Kini keadaan kami tak ubahnya tatkala pertama kali kami dilahirkan, tanpa selembar benang pun menutupi tubuh kami berdua. Perlahan kubuka paha Revy dan mengarahkan wajahku ke sana. Bagai tersengat, nafas Revy tertahan ketika ia mulai merasakan sesuatu yang lembut membelai organ kewanitaannya. Lembut sekali kumainkan lidahku di liang kewanitaannya, memberinya suatu sensasi oral yang tak terkatakan.

"Ryo.. uuhh.. hhmm.." terdengar lembut suara Revy berbisik, di antara desah nafasnya yang memburu. Terus kuperlakukan dia dengan penuh kasih sayang. Jilatan lembut diselingi gigitan kecil dan hisapan perlahan terus mendera organ kewanitaannya, membawanya makin tinggi terbuai dalam gulungan hasrat yang perlahan-lahan merambati seluruh aliran darahnya. Menit demi menit berlalu hingga..

"Ryoo.. aahh.." serunya tertahan seraya mencengkeram rambutku. Puncak itu telah datang menderanya, menenggelamkannya pada jurang kenikmatan hingga dasarnya. Saya hanya mampu memandanginya saja. Bagaimana indahnya ekspresi Revy terbuai alunan orgasme yang baru saja hadir menyapanya mampu mengalahkan segala keindahan yang pernah saya saksikan sebelumnya.Kubiarkan Revy mengejang detik demi detik puncak yang baru saja dilaluinya untuk kemudian mulai dapat mengatur nafasnya kembali. Kurasakan tangan Revy lembut menepis tanganku yang telah menggenggam latex pengaman.

"Don't use it, I wanna feel you inside me completely.." bisiknya lembut di telingaku seraya menggenggam kejantananku dan menuntunnya ke dalam liang kewanitaannya. Hangat dan mendebarkan rasanya tatkala ujung kejantananku menempel pada bibir vaginanya. Terasa sentuhan lembut tangan Revy pada pinggulku dan mendorongnya ke depan untuk menghujamkan kejantananku dalam tubuhnya. Terasa suatu sensasi yang sangat menyesakkan dan mendebarkan, ketika kunikmati mili demi mili kejantananku menembus organ kewanitaan Revy. Ekspresi wajahnya yang terlihat sangat menikmati penetrasi tersebut makin membuatku serasa terbang dibuai kenikmatan. Hingga pada akhirnya terasa kejantananku terbenam utuh dalam tubuhnya, seutuh seluruh perasaan cintaku padanya yang selama ini kusimpan. Sayu matanya memandangku, kukecup lembut keningnya sebelum akhirnya kami tenggelam ke dalam suatu persetubuhan yang sangat indah, dimana galau hati dan rasa cinta bercampur aduk menjadi satu di dalamnya.

Kini Revy terbaring di sofa dan diriku dengan posisi setengah terduduk terus memompa kejantananku keluar masuk tubuhnya. Kaki kirinya terkulai di pundakku, saat kaki kanannya terjulur ke karpet. Kami terus bersetubuh dengan sangat intim, seakan tiada lagi hari esok bagi kami.

"Ryoo.. hhmm.. aahh.." jerit Revy lirih saat sesekali dirasakannya kejantananku mendesak hebat liang kewanitaannya. Waktu terus berpacu, seiring berpacunya hasrat kami menyatukan seluruh rasa dan raga kami berdua. Makin kurekatkan persetubuhan ini saat kurasakan Revy mulai mendekati puncak keduanya. Dan..

"Ryoo.. aarrgghh.. hhmmppff.." suara Revy sungguh mendebarkan terdengar. Puncak kedua telah datang merenggutnya kembali dan menenggelamkannya dalam gulungan nafsu dan kenikmatan yang seperti tiada berujung. Belum selesai Revy melepaskan seluruh ekspresinya, dengan cepat kucium bibirnya dalam. Terdengar lirih jeritan-jeritan kecil sisa orgasmenya saat kami berciuman.

