Waktu itu bulan April 2000, aku sedang bertugas di kota Malang untuk menyelesaikan auditing sebuah perusahaan di sana. Aku menginap di sebuah hotel di jantung kota bersama 2 rekanku, Andrey dan Erik. Dua hari di kota itu, pekerjaan kami sudah selesai, waktu masih sehari lagi. Maka kami sepakat untuk menghabiskan waktu di kota dingin itu. Seperti layaknya anak muda lain, waktu malam yang sepi dan dingin kami berminat membooking gadis-gadis nakal Malang yang amat terkenal.

Namun malam itu aku tak ada niat untuk berfoya-foya, sebab hatiku sedang gundah memikirkan nasib dan masa depanku. Tiga kali pacaran gagal terus dan semuanya gara-gara cewekku selingkuh dengan cowok lain. Karena di Malang banyak tempat untuk tirakat, maka aku ingin memanfaatkan malam terakhir di kota itu untuk nyepi dan bersemedi. Keinginan itu kuutarakan kepada teman-temanku. Semula mereka memang tidak setuju, sebab mereka ingin bersenang-senang.

"Ya kalian bersenang-senanglah," kataku sambil tertawa.
"Biar aku yang memanfaatkan malam terakhir ini untuk menyatukan jiwaku dengan alam." kataku lagi.
Kini gantian mereka yang tertawa, menertawakan kebodohanku.
"Kamu mau nyepi dimana Son?" tanya Andrey.
"Besok kita kembali ke Surabaya jam enam pagi lho!" timpal Erik.
"Tak masalah, aku akan ada di sini jam lima pagi, OK," jawabku sambil mengenakan jaket kulitku. Terus aku pergi sambil tertawa.

Dengan menggunakan jasa angkutan umum aku mencapai wilayah Kecamatan Singosari hanya dalam waktu setengah jam. Sebelum melintas rel kereta api sebagai tanda memasuki kota kecil itu, aku pun turun persis di depan pos polantas. Dari situ aku berjalan sedikit dan kemudian membelok mengikuti arah rel kereta api. Tak lama kemudian sampailah aku di sebuah pemandian alam di Desa Watugede. Konon, kolam itu dulu merupakan tempat mandi Ken Dedes, janda kembang Akuwu Tunggul Ametung yang kemudian dinikahi oleh Ken Arok.

Aku langsung mendatangi pemandian itu dan minta ijin kepada juru kunci untuk bisa semedi di tepi pemandian barang semalam. Pada awalnya si juru kunci keberatan, namun setelah kukeluarkan selembar uang 20-ribuan, dengan wajah berseri-seri aku diijinkan masuk.

Pemandian itu tidak terlalu lebar bahkan terkesan sempit, tetapi airnya sangat jernih dan dingin seperti es. Tepinya terbuat dari batu kuno yang ditata rapi. Ada beberapa patung Kala yang mengeluarkan air dari mulutnya. Juga terdapat beberapa peninggalan lama seperti lingga dan yoni, namun kondisinya sudah rusak. Di sekeliling pemandian terdapat pepohonan rindang dan semak yang menambah kesan angker.

Malam yang gelap dan hanya diterangi lampu 25 watt yang bergantung di sisi rumah si juru kunci. Aku pun mengambil tempat di ujung selatan pemandian dan duduk bersila di sana. Si juru kunci meminjamkan selembar tikar plastik untuk duduk. Ketika dia menawarkan kopi dan makanan kecil terpaksa kutolak. Mana ada orang nyepi sambil minum kopi panas dan makan pisang goreng apalagi kalau ditambah nonton film BF he..he..he..

Suasana amat sepi dan sunyi. Semakin malam terasa semakin sepi. Hanya sekali-sekali terdengar deru kereta api lewat, itu pun hanya dua kali. Deru mobil di jalan raya tak terdengar lagi dari pemandian itu, meski jaraknya tak begitu jauh. Kulihat beberapa kali juru kunci keluar rumah dan melongok ke tempatku semedi, sesudah itu ia masuk lagi. Lepas tengah malam, suasana semakin sepi dan juru kunci tidak keluar lagi.

