Hentakan penisnya membuatku gila dengan nafsu. Setiap jengkal tubuhku membutuhkan dirinya. Tekanan di dalam bola kemaluanku semakin memuncak, seiring dengan hantaman penisnya pada prostatku. Aahh.. Aku tak tahan lagi. Spermaku akan tertumpah keluar!
Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Tanpa menyentuh kemaluanku, aku keluar! Semburan air maniku banyak sekali dan meleleh ke mana-mana. Perutku digenangi kolam sperma. Sebagian spermaku muncrat dan mengenai bagian bawah tubuh Bang Veri. Aroma khas sperma memenuhi kamar kami. Sambil berpegangan pada dada Bang Veri, aku membiarkan diriku mengerang-ngerang karena orgasme.
Dada Bang Veri kuremas-remas sehingga Bang Veri pun semakin terangsang. Melihatku menggeliat-geliat dan mengerang-ngerang sementara penisnya masih sibuk menyodomiku, Bang Veri pun tak dapat menahan laju orgasmenya.
"Hhoohh.. Abang mau keluar.. Aahh.. Dek, terimalah sperma Abang.. Aahh.." Desahan nafas dan erangannya bertambah keras. Ritme sodokan penisnya pun semakin kencang. Dengan lenguhan panjang seperti kerbau, Bang Veri mencapai klimaksnya.
Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Sperma kental muncrat berkali-kali dari lubang penisnya, hangat dan putih. Lahar panas itu langsung membanjiri duburku. Meskipun sedang ngecret, Bang Veri tak mau berhenti menyodomiku. Penisnya masih tetap membor pantatku. Spermanya teraduk-aduk sehingga mulai berbuih. Sebagian malah mengalir keluar dari bibir anusku dan menodai kain seprei.
Saat Bang Veri selesai berejakulasi, dia terkulai lemas. Badannya menimpa badanku, keringat kami bercampur. Badan kami kini belepotan sperma, sebagian besar adalah spermaku karena aku ngecret di luar. Penisnya yang mulai melemas masih tetap bersarang di dalam anusku. Dengan tatapan penuh cinta, dia memandangiku. Aku jadi agak tersipu malu ditatap seperti itu, tapi aku menyukainya. Aku suka setiap kali Bang Veri berusaha untuk membuatku merasa istimewa. Aku benar-benar mencintai Bang Veri..
*****
"Selamat pagi, sayang," kata Bang Veri lembut. Mau tak mau, aku terbangun dari tidurku.
Kudapati diriku masih telanjang bulat dan belepotan sperma kering sementara Bang Veri sudah berpakaian rapi. Dan kulihat Bang Veri telah menyiapkan segalanya untukku. Di atas ranjang, di depanku, ada nampan makan pagi, roti bakar, telur mata sapi, dan jus jeruk. Telur mata sapi itu sengaja dipotong sedemikian rupa sehingga menyerupai hati. Sebagai tambahan, ada sebuah kartu kecil di samping piring. Kuambil kartu itu. Tulisan di dalamnya berbunyi..
'Pagi ini terasa istimewa karena Adek kini milik Abang. Pagi-pagi berikutnya, Abang akan selalu terbangun di samping Adek. Terima kasih atas cinta Adek pada Abang. Abang mencintai Adek.. Sangat mencintai Adek.. Love, Bang Veri.'
Aku terharu sekali membaca kartu itu. Air mataku hampir tumpah lagi. Aku memang agak cengeng jika menyangkut masalah cinta.
"Bang, makasih atas semuanya. Abang baik sekali ama Adek," ucapku haru. Kupeluk tubuhnya erat-erat, seakan-akan takut dia akan menguap pergi seperti gas.
"Adek cinta Abang.. Cinta sekali. Adek mau selamanya berada di sisi Abang." air mataku berlinang. Bang Veri hanya tersenyum sambil menyeka air mataku.
"Sudah, masak nangis melulu. Ayo cepat, habiskan. Kalo dingin, nggak enak lagi." Bang Veri mengambil roti bakar itu dan mendekatkannya ke mulutku.
