'Ferry', rasanya seperti suara guruh yang menyobek telinganya ..,
'Kamu akan saya kasih tugas penting, yang harus diselesaikan malam ini'. Ahh.., lagi-lagi tugas .., tetapi kalimat terakhir Pak Budi itu langsung membuatnya detak jantungnya surut, sangat melegakan. Dia jadi yakin Pak Budi tidak memperhatikan aktifitas elusan dan pijatan tangannya pada kontolnya tadi. Kalau hanya masalah tugas, entenglah. Dia biasa kerja lembur.

'Mulai malam ini kamu pindah kemari, tidur di sini. Pekerjaan itu akan langsung saya periksa supaya bisa tidak mengulang-ulang yang nggak perlu'.
'Bb..bbaikk.. pak..', Ferry langsung mengiyakan dengan suaranya yang bergetar.
Mendengar agar dia pindah sekamar dengan Pak Budi..? Libidonya kembali menyeruak. Birahi yang terputus tadi, pelan-pelan hadir kembali. Wah aku akan bisa menonton bulu-bulunya lebih lama lagi nih. Pikiran dan khayalannya langsung ke bulu-bulu di anal Pak Budi tadi .. Ooohh .. alangkah..

'Sebelumnya kita pesan makan dulu dari room service, kita nggak ada waktu makan ke bawah (restoran). Kamu telepon, mau makan apa? Aku minta sirloin steak welldone ukuran besar dan 2 botol bir besar. Kamu terserah'. Dengan penuh kepatuhan Ferry bergegas, bangkit dari kursinya menelpon pesan makanan ke room service.
'Sementara nunggu makanan, sini, pijitin aku. Copot sepatumu, pijitin aku di tempat tidur. Bisa khan?!'.
Wwwoo.., kenapa begini nih.?? Aneh.., apa dia biasa nyuruh bawahannya melakukan pekerjaan diluar bidang tugasnya..??

Tetapi tak akan ada sanggahan, sangkalan, alasan dan semacamnya. Seperti budak yang diperintah tuannya, Ferry patuh melaksanakan apa yang disuruh oleh Pak Budi. Tetap dengan cawatnya, tubuh Pak Budi yang besar itu rebah ke kasur. Tubuh putih itu, bulunya meraja lela hingga ke punggungnya. Sesudah melepas sepatunya tanpa mencopot kemeja dan celana dinasnya, Ferry dengan pelan-pelan naik ke kasur dan tangannya mulai memijat.

'Bukan begitu Feerr.. Kamu khan nggak enak kalau mijit dengan pakaian lengkap seperti di kantor begitu. Lepas baju dan celanamu. Kamu boleh pakai celana dalam keq, atau kolor keq, yang penting kamu harus bisa memijat tanpa canggung gitu lho', suara Pak Budi dengan nada agak tinggi.

Dan akhirnya Ferry naik ke kasur hanya dengan celana dalamnya. Pak Budi mengamati postur tubuh Ferry, nampak tertegun, matanya melotot dan jakunnya naik turun. Dia lama ngliatin dengan penuh pesona. Tubuh Ferry, seperti yang aku bilang, khususnya bokongnya yang nampak sangat seksi itu membuat Pak Budi terhenyak. Tetapi dia tetap sabar dan menahan diri.. Kembali tengkurap dan menanti tangan Ferry mulai menjamah tubuhnya. Pijatan Ferry dimulai dari punggung. Biasanya keluhan orang seusia Pak Budi adalah pegal di bahunya. Dia pegang-pegang di tempat itu.

'Tanganmu alus banget Fer, seperti perempuan. Pijit yang keras dong, begini nih.', Pak Budi menegor sambil tangannya menjamah dan memijat paha Ferry seakan memberikan contoh.
'Ya, pak'. Benar-benar dia nggak punya kartu. Ya ya saja adanya ..