Dengan tiba-tiba kutarik tubuh Revy dan mendudukkannya dalam pangkuanku. Kini wajah kami berhadapan dekat, dengan Revy dalam pangkuan. Kembali kutikamkan kejantananku dalam kewanitaannya, seraya meremas buah pinggulnya dan menaik-turunkan tubuhnya di atas tubuhku. Kami bersetubuh sambil berciuman teramat dalam. Tubuh Revy bergoyang-goyang mengikuti setiap hentakan persetubuhan kami. Sesekali disibakkan rambutnya yang mulai basah terurai. Ada suatu momen yang sangat indah setelah sekian waktu berlalu, tatkala Revy menyibakkan rambutnya dan tetap meletakkan kedua tangannya di atas kepalanya, seraya terus bergoyang mengikuti alunan persetubuhan. Bagai sebuah tarian kehidupan yang sangat indah dan sakral, mengikuti setiap gerak tubuhnya menyetubuhiku.

"Rev, I love you," bisikku lembut di telinganya, diantara deraan-deraan lembut persetubuhan kami.
"Me too," hanya itu yang mampu diucapkannya sebelum terhentak kembali merasakan sesaknya kejantananku memenuhi organ kewanitaannya. Terasa pula olehku bagaimana vaginanya makin erat menghimpit organ kejantananku.
"Ryoo.. eenngghh.. aahh.." teriaknya tertahan ketika orgasme itu kembali menggulungnya, menyeretnya ke dalam lembah kenikmatan hingga ke dasarnya.

Kini ia merebahkan kepalanya di pundakku. "Revy sayang kamu.." ucapnya lirih di telingaku. Saya hanya mampu mengusap lembut rambutnya. Ah.. Revy, andai kamu dapat tahu betapa aku pun merasakan hal yang sama sepertimu.

Kugendong Revy menuju kamar tidurnya. Dia memelukku erat seakan tidak akan pernah ia lepaskan. Masih sempat kupadamkan lampu kamar tidur saat kami mulai memasukinya. Kami terus berciuman, semakin dalam. Kuturunkan Revy dan membalikkan tubuhnya menghadap ke jendela. Sempat kudengar jeritan lirih terkejutnya ketika aku memposisikan dirinya seperti itu. Kini Revy setengah berdiri membelakangiku, dengan kedua tangannya bertumpu pada meja kerjanya yang menghadap ke jendela kamar tidurnya yang masih terbuka. Perlahan kusisipkan kembali kejantananku dalam liang kewanitaannya. "Ugh.." terdengar lirih bisik Revy saat ia mulai merasakan tikaman kejantananku menembusnya dari belakang.

Kembali kami bersetubuh, sangat erat. Kuterus menikamkan kejantananku ke dalam organ kewanitaannya dari belakang, seraya meremasi kedua buah pinggulnya. Betapa indahnya persetubuhan ini, suatu sensasi yang belum pernah saya rasakan sebelumnya ketika bercinta seraya memandangi lampu-lampu kota yang masih saja benderang dari jendela tanpa kain penghalang yang terpampang di depan kami berdua. Kami terus bercinta, mencoba merasakan kehangatan pendar-pendar lampu jalanan kota Jakarta yang terpampang di depan kami, seakan-akan terus memancari kami dengan cinta. Galau hati, luapan emosi, kerinduan dan rasa cinta ditambah city view metropolitan berpadu dalam dekapan erat sang dewi nafsu, menghantarkan persetubuhan kami semakin dalam dan dalam. Kami berciuman, mendesah, mengerang, mendekap, coba merasakan semua sensasi yang ditawarkan dalam sebuah persetubuhan. Semakin terhimpit rasanya kejantananku di dalam liang vaginanya, ketika mulai kurasakan sesuatu bergejolak mendesak keluar dari dalam tubuhku.

