Beberapa hari setelah perpisahanku dengan Dian, aku merasa sepi dan sedih. Tante H yang senantiasa menghiburku, dengan gurauan, kemolekan, kehangatan tubuhnya, dan dengan kasih sayangnya terkadang di dalam kesendirianku, aku teringat Tante U, dengan segala kehangatan tubuhnya. Aku teringat moment-moment yang pernah kami jalani di salah satu kamar di rumah Tante H.
Di salah satu kamar di rumah Tante H itulah kami biasa mengumbar nafsu kami, saling menumpahkan rasa rindu kami, sudah tak terhitung lagi barapa banyak aku menyenggamainya, menumpahkan segenap rasa dan nafsuku, dan sebanyak itu kami berhubungan tak pernah sekalipun kami menggunakan alat kontrasepsi, baik itu kondom, spriral, tablet atau sebangsanya. Jadi kami melakukannya secara alami saja, dan tentunya dapat dibayangkan akibatnya. Yach.., Tante U pergi dengan membawa banyak kenangan indahku, membawa cintaku, dan membawa pula janin dari benih yang kutanam di rahimnya.
Awal semester pertama sudah berjalan 2 bulan lebih 5 hari, jadi tak terasa aku sudah menempati rumah petak kontrakanku selama itu. Setiap hari aku berjalan kaki ke tempat kuliah, yang memang tak jauh dari rumah kontrakanku. Setiap kali aku berangkat atau pulang kuliah, aku selalu melewati sebuah rumah yang dihuni satu keluarga dengan dua anak perempuannya, sebenarnya 3 orang anaknya dan perempuan semuanya. Dua sudah berkeluarga, yaitu Kak Rani dan Kak Rina, sedangkan si bungsu Yanti masih SMA kelas 1 (baru masuk).
Kak Rani dan Kak Rina anak kembar, hanya saja nasib Kak Rani lebih baik ketimbang Kak Rina. Kak Rani bersuamikan pegawai Bank dan sudah memiliki rumah serta dua anak perempuan, sedangkan Kak Rina bersuamikan seorang pengemudi box kanvas suatu perusahaan dan belum dikarunia anak, serta masih tinggal bersama ibunya. Bu Maman seorang janda yang baik hati dan sayang benar sama cucunya, yaitu anak Kak Rani.
Pada mulanya aku berkenalan dengan Yanti, Yanti termasuk gadis yang agresif, dan aku juga sudah mendengar cukup banyak tentang petualangan cintanya sejak dia duduk di bangku SMP, jadi masalah sex buat Yanti bukan hal yang baru lagi.
Perkenalanku terjadi saat aku pulang kuliah sore hari, dimana hujan turun cukup lebat. Pada saat aku berjalan hendak memasuki mulut gang, berhentilah sebuah angkot dan ternyata yang turun Yanti dengan seragam SMA-nya.
Aku menawarinya berpayung bersama dan ternyata dia mau. Kuantar Yanti sampai rumahnya, setiba di rumahnya dipersilahkannya aku masuk dan duduk di ruang tamu, sementara dia masuk berganti pakaian. Saat aku menunggu Yanti, Kak Rina keluar dengan membawa secangkir teh hangat dan kue. Mulutku secara tak sadar ternganga melihat kecantikan Kak Rina. Mata nakalku tak henti melirik dan mencuri pandang padanya. Padahal Kak Rina hanya berpakaian sederhana, hanya mengenakan daster motif bunga sederhana, namun kecantikannya tetap nampak. Kulitnya yang putih kekuningan dan badannya yang segar dengan buah dada yang menonjol, semakin menambah kecantikan penampilannya sore itu.
Melihatku, dia tersenyum, nampak sebaris gigi putih yang bersih berjajar. Aku tergagap dan segera kuulurkan tangan untuk berkenalan dengannya. Hangat tengannya dalam genggamanku, dan sambil menunggu Yanti selesai berganti pakaian, dia menemaniku ngobrol. Dalam obrolanku dengan Kak Rina sore itu, baru kutahu kalau Kak Rina sering melihatku saat aku berjalan berangkat dan pulang kuliah. Itulah hari pertamaku berkenalan dengan keluarga Yanti.
Pagi esok harinya, saat aku berangkat kuliah, aku bertemu Kak Rina di mulut gang. Kami bersalaman, tiba-tiba timbul kenakalanku, kugelitik telapak tangan Kak Rina saat kugenggam, ternyata dia diam saja, bahkan tersenyum padaku. Sejenak kami berbasa-basi bicara, kemudian aku cepat bergegas kuliah.
