Ternyata sosok itu adalah sang asisten. Jantungku yang tadi berdegup kencang kini normal kembali. Namun, gara-gara peristiwa tadi, orgasmeku terhambat sehingga aku harus mulai dari nol lagi. Asisten itu hanya tersenyum mesum melihatku disodomi dokter itu. Tonjolan besar di balik celana panjangnya seakan menantangku. Begitu pintu ditutup, dia berjalan menghampiri kami.

"Ruang praktek sudah kukunci. Saya juga sudah memasang tanda 'TUTUP' di depan pintu. Takkan ada yang mengganggu kita, dok," katanya. Dokter itu hanya menggeramkan isyarat 'ya', tak mau aktifitas sodominya terganggu.
"Halo manis," sapa sang asisten padaku. Daguku dibelai seperti membelai dagu anjing.
"Suka dientot ya? Nanti saya ngentot kamu juga, ya?"

Di hadapanku, dia mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Kemeja putih dan celana panjangnya jatuh ke atas lantai, berikut celana dalamnya. Aku terpana melihat ukuran kontolnya. Besar sekali. Ukuran kepala kontolnya sungguh besar, bahkan lebih besar daripada semua kontol yang pernah kulihat. Bentuknya agak pipih dan panjang sehingga tampak seperti kepala ular gemuk. Seperti kebanyakan pria pribumi lainnya, asisten itu memiliki kontol yang bersunat. Untuk ukuran panjang batang kontol, saya mengira-ngira mungkin mencapai 18 cm. Jika digabung dengan panjang kepala kontolnya, panjang total kontol sang asisten bisa mencapai sekitar 22 cm. Sungguh sebuah kontol yang unik. Ketika asisten itu mendekatkan kontolnya padaku, aroma pejuh kering yang sangat menusuk hinggap di dalam hidungku. Noda basah precum tampak menyelimuti kepala penisnya. Rupanya dari tadi dia sudah terangsang.

"Buka donk, say. Hisap kontolku, ya," bujuknya seraya membelai-belai punggungku.
"Tau nggak? Saat kamu duduk di ruang tunggu tadi, saya lagi mencoli kontolku, loh. Kamu pasti nggak sadar melihat lenganku yang bergerak-gerak di bawah meja," tambahnya sambil tertawa mesum.

Sang asisten memberi isyarat pada dokter itu untuk berganti posisi. Setelah mendapat anggukan, dokter itu menarik tubuhku ke belakang menjauhi ranjang sementara kontolnya masih tertanam di dalam anusku. Asisten itu kemudian buru-buru duduk di atas ranjang dengan kaki terkangkang lebar. Kontolnya yang menegang berdiri tanpa malu. Tubuhku lalu diarahkan maju ke depan sehingga kontol sang asisten berada tepat di depan hidungku. Aroma kejantanan menusuk-nusuk hidungku, membuatku semakin bernafsu.

Tanpa diminta dua kali, aku membuka mulutku dengan patuh dan menelan kontol itu. Aamm.. Rasa asin langsung menyambutku. Asisten itu langsung bermain kasar. Dia menggunakan mulutku seperti pantat dan langsung menyodomiku. Kontolnya bergerak-gerak dengan kecepatan tinggi, menyodok-nyodok tenggorokanku. Berkali-kali aku tersedak. Air mataku mengalir keluar secara refleks. Seringkali aku kehabisan napas.

Kontol sebesar itu hampir merombak ulang anatomi dalam mulutku. Berhubung mulutku sempit dan sementara kontolnya besar, pergesekan dengan gigiku tak terhindarkan lagi. Tiap kali gigiku mengenai kepala kontolnya, asisten itu akan melolong seperti serigala. Namun hal itu justru malah membuatnya semakin bernafsu. Gawat sekali, bagaimana aku dapat menangani pria bernafsu besar seperti dia? Air liurku mengalir keluar dari sisi mulutku, bercampur dengan precum dari kontolnya.

