JAMBI, SEPTEMBER 2002
[PART I]
Pertengahan September 2002, waktu itu menjelang musim hujan. Sebagai seorang karyawan yang bekerja di bagian promosi pada perusahaan alat-alat olahraga, maka perusahaan seringkali mengirimku untuk menghadiri berbagai macam acara dan kegiatan yang berhubungan dengan bidang olahraga baik didalam maupun diluar kota Jakarta.
Begitu pula pada bulan September ini, perusahaan menggelar suatu even yang cukup besar di wilayah Sumatera yang dipusatkan di kota Jambi. Sebuah turnamen berskala nasional itu berlangsung selama satu minggu dilanjutkan dengan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan olahraga yang dipertandingkan.
Maka, perusahaan pun kembali mengirimku untuk pergi ke kota Jambi untuk menghadiri even tersebut dan tentu saja untuk melakukan penjajakan wilayah-wilayah baru yang belum dimasuki oleh perusahaan kami maupun untuk semakin memajukan produk-produk yang kami keluarkan.
Dan berangkatlah aku dengan pesawat pada 7 September 2002 dengan penerbangan pada jam 15.30 wib. Sebuah perjalanan yang cukup membosankan meski bukanlah suatu perjalanan panjang karena Jakarta – Jambi ditempuh hanya dalam waktu + 55 menit, hanya saja keenggananku untuk berangkat kali ini terasa sangat mengganggu.
Pada awalnya aku berusaha untuk menolak tugas ini, entah mengapa aku merasa sangat malas untuk pergi, bukan karena akan menghadapi pekerjaan berat dan membosankan tetapi aku enggan pergi ke kota Jambi yang menurut bayanganku hanyalah sebuah kota kecil yang akan membuat aku merasa tidak kerasan. Namun tugas tetaplah tugas, penolakanku tidak dikabulkan. Dan dengan sedikit terpaksa maka akupun berangkat.
Hampir jam lima sore aku sudah menginjakkan kaki di kota yang baru kali itu aku datangi. Dua orang yang menjemputku langsung membawaku ke sebuah hotel yang cukup bagus dan nyaman dengan suasana yang tenang. Aku menempati kamar tepat dibelakang ruangan receptionist di kamar 109.
Malam pertama di kota Jambi kulalui dengan perasaan sedih karena sendirian dan jauh dari Jakarta, setelah menerima kunjungan dari beberapa client hingga jam sepuluh malam, akupun lalui malam itu hanya dengan menonton televisi didalam kamar.
Selanjutnya aku mulai melalui hari-hariku dengan kegiatan yang cukup padat dari pagi hingga malam hari dan terkadang hingga larut malam. Mulai dari menghadiri pertandingan, konferensi pers, menghadiri rapat dan bertemu dengan beberapa perwakilan dari daerah-daerah di Sumatera.
Hari-hari yang sangat membosankan dengan kegiatan yang sama dan sebuah kota asing hingga membuatku hampir tidak berkutik meskipun sesekali client-clientku yang berasal dari Jambi mengajakku berkeliling kota tetaplah tidak banyak membantu kejenuhan yang aku rasakan.
Pertemuan-pertemuan dengan orang-orang yang cukup memiliki reputasi dan pendidikan serta pekerjaan yang mapan dan juga sebagai wakil dari perusahaan yang memiliki reputasi yang cukup bagus diwilayah Jambi dan kota-kota lain mengharuskan aku untuk selalu bersikap dan berpembawaan elegan dan berwibawa. Dan itulah yang lama-lama membuatku merasa semakin jenuh. Ingin sekali aku kembali ke Jakarta secepatnya.
Hingga sesuatu terjadi padaku, diantara hari-hari yang kulalui hadir seorang makhluk manis dengan membawa nuansa pelangi penuh warna. Seorang pemuda yang selalu setia mengunjungi kamarku hampir setiap hari, seorang siswa jurusan perhotelan yang sedang PKL di hotel tempatku menginap.
Wajahnya cukup tampan dengan tubuh yang bagus. Senyumnya yang selalu menghiasi bibirnya yang indah selalu tersungging diwajahnya setiap memasuki kamarku. Tutur sapanya halus dan ramah dengan suaranya yang khas dan terdengar berat namun indah dan seksi.