Udara terasa semakin dingin menggigit tulang, aku pun mulai berhening diri, mencoba menyatukan jiwa, raga dan nuraniku dalam satu genggaman batin. Doa-doa mulai kubaca dan perlahan-lahan menutup sembilan lubang pada diri manusia.

Biasanya, dalam melakukan semedi begitu, konsentrasiku bisa penuh dan bertahan sampai pagi hari. Namun kali ini konsentrasiku tidak bisa total. Seolah-olah ada suara-suara yang selalu menggangguku, ada perasaan-perasaan yang tidak konstan dan akhirnya aku merasa gagal.

Ketika jam menunjukkan pukul 02:30 WIB, kusudahi semediku dan kuanggap gagal. Entah kenapa jiwaku begitu labil dan konsentrasiku terpecah. Aku pun bangkit dan menunggalkan tempat itu tanpa pamit kepada juru kunci yang mungkin saat itu sedang ngorok di samping istrinya.

Karena perut terasa lapar, aku pun berjalan ke pasar Singosari yang jaraknya hanya sekitar 300 meter. Suasana masih sepi tetapi sudah ada beberapa pick-up pedagang sayuran yang datang dan bernegosiasi dengan para pedagang setempat. Ada beberapa warung yang masih atau baru aja dibuka. Maka aku pun memasuki sebuah tenda berwarna biru yang menjual kopi "R&B" dan nasi soto "Balapan".

Ada beberapa orang nongkrong di warung itu sambil bercanda membicarakan politik negara, presiden yang lucu, menteri yang sering diganti sampai DPR dan MPR yang mereka nilai ceroboh dan bertindak di luar konstitusi.

Saat aku hampir selesai menikmati soto ayam kesukaanku, tiba-tiba seorang wanita cantik masuk dan duduk di seberangku. Busananya sangat sederhana, blus biru dengan bawahan rok semi mini juga berwarna biru. Baik di leher maupun pergelangan tangannya tak ada asesoris. Ia hanya membawa sebuah tas tangan kecil warna biru.

Ia memesan segelas teh manis dan soto. Sementara menunggu pesanan ia cuma menunduk saja. Namun ketika menerima teh manis dari pemilik warung dengan tak sengaja matanya memandang ke arahku. Aku kaget sebab sejak tadi aku mencuri pandang ke arahnya dan tiba-tiba ia memandangku. Tentu saja aku jadi malu. Pandangan itu begitu tajam dan langsung memasuki relung jantungku. Mata itu sungguh indah.

Satu persatu orang meninggalkan warung dan tinggal kami berdua. Meski mangkok sotoku sudah kering dan kopiku yang sudah habis, aku masih menyempatkan diri duduk manis disitu sambil sesekali mataku melirik ke arah cewek cantik itu. Sesekali mata kami bertatapan dan ia menunduk.

Karena tak betah, sifat usilku muncul. Aku pun pindah duduk di dekatnya dan langsung kusapa.
"Koq pagi-pagi begini sudah bangun, mau belanja ya?" sapaku nakal.
Wanita itu memandangku tersenyum dan mengangguk tanpa menjawab. Aku semakin penasaran.
"Nama saya Sony," kataku memperkenalkan diri. "Mbak siapa?"
"Lasmini, Mas.." jawabnya perlahan. Suaranya merdu sekali di telingaku.
"Asalnya dari mana Mbak?" tanyaku lagi.
"Dari sini saja Mas.." jawabnya perlahan.
"Mbak mau kemana pagi-pagi begini?"
"Mau pulang Mas.."
"Lho, pagi-pagi darimana?" tanyaku.

