(by: datukmedan@yahoo.com)
Kupandangi wajahku di cermin sekali lagi, menatap wajah yang tampan, klimis dengan potongan rambut yang tidak begitu pendek dan berminyak, memegang pipi dan daguku yang halus tanpa sehelai rambutpun, aku telah mencukurnya tadi siang.
Ini saatnya untuk bersenang-senang. Mengendarai mobil Panther berwarna hitam, mobil kesukaanku, mobil yang bersejarah dan banyak kenangan.
Mobil kuparkir dengan baik, menghidupkan alarm sebelum memasuki pintu utara Mall. Salah satu mall yang terbesar di kota ini. Aku jarang ke tempat ini, namun aku ingat di mana posisi ATM berada. Ada beberapa ATM dari beberapa bank di tempat tersebut dan banyak antrian rupanya. Aku melihat pajangan etalase yang berada di sebelah kiri, tak berapa jauh letaknya dari ATM tersebut, sambil mengamati orang-orang yang melewatiku, menunggu, menunggu orang yang cocok untuk kujadikan korbanku malam ini.
Akhirnya, target utamaku kelihatan. Seorang laki-laki bertubuh sedang dan proposional dengan tingginya, berkumis tebal, hitam dan ikal, membuat laki-laki tersebut bertambah tampan dan berwibawa, dengan rambut yang ikal, rapi dan rambut putihnya sedikit kelihatan di sebelah kiri dan kanan agak menutupi kedua telinganya. Pakaian dan sepatu yang dikenakannya menunjukan bahwa laki-laki tersebut adalah orang yang mapan hidupnya, mungkin pengusaha atau seorang pegawai dengan jabatan yang sangat bagus di perusahaan tempat dia bekerja.
Aku ikut antri di belakang laki-laki tersebut, sambil memegang kartu ATM kepunyaanku.
"Antriannya lumayan juga yah Pak", ucapku berbasa-basi.
"Maklum bulan muda, yah", jawabnya.
"Mengajak keluarga jalan-jalan di bulan muda ini memang menyenangkan yah", aku memulai mengajaknya mengobrol kembali.
"Begitulah Mas, kapan lagi kita bisa menyenangkan orang rumah yang setiap hari di rumah, kita ajak sekali-kali biar tidak bosan dia, yah refreshinglah".
"Keluarga ada di mana Pak?", tanyaku sambil memukul pundaknya.
"Sebelah sana, di counter pakaian, mau pilih-pilih baju katanya", laki-laki tersebut menjawab pertanyaanku.
"Bagaimana kalo kita mengobrol dulu, saya ada bisnis yang sangat bagus dan mungkin Bapak tertarik", bisikku tak jauh dari telinganya sambil menepuk sisi pundaknya yang lain.
Laki-laki tersebut mengikutiku dengan spontan, keluar dari antrian. Aku berjalan menuju tangga darurat yang terletak bersebelahan dengan toilet dan menaiki anak tangga tersebut satu persatu. Di belakang, laki-laki tersebut terus mengikutiku, dan kami sudah berada di lantai 2 mall tersebut. Memasuki kamar toilet pria yang paling ujung, langsung kututup dan kukunci pintu kamar toilet setelah laki-laki tersebut berada di dalam.
Laki-laki tersebut hanya diam saja dengan tatapan kosong, dan aku mulai menjamah celananya, merogoh kantong bagian belakang, mengambil dompet dan membukanya. Uang ratusan ribu ada di dalamnya, dengan jumlah yang cukup lumayan, kuambil kartu kredit dan tiga kartu ATM dari bank yang berlainan. Aku tersenyum membaca nama yang tertera pada kartu-kartu tersebut. Suryo Widodo. Yah, betul dugaanku, laki-laki ini potensial untuk dijadikan korban, korban kejahatanku, korban hipnotisku. Mudah bagiku untuk mengetahui berapa banyak uang yang dimiliki laki-laki tersebut di ketiga kartu ATM-nya dan nomor PIN-nya juga.
Aku keluar dari kamar toilet setelah membisikan perintah kepada Pak Suryo dan 10 menit kemudian aku kembali, melihat laki-laki tersebut masih menatapku dengan tatapan kosongnya. Aku memeluk Pak Suryo, mencium bibirnya dengan lembut, tanganku menyentuh kontol laki-laki tersebut dan meremas-remasnya, akh.. lumayan besar, saat aku merasakan kontol laki-laki tersebut.
