Kemudian ia menciumi dan menjilati pahaku. Dan kakiku diangkatnya ke atas sandaran tangan kursi rotan sehingga vaginaku terpampang menganga di depan mukanya. Ia masih duduk di depan dingklik tadi. Dan... dan... astaga... Pak Zainul dengan cekatan menciumi tepian bibir vaginaku. Aku sudah tak perduli apa-apa lagi hanya melenguh-lenguh keenakan. Ia menurunkan celana trainingnya dan berdiri, "Ini Mbak, obat untuk sehat," katanya sambil tersenyum dan diasongkannya penisnya ke mulut vaginaku. Dia berlutut dan "Bles..." seketika masuk penisnya seperti pisau panas membelah mentega. Dan tangannya merogoh buah dadaku dan diperasnya, ditariknya dasterku ke atas dan telanjang bulatlah aku. Tanganku terkapar di kiri dan kanan sehingga buah dadaku yang sintal menonjol, Pak Zainul menciumi kiri-kanan kiri-kanan sampai pentil buah dadaku keras sekali dan basah oleh ludahnya. Pantatnya maju-mundur maju-mundur menusuk vaginaku dan aku sudah keenakan tak perduli apa-apa. "ohhh... enaknya..." Aku sendiri mengempit kencang-kencang batang panas dan berurat-urat itu. Garukan maju-mundur dari kepala penisnya dengan seksama menggores dinding lubang vaginaku. Luar biasa enak. Tangan Pak Zainul meremas-remas buah dadaku dan pentil puting susuku terasa keras di telapak tangannya yang kasap.


"Pak Zainul, Paaakk... ayo Pak goyang terusss..."


Pinggul Pak Zainul dengan gesit maju-mundur.


"Pok plok plokk plok..."


Buah zakarnya tergantung-gantung menabrak bagian bawah vaginaku dan bulunya di sekitar base dari penisnya ikut masuk ke lubang, dan waktu keluar-masuk menambah geli tak terhingga. Aku menjerit-jerit kecil keenakan, dan kakiku seperti gurita mengempit di pinggang Pak Zainul. "Gila enak bukan main."


Ada 15 menit kami bertarung, dan kempotan vaginaku juga membuat wajah Pak Zainul merah dan urat-urat di keningnya menonjol keluar semua. Lubang vaginaku terasa agak pedih dan bibir vaginaku benar-benar ikut keluar-masuk dijepit oleh batang penisnya. Akhirnya Pak Zainul kejang-kejang dan penisnya dibenamkannya dalam-dalam dan aku segera meronta-ronta mengencangkan kempitan lubang vaginaku dan kakiku di pinggangnya juga dengan keras membantu. "Uahhh..." Meletus orgasme kami betubi-tubi. Mataku terbelalak dan nafasku sudah terengah-engah, dan tubuh Pak Zainul tumbang menimpaku di kursi itu. Hampir saja kursinya terguling. Diciumnya dengan mesra bibirku dan kubalas dengan gairah. Senut-senut vaginaku masih berdenyut dengan kuat dan batangnya terasa masih keras. Spermanya kurasa banjir keluar dari sela-sela penisnya dan mengalir ke arah pantatku dengan hangat dan kental. Wah tidak dapat si Andi aku dapat servis enak dari Pak RT, lumayan buat jajan sore. Aku jadinya menikmati anak dan bapak. Entah dia tahu tidak aku sudah memperjaka anaknya.


Tak lama Pak RT pulang setelah mencuci penisnya, dan katanya, "Mbak besok aku lanjutkan ya terapi pijetnya," katanya sambil meremas buah dadaku dengan tangan satunya dan tangan satunya menggosok-gosok vaginaku, aku senyum saja dan "Iya deh Pak RT." Dalam hati aku senang juga ada selingan dari orang yang berpengalaman. Kalau sama anak-anak muda aku jadi guru mereka, kadang ada enaknya dengan orang yang ada ilmu goyang yang seimbang. Aku mandi lagi, dan setelah makan aku berbaring dan tak lama aku dengar suara Andi, Herman dan Toni. Hmm, mereka sudah pulang, kulihat sudah jam 10.30 malam. Aku tidak keluar kamar membaca dan mendengarkan musik. Capai juga ngangkang di atas kursi tadi. Pinggulku agak nyeri juga. Ingat itu aku geli juga karena tidak menyangka.