Dia diam dan cuma tersenyum lalu menunduk. Dibukanya tas tangannya dan berniat mengambil uang untuk membayar soto dan teh manis yang dipesannya. Cepat-cepat aku merogoh saku dan mengeluarkan selembar 20 ribuan dan kuberikan kepada pemilik warung.
"Semua Pak.. sama punya Mbak ini!" kataku.
"Ah jangan Mas.. banyak lho!" katanya malu-malu, tetapi tangannya berhenti dan tidak jadi mengeluarkan uang dari dalam tas miliknya.
"Tidak apa Mbak, kita kan udah kenal berarti Mbak sudah menjadi teman Sony," kataku menggoda.
"Mbak rumahnya dimana?"
"Di desa sebelah sana, Mas.." katanya sambil menunjuk arah seberang rel.
"Dekat Pemandian Watugede, pemandiannya Kanjeng Ratu Pradnyaparamita."
"Siapa dia Mbak?" tanyaku pura-pura nggak tahu.
"Dia adalah Ken Dedes dan nama tadi itu nama kebesarannya," katanya menjelaskan.
"Mbak koq tahu banyak tentang dia, bagaimana bisa?" tanyaku penasaran.
Dia diam dan cuma tersenyum lalu menunduk.
"Mari Sony antar Mbak pulang," kataku.
"Boleh saja.. kalau Mas Sony mau," jawabnya sambil tersenyum.

Dan kami pun meninggalkan warung kembali ke arah darimana tadi aku datang. Namun dalam perjalanan timbul keinginan nakalku untuk membawa gadis cantik itu pulang ke hotel. Waktu masih menunjukkan pukul 03:00 WIB. Masih banyak waktu untuk bersuka ria. Siapa tahu dia mau! Ya nggak pembaca.

"Mbak mau kalau Sony ajak jalan-jalan dulu?" aku mulai memancing.
"Kemana Mas, pagi-pagi begini?" jawabnya malu-malu.
"Ke Malang.."
"Ke Malang, mau apa?"
"Sony kan nginap dan tidur di hotel. Bagaimana kalau Mbak menemani Sony di sana?"
Dia diam dan cuma tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

Tak disangka dan tak dinyana, ternyata Lasmini mau kuajak dia ke hotel. Wah, ini jelas dia bukan cewek baik-baik. Tetapi tak apalah, cewek baik mana mungkin bisa kudapatkan di warung soto di pagi buta begini?

Maka, dengan mencarter angkota kubawa cewek cantik itu ke hotel. Melewati meja resepsionis aku cuma mengangguk dan kedua penjaga itu tersenyum. Mereka pasti maklum sebab mereka juga masih muda dan terbiasa melihat hal semacam itu.

Mungkin mendengar aku datang dan membuka pintu, Andrey dan Erik yang kamarnya berseberangan dengan kamarku membuka pintu dan melongok keluar. Tapi aku tidak peduli. Aku cepat-cepat mengangkat tubuhnya dan kugendong masuk ke kamar. Mbak Lasmini yang terkejut namun dengan sigap merangkul leherku. Lalu, kujatuhkan ia ke ranjang dan aku berlutut mengangkangi tubuhnya, melepaskan semua kancing kemejanya. Kulepas bajunya dan kuloloskan tali BH-nya dari kedua lengannya, lalu kutarik BH-nya hingga terlepas dari buah dadanya yang besar merangsang itu. Sementara itu, Mbak Lasmini sendiri menyibukkan diri melepas sabuk dan kancing celanaku dan menarik reitsleting celanaku hingga celanaku merosot ke pahaku. Celana dalamku tampak menonjol dengan penis yang telah membesar dan mengeras. Aku berdiri melepas celana dan kemejaku sementara Mbak Lasmini melepas kait BH-nya dan melempar BH-nya ke lantai.

Aku berdiri telanjang mengangkangi tubuhnya yang tergeletak hanya memakai rok. Kupandangi seluruh tubuh Mbak Lasmini yang menggairahkan itu, berakhir di matanya yang menatap penisku yang mengacung ke atas itu dengan pandangan penuh birahi. Aku tahu apa yang ia inginkan, maka aku pun berlutut mengangkangi dadanya dan ia menaikkan kepalanya menyambut penisku dengan mulutnya.