"Hhoohh.. Enak banget.. Aahh.. Hampir ngecret.. Aahh.. Bersiaplah homo.. Hhoohh.. Telan pejuhku.. Aahh.." racau asisten itu, matanya terpejam.

Sementara itu, sang dokter juga hampir mencapai klimaks.

"Hhoohh.. Aahh.." Kontolnya benar-benar telah merombak ulang isi duburku. Semua organ dalamku terkena hajaran kontolnya yang dahsyat.
"Aarrgghh.. Oohh.." erangnya.
"Aku kkeluuaarr.. Aarrgghh!!" ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!" Semburan pejuh yang panas membanjiri duburku. Rasanya panas sekali.
"Aarrgghh!! Hhoohh!! Oohh!! Hhoosshh!!" erangnya sambil tetap mengentot pantatku. Sodokan kontolnya yang menguat membuatku terpekik kesakitan bercampur nikmat. Kontolku sendiri sudah basah sekali, meneteskan precum ke atas lantai.
"Hhoohh.. Aahh.."

Pada saat yang hampir bersamaan, kontol sang asisten juga ikut menyemburkan sperma. Hal itu sungguh sangat mengagumkan mengingat dia baru saja bergabung namun dengan cepat sudah mencapai orgasme. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Sperma yang menyemprot keluar terasa hangat di mulutku. Begitu menyentuh lidahku, rasa pahit dari spermanya memenuhi mulutku.

"Oohh!! Aahh!! Uugghh!!" erangnya.

Badannya mengejang-ngejang, menahan nikmat. Erangannya terdengar keras sekali seakan dia sedang kesakitan. Tapi sebenarnya, dia sedang dikuasai oleh rasa nikmat yang tak tertahankan. Ccrroott!! Ccrroott!! Pejuhnya terus-menerus membanjiri mulutku sehingga sebagian mengalir keluar. Terburu-buru, aku menelan semuanya. Mm.. Aku paling doyan minum sperma. Dan sperma sang asisten ini sangatlah enak. Slurp!

"Ooh.. Yyeeaahh.. Telan semuanya, homo.. Aahh.. Telan.." desahnya sambil mengelus-ngelus kepalaku.

Aku mendesah dengan penuh kekecewaan saat kontol sang dokter ditarik keluar dari anusku. Aku ingin dientot lagi namun dokter itu tampaknya sudah terpuaskan. Saat kontolnya tercabut, spermanya meleleh keluar dari anusku yang menganga. Lelehan sperma itu jatuh ke atas lantai. Sementara sang dokter pergi ke toilet untuk mencuci kontolnya, sang asisten sibuk bermain dengan tubuhku.

Saat itulah aku baru dapat meneliti bentuk tubuh si asisten ganteng itu. Rupanya tubuhnya tak jauh berbeda daripada tubuh sang dokter. Badan asisten itu juga atletis, dadanya bidang dan kencang. Kedua putingnya berdiri menegang, di sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu halus. Bulu halus juga tumbuh di bagian tengah dada dan perut six-packnya. Sungguh menggetarkan kontolku, apalagi aku belum ngecret. Nafsuku kembali berkobar. Kontolnya kembali kuemut, menyedot habis sisa-sisa pejuh yang belum sempat kujilat. Slurp! Enak sekali. Namun asisten itu kemudian menghindar saat melihat sang dokter kembali. Aku agak kecewa karena kontol yang enak itu terlepas dari mulutku.

"Kamu selalu haus sperma, yach?" tanya dokter itu sambil menepuk-nepuk pantatku. Tangannya masih mengenakan sarung tangan plastik.
"Mm.. Kontolmu masih tegang," komentarnya sambil mengocok-ngocok kontolku.

