Pak Budi menggeser posisinya dengan beringsut menuju arah kaki Ferry. Kemudian dengan bertumpu pada lututnya di karpet Suite Room itu dia meraih kaki Ferry dan mulai menjilat. Telapak kaki Ferry yang putih bersih itu dilumatnya, lidahnya menembusi celah-celah jarinya. Dia menggigit kecil tumitnya. Tak pelak lagi Ferry langsung kembali menggelinjang. Sungguh merupakan sanjungan baginya, bahwa Pak Budi yang adalah atasannya, yang sehari-hari di kantornya ikut menentukan nasibnya selaku karyawan, saat ini sedang menjilati kakinya. Ironik, erotik dan sangat merangsang. Ferry yakin sebersih-bersih kakinya pasti bau sepatunya nggak hilang. Dan nampaknya bagi Pak Budi hal itu justru merupakan kenikmatan yang tak bertara.
Jelajah bibir dan lidah Pak Budi menyisir naik ke betis, ke lipatan antara betis dan paha, kemudian ke paha. Mendekati wilayah bokong, dimana disana ada bukit sangat seksi dengan belahan curam yang menyimpan anal Ferry, Pak Budi bangkit. Tidak untuk langsung menerkam bukit seksi itu. Sasarannya jutru jauh di atasnya.
Bahu, punggung dan belikat Ferry dilumatinya. Desahan dan rintihan Ferry yang tak henti-hentinya memacu libido Pak Tengku ke puncaknya. Rambahan bibir dan lidahnya terus meluncur, ke pinggul dan terus turun ..turun .. turun. turun.. Saat sampai ke bukit-bukit bokong lagi, Pak Budi mengambil ancang-ancang baru. Dia bangkit dan menaikkan separoh tubuhnya ke sofa dengan separoh lainnya tetap menumpu pada lututnya ke karpet. Saat wajahnya sudah persis di depan bokong Ferry, kedua tangan Pak Budi meraih bukit-bukit bokong itu. Kemudian seperti orang membelah durian, kedua tangan itu membelah celah bukit itu. Tentu saja semerbak aroma anal Ferry langsung menyebar dan menerpa hidung Pak Budi. Dan itu sangat merangsangnya.
Tanpa menunggu lebih lama, Pak Budi membenamkan wajahnya pada celah bokong Ferry. Lidahnya langsung mencari-cari dalam kegelapan. Terasa adanya lipatan-lipatan kecil sebelum akhirnya ujung lidahnya merasakan dataran sempit yang licin dan mengandung liquid lengket. Pak Budi tahu, itu adalah semen analnya Ferry. Dia merasai rasa sepat-sepat di ujung lidahnya. Kemudian mengisapnya memindahkan liquid lengket itu ke mulutnya.
Kembali pikiran Ferry melayang, Pak Budi yang atasannya itu kini menjilati pantatnya, wwoo.. Dan nikmatnya sungguh tak terperi. Refleknya mendorong tangan-tangannya bergerak kebelakang, berusaha meraih kepala Pak Budi sebagai tanda bahwa kenikmatan yang dia berikan ini jangan cepat dilepaskan. Tangan-tangannya itu justru memberikan tekanan dan dorongan agar wajah Pak Budi lebih dalam lagi tenggelam ke pantatnya.
Sekali lagi aku ingatkan. Pak Budi adalah type seorang penikmat tinggi. Dia nggak buru-buru. Dia sangat ahli dalam mempermainkan perasaan lawan mainnya. Dia mengukur, bahwa belum lama Ferry telah memuncratkan spermanya, bahkan banyak banget. Dan secara rasional, lelaki memerlukan waktu setidaknya 1 jam untuk memulihkan libidonya normal kembali.
Dia kini dia sedang menikmati dubur Ferry. Kontolnya sendiri sudah menegang, walau belum maksimal. Ferry, yang tangannya menggapai-gapai kepalanya menahan kenikmatan dan mengharapkan Pak Budi mau lebih dalam lagi menjilati duburnya sungguh merupakan hal yang sangat memuaskan dia. Hal itu persis sesuai dengan perhitungan dalam rancangan kenikmatan yang akan diraihnya. Dan rancangan itu berbunyi, saat birahi Ferry naik, apabila dipandang perlu dia harus berhenti dulu, melepas jilatan dan ciuman anal Ferry dan bangkit dari sofa. Dan itu kini saatnya ..
Dan akibatnya memuat Ferry keheranan dan setengah kecewa. Koq? Adakah yang kurang dari dia?? Beberapa saat tetap menjadi pertanyaan dalam hati Ferry.
