.. hssshh..." Yui menikmati kelihaian Midori dalam memanjakannya, "ssshhh... terus sayang,... ssshhh ssshhh" desah Yui nikmat. dan "Crrrt...crrt...ccrrrtt..." cairan lengket pelan-pelan mulai membasahi mulut Midori.

Midori menutup lubang kejantanan Yui dengan ibu jarinya dan keluar dari dalam air. Ia lalu menjilati bibir dan jari-jarinya yang lain, yang telah berlumuran cairan gurih kekasihnya.

"Jangan ditumpahkan di mulutku... Sōda-sama... Aku ingin mengandung anakmu," bisiknya lembut sambil memeluk Yui. Midori menggesek-gesekkan kedua putingnya yang terasa mengeras dan kaku ke dada Yui... Putingnya teramat perih dan gatal akibat amukan birahi.

Dada Yui membara karena digesek-gesek dua buah bola empuk dengan ujung keras meruncing milik Midori.

"Aaaahhhsshh... ahhhsshhh..... sekarang?" tanya Yui sambil memegang ularnya sendiri dan menempel-nempelkan kepalanya ke kawah Midori yang sudah mulai mengeluarkan lava.

"Hhhmmppffhhhh.... aaahhhssshhh... Jangan... mhh di siniiihh sshh hsshh...mmmhh," Midori menggeleng... "Nanti... hhhsshhh... benihmuuhhh... mmhhh.. mmhhh... terbawa aahhhss..... hhhssshhh.... air..." Midori mendesah-desah karena Yui menjilati dan menghisap-hisap kedua pentil kemerahannya secara bergantian.

Yui memencet hidung mancung Midori pelan dan mengangguk.

Ia membopong gadis cantik dengan kosode terbuka itu. Dari sela-sela kosode yang tertiup angin laut, terlihat dua gundukan padat dan kenyal di dada Midori yang mencuat indah. Kedua ujung mungil merah kehitamannya telah padat mengeras, dan belahan kemerahan di selangkangannya yang terlindung bulu-bulu halus berwarna kehitaman telah basah merekah.



Midori masih memakai sepasang kaos kakinya bersama kosode di tubuhnya yang disingkap-singkap nakal oleh hembusan kencang angin laut. Yui membaringkannya ke atas pasir. Sekali lagi keduanya berciuman. Tangan kanan Midori meremas rambut Yui sedangkan tangan kirinya digenggam oleh tangan kiri Yui. Tangan kanan Yui mulai mengeksplorasi gua Midori yang basah dengan jari-jarinya karena Yui sudah tidak tahan, ia tempel-tempelkan lagi kepala si ular nakal ke gua Midori yang dilindungi semak-semak lebat.

"Ssshhh...Ketua...akh,...ssshh aku...mmhhh... takut..." ujar Midori yang terperangkap antara kenikmatan dan rasa takut..."Inihhh... sshhh... pertama kalinya, mmhhh..." ia menitikkan air mata sambil kelojotan keenakan.

Yui melumat bibir mungil Midori, menghapus air matanya, dan bergeser dari atas tubuh gadis cantik itu. Ia kini ikut berbaring di belakang tubuh Midori yang tiduran membelakanginya. Ia memeluk Midori erat dari belakang dan mencumbu tengkuknya,

"Mi-chan,... mmmhhh.... "Ksatria Laut" bagus sekali kan?" Tanyanya sambil menjilati bagian belakang telinga Midori.

Ia mengalihkan perhatian Midori. Satu tangannya mengusap-usap pintu gua Midori. Tangannya yang lain memilin-milin dan menyentil-nyentil buah plum keras yang ada di puncak bukit-bukit putih Midori.
 

"Aahhhssshhh.. yahh.. sshh..ahh"

"Aku akan membawamu dan anak-anak kita berkelana di atasnya... kamu mau kan?" Yui mencoba membuat Midori rileks dengan mengajaknya bicara dan terus menstimulasi Miss V dan payudaranya.

"Mmmhh... mmhhh... aahhhsshh" Midori berusaha mengangguk, tapi terlalu sulit untuk melawan sensasi nikmat yang ditimbulkan oleh gesekan jari telunjuk dan tengah Yui di bagian paling pribadinya, malah terkadang ular Yui yang sudah lapar pun ikut menggesek-gesek sela kedua bokongnya. Jadi ia malah semakin melenting ke depan, membiarkan Yui memainkan dua bukit kembarnya dengan lebih leluasa.

