Jesslyn

Siang itu, sekitar jam sebelas, suasana kampus Universitas ***** tempat Imron bekerja sedang ramai-ramainya. Saat itu, ketika Imron sedang mengepel lantai di dekat kantin, lewatlah serombongan mahasiswi yang terdiri dari empat orang di depannya. Keempatnya memang cantik-cantik, namun ada satu diantaranya yang menarik perhatian Imron, si penjaga kampus itu, bukan karena dia yang tercantik, karena tiga lainnya juga sama cantiknya, melainkan karena Imron merasa pernah melihat gadis ini sebelumnya, tapi entah dimana, dia memutar otak mencoba mengingatnya. Aha…akhirnya dia teringat dimana dia melihat gadis ini, dan ini berarti ada mangsa empuk hari ini tanpa harus susah-susah berusaha, demikian katanya dalam hati dengan seringai licik. Untuk lebih jelasnya marilah kita kembali sejenak ke beberapa hari sebelumnya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

LIMA HARI SEBELUMNYA :
Imron sedang berbaring di biliknya sambil jarinya mengutak-atik tombol-tombol HP hasil temuan itu. Belakangan ini dia memang sedang sibuk mempelajari penggunaan cameraphone itu, setting bahasa yang telah diatur ke dalam Bahasa Indonesia dan otaknya yang pada dasarnya cerdas mempercepatnya mengerti penggunaan teknologi abad-21 ini. Sebuah program aplikasi dalam ponsel itu membuatnya penasaran karena tidak bisa dijalankan, setiap masuk ke program itu pasti akan ditanya password, program itu tidak lain ‘Handy Photosafe’ yang berfungsi menyimpan file gambar yang bersifat pribadi. Tadinya mau dia biarkan atau kalau perlu hapus saja program tidak berguna itu, namun ketika dia melihat-lihat notes pada ponsel itu, mulailah dia berpikir siapa tahu passwordnya ada di sini, karena selain jadwal disitu juga terdapat beberapa catatan aneh. Iseng-iseng dicobanya satu-satu kata-kata dalam notes itu, kalau bisa syukur, tidak pun tak mengapa.



Tanpa diduga, salah satu kata dalam notes itu ternyata memang kata sandi yang diminta sehingga dia dapat mengakses lebih jauh program itu. Di dalamnyalah terdapat sekitar duapuluhan foto-foto perempuan telanjang dan setengah telanjang yang sepertinya hasil jepretan cameraphone itu. Hehehe…asyik rejeki nomplok, katanya dalam hati sambil menikmati gambar-gambar itu. Waktu itu belum terpikir olehnya kalau salah satu gadis di file itu adalah mahasiswi di kampus tempatnya bekerja, dia baru tahu hari ini ketika gadis tersebut lewat di depannya.

Chapter II : Jesslyn’s Tragedy
Masih belum yakin, dia buru-buru masuk ke gudang peralatan di dekat situ dan mengeluarkan cameraphonenya, dilihatnya sekali lagi gadis dalam gambar itu untuk memastikan. Ya, sepertinya tidak salah lagi itu memang dia, nama filenya jesslyncute03.jpg. Hmmm…apakah namanya Jesslyn pikirnya, kalau benar kemungkinan besar nomor HPnya juga ada dalam daftar teleponnya. Buru-buru dia membuka daftar nomor pada cameraphone itu dan benar disitu memang ada nama Jesslyn, tapi apakah itu nomornya. Dihubungilah nomor itu sambil mengamati lewat kaca nako, senyum kemenangan muncul di wajahnya ketika gadis itu mengangkat ponselnya dari tasnya menjawab panggilannya.
“Eh, Ricky udah ketemu yah HP lu !” katanya begitu mengangkat HP-nya
“Hai Jesslyn, foto-fotonya bagus sekali senang loh melihatnya, hehehe…!”