Tapi ada yang dia herankan, tangan Pak Budi itu tidak diangkatnya kembali, tetap meneruskan memijat-mijat pahanya yang kini terbuka itu. Dia lihat jari-jari tangan Pak Budi itu besar-besar dan penuh bulu pula. Mulai dari bahu turun ke lengan hingga ke jari-jarinya dipenuhi bulu-bulu. Hal itu membuat jadi indah dan sangat erotis di mata Ferry. Kulit Pak Budi yang putih nampak cerah dari balik bulu-bulunya itu.

Kontol Ferry langsung ngaceng lagi. Dia serongkan sedikit tubuhnya agar nggak kelihatan oleh Pak Budi. 'Kenapa menggeser? Malu ya, kontolnya udah ngaceng ya?!', Pak Budi menghardik, ooh dia tahu rupanya.. Dan perasaan Ferry langsung jadi campur aduk.

Ada rasa malu, ada rasa jengah sebagai bawahan menghadapi atasan, ada rasa senang yang penuh tebakan menjurus ke erotisme. Adakah Pak Budi ini senang berhubungan sesame pria? Dan tertarik padanya. Yang mana nih ..?
Dengan tetap tengkurap, dan dengan penuh percaya diri tangan Pak Budi langsung bergerak meraih celana dalamnya, meraba-raba dan ..dapat ..!

'Hhheehh, kontolmu gede banget nih', dan meremasinya,
'.uuhh.. gedenyaa..', suara sendat Pak Budi yang menunjukkan selaku bos dan penguasa yang memiliki hak untuk mengobok-obok dan menilai.

Sangat memukau. Terus terang, cara Pak Budi memasang jeratnya. Sangat lihay dan penuh pengalaman. Kini tak ada gunanya untuk pura-pura mengelak. Tidak lagi pikirannya bertanya-tanya. Yang ada dalam diri Ferry kini adalah loncatan nafsu birahinya. Dia langsung merespon. Ferry tunjukkan bahwa dia mau dan sangat senang dengan perbuatan Pak Budi itu. Dan dia siap untuk bercumbu dengannya. Dengan desahan yang tak tertahankan, dia, wajahnya, bibirnya dan lidahnya dengan emosional langsung rebah ke punggung berbulu Pak Budi. Dia menciuminya. Dia melumat-lumatnya. Dia gigiti dan jilati punggung Pak Budi.

'..hhuullpp. hhmmlpp. pakk.. Aku jadi nafsu paa ..paakk.'.
'Haacch.. uucchh.. hhaacchh.', Pak Budi langsung menggeliat-geliat penuh kenikmatan.

Ting, tong, ting, tong.. Pelayan room service mengantarkan pesanan. Ferry langsung menghentikan semuanya, bangkit dan bergegas. Turun dari kasur menyambar handuk, dibungkus tubuhnya sekenanya dengan handuk itu, membuka pintu. Pelayan itu masuk dengan kereta makanan. Dengan trampil dan cepat menata pesanan tamunya di meja Suite Room yang mewah itu. Apa yang barusan dinikmati oleh Ferry dan Pak Budi sementara terputus. Saat pelayan menyilakan menyantap makanan Pak Budi keluar sudah memakai mantel tidur, dia menjemput makannya di meja Suite Roomnya.

Memilih duduk di sofa Pak Budi mulai menyantap makanannya.
'Makan yang banyak Fer, kita harus kuat dan sehat', nasehat Pak Budi sambil melahap potongan besar steaknya. Di telinga Ferry hal itu didengar sebagai himbauan bahwa dia harus kuat untuk melayaninya sepanjang malam ini. Beres, bos, begitu jawaban dalam hati Ferry.
'Aku sudah lama lho Fer naksir kamu', aku Pak Budi memulai,
'tapi rasanya nggak gampang dapat kamu. Ketika aku dapat tugas ke kota ini sekarang, dan memang diperlukan staff yang membantu berbagai hal, aku perintahkan si Bari untuk membuat surat tugas untuk kamu'. Ferry sangat tersanjung mendengar omongan Pak Budi. Ooo, begitu. Tapi aku sangat senang lho, karena aku sendiri juga sudah lama ingin menjilati kontol kamu, begitu jawaban dalam hati Ferry. Yang nampak hanya senyumannya sebagai jawaban bahwa dia juga suka koq.