"Rev, I'm almost there.." bisikku lembut.
"Yes Ryo, cum inside honey.." balasnya lirih.
Makin terasa desakan orgasme menghimpitku ketika makin kutikamkan kejantananku dalam liang kewanitaan Revy. Perlahan merambati seluruh urat syarafku.
"Ryo.. eenngghh.." jerit Revy lirih, seakan memberi tanda kepadaku bahwa ia pun sedang mendekati orgasmenya yang kesekian kali.
Kupacu persetubuhan ini semakin cepat, karena aku tahu tidak ada gunanya lagi mempertahankan lebih lama, karena tembok pertahananku akan hancur berantakan dalam hitungan detik.
"Ryoo.. aahh..!!"
"I'm cumming Rev, I'm cummiinngg..!!"
Kami berteriak hampir berbarengan kala orgasme menyapa kami dalam waktu yang bersamaan. Kurasakan derasnya cairan kejantananku menyembur keras, memenuhi liang kewanitaan Revy dengan suatu sensasi kenikmatan yang tak terbilang. Revy terus menekan pinggulku ke arahnya, seakan hendak menghabiskan setiap detik orgasme kami di dalam tubuhnya. Entah berapa lama kami terbuai tinggi, terlenakan gelombang hasrat yang terpuaskan di dalam suatu gulungan orgasme yang begitu dahsyat.

Jakarta, 2 Desember 2000, 04:12 AM
Angin pagi Jakarta meniup lembut rambutku yang basah tak beraturan di teras apartemen, sementara di belakang sana Revy sedang sibuk mencuci piring. Jujur saja, saat ini saya sedang merasa kacau. Seharusnya saya bangga dapat membuat seorang Revy jatuh cinta dan terlena dalam dekapanku. Namun yang terasa kini semata rasa bersalah menghujam batinku pilu. She is my best friend, and what have I done to her? Slept with her? and what about her marriage few months later? Did I think about it? What was I thinking? And what about Heru? Don't I just screw up their life by sleeping with Revy? Ryo, you're such a selfish person..!! Suara hatiku terus menyiksaku dengan pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi pikiran dan kepalaku ini. Revy adalah sahabat saya, dan saya ingin melihatnya hidup bahagia, dan kini saya hanya memberinya trouble yang sangat berat. Saya hanya akan mengacaukan pilihan jalan hidupnya dengan hadir di antara dia dan tunangannya. Dan jika kehadiranku tidak mampu menggoyahkannya, setidaknya saya telah membuat pernikahan mereka tidak akan sesuci seperti yang terlihat. Dan Heru, apa yang akan diperbuatnya jika mengetahui kekasihnya jatuh cinta dan bercinta dengan pria lain? Haruskah saya bersenang-senang di atas segala resiko kehancuran orang lain, bahkan yang notabene adalah orang-orang terdekatku? Saya adalah seorang pria, dan saya tahu persis hancurnya perasaan dan harga diri seorang pria yang kekasihnya berpaling ke cinta yang lain. Haruskah saya membuat kaumku yang lain merasakan perih itu? Perih yang selama ini kadang kurasakan juga saat ingatanku melayang ke masa-masa yang lalu, at the time when I gave my best love for someone, but she felt still not worth enough..

Tiba-tiba tangan Revy melingkar di tubuhku. Dia memelukku dari belakang dengan suatu dekapan erat yang mesra. Terasa lembut wangi basah rambutnya menempel di pundakku. "Ryo.., I have to talk with you," bisiknya lirih.
"So please, say it.." balasku sambil membalikkan tubuhku dan menemukan sesosok wajah yang sangat mendamaikan dan menentramkan jiwaku, but do I feel sorrow in her eyes?
Kami duduk di teras, menikmati semilir angin pagi Jakarta yang masih belum terkotori debu polusi, ketika Revy memulai ucapannya, "Ryo, I've been thinking about us.., dan Revy tidak bisa hidup begini terus."
Saya hanya terdiam sambil menebak-nebak apa yang dimaksud Revy dari perkataan yang diucapkannya, saat Revy meneruskannya kembali, "Ryo, I have life now. Yes.. we were messed up, but I still have to go on with my own life," Revy menarik nafas sejenak, "..and Heru is my life for me now."