Semakin seringnya aku bertemu dengannya diantara kegiatanku yang membosankan membuat aku merasa sedikit terhibur dan semakin lama aku merasa tertarik kepadanya. Ingin rasanya aku mengajaknya berbincang namun aku tidak tahu bagaimana harus memulainya. Kami hanya berbincang seperlunya hanya sekedar basa-basi antara tamu dengan karyawan.
Hingga suatu hari kami terlibat perbincangan yang cukup akrab dan dengan alasan aku yang tidak mengerti kota Jambi maka aku memintanya untuk mengantarku ke warnet dan iapun menyetujuinya sore itu untuk mengantarku. Hatiku sangat berbunga-bunga waktu itu karena jauh dilubuk hatiku telah memiliki rasa suka yang semakin hari semakin terpupuk dengan subur.
Karena kesalah pahaman maka hari itu kami tidak jadi pergi, kami hanya saling menunggu. Dia di lobi hotel dan aku dikamarku. Kecewa rasanya tetapi biarlah mungkin dia ada keperluan lain atau mungkin dia memang lupa atau mungkin memang dia tidak mau pergi bersamaku..? itu yang ada dalam pikiranku saat itu. Dan akhirnya aku pendam kekecewaanku dan kembali larut dalam pekerjaanku yang tadinya sengaja aku tunda.
Esoknya ketika aku kembali bertemu dengannya dipagi itu (dan aku memang telah menunggunya sejak semalam karena aku sulit tidur) aku kembali dihinggapi rasa suka dan bahagia saat begitu mataku terbuka dan membuka pintu kamarku langsung tersembul wajah manisnya serta senyumnya yang menawan.
Dia menanyakan tentang kemarin dan dari situlah kami sama-sama tahu telah terjadi salah paham dan kamipun kembali membuat janji sore itu. Maka berangkatlah kami sore itu bersama. Selama dalam perjalanan hatiku gembira hingga membuatku diam-diam tersenyum.
Sesampainya disana kami langsung ke warnet dan kamipun main internet berdua di satu ruang karena ketika ia kutawari untuk main sendiri diruang yang berbeda dia menolaknya (padahal aku sangat berharap kan dapat bersamanya terus he..he..he..)
Kami main internet bersama-sama terkadang kami saling lihat dan dia selalu memalingkan mukanya dengan tersipu-sipu semakin membuatku gemas. Beberapa kali aku memintanya untuk menggeser duduknya hingga mendekat padaku tetapi usahaku baru berhasil setelah beberapa kali permintaan.
Awalnya kami hanya melihat situs-situs biasa ataupun membuka email. Lama-lama aku mencoba menggodanya untuk membuka situs porno dan diapun mengikuti kemauanku. Setelah itu aku coba memancingnya untuk membuka situs gay, aku ingin tahuh apakah dia memang seorang gay ataukah bukan.
Dia hanya tersenyum dan kembali menyerahkan semuanya padaku, maka akupun mulai membuka satu persatu gambar-gambar cowok-cowok cool berbugil ria dan memamerkan adegan bercinta yang sangat merangsang. Sesekali aku melirik kearahnya yang terlihat memandangi gambar-gambar itu dengan diam. Wajahnya terlihat bingung dan serba salah.
Kami juga sama-sama membaca erotic story satu demi satu. Aku sangat ingin meremas jemarinya tetapi keberanianku tidaklah sebesar itu. Diapun seekali melirik kearahku hingga pandangan mata kami bertemu, dia kembali tersipu-sipu. Aku memberanikan diri untuk meremas jemarinya. Dia terdiam dan memandangku dengan sorot mata penuh tanda tanya.