Selesai makan Pak Budi menenggak birnya. Perutnya yang sedikit membuncit terkuak dari balik mantel tidurnya. Bulu-bulunya lebat hingga dadanya, dan pasti juga turun hingga kemaluannya. Membayangkan itu saja Ferry langsung kehilangan selera makan. Dia regangkan tubuhnya seakan menggeliat, menahan nafas dan menahan birahinya.
Selesai makan kepada Ferry disodorkannya pula bir itu.
'Tenggak saja langsung dari botolnya', dia tetap jadi penguasa.
Dan Ferry tetap bawahannya yang selalu patuh pada atasan.

Sejenak mereka merokok sambil menunggu turunnya makan ke perut. Pak Budi membuka kancing-kancing mantel tidurnya, menyenderkan tubuhnya ke sofa, memamerkan tubuh tambunnya yang dilebati dengan bulu-bulu. Darah Ferry berdesir naik ke kepala. Matanya menjadi nanar menahan pikiran dan khayalannya yang melayang jauuhh..

Saat dia bangun untuk sesuatu hal, tangan Pak Budi meraih handuknya yang dipakai sekenanya. Lepas. Tangan Pak Budi langsung meremasi kontol Ferry yang masih terbungkus cawatnya. Ferry diam membiarkan dan menikmati remasan itu. Terdengar desahan pelan ..

Pak Budi semakin agresif. Ditariknya tubuh Ferry hingga perutnya dalam jangkauan wajahnya. Dan langsung menciuminya. Ferry nggak lagi sungkan, diraihnya kepala Pak Budi untuk lebih ditekankan pada perutnya. Dia rasakan jilatan Pak Budi dengan lidah kasarnya itu sangat nikmat. Tangannya beberapa kali mengelus botak Pak Budi sebagai balasan atas kenikmatan yang melandanya itu.

'Kamu sudah mandi belum?', tanpa menunggu jawaban Pak Budi mendorong tubuh Ferry ke sofa.
Kemudian dengan setengah tubuhnya menjuntai ke karpet Suite Room itu, Pak Budi menindihi Ferry dan melumat bibirnya. Bukan main, begitu suara hati Ferry. Lidah besar Pak Budi menembusi rongga mulutnya. Ludahnya tersedot-sedot. Dan Ferry menyambutnya dengan penuh gelora pula. Dirangkulnya kepala Pak Budi. Lumatannya dibalasnya dengan lumatan pula. Tidak ragu-ragu lagi dia juga mendesah-desah. Bewok dan kumis Pak Budi yang tercukur hingga menyisakan rambut-rambut sangat pendek, sangat nikmat dirasakan oleh bibirnya, pipinya dan lehernya.

Pak Budi semakin meningkatkan serangannya, bibir dan lidahnya turun ke dadanya, ketiaknya, perutnya. Lidahnya menari-nari. Kecupannya terdengar ritmis. Pak Budi mendengarkan bunyi kecupannya sendiri sambil pikirannya bertanya, adakah perkusi hasil sedotan? Selintas dia ingat akan musik jazz kesukaannya yang sarat perkusi.

Tiba-tiba dia bangkit, diambilnya botol bir dan langsung ditumpahkannya ke tubuh Ferry. Tentu saja Ferry terkejut. Belum pernah dia mendapat perlakuan macam ini.
Tetapi Pak Budi langsung berkata.. 'Belum mandi khan?', kemudian sesudah kosong ditaruhnya botol itu ke lantai, Pak Budi bergegas menjilati bir itu dari tubuh basah Ferry. Wwoo.., sangat sensasional.. Ferry tak lagi membendung birahinya,
'Hhhuucchh., nikmat banget pakk'.