"Ngghh.. nngghh.. Hhh.. Ooohh.. Mbak.. Mini.. sayaanghh.. ohh.." Aku mengerang menikmati hisapan Mbak Lasmini yang maut pada penisku. Di dalam mulutnya ia memainkan penisku dengan lidahnya membuat bola mataku berputar ke belakang penuh kenikmatan. Perlahan-lahan kumaju-mundurkan pantatku sehingga penisku keluar-masuk mulutnya sementara jempol dan telunjuk Mbak Lasmini melingkari pangkal penisku, memberi pijatan dan gesekan nikmat pada batang penisku."Oh..Mbak, Sony nggak tahan.."

Mbak Lasmini seperti tak peduli pada pekikanku yang memberi tanda-tanda nyata bahwa aku hampir mencapai orgasme, ia terus memainkan lidahnya menyambut penisku yang semakin cepat "mengentot" mulutnya. Bahkan kedua jarinya ikut semakin cepat mereMas dan mengocok batang penisku. "Mbaakk.. aahh.." kenikmatan meledak dalam tubuhku dan aku pun memuncratkan maniku dalam mulut Mbak Lasmini yang tanpa ampun menghisap penisku dengan bernafsu.

Lututku terasa lemas dan aku pun jatuh terlentang di sisi Mbak Lasmini. Ia tersenyum sambil memainkan sedikit sisa air mani di bibirnya dengan jarinya. Tak ada setitik pun bekas air mani di tempat lain, bahkan di penisku yang mulai melemas. Rupanya Mbak Lasmini menelan semuanya. Aku tidak menyangka Mbak Lasmini begitu liar dan ganas sekali. Ia membersihkan bibirnya dengan menghisapnya sambil membelai-belai rambutku. Matanya memancarkan birahi. Aku mengatur napasku yang tersengal-sengal lalu bangkit berlutut di atas tubuhnya mengangkangi pinggangnya. Sambil bertelekan pada siku, aku kembali menghisap bibir dan lidahnya yang disambut dengan pagutan bernafsu dari cewek cantik ini. Sebelah tanganku mulai meraba-raba buah dada dan putingnya, sementara ia menjilati telinga dan leherku.

Aku lalu melepas kancing roknya dan melorotkan rok sekaligus CD-nya hingga Mbak Lasmini kini benar-benar telanjang bulat. Tubuhku kembali naik hingga kini mulutku tepat berada di atas buah dadanya. Kujilati kedua buah dada dan putingnya bergantian dengan lembut dan basah, semakin lama semakin cepat dan liar, sementara penisku yang Masih lemas menggesek-gesek bulu kemaluannya yang lebat.

"Ohh, Mas Sony.. ahh.." ujarnya tersengal-sengal penuh birahi sambil tangannya menuntun sebelah tanganku ke selangkangannya. Jari tengahku pun mulai bermain di bibir vagina Mbak Lasmini yang telah basah berlendir itu sementara lidah dan bibirku terus menggetarkan putingnya yang merangsang itu.

"Aagghh.. aahh.. Maahhss.." erangnya sambil menjambak rambutku dan memaju-mundurkan pantatnya seirama gesekan jariku pada bibir vaginanya.
"Maahhss.. ohh, Mahhss.. masukin dong.. Maass.." erangnya memohon. Maka kuselipkan jari tengahku ke dalam liang vaginanya yang hangat berlendir itu dan kukeluar-masukkan perlahan-lahan.
"Akhh.. ohh..!" Mbak Lasmini menggoyangkan badannya sehingga mempercepat keluar-masuknya jariku dengan gerakan pantatnya maju-mundur dengan penuh nafsu sambil kulihat ia menggigit bibirnya.

Bersambung . . . .