Saya hanya bisa memandangi mata Revy yang mulai berkaca-kaca saat kembali ia berkata, "May be I don't love him as much as I love you, but he is real for me, Ryo.. And you seems just like a dream for me," Revy terdiam sejenak, "..and I can't live in dreams. Revy butuh hidup yang nyata, Ryo. Revy butuh kepastian.. dan saat ini kepastian untuk Revy adalah Heru. Walaupun ia tidak seindah kamu, tapi setidaknya Heru-lah yang memberikan kepastian dan hidup yang nyata buat Revy. Loving you is the greatest feeling I've ever had, but.."
"Ssstt.. say no more honey, I know what you think. I understand you surely.." sahutku sambil menempelkan telunjukku di bibirnya. "Ryo mengerti apa yang kamu rasakan. Sebagai wanita di usiamu, kamu memang wajar menuntut itu. Dan pria yang terbaik bagimu adalah Heru, karena ia dapat memberikan kepastian untukmu. I know I can only give you dreams.. and dreams seems never be enough for women," sahutku lagi, "Kembalilah pada Heru, he is where your place belongs to," kataku sambil kudekap erat Revy penuh sayang.
"Thanks Ryo, kamu baik sekali, but may I ask you anything else," ujar Revy lirih sambi bersandar di pundakku.
"Sure.. anything you want, Rev," balasku cepat dengan terus membelai rambutnya.
"Will you keep this night as a secret, please..?" Revy mendongak, menatapku dengan pandangan penuh harap.
"Surely I will, Rev. Surely.." kataku meyakinkannya. "Kamu sahabat saya Rev, dan saya tidak mau ada sesuatu pun yang mengacaukan kebahagiaan hidup kamu, apalagi oleh hal-hal yang disebabkan oleh saya," lanjutku lagi, "I'll do anything to make you happy Rev, you can depend on me, as always.."

-----------------

Jalanan kota Jakarta masih lengang, ketika kubelokkan mini jeepku di dareah TPU Karet menuju kawasan Pejompongan. Pelan kutekan tombol on radioku yang langsung ter-set pada sebuah radio swasta yang khusus memutarkan lagu-lagu Indonesia di bilangan frekuensi 89-an FM.

Selamat tidur kekasih gelapku, s'moga cepat kau lupakan aku
Kekasih sejatimu tak kan pernah sanggup untuk melupakanmu
Selamat tidur kasih tak terungkap, s'moga kau lupakan aku cepat
Kekasih sejatimu tak kan pernah sanggup untuk meninggalkanmu
..

Suara Sheila on 7 dengan Sephia-nya cukup menerbangkan lamunanku kembali pada Revy. Masih terbayang bening matanya, saat terakhir aku memandangnya di pintu apartemennya. Ingin rasanya memeluk dan menciumnya, mengungkapkan semua isi hati ini yang tidak pernah terungkap sebelumnya. Semua kata cinta di dunia tidak akan pernah cukup menggambarkan bagaimana inginnya diriku memilikinya. Namun semua itu tidak saya lakukan. Biar bagaimana pun saya telah berjanji untuk tidak lagi mengacaukan kehidupan Revy. Kata cinta hanya akan membuat segalanya menjadi bertambah berat dan rumit bagi kita. Better not to say it..!!
Revy butuh kepastian.., mengapa hanya kata-katanya itu yang terngiang selalu di telingaku kini. Terbayang sekelebatan kisah-kisahku dengan beberapa wanita yang sempat hadir di jejak-jejak hidupku. Jika hingga kini saya belum menemukan yang saya cari dari seorang wanita, yaitu kedamaian, mungkin karena selama ini pula saya belum mampu memberikan apa yang mereka cari, yaitu kepastian. Diriku masih merenung saat kulewati perempatan Slipi-Palmerah yang mulai ramai dipenuhi aktivitas manusia, untuk kemudian meluncur menuju kawasan Tomang.
Ah.. kepastian.. Something women always want, something I could never give.., not yet..

TAMAT