Tetapi sebelum keraguan itu berkembang, Pak Budi berbisik, 'Kamu pindah dulu. Check out dari kamarmu dan masuk kemari. N'tar kemalaman. Malam ini aku sangat obsesif pada kamu. Kita akan menikmati sepanjang malam. Barusan khan hanya pemanasan, ya khan?! N'tar malam sehabis aku ngentotin ini (sambil tangannya meraih bokong Ferry) kita turun ke coffee shop. Aku sungguh-sungguh menikmati. Kontolmu yang gede banget belum meruyak rongga mulutku. Dan duburmu ini.. uuhh.. selangit rasanya', begitu ucap Pak Budi, yang walaupun sudah jauh lebih santai tetapi tetap bernada perintah. Dan Ferry tetap sebagai bawahannya yang patuh. Dan oleh kepatuhannya itu pelan-pelan pikiran dan khayalannya berubah. Kepatuhan itu menjadi pola kenikmatan birahi. Kenikmatan sebagaimana budak yang sepenuhnya menuruti kemauan tuannya. Yyaa.., Ferry sudah siap diperbudak Pak Budi dan akan selalu siap akan perintah tuannya..
Sesudah kembali berpakaian Ferry bergegas. Di koridor, saat dia menuju kamarnya, Ferry bersorak. Dia merasa mendapatkan durian runtuh. Dia akan mengarungi kenikmatan selama 3 hari 3 malam bersama Pak Budi yang saat ini merupakan sesama pria yang paling didambakan. Dia sangat tersanjung pada apa yang telah dilakukan Pak Budi pada dirinya, pada telapak kakinya, pada bokongnya dan tentu akan pada yang lainnya nanti. Masih terasa ujung lidah Pak Budi pada lubang duburnya tadi. Uuuhh.. tarian lidah itu.. Nikmatnyaa.
Sesudah bebenah dan telepon reseptionis untuk memberi tahu bahwa dia akan pindah ke kamar Pak Budi, dia minta dipanggilkan room boy untuk membantu mengangkat barang-barangnya ke Suite Room Pak Budi. Kemudian dia duduk sejenak menunggu. Terlintas kembali adegan terakhir, wajah Pak Budi merasuki pantatnya dan tangannya yang menggapai-gapai menahan kenikmatan. Lintasan itu membuat kontolnya langsung berdiri. Hausnya belum sirna ..
Ting tong .. Saat membuka pintu tampak oleh Ferry room boy itu. Masih sangat muda, mungkin 18 atau 19 tahun. Dia menunggu perintah. Tiba-tiba timbul keisengan Ferry. Dia ingin menahannya. Dia sangat suka improvisasi macam begini. 'Tunggu sebentar ya., saya masih nunggu teman lagi ke drug store nyari rokok dan apa. tadi..?!'. Dia sekarang berkesempatan jadi bos yang isa memberi perintah. Dan room boy muda itu patuh. Mungkin dia berharap akan dapat tip yang lumayan.
'Duduk sini', Ferry mengundang room boy tadi untuk duduk bersama di kursi sebelah kiri tempat duduknya. Dan room boy muda itu selalu patuh macam dia selalu patuh pada Pak Budi.
'Kamu dari mana? Aslinya?',
'Kuningan, pak',
'Enak kerja disini?',
'Ya, enak'.
Anak itu nampak masih lugu banget. Dan oleh karenanya Ferry melanjutkan. Tangan kirinya menepuki paha anak muda itu sambil,
'Sampai jam berapa kerjanya?',
'Sampai jam 4 sore, pak'.
'Dulu sekolah dimana? Di test nggak ketika masuk kerja? Punya kakak adik? Kamu anak nomer berapa', rangkaian pertanyaan klise dilontarkan Ferry ke anak itu sebagai upaya untuk bisa lebih lanjut mengelus pahanya.
Ketika elusan itu makin jauh, maksudnya makin mengarah ke bagian depan celananya yang nampak menggunung, anak muda itu dengan halus menepis. Diulang lagi oleh Ferry, ditepis lagi. Dulang lagi dan ditepiskan lagi.
'Kenapa?',
'Jangan pak, saya nggak mau?',
'Kenapa?', .. diam. Ferry mikir, gimanaa nih?!
'Koq lama yang ditungguin ya pak?', anak ini mempertanyakan temen bohongan Ferry yang katanya lagi ke drug store tadi.
'Tahu nih.., mungkin ke toko depan hotel', jawab Ferry acuh sambil beranjak dari kursi, berjalan menyeberangi depan anak itu berputar ke belakangnya, berhenti di sandaran kursi dan tangannya langsung merengkuh pundak anak itu. 'Dik, mau tolongin saya?', tangan kirinya lanjut meluncur kebawah, meraba kemeja si anak, mendapatkannya dan jari-jarinya mulai memainkan pentil anak itu.
Si room boy tergagap sesaat. Tetapi sesungguhnya sejak Ferry mengelus pahanya tadi si room boy ini sudah beradaptasi, gagapnya langsung terganti dengan .'hhuuhh.. hh. hh..', disertai geliat tubuh karena rasa geli nikmat yang amat pada pentilnya itu.
Melihat kemajuan yang terjadi, Ferry menyerang lebih jauh. Dipagutnya leher si room boy disertai bisikan '.. Dik tolongin sayaa. yaa?!'. Si room boy paham. Dia membiarkan yang terjadi. Tangan Ferry mengganas. Dibukanya kancing kemeja si room boy. Disusupkannya tangannya untuk meremasi lebih jauh dada dan puting anak itu. ,'aacchh. paakk..', dan diterimanya ciuman Ferry yang menyusul bertubi-tubi pada lehernya, pipinya, dagunya dan kemudian bibirnya.