Ketukan di pintu menyadarkan aku dan aku bilang, "Iya..." Andi masuk dan ia senyum-senyum.


"Ada apa Andi? nggak jadi nginap di rumah Anwar ya?" kataku manis.


Aku tak bangkit dari ranjang, dasterku agak tersingkap kubiarkan. Mata Andi segera melihat itu dan senyum lagi.


"Anu Mbak Etty. Perlu apa-apa tidak?" katanya sambil mendekat.


"Oh ini Mbak Etty..." katanya sambil duduk di sampingku dan tangannya memegang tanganku.


"Tapi tidak boleh marah ya... Herman, Toni kan masih SMA, mereka baru dapat pelajaran biologi dan sering nanya-nanya, aku tapi sulit juga menjelaskan kalau tidak ada peragaan."


"Lha iya, kamu kan di kedokteran bisa dong ngejelasin," kataku.


Elusan tangannya membuat hatiku berdesir lagi dan vaginaku langsung mendenyut. (Gila nafsuku besar sekali sih batinku).


"Lalu kenapa?"


"Ini lho, tapi bener ya tidak boleh marah?" kata Andi lagi.


"Iya sudah, apa sih susah banget mau ngomong. Kamu perlu uang buat beli peta biologi?"


"Eh tidak, sebenernya sudah ada tapi perlu bantuan Mbak Etty," kata Andi lagi.


"Gini Mbak, mereka ingin tahu tubuh wanita dan aku pikir paling gampang kalau Mbak Etty tidak keberatan aku pakai tubuh Mbak buat peragaannya."


"Ha.. ha.. ha... Andi kamu ada-ada saja, malu ah," kataku sambil berdebar-debar dengan pengalaman baru ini.


"Boleh tidak Mbak?" desak Andi lagi.


"Iya dah, tapi gimana? aku mesti apa?"


Baru aku bilang begitu pintu kamar sudah terbuka dan masuk Herman dan Toni. Kurang ajar dari tadi mereka nguping di pintu. Aku agak menjerit karena kaget. Herman dan Toni malu-malu dan mukanya merah. Andi mengajak mereka ke tempat tidurku dan katanya, "Mbak saya lepas ya dasternya." Aku malu, karena aneh rasanya ada 3 lelaki muda di kamarku. Tapi gemuruh di dadaku menggebu-gebu membayangkan tubuh ke-3 anak muda ini. Aku hanya bisa manggut-manggut, lidahku kelu dan duh vaginaku sudah langsung melembab dan lembek terasa hangat bibir vaginaku. Aku duduk dan kuangkat dasterku dan waktu tanganku ke atas buah dadaku langsung bebas menggelinjang sintal dan kulihat mata ke-3 anak itu membelalak. Aku menutup buah dadaku dengan daster yang sudah lepas dan Andi mendekat lagi. "Mbak baring ya, tangannya ke atas. Ini kita serius kok Mbak, mereka besok ujian. Jadi Mbak tidak usah malu karena membantu nih." Tanganku ditariknya kedua-duanya ke atas dan buah dadaku munjung dengan bebas dan seksi sekali. Kulirik dan duh mereka sudah pada tegang. Aku berbaring hanya bercelana dalam segitiga kecil sekali hampir tak bisa menutup vaginaku dan di depannya jelas sekali basah sudah.


Andi juga suaranya bergetar karena menahan nafsu, aku rasa. "Ton, Man sini kamu di sisi sana biar aku jelaskan tentang buah dada," katanya sok seperti dosen. Herman dan Toni berdesak-desak dengan gesit mendekat. Andi memegang buah dadaku dan menjelaskan bahwa ini adalah buah dada yang sehat dan terpelihara baik katanya sambil meremas, dan katanya, "Nah kamu coba pegang dan remas-remas! Herman kamu perah yang sini dan Toni kamu coba kekenyalan yang satunya, kemudian gantian dan bandingkan." Mata mereka jalang sekali dan kedengaran desah nafas mereka yang sudah tak beraturan. Aku sendiri begitu diremas Andi tak sadar mendesah enak. Dan seketika kedua anak itu rebutan meremas-remas kedua buah dadaku, dan banjirlah cairan di vaginaku.