"Ayo, kita lihat berapa besar kontolmu Sayang", ucapku sambil mencium bibir laki-laki tersebut kembali dan berjongkok melepaskan gesper yang dia kenakan dan celana panjang dan kolornya aku perosoti sebatas paha. Akhh, kulihat kontolnya yang besar, hitam dengan jembut-jembut yang lebat, hitam dan ikal.
"Aku akan melakukannya dengan cepat, yah dengan cepat Sayang..", ucapku memandangnya sambil terus meremas-remas kontol Pak Suryo.
Kontol laki-laki tersebut mulai bereaksi bertambah besar dan memanjang, aku langsung menyambutnya dengan mulutku, aku mengisap-isap batang kontol laki-laki tersebut, menikmatinya, hemm.. enak.. kenyal.. Aku terus mengocok batang kontol Pak Suryo di dalam mulutku..
"Akhh..", desahku. Pak Suryo hanya diam dengan tatapan semula saat aku menghipnotisnya.
Aku berdiri, membalikkan tubuh laki-laki tersebut menghadap tembok, meremas-remas pantatnya yang berbulu, kontolku yang sudah tegang, besar dan panjang keluar dari balik resleting dan perlahan aku menancapkan kontolku ke dalam lubang pantat Pak Suryo.
"Jangan mendesah atau menjerit, saya tidak mau mendengar suara Bapak di tempat ini", bisikku.
Aku memuaskan nafsuku, mengentot lubang pantat Pak Surto, menekan pantatku dengan pelan, agar batang kontolku masuk lebih dalam lagi. Aku mendesah merasakan sempitnya burit Pak Suryo, lubang pantat yang masih perawan. Krakk.., bunyi robekan Burit Pak Suryo tidak kuhiraukan, aku terus memuaskan nafsuku, menyodomi lubang pantatnya, menggerakan pantatku dengan cepat, sehingga batang kontolku masuk dan keluar.
Aku mendesah pelan, merasakan jepitan lubang pantat Pak suryo yang semakin terasa membetot batang kontolku, gerakan pantatku kupercepat untuk mengakhiri permainanku, dan akhirnya puncak kenikmatan kurasakan, menarik tubuh Pak suryo, memeluknya erat.. Aku mendesah melepaskan maniku ke dalam lubang pantatnya.
Kurapikan pakaianku dan pakaian Pak Suryo sambil mencium bibir laki-laki tersebut dengan pelan dan mendekatkan mulutku ke telinganya dan berbisik.
"Kamu tidak akan mengingat pertemuan dengan saya dan tidak ingat dengan kejadian ini, dan akan sadar saat merasakan sakit setelah keesokan harinya. Bersikaplah tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan memang tidak ada yang terjadi. Temui keluarga, dan terimakasih atas uang dan kenikmataan yang kamu berikan kepada Saya. Selamat tinggal sayang", ucapku sambil mengelus pipinya, tersenyum melihat laki-laki tersebut yang berjalan meninggalkan kamar toilet. Uang senilai 15 juta dari ketiga kartu ATM-nya sudah berada di tanganku, dan aku telah memasukan 1 juta rupiah ke dalam dompetnya.
Aku mengendarai mobil Pantherku meninggalkan mall tersebut, memasuki jalan tol, menuju utara mencari tempat keramaian dan memikat laki-laki muda untuk bercinta, ngentot bersama. Aku meminggirkan mobil, saat melihat beberapa laki-laki duduk di depan pool billyard dan memanggil mereka. Seorang laki-laki berbadan besar datang dan menghampiriku..
"Ada apa Om?", tanyanya.
"Mau ikut?", tanyaku langsung mengajaknya. Laki-laki itu memandangku dengan heran.
"Ayolah", ajakku lagi.
"Kemana Om?"
"Yah, kemana saja, ke discotique, ke twenty one, atau ke mana sajalah, dari pada duduk bengong, ajak teman elo kalo mau".
Laki-laki tersebut berteriak mengajak dua orang temannya. Mobil kembali kukemudikan dengan perlahan setelah tiga laki-laki tersebut naik. Sambil mengobrol basa-basi kutanyakan nama dan latar belakang mereka dan ternyata mereka masih menganggur.
"Baru tamat sekolah Om", jawab Edi, laki-laki yang menghampiriku dan sekarang duduk di sebelahku.
"Masa sih, baru tamat?", tanyaku bercanda.
"Betul Om, suer! Kalo Bambang tahun kemarin tamatnya", jawab Edi.
Aku melihat Bambang dari kaca spion, laki-laki berbadan tinggi dengan jenggot tipis dan lebat menghiasi dagunya. Akh.. Ketiga laki-laki ini tampan-tampan ternyata, pikirku sambil tersenyum.