"Ini semua Abang yang masak, loh. Abang minta izin ama koki hotel dan dikasih. Aku melahap potongan roti bakar itu dengan lahap. Terasa enak sekali karena dibuat oleh Bang Veri.
"Bagaimana? Gak terlalu gosong kan?" tanyanya tertawa.
Acara makan pagi berlalu dengan cepat, diisi tawa canda, pelukan, ciuman, dan cinta. Aku masih sulit mempercayai bahwa aku tidak sedang bermimpi. Setelah aku menghabiskan sarapanku, Bang Veri menolongku membereskan segalanya. Kemudian, dia duduk di ranjang sambil bertanya..
"Bayaranku mana? Abang 'kan udah masak buat Adek. Abang sekarang minta bayaran." Nada bicaranya terdengar nakal.
Matanya beralih dari wajahku dan turun ke badanku yang masih telanjang bulat. Aku balas tersenyum mesum seraya menyibakkan selimutku. Batang penisku langsung terlihat. Kuserahkan diriku padanya. Dengan bernafsu, Bang Veri segera melepaskan pakaiannya. Dalam sekejap, 'suamiku' yang tampan itu sudah bertelanjang bulat. Dia langsung menerjangku di ranjang, memuaskan nafsunya padaku. Aku hanya bisa bernafas tersengal-sengal dicumbu seganas itu olehnya. Bang Veri memang bisa bersikap lembut maupun ganas di atas ranjang, tergantung tingkat nafsunya. Penisnya yang tegang bergesek-gesekan dengan punyaku. Di sela-sela cumbuannya, Bang Veri berbisik..
"Aahh.. Sebenarnya Abang udah ngaceng sejak.. Hhoohh.. Abang liat Adek tidur.. Hhoohh.. Abang nggak tahan lagi.. Aahh.. Mau ya Abang sodomi lagi?"
"Aahh.. Ya, Bang.. Aahh.. Adek milik Abang sekarang.. Oohh.. Sodomi Adek aja.. Aahh.. Adek mau melayani Abang.. Uugghh.."
Kubelai-belai punggungnya dan kuraba-raba dadanya. Oh, aku paling suka dengan dada Bang Veri. Meskipun tidak berotot namun tampak padat dan seksi. Tak dapat menahan diri, aku menjilat-jilat dadanya. Bang Veri langsung berkelojotan karena badannya super sensitif.
"Hhoohh.. Fuck me, Bang.. Aahh.. Adek cinta Abang.. Uugghh.."
Tanpa perlu diminta lagi, Bang Veri langsung memutuskan untuk segera menyodomiku. Dengan sekuat tenaga, Bang Veri mengangkat tubuhku. Buru-buru, aku berpegangan padanya sekuat-kuatnya, takut jatuh. Kakiku terlipat erat di sekeliling pinggangnya sementara tanganku melingkar di lehernya. Dengan susah payah, Bang Veri membawaku ke tengah ruangan sambil berusaha memposisikan penisnya tepat di bibir anusku. Bang Veri tampak kelelahan namun dia tetap memaksakan dirinya.
"Aarrgghh.." erangnya ketika penisnya memulai penetrasi. Mulutku menganga kesakitan saat lubang anusku kembali dipaksa membuka. Sisa sperma semalam masih bersarang di dalam duburku, mempermudah proses penetrasi.
"Aahh.. Abang masuk, Dek.. Hhoohh.." bblleess.. Akhirnya, kepala penis Bang Veri hilang ditelan anusku.
"Hhoohh.. Enak banget, Bang.. Aahh.. Batang Abang besar dan nikmat.. Uugghh.. Ayo, Bang.. Sodomi Adek.. Aahh.." ujarku sambil tetap berpegangan erat-erat, aku menyemangatinya.