Sore hari aku baru pulang kuliah, langit mendung tebal, sepertinya mau hujan. Saat kubuka pintu rumah, kulihat Yanti dan teman kostku sedang ngobrol di ruang tamu. Rupanya dia sengaja datang untukku. Tak lama kemudian teman kostku pamit mau kuliah sore sampai jam 19.00 WIB. Setelah aku berganti pakaian, kutemui Yanti dan kami ngobrol berdua. Tiba-tiba aku teringat bahwa Yanti belum kusuguhi minum, cepat-cepat aku permisi ke dapur untuk membuat minuman buatnya. Saat aku beranjak ke dapur, Yanti mengikutiku dari belakang, dan di dapur kami lanjutkan obrolan kami sambil kuteruskan membuat minuman.
Yanti berdiri bersandar ke meja dapur, aku mendekatinya dan iseng kupegang tangannya. Agaknya Yanti memang mengharapkan suasana demikian. Dia tanggapi pegangan tanganku dengan mendekatkan tubuhnya ke tubuhku, sehingga wajah kami berjarak hanya beberapa senti saja. Hembusan nafasnya terasa menerpa wajahku. Kesempatan itu tak kubiarkan lewat begitu saja, segera kusambar pinggangnya dan kucium serta melumat mulutnya.
Kami berciuman agak panjang, lidah kami saling beradu dan memilin, sementara sigap tanganku menggerayangi dan meremas pantat Yanti. Tanganku tidak berhenti, terus bergerak menyingkap bagian depan roknya, dan segera tanganku mengelus-elus vagina Yanti yang masih tertutup celana tipis, sementara itu mulutku menjalar dan menciumi lehernya. Yanti merintih lembut, dan semakin mempererat pelukannya.
Tangan kananku yang sudah terlatih segera melepas kancing depan bajunya, selanjutnya meremas-remas buah dadanya, kulepas tali BH-nya, dan segera kujelajahi dua bukit kembarnya yang sudah mengeras. Kuhisap lembut puting susunya, Yanti semakin menekan kepalaku ke arah dadanya.
Aku sudah tahu apa yang dikehendakinya, segera kutarik dia ke kamarku, dan segera kubuka resleting roknya, kulepas bajunya kemudian BH-nya. Nampak tubuh Yanti polos tak tertutup kain, hanya CD tipisnya saja yang tinggal melekat di badannya. Segera kuhujani Yanti dengan ciuman, kujilati sekujur tubuhnya, kuhisap puting susunya, dan terus mulutku bergerak ke bawah, sambil pelan-pelan tanganku melepas CD-nya.
Begitu CD-nya lepas, segera kuserbu liang kenikmatannya, lidahku menjilati vaginanya, sementara kedua tanganku meremas-remas pantatnya yang bulat penuh. Yanti merintih dan mengerang, dan sesaat kemudian ditariknya bahuku ke atas, sehingga kami berdiri berhadapan. Segera dilepas kancing bajuku, dan dilepasnya semua pakaianku. Sambil membungkukkan badan, dihisap batang kejantananku, dijilati dan dikocoknya pelan. Ohh.., sungguh nikmat tak terbayang.
Segera kudorong tubuhnya telentang di atas dipan, dan lidahku terus bergerilya di kemaluannya, juga ke dua jari tanganku ikut pula menjelajahi vaginanya. Kedua pahanya mengangkang lebar dan nampak lubang kemaluannya sepertinya siap melahap kejantananku bulat-bulat. Yanti mengerang-ngerang dan memintaku segera memasukkan batangku ke dalam liang senggamanya.
"Mas.. ayo.. masukkan.. ayo Maas..!"
Hujan di luar turun dengan deras, suara hujan mengalahkan erangan dan teriakan Yanti, sehingga aku tak khawatir orang akan mendengar suaranya. Kubiarkan Yanti dalam keadaan begitu sambil lidahku terus menjilati kemaluannya. Yanti merintih dan mengerang sambil menghiba untuk segera memulai permainan kami. Bau liang senggamanya semakin membangkitkan gairahku, dan akhirnya aku pun tak tahan.
Segera kutindih tubuhnya, dan kebenamkan penisku di liang vaginanya dengan satu sentakan yang sedikit agak keras. Segera kukocok kemaluannya dengan cepat dan keras. Yanti mengerang, merintih dan mengimbangi gerakan keluar masuk kejantananku dengan pas, sehingga kadang terasa batang kemaluanku bagai dihisap dan diremas di dalam liang senggamanya. Terasa penisku berdenyut-denyut, sepertinya hendak keluar air maniku. Segera kuhentikan gerakan kejantananku dan segara kucabut. Kugeser tubuhku dan kumasukkan penisku ke dalam mulutnya. Segera dihisap dan dikulumnya penisku tanpa rasa jijik. Setelah agak berkurang denyutan penisku, segera kubenamkan lagi ke dalam kemaluan Yanti.