"Kita ke twenty one saja yah", ajakku.
"Ah, kemana saja OK-lah Om, menghilangkan suntuk", ucap Anton.
"Bagaimana dengan elo, Ed?", tanyaku pada laki-laki berhidung mancung dengan kulitnya yang sedikit gelap tersebut.
"Akh, terserahlah Om, yang penting happy", jawabnya sambil tersenyum.
Aku tersenyum melihatnya, merangkul pundaknya yang keras.. Akhh.. Sebentar lagi nafsuku akan terpuaskan oleh anak ini, pikirku.
"Elo, orang arab?", tanyaku.
"Ah, enggak Om, orang Indonesia asli, Bapak orang ambon, Ibu orang Jawa", jawab Edi.
"Kalo kami sih memang sering memanggilnya Arab, Om", jawab Anton lagi dari belakang.
"Kalo Om lihat kalian ini pasti sering ke lokasi, sering ngentot yah?", tanyaku.
"Sekali-kalilah Om, kalo ada uang", jawab edi.
"Kalo tidak ada uang paling maen sama bencong", Bambang nyeletuk dari belakang.
"Wah, suka maen sama bencong juga yah", ucapku tersenyum.
Tanganku menyentuh totong Edi, meremasnya sesaat, Edi terkejut juga.
"Yah, betul, elo sudah pengen ngentot", ucapku. Edi hanya tersenyum.
Di dalam bioskop, aku duduk di samping Edi, menanti pemutaran film, mengobrol sejenak, dan sangat akrab, aku melingkarkan tanganku ke pundaknya, hingga saat lampu di matikan dan film di mulai. Tak sabar tanganku menyentuh kontolnya lagi.
"Om?", tanya Edi.
"Sstt", ucapku memberi isyarat agar dia diam. Edi sedikit memberontak.
"Tenanglah, Om hanya mau bersenang-senang sebentar dan Om akan kasih imbalan ke elo".
Edi agak santai sekarang, tanganku mulai meremas-remas kontolnya yang menjadi bereaksi. Tak puas dengan meremas-remas kontolnya dari balik celana, aku menyuruh Edi mengeluarkannya. Edi membuka resleting celananya dan mengeluarkan batang kontolnya yang begitu besar dan panjang saat aku memegangnya.
"Besar dan Panjang yah", bisikku.
"Kontol Ambon Om", bisik Edi lagi sambil tersenyum.
Aku terus meremas-remasnya sambil mengocok-ngocok batang kontolnya yang besar dan panjang tersebut, hingga tak peduli lagi pada kedua temannya yang duduk di sampingku juga, aku langsung melumat kontol Edi, mulutku membetol batang kenyal tersebut, sambil menggesek-gesekan gigiku ke batang totongnya.
"Akhh.. Om, Om..", ucap Edi sedikit meronta.
"Om, jangan", ucapnya.
Aku sadar dan kembali dengan posisi dudukku, Anton yang duduk di sebelahku melihat dengan keheranan, aku tersenyum melihatnya
"Akh.. Om bernafsu sekali melihat batang kontol Edi", ucapku sambil tersenyum. Lalu Bambang berdiri, menarik tangan Anton.
"Ayo kita pulang".
Laki-laki tersebut memandangku dengan tatapan tajam, yah tatapan yang tidak menyukaiku. Dengan tiba-tiba tangannya langsung menarik bajuku, sementara tangannya yang lain bersiap untuk mendarat ke mukaku. Aku langsung memegang tangannya yang mengepal tersebut, menahannya.
"Tenang, tenang..", ucapku.
"Saya bisa membayar kalian 1 juta, kalo kalian mau", ucapku lagi.
"Kami bukan homo, Om", ucap Anton.
"Yah, tapi kalian pernah ngentot dengan bencong khan? Dan kali ini saya yang akan membayar kalian", ucapku pelan, agak malu karena suara ribut kami, penonton agak terganggu.
Aku mendekati Bambang yang mulai kembali duduk dan menepuk kedua pundaknya..
"Sebaiknya kamu duduk tenang dan diam", bisikku dan kembali duduk di samping Edi. Laki-laki tersebut menatapku dengan pandangan kosong.
"Saya akan memberi imbalan satu juta dan memuaskanmu, kita akan sama-sama puas", ucapku lagi merayunya. Edi tampak sedikit tenang, permainan aku lanjutkan, meremas-remas kontolnya kembali yang telah dimasukannya kembali ke dalam celananya dan mengancingkan resletingnya.
Bersambung . . . .