Merasakan lumatan bibir Ferry yang disusul dengan lidahnya yang menerobosi rongga mulutnya anak itu bergetar. Jantungnya berdegup keras. Nafasnya sesak. Terus terang baru kali ini dia menuruti kemauan tamunya. Beberapa kali sebelumnya ada tamu-tamu yang juga mencoba merayunya, dia berhasil menolak. Tetapi saat melihat Ferry yang memang ganteng dan bersih rupanya dia goyah juga. Kontolnya sudah ngaceng sejak awal Ferry meraba pahanya tadi. Berkat celana dalamnya yang ketat hal itu tidak begitu nampak dari luar.
Sementara itu bagi Ferry waktunya tidak banyak. Di atas Pak Budi menunggu. Saat dia mulai mengisengi si room boy tadi. Dia persingkat targetnya, mengisap kontolnya hingga muncrat ke mulutnya, selesai. Saat ini si anak telah dalam rengkuhannya, dia harus memanfaatkan waktunya. Tanpa melepaskan pagutan dan lumatan pada bibir room boy, tangan-tangan Ferry bergerak mencopoti kancing celana anak itu. Perlawanan yang dilakukan si anak, karena masih merasa malu atau takut disebabkan belum pernah mengalamiya, mudah dipatahkan. Akhirnya anak ini pasrah. Saat diperosotkan celananya kelantai hingga yang tinggal hanya celana dalamnya anak ini nggak lagi bisa menahan diri, 'Pakk, saya tt..takuutt..',
'Nggak apa apa, jangan khawatir.., aku hanya ingin. nn.. niihh..', tangan Ferry meraih gundukkan celana dalam itu dan kemudian merogohnya dan nongollah ..
Kontol bocah inii. wwoo. gedenya.. Kalau dilihat posturnya yang boleh dibilang kecil, paling 165 cm dan 50 kg, kontolnya ini adalah jumbo. Ngaceng kaku dan tegak, mengkilat-kilat dengan di kelilingi urat-uratnya dan jamurnya.. sungguh membuat air liur Ferry langsung menetes. Dan memang, Ferry yang nggak punya waktu banyak langsung pindah ke depan si room boy, jongkok, menggenggam kontol itu, mulutnya menganga sambil mendekat ke kontol dan tangan-tangannya mengarahkan kontol itu ke mulutnya. Ferry langsung mengulum, mengisap-isap bak makan es lilin.
Dan si room boy kini merasakan kenikmatan yang dahsyat. Sebagaimana anak yang datang dari desa, baru pertama kali ini ada orang kota yang cakep lagi bersih rapi mau menciumi bahkan mengulum jilati kontolnya. Kenikmatan yang baru pertama dia alami ini membuat persaannya langsung melayang-layang. Kegatalan yang amat sangat muncul dari wilayah selangkangannya yang kemudian membuat dia melakukan egosan dan pompaan secara spontan. Kontolnya, khususnya pada ujungnya gatal sekali. Dengan menggesek-gesekan keluar masuk seperti pompa itu gatalnya serasa tergaruk dan alangkah nikmatnya.
Ferry sibuk mengulum dan menjilati. Batangnya, pangkalnya, bijih pelernya dia jilati hingga ludahnya membuatnya kuyup. Sementara tangannya berkeliaran meraba pentil anak itu, atau berpindah ke bokong dengan berusaha menembusi pantatnya. Semua hal itu hanya menambah rangsangan birahi sang anak semakin meledak.
Dia rasakan ada yang ingin sekali datang dan mendesak. Si room boy merasa sepertinya hendak kencing. Dia jadi ingat saat-saat melakukan onani (hal ini sudah biasa dia lakukan sejak umur 12 tahun). Dia tahu bahwa sebentar lagi dari kontolnya akan memuncratkan air mani. Dan benar ..,
'Pak., pakk. mau keluarr. pakk',
'Hhllpp.hhluupp..huullpp.',
Ferry nggak sempat omong, dia hanya mengangguk memberi tahu untuk 'keluarin saja di mulutku',. si anak tahu tapi ragu. sementara kuluman Ferry semakin nikmat rasanya, akhirnya dia putuskan saja .. Aarrcchh..
Air mani bocah ini banyak banget. Muncrat-muncrat menembaki langit-langit mulut Ferry. Hangat dan panas, dengan rasa asin dan gurih air mani anak room boy itu tak sedikitpun yang tercecer. Semuanya masuk ke mulutnya dan ditelannya. Hhhuuhh ..
Di kamar Suite Room Pak Budi, sesudah meletakkan barang-barang bawaan Ferry, si room boy yang patuh menerima tip dari Ferry sebesar Rp. 250 ribu. Tentu menyenangkan baginya. Yang langsung terpikir adalah, hari Minggu besok akan traktir Nani, pacarnya makan bakso di warung Umi, pojok jalan dekat rumahnya.
Bersambung . . . .