Maka akupun semakin berani untuk meremasnya dengan mesra dan sesekali aku beranikan untuk mencium pipinya. Dia kembali memandangkiu dan tersenyum malu. Lalu aku membisikkan kata-kata didekat telinganya dengan lembut, "Bolehkah aku sentuh 'milik'mu..?" dia kembali memandangku dan tersenyum malu-malu, aku dengan perlahan melepaskan jemarinya dan merembet naik melalui pahanya untuk kemudian menyentuh 'milik'nya dari luar. Dari situlah aku tahu dan dapat merasakan kalau 'milik'nya sedang ereksi. Rupanya ia juga terangsang dengan cerita erotis maupun gambar-gambar yang kami lihat.
Aku hanya menyentuhnya sekilas karena tidak ingin ia menganggapku kurang ajar. Selanjutnya kamipun kembali pada gambar dan cerita dilayar monitor didepan kami dengan sikapnya yang lebih rileks dan akupun bersikap lebih mesra, kulingkarkan tanganku untuk merangkul pundaknya dan meraih kepalanya serta menyandarkannya dibahuku. Sesekali pula kuusap kepalanya dengan lembut dan mesra.
Kurang lebih dua jam kami menikmati kebersaamaan itu dan untuk selanjutnya kami pergi makan dan pulang kerumah. Ia mengantarku hingga dipintu gerbang hotel. Sepanjang perjalanan ia hanya terdiam membisu sementara aku tersenyum bahagia karena pada akhirnya kudapatkan dirinya. Aku tahu ini sebuah awal yang sangat baik.
Sejak kejadian itu perasaanku tentang dirinya semakin tidak menentu. Aku semakin merasakan ada sesuatu dlam hatiku tentang dirinya dan aku selalu merindukannya setiap saat. Kalau satu hari saja aku tak melihatnya rasanya kerinduan itu semakin menggebu. Ya, aku telah jatuh cinta padanya.
Aku selalu mengharapkan dia yang datang kekamarku untuk membersihkan kamar ataupun mengantarkan pesanan dan keperluanku. Dan harapanku pun terkabul, dipagi harinya tanpa kuduga ia yang mengantarkan makan pagiku ke kamar. Waktu itu hari masih sangat pagi dan akupun masih tertidur ketika pintu kamarku diketuk dan ketika kubuka dengan malas serta mataku masih terpejam, aku sangat kaget mendapti dirinya yang berdiri didepan pintu, ini untuk pertama kalinya ia mengantarkan makan pagi untukku, biasanya selalu orang lain.
"Selamat pagi mas.. bagaimana tidurnya semalam..?" tanyanya dengan ramah disrtai senyuman manisnya. Wajahnya terlihat segar seolah tak ada kejadian apapun antara kami semalam. Aku hanya tersenyum menatapnya sambil bersandar diranjang. Aku tidak tahu mesti bilang apa, bahkan salamnyapun tidak aku jawab.
Ada perasaan malu dan sebagainya ketika kuingat kejadian semalam. Dan pagi itupun kami membuat janji kembali untuk pergi bersama untuk makan malam disebuah restaurant fast food aku memberanikan diri untuk berterus terang padanya akan apa yang aku rasakan dalam hatiku tentang dirinya.
"Ren.. aku ingin berkata jujur kepadamu.. kalau aku.." kataku memulai bicara dengan ragu-ragu. Ada ketakutan bagiku kalau kalau apa yang akan aku bicarakan membuatnya tidak lagi mau dekat denganku. Aku tatap matanya penuh kelembutan. Ia hanya terdiam memainkan pipet digelas yang berisi orange jus. Ia seringkali protes saat aku menatapnya.
"Saat ini.. aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan tentang kamu.. yang pasti.. aku suka sama kamu.. aku.." aku terdiam sejenak menunggu reaksinya. Ia menatapku tak berkedip.
"Kalau saja aku bilang.. aku cinta sama kamu.. mungkin kamu tidak akan percaya.. karena aku tahu itu terlalu pagi kalau kukatakan.. tetapi percaya atau tidak itu yang aku rasakan saat ini.. aku.. aku jatuh cinta sama kamu.." aku berkata pelan dan sedikit menundukan wajahku. Tak kuasa aku menatap matanya yang teduh.