"Sayang, kamu siap berkelana bersamaku?" tanya Yui bernafsu.

Midori mengangguk pasrah. Pelan-pelan ia mengangkat satu pahanya dan melilitkannya ke arah belakang. Betis mulus Midori mendarat di pinggang Yui. Midori membiarkan ular Yui yang sudah sangat lapar melewati dua bongkahan pantatnya yang putih mulus. Kepala si ular berusaha menerobos semak-semak dan mulut gua yang sempit. Setelah berhasil melewati rintangan itu (emang Benteng Takeshi :P), si ular liar menjalar lebih dalam sambil berdenyut-denyut untuk mencari mangsa di dalam gua rahasia Sang Bidadari. Si ular agak kesulitan menjelajahi gua akibat ukuran tubuhnya yang terlalu besar untuk gua sempit Midori.



"Ssshhh... Akhssshhh.... mmpphhh... mmmhhh.. aakkhh... sakiit..." ujar Midori sebelum kesemua tubuh ular hitam kecoklatan itu menembusnya.

Yui semakin aktif merangsang daerah-daerah erogen pasangannya. Ia biarkan cairan cinta Midori mempermudah bersatunya kedua raga sejoli yang dimabuk cinta itu.

"Sayang,.... mmhhh.... mmmhhh... sudah berkurang sakitnya...," kata Midori lirih beberapa saat kemudian.

Saat rasa sakit Midori berangsur-angsur berkurang.... Yui menarik ularnya keluar sedikit lalu mendorongnya sekuat tenaga,"Jlleebb... plok!" selangkangan Yui kini menempel rapat di bokong mulus Midori.

"Gyaaa....!" teriakan Midori membelah malam.

Yui berhenti sesaat,... "Masih sakit?" ia bertanya pada gadisnya setelah keduanya menyatu selama beberapa saat.

"Yah... mmhhh... perih.. mmmhhh mmhh...tapi... sshhh.. perlahan-lahan hilang... mmhhh rasanya aahhh... penuh sekali.. sshhh ssshh.... tapi... mmhhh yah... di situ sayang ahhh shhhh shhh yahh ahhh... terus ahhh yahh sshhh shhh lebih cepat... aahhh... sshhh lebih cepat ssshh sshhhs sshhh shh yaaa... yaaaa... mmhhh terus sayang mmmhhh" Midori menceracau saat Yui mulai menggerak-gerakkan ularnya di liang perawan Midori.
 

Ular Yui ternyata lihai juga menemukan mangsanya, sebuah daging kecil kemerahan yang berbahaya jika disentuh. Seisi gua bisa berdenyut-denyut dan memeras-meras tubuh licin sang ular jika benda itu diseruduk-seruduk liar oleh kepala si ular. Cairan lengket berwarna merah darah keluar dari gua Midori. Cairan itu merembes ke pasir tempat dua insan yang dimabuk asmara itu berbaring. Yui mencium lembut Midori dan memainkan telunjuknya di sekitar areola Midori. Sesekali ia daratkan jarinya ke puting si Cantik dan memilin-milinnya. Saat lenguhan Midori makin menjadi-jadi, Yui menarik ularnya yang kini telah dilumuri warna merah,... bekas darah keperawanan Midori. Sedetik, kemudian.... "jlebh... jlebbhh... plok..." ia masukkan lagi setengah bagian Mr.P nya yang tadi sempat berada di luar ke liang sempit Midori.



"Shhhh.. hahhhh... hahhhsshh..... hhssshh..... ahsss..." Midori merasa luar biasa nikmat saat kepala si ular menyundul pelan G spotnya.

Yui mulai memompanya pelan, Midori ikut bergoyang mengimbangi keperkasaan kekasihnya... "plokh....plokh...plokh...plokh.."

Yui merasa remasan rongga surga Midori makin kencang, sodokan-sodokan Yui makin cepat dan liar karena birahinya terbakar... si ular makin intens menggesek-gesek kumpulan serabut saraf pembawa nikmat dalam rongga surga Midori. Tubuhnya terayun-ayun ke depan dan belakang.