"OK.. OK.. sudah sudah cukup!" seru Andi, "Sekarang lihat ini, ini adalah puting susu dan di sekitarnya ini disebut aerola," katanya sambil memelintir putingku ke kiri dan kanan, aku menggelinjang geli. "Ini kalau sehat akan bereaksi bila disentuh atau dirangsang sehingga mengeras," lanjutnya. "Nah coba kamu pegang puting seorang satu ya... dan pelintir seperti ini!" katanya sambil mencontohkan dijepitnya puting susuku di antara jempol dan jari telunjuknya dan diputarnya putingku. Aduh seketika aliran syarafku ke vagina tambah enak rasanya. Vaginaku terasa kuyup dan mengalir ke sisi pahaku. Celana dalamku tak dapat menampung lagi cairan itu. Herman memelintir puting susu kiri dan Toni di buah dada kananku. Aku tak sadar kakiku sudah mengempit dan bergoyang-goyang menahan rasa geli dan pinggulku bergeser-geser di ranjang. Andi sendiri memperhatikan kedua anak itu praktikum di puting susuku dan keduanya asyik sekali. Diremasnya vaginaku dari luar celana dalam sehingga aku sudah kehilangan sadar dan rasa malu. Gelinjang-gelinjangku sudah seperti kuda liar.


"Andi... Andi... ooohh... Gila kalian ayo dongg..." Pelintir-pelintiran tangan Tony dan Herman masih terus dan mereka seperti anak kecil dapat mainan. "OK OK, stop dulu!" muka keduanya kecewa dan mereka menurut sekali. "Sekarang kita beralih ke bagian sini," katanya sambil meremas vaginaku. Aku senang sekali serasa akan mendapat pelepasan. Mereka semua jelas-jelas sudah ereksi penisnya tapi masih menahan diri. Sebenarnya aku yang sudah tidak tahan ingin sekali vaginaku dimasuki batang panas dan aku gembira sekali membayangkan ada 3 penis panas. "Ini namanya vagina," kata Andi sambil meremas-remas terus dari luar CD-ku yang sudah kuyup. "Mas Andi, kenapa kok basah gitu sih?" tanya Toni dengan polos sambil agak bergetar dan parau suaranya. "Oh ini," kata Andi sambil memegang depan CD-ku. "Ini biasa kalau wanita sedang birahi maka akan keluar cairan-cairan seminal seperti ini. Dan maaf Mbak Etty, saya turunkan ya celananya!" Lagi aku tak bisa menjawab kelu lidahku dan aku hanya manggut cepat dan kuangkat pantat dan pinggulku. Andi menyelipkan tangannya ke samping CD-ku dan menariknya turun, seketika terbukalah vaginaku dan Herman maupun Toni tambah besar saja belalak mata mereka.


Andi mengelus-elus vaginaku dan mengatakan, "Ayo kalian pindah ke sini dekat paha Mbak Etty biar jelas," katanya. Nafas Andi pun mendengus-dengus, aku rasa kalau dibiarkan ia sudah mau menancapkan penisnya ke dalam lubangku. Andi menjepitkan jarinya pada bibir vaginaku yang tebal, empuk panas dan menyibak bibir vaginaku dan menariknya keluar, "Nah ini namanya labia, bibir vagina," kata Andi. "Coba kalian rasakan, dielus-elus seperti ini!" katanya lagi. "Ahhh... nikmat sekali..." Herman dan Tony dengan gemetar memegang seorang sebelah dan menariknya. Kemudian mengelus-elus dengan ujung jari-jari mereka. Gila geli sekali, dan aku senang karena mereka serius dan semangat sekali (iya lah mana tidak semangat melihat vagina begitu cantik). Ada dua menit mereka menarik-narik pelan dan mengintip-intip dari dekat, dengus nafas mereka geli sekali kena pahaku di atas. Dan Andi menghentikan mereka. "OK, berikutnya perhatikan bentuknya ini," katanya sambil menyibak rambut kemaluanku yang sudah kuyup oleh cairan vaginaku. Aduh, itu cairan mengalir kemana-mana terasa sampai ke lubang duburku. "Ini adalah klentit atau klitoris," katanya sambil menarik kacangku yang sudah keras sekali. Di dorongnya keluar di antara kedua jarinya dan lihat...!" katanya lagi. "Ini kalau disenggol akan mengeras seperti ini." Dan dimain-mainkannya dengan ujung jarinya klitorisku itu.


Bersambung...