Harap-harap cemas aku menunggu reaksi dan apa yang akan ia katakan padaku. Aku berpikir dia akan marah atau meninggalkanku begitu saja, tetapi yang terjadi sungguh diluar dugaanku. Setelah ia menatapku tak berkedip dengan cukup lama, tiba-tiba ia menunduk dan memejamkan matanya untuk beberapa saat. Lalu terdengar suara isak tangisnya yang membuatku merasa sangat kaget.
Ia tengadahkan mukanya untuk menatapku. Air matanya meleleh. Ia berusaha menghapus dengan tangannya. Aku sangat bingung dibuatnya. Aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu. Kalau saja saat itu kami hanya berdua atau paling tidak tidak banyak orang lain disekitar kami, aku ingin memeluknya dan memberikan kedamaian baginya.
Aku hanya menggenggam jemarinya sekilas karena takut orang-orang pada curiga yang sedari tadi beberapa dari mereka seringkali menatap kami dengan curi-curi pandang.
"Aku tidak tahu kenapa sih nasibku begini.." katanya dengan terbata-bata.
"Apa maksudmu..? maafkan aku kalau aku telah.." kataku bingung.
"Kenapa aku selalu bertemu dengan orang seperti mas..?" tanyanya kembali.
"Kenapa nasibku selalu jelek..? kenapa orang yang bilang suka sama aku selalu orang yang sama..?" katanya kembali sambil menahan isak tangisnya hingga membuatku semakin bingung dan merasa bersalah.
"Maksud kamu..?" tanyaku bingung.
"Ya.. orang seperti mas.. selalu laki-laki.. dan selalu orang Jakarta.. kenapa bukan perempuan yang mengatakan hal itu padaku.. aku selalu berharap ada cewek yang mengatakan seperti itu padaku.. " katanya sambil berusaha menahan isak tangisnya.
"Sangat jarang perempuan yang mau mengatakan perasaannya terlebih dulu pada laki-laki.. meskipun ia memang menyukainya.. " kataku perlahan.
"Aku pernah jatuh cinta pada teman sekolahku.. cewek.. tapi aku tidak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaanku padanya.." katanya perlahan. Matanya sesekali terpejam.
Lalu ia menceritakan kisah hidupnya disekolah. Tentang perasaannya pada cewek itu dan juga kehadiran 2 laki-laki dalam hidupnya yang kesemuanya orang Jakarta dan kemudian pergi meninggalkannya meski ia sadari mereka pergi karena kesalahannya yang tidak mau menerima kehadiran mereka dalam hidupnya.
Malam itupun kami pulang hampir tengah malam setelah ia aku belikan majalah kesukaannya setelah aku coba paksa untuk membelikannya pakaian. Sepanjang perjalanan pulang kami hanya saling terdiam dengan pikiran masing-masing. Tanganku menggenggam erat jemarinya. Sesekali kami bertatapan walau tetap membisu.
Hari itu hari terakhirku berada di Jambi, aku bertekad dalam hatiku untuk bisa menghabiskan malam terakhirku bersamanya. Aku tidak peduli walaupun kami hanya sekedar jalan, makan atapun ngobrol saja dengannya.
Dan seperti biasa kami bertemu ditempat biasa dengan jam yang berbeda karena ternyata ia datang terlambat karena ia pulang terlebih dulu untuk mandi dan mengganti pakaiannya.
Malam itu ia terlihat sangat tampan dengan celana hitam dan kemeja jangkis warna biru dongker. Selanjutnya kami pergi untuk nonton film. Sepanjang film berlangsung ia dalam dekapanku (sebelumnya ia menolak aku peluk ataupun aku genggam jemarinya) hingga film berakhir.
Selanjutnya kami menikmati makan malam berdua sambil berbincang tentang banyak hal. Aku ceritakan tentang hadirnya seorang cowok yang juga sama-sama menginap dihotel tempatku tinggal yang nekat mengajakku kencan dan bahkan nekat tidur dikamarku meskipun telah aku usir secara halus.
Ia hanya tersenyum dan menggodaku setelah mendengar apa yang telah aku ceritakan padanya karena kebetulan iapun mengenalnya baik sebagai tamu hotel maupun sebagai sesama warga jambi karena cowok itu termasuk orang yang cukup dikenal sebagai selebriti di daerah Jambi.
Bersambung..