Dikocok seperti itu, kontolku hampir saja memuntahkan sperma namun kocokan itu berhenti tepat di saat aku mau muncrat. Tentu saja aku frustrasi sekali, aku hanya mau muncrat. Dengan bernafsu, jari-jari dokter itu menembus masuk ke dalam lubang pantatku yang agak longgar. Aku mendesah saat jari-jari itu menerobos masuk. Tiga jari sudah berada di dalam anusku. Aku mulai menggelinjang-gelinjang kesakitan bercampur kenikmatan saat jari-jarinya mulai menyodomiku.

"Ah, kamu suka, yach? Homo seperti kamu memang tak pernah puas dientot." ujarnya. Sambil menepuk punggung asistennya, dia berkata padanya..
"Entoti dia. Biar dia tahu rasa. Buat dia kesakitan dengan kontolmu. Fuck him."

Mendapat lampu hijau dari bosnya, asisten itu langsung menggerayangiku dengan penuh nafsu. Dengan kasar, tubuhku dibalikkan sehingga aku kini berhadapan dengannya. Sorot matanya berkobar-kobar dengan api birahi. Dan aku harus melayani kuda pejantan seperti dia. Asisten itu memang sungguh seorang pejantan, mengingat asisten itu baru saja muncrat. Dan sekarang kontolnya sudah bangkit kembali, siap untuk menembakku dengan cairan spermanya.

Kehangatan tubuhnya membuatku terangsang. Apalagi saat otot dadanya menempel di badanku, aku merasa bahwa aku hampir muncrat! Asisten itu memelukku sambil mencium-cium leher dan wajahku. Oohh.. Bagaimana mungkin dia bukan gay? Seorang pria heteroseksual murni takkan mau mencumbu sesama pria sepanas itu. Dia pasti juga pria homoseksual yang masih menyangkal jati dirinya sendiri. Desah napasnya terdengar begitu kencang di telingaku. Saat bibirnya memaksakan ciuman pada bibirku, aku tidak menolaknya. Kubalas ciumannya dengan sangat bernafsu. Gairahku sudah sangat besar karena dari tadi aku belum juga sempat ngecret.

Aku digiring ke ranjang dan dibaringkan di situ. Seperti pria pengentot sejati, asisten itu naik ke atas ranjang dan menggerayangiku. Sambil mencium dan menjilat setiap jengkal tubuhku, dia berusaha mendekatkan kontolnya pada lubang anusku. tampaknya dia masih ingin menggodaku sebab dia sengaja mendekatkan kontolnya tapi menolak untuk menyodomiku. Setiap kali napas panasnya berhembus di kulitku, aku menjadi semakin terangsang. Ereksi kencang sekali sehingga aku hampir merasa kesakitan. Aku mau dipuaskan, saat itu juga.

"Entoti pantatku.. Hhoohh.. Ayo, masukkan kontolmu.. Aahh.. Aku butuh kontolmu.." desahku, menggeliat-geliat akibat disentuh-sentuh oleh sang asisten.
"Hhoohh.. Fuck me.. Aahh.." desahku, sangat terangsang.

Tubuh telanjang sang asisten sangat menggoda birahiku. Dadanya yang bidang itu kuremas-remas dengan kuat, membuatnya mendesah keenakan. Jari-jariku sengaja memain-mainkan kedua putingnya. Puting sang asisten itu agak kecil namun tegang melenting. Warnanya coklat tua, sangat kontras dengan warna tubuhnya yang agak terang.

"Hhoohh.. Kamu suka puting, homo? Aahh.. Mainin putingku.. Oohh yyeeaahh.." racaunya sembari berusaha mendekatkan dadanya ke mulutku.

Tentu saja aku tak menolaknya. Dengan lahap, kujilat-jilat putingnya itu. Mm.. Enak sekali. SLURP! SLURP! Sapuan lidahku malah membuat sang asisten semakin tegang. Kontolnya meneteskan cairan precum ke atas paha dan perutku, sesekali beradu dengan kontolku yang juga ngaceng.

"Hhoohh.. Mulutmu enak banget.. Yyeeaahh.. Jilat putingku.. Hhoosshh.."

Bersambung . . . . .