"Ahhhsshh.... aahhhssshhh... Yuiiiii.... sshhshhss....sshhsshh" lenguhnya. Tetesan keringat, buah dadanya yang berayun, dan ekspresi wajahnya yang terpejam-pejam seksi saat menggigit bibir bawahnya menambah nuansa erotis dan akhirnya "ccrrrtt...ccrrrtt...ccrrtt..." Midori sampai pada puncak kenikmatannya...

"Sssshhh...sshhh... ennaakk...sayang....ahhh... yahh...yah...mmhhh mmmhh" Desahan Midori makin membakar birahi Yui.

Yui jadi makin semangat menghunjam-hunjamkan senjatanya ke liang peret Midori. Ia melakukan pompaan terdahsyatnya sekitar 25 menit... Yui sudah bermandi peluh, namun sodokannya masih sangat cepat, tepat, dan akurat (ga pake terpercaya, emang Lintas Lima wkwkwkwk).... hingga akhirnya "crooottthhh..." ular Yui memuncratkan seluruh bisanya dan gerakan Yui mulai melambat. Si ular yang sudah lemas pun menyerah dan merayap keluar dengan sendirinya dari gua hangat Midori yang tadi meremas-remasnya kencang. Yui yang kelelahan mencium pipi Midori dan berbisik "Terimakasih, Mi-chan,..."

Midori hanya mengelus rambutnya mesra, nafasnya masih tersengal-sengal.



*************************

Rombongan perompak dan Baba Shaman berlari tunggang-langgang. Dari jauh mereka dikejar oleh empat orang pengawal Ono-sama.

"Midoriiii.... Yuii... Kita dikejar..." teriak para perompak dari kejauhan.

Yui menyambar pakaiannya lalu mengangkat Midori yang hanya diselimuti secarik kain ke atas kapal.

Midori terbangun dan bertanya," Sayang, ada apa?"

"Kita dikejar. Kau duduklah di sini. Aku akan membantu saudara-saudaraku dulu."

Midori menggenggam tangan Yui. "Kau akan kembali kan?"

Yui mengangguk pasti. Karena merasa tersudut, Yui dan teman-temannya naik ke atas kapal. Jangkar kapal segera diangkat, layar dikembangkan, dan mereka mulai berlayar meninggalkan pantai itu.Setelah keadaan sedikit tenang,...

"Mmmmhhh... aku mencium bau sperma." ujar Take sambil mengernyikan hidungnya.

"Heh, jangan bercanda... mana ada yang sempat ke rumah bordil tadi!"protes Yuta.

"Ya, tapi baunya menusuk... kau onani ya Fuko?!" tuduh Ryu.

"Tidak! Baju baruku pasti kotor kalau kulakukan itu." Sangkal Fuko.

"Bukan aku... tabib yang tadi mengobatiku pun laki-laki... aku bukan homo." Jawab Tae karena ia takut dituduh bersenang-senang sendiri tanpa sahabat-sahabatnya.

Yuta mengangguk setuju. Memang ia yang mengantarkan Tae tadi.

"Jangan-jangan... kau ya Rao? Kau kan pergi beli sake... bisa saja kau beli itu di rumah bordil." Yuta menuduh yang lain.

"Tidak!" Rao menjawab dengan ketus, "mungkin Hiro bukannya beli paku..."

Hiro menggeleng dan mengeluarkan paku dari bungkusannya, "tiiiddtiiiidddtiiiddddddak... iiinnniinniih paapakkuunyyaah..."

"Jadi?!" Ryu menatap penuh selidik ke semua anggota yang lain.

Baba Shaman hanya tertawa dan nyeletuk, "Hahahahaha... malam ini seseorang telah benar-benar menjadi seorang lelaki..."

Wajah Yui bersemu merah merasa tersindir, sedang teman-temannya yang lain justru memandang aneh Baba Shaman dan dengan kompak berkata,"Wanita tua aneh,..."

Untuk menutupi kecanggungannya, Yui pergi menemui Midori. Ketika ia membuka pintu kamar Midori, seorang shinobi dengan penutup wajah menutup mulut Midori yang tubuhnya terikat. Ia membawa Midori melompat dari jendela kapal. Yui mengejarnya sampai ke jendela. Ternyata di bawah jendela seorang ninja lain telah menunggu di atas sekoci. Kedua ninja itu membawa tawanan mereka pergi menjauh dari "Ksatria Laut". Yui melompat dan berenang mengejar kedua shinobi yang membawa Midori sebagai tawanan.

to be continued...

By: Shirahime



© Karya Shirahime