Bukan main, remasan dan sedotan vagina Yanti. Aku jadi mengerti sekarang beda antara kemaluan seorang wanita yang masih gadis dan belum pernah melahirkan dengan wanita yang sudah melahirkan seperti Tante U. Kubalik tubuh Yanti dan kuangkat pantatnya agak tinggi, sehingga Yanti dalam posisi nungging. Segera kutancapkan penisku ke liang senggamanya dari belakang. Lagi-lagi Yanti mengerang-erang, kadang menjerit kecil. Tiba-tiba diangkat dan diputar badannya ke belakang, serta diraihnya kepalaku serta diciumnya mulutku, sementara penisku tetap bekerja keluar masuk vaginanya.
Berapa saat kemudian kuganti posisi, aku berbaring telentang dan Yanti menindih tubuhku. Dipegang dan dibimbingnya penisku masuk ke vaginanya, dan segera digoyang badannya naik turun di atas tubuhku. Kuremas payudaranya dan kuhentakkan pantatku ke atas, saat badan Yanti bergerak ke bawah menekan masuk penisku ke dalam liang senggamanya. Tak lama kemudian gerakan Yanti semakin menggila dan semakin cepat. Dari mulutnya terdengar erangan yang semakin keras, dan akhirnya badannya menegang sambil dari mulutnya terdengar lenguhan.
"Ughh.. Aaah.. Aaah.."
Kemudian tubuhnya menubruk dan memeluk tubuhku erat-erat.
"Mass.. aku sudah.., keluar.. ooh.. Enak..!"
Pelan kubalik badannya, dan kutindih serta kugenjot vaginanya cepat dan keras. Terlihat mata Yanti mendelik, membalik ke atas, mulutnya merintih dan mengerang. Kupercepat gerakanku dan kugenjot penisku sepenuh tenaga. 15 menit kemudian terasa penisku berdenyut-denyut. Kepala Yanti bergoyang ke kanan dan ke kiri. Kedua kakinya menjepit pantatku, sehingga tak ada kemungkinan aku mencabut batang kemaluanku saat air maniku keluar nanti. Dan akhirnya dengan suatu sentakan yang keras, kubanjiri liang senggamanya dengan cairan maniku.
Kumarahi Yanti, karena dia tak memberiku kesempatan membuang air maniku di luar liang kemaluannya. Aku khawatir hal ini akan berakibat fatal, yaitu Yanti hamil. Dia hanya tertawa kecil dan memelukku erat, sambil berbisik di telingaku bahwa dia sudah KB suntik. Aku terheran-heran mendengarnya, karena sudah sedemikian jauhnya pengetahuan dia tentang berhubungan sex dan menjaga diri dari kehamilan. Mendengar itu aku lega dan segera kucium dan kulumat mulutnya. Kami bercumbu, berciuman dan bergumul di atas dipan, kebetulan dipanku ukurannya lebar, sehingga kami leluasa bercumbu di atasnya.
Dua puluh menit berlalu, terasa penisku mulai menegang dan mengeras. Segera kumasukkan lagi batang kejantananku ke vagina Yanti. Kembali kami berdua mengumbar nafsu sepuas hati, kali ini aku tetap menjaga posisi di atas, karena aku tahu bahwa pada ronde kedua dan ketiga aku lebih dapat mengatur dan menahan klimaks lebih lama. Yanti mengerang dan merintih, dan akhirnya pada puncak kepuasan yang kedua, kusemburkan lagi benih-benih manusia ke dalam rahim Yanti.
Keringat kami telah bercampur dan membasahi tubuh kami, seprei tempat tidur sudah berantakan tidak karuan, kami berbaring berpelukan, kepalanya di dadaku, tangan Yanti memainkan penisku, dan sesekali kami saling berciuman. 15 menit kemudian kami ulangi lagi hal yang sama, hingga klimaks kami dapatkan lagi, Kembali kuguyur vaginanya dengan caiaran maniku sambil kami berciuman panjang sekali, seolah tak akan berhenti.
Setelah cukup beristirahat, segera kami berkemas dan berpakaian, dan tidak lupa berjanji untuk mengulangi lagi apa yang kami lakukan sore ini. Menjelang maghrib, kuantar Yanti pulang ke rumah, dan sebelum aku pamit pulang, sekali lagi kupeluk pinggangnya dan kucium bibirnya dengan mesra. Sejak hari itu, resmilah Yanti menjadi pacar tetapku, alias pemuas nafsuku.
TAMAT