Dan mulailah Bang Veri menyodomiku sambil menggendongku. Gaya bercinta seperti ini bukan gaya yang mudah karena masing-masing pihak harus mengerahkan tenaga. Namun, meski tampak sangat lelah, Bang Veri tetap asyik menyodomiku. Kepala penisnya keluar masuk anusku. Sisa sperma semalam tergosok-gosok sehingga berbuih, sebagian mengalir keluar. Bunyi 'kecipak-kecipak' memenuhi kamar berbaur dengan erangan nafsu kami. Keringat mulai membanjiri tubuh kami, membuat kami tampak seperti habis mandi. Ah, Bang Veriku memang sungguh jantan dan perkasa. Dari luar, dia mungkin tampak seperti pria alim. Namun, di ranjang, bersamaku, dia sangat jago bercinta.
"Hhoohh.. Abang suka banget sodomi Adek.. Aahh.. Abang jadi makin cinta.. Oohh.."
Aku terlonjak-lonjak tatkala prostatku tertumbuk oleh kepala penis Bang Veri. Getaran-getaran orgasme mengguncang tubuhku, membuatku gila dengan nafsu. Penisku yang tegang dan belepotan precum terperangkap di antara tubuh kami.
"Aahh.. Fuck me.. Oohh.. Yyeeaahh.. Bang, lagi, Bang.. Hhoohh.." racauku.
Gerakan penetrasi Bang Veri secara tak langsung membantu penisku bermasturbasi. Gesekan-gesekan dengan perut Bang Veri yang padat menghantarkan batang kemaluanku ke ambang ejakulasi. Ditambah dengan rangsangan pada prostatku, aku tak kuasa menahannya lagi.
"Oohh.. Bang.. Adek mau.. Hhoohh.. Kkeelluar.. Aarrgghh!!"
Dan muncratlah spermaku berkali-kali. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Cairan kelaki-lakianku tersemprot menodai perut kami. Aku berkelojotan diserang orgasme, sekujur badanku kaku. Eranganku terdengar keras. Spermaku yang mengalir keluar tergesek-gesek perut Bang Veri sehingga sperma itu dengan cepat berbuih dan memudar. Aku sungguh tak dapat menjelaskan betapa nikmatnya berorgasme seperti itu. Aahh..
"Abang sampai.. Aarrgghh!!" ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Bang Veriku akhirnya mencapai puncaknya.
"Aahh!! Uugghh!! Oohh!!" Batang penisnya berdenyut-denyut kencang sekali, menghajar pantatku dengan semburan lava putih panas.
Ccrroott!! Ccrroott!! Tubuhnya yang bersimbah keringat bergetar hebat, hampir menjatuhkanku. Matanya merem-melek, menahan laju orgasme yang luar biasa itu. Sebagian dari sperma yang disemprotkannya itu tersembur keluar dari pantatku sehingga mengalir turun membasahi pahanya.
"Hhoohh.." desahnya, tak kuat lagi menopang tubuhku.
Kami terbanting ke atas ranjang. Tubuh Bang Veri menimpa tubuhku. Selama beberapa menit, kami hanya terbaring di sana seperti orang mati, lelah sekali. Kutatap wajah Bang Veriku, dan kuberi dia sebuah ciuman mesra. Bang Veri membalasnya dan kemudian berbaring ke samping. Dengan penuh kasih, dia memelukku erat-erat sembari berbisik..
"Abang cinta Adek. Selamanya takkan meninggalkan Adek. Adek takkan pernah sendirian lagi."
Seusai berkata demikian, Bang Veri tertidur kelelahan. Kubiarkan kepalaku bersandar pada dadanya yang lumayan bidang itu. Dalam hatiku, aku tak henti-hentinya berterima kasih pada Tuhan karena Dia telah begitu baik menghadirkan Bang Veri ke dalam hidupku. Tanpa kusadari, pelan-pelan, aku juga ikut tertidur.
Sejak saat itu, lembaran baru dalam hidupku telah dimulai. Aku tak perlu takut lagi menjalani hidupku seorang diri karena kini aku telah mempunyai Bang Veri. Dalam hati, aku berdoa semoga hubungan cintaku dengan Bang Veri akan tetap berlangsung sampai maut memisahkan kami. Aku hanya ingin mencintai Bang Veri, selamanya..
Tamat