Bir itu menyebar ke mana-mana. Dari perut turun ke selangkangannya. Bibir serta lidah Pak Budi mengikuti aliran bir itu. Dan Ferry heran, bir itu seakan menunjukkan titik-titik peka erotisnya. Sepanjang aliran bir yang kemudian disusuli lidahnya Pak Budi itu penuh saraf-saraf birahi yang langsung mendongkrak nafsunya. Ferry menggelinjang dengan sangat. Peristiwa yang sedang melandanya ini merupakan sensasi birahi yang luar biasa. Seluruh otot-otot tubuhnya seperti dilolosi. Seperti ada arus kejut yang merangsang saraf-saraf peka erotisnya.

Gerakan tubuh Ferry tak bisa dikendalikannya lagi. Pak Budi dengan tangannya yang kekar tetap mencengkeram untuk mempertahankan agar ciuman dan jilatan bibir dan lidahnya terus merambah aliran bir di tubuh Ferry itu. Dan geliat kejang serta desahan histeris Ferry justru membuat semakin meningkatkan nafsu birahinya. Laiknya orang sedang bergulat, Pak Budi kencang mencengkeram tubuh Ferry, sementara dengan geliatnya yang meronta-ronta tangan Ferry meraih tepian sofa untuk meremasi pinggiran joknya.

Dan tiba-tiba, ini yang aneh karena belum pernah Ferry mengalami sebelumnya, dari kontolnya yang sama sekali belum disentuh jilatan Pak Budi terasa spermanya sedang cepat melaju menuju batangnya dan .. nggak bisa tercegah lagi.Perasaan seperti mau kencing mendorong sangat kuat. Puncratan spermanya sudah di ambang tak mungkin terhindarkan lagi,
'Paakk.., aku mau keluaarr.., ppaakk..',
tetapi Pak Budi nggak mengacuhkan karena asyik dengan lidahnya yang terus menjilat dan menari-nari merambah wilayah selangkangan sampai bagian bawah bijih peler Ferry mengikuti aliran bir tadi.

Saat Ferry merasa benar-benar nggak bisa menahannya, tangannya meraih kepala botak Pak Budi, mengacak-acak dan menariki rambut-rambut tipisnya untuk menyalurkan gejolak birahinya yang terus menerpa dan memuncak. Dan akhirnya jebol tak terbendung.. Ferry mengeluarkan spermanya. Tanpa ada penghalang, air mani itu muncrat hingga seakan menyentuh plafon Suite Room itu. Beberapa kali kontolnya nampak berdenyut dan mengangguk-angguk diikuti dengan puncratan menumpahkan ber-galon-galon spermanya.

Menyadari apa yang terjadi, Pak Budi dengan sigap merubah posisi, tangannya cepat meraih kontol Ferry dan mulutnya mencaploknya. Cairan-cairan sperma yang terakhir masih sempat mengisi mulutnya dan membasahi tenggorokannya. Dia menjilati yang tercecer dan memeras-meras yang tersisa pada batang kontol itu. Lidahnya berusaha menijilati lubang kencing di ujung kontol Ferry. Bagi Pak Budi, apa yang sedang berlangsung ini merupakan awal dari rangkaian kenikmatan yang memang sudah jauh-jauh hari dirancangnya. Rintihan Ferry yang menahan gejolak birahi karena jilatannya Pak Budi pada spermanya yang tercecer menyemangati untuk melanjutkan rambahan bibir dan lidahnya ke areal peka lainnya. Di atas sofa itu dengan sentuhan kecil Pak Budi mendorong pinggul Ferry yang mengisyaratkan agar tengkurap.

Bersambung . . . . .