Ekspresi kaget terlihat dari wajahnya begitu mendengar jawaban dengan suara berat itu, dia nampak meminta ijin meninggalkan meja pada teman-temannya dan berjalan ke tempat yang lebih sepi.
“Siapa ini, apa maksudlu !” katanya dengan nada panik
“Hehehe…saya cuma ngomentarin foto Non di HP ini kok, abis cantik, terus bodynya wuiihhhh, jadi saya sekalian mau minta ijin buat dicetak terus dijual…hehehe”
“Heh bangsat, apa sih maulu sebenernya, kalo berani keluar, jangan jadi pengecut !” nadanya mulai marah.
“Huehehe…jangan marah-marah gitu Non, jadi takut ah, padahal kan Non besok bakal jadi selebritis di kampus setelah foto-foto asoy Non dipajang di papan pengumuman”
Perkataan barusan sontak membuat Jesslyn bagai disambar petir, dia sadar dirinya telah terjebak dalam situasi tidak menguntungkan sekaligus menyesali dulu pernah membuat foto-foto seperti itu untuk Ricky, mantan pacarnya yang juga pemilik HP yang tertinggal itu.

“Tolong, jangan, lu mau apa sebenarnya, kita rundingkan dulu gimana ?” katanya gugup
“Hmm…boleh memang itu yang mau saya bicarakan, gini aja Non, kita ketemu jam tiga nanti di mini teater, di gedung sastra lantai lima untuk membicarakannya, dan oo..iya pastikan jangan ada yang tahu apa yang kita bicarakan sekarang kalau tidak mau yang lain tahu” katanya sebelum menutup pembicaraan.
Gadis itu kembali ke mejanya dengan wajah lesu, dia menggeleng dengan senyum dipaksa saja ketika teman-temannya menanyakan hal itu dan menjawab dengan alasan dibuat-buat. Dia tetap bersikap biasa dan pura-pura riang di depan mereka agar tidak ada yang curiga. Selama mengikuti perkuliahan di kelas dia tidak konsen memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti dan apa yang akan diperbuat orang tak dikenal itu terhadapnya, juga merasa kesal dan marah pada orang keterlaluan itu.

Jesslyn, nama gadis itu, baru berumur 19tahun dan memasuki tahun keduanya kuliah di fakultas teknik industri. Parasnya cantik, berkulit putih bersih dengan tinggi 170cm dan berat 49kg, payudaranya berukuran sedang, pas dengan postur tubuhnya, rambutnya yang dicat kemerahan terurai sedada. Orang bilang dia mirip Lee Hyori, personel group penyanyi Fin. K.L. asal Korea. Hari itu dia memakai tanktop pink berdada rendah dengan setelan luar berwarna putih, bawahannya memakai celana panjang putih 3/4 yang menjiplak tungkainya yang ramping dan panjang serta memperlihatkan betisnya yang putih mulus. Foto-foto itu memang pernah dia buat waktu berpacaran dengan Ricky yang baru saja putus baik-baik dua bulan lalu. Sebenarnya ketika mendengar Ricky kehilangan HPnya itu, hatinya sudah was-was kalau saja foto itu ada yang melihat, dia cuma bisa berharap orang yang menemukan HP itu tidak mengetahui passwordnya. Sekarang apa yang ditakutinya itu benar-benar terjadi, orang itu telah menemukan passwordnya gara-gara kecerobohan Ricky sendiri yang memang pelupa sehingga dia menaruh password di notes.

Jam tiga, waktu yang ditentukan pun tiba, kampus sudah mulai sepi, terutama di lantai-lantai atas. Ketika dia memasuki lift pun sudah tidak ada siapa-siapa lagi, jantungnya semakin berdebar-debar seiring dengan angka pada lift yang makin menaik. Ting ! pintu lift membuka, tibalah dia di lantai lima, langkahnya terasa berat menyusuri koridor yang sudah sepi itu hingga akhirnya dia tiba di depan mini teater yang dimaksud, ruangan itu berfungsi sebagai ruang multimedia bagi anak sastra, untuk menonton film ataupun presentasi, untuk itu piranti seperti vcd/dvd player, video tape, dan proyektor lengkap tersedia disana. Jam-jam segini fakultas sastra umumnya sudah tidak ada kuliah lagi, itulah mengapa Imron memilih tempat ini. Setelah lima menit menunggu tanpa melihat seorangpun, diapun menghubungi nomor (bekas) Ricky.
“Aahh…Non Jesslyn, gimana janji kita ?” jawab suara di seberang sana begitu diangkat.
“Ga usah basa-basi lah, lu dimana, gua ini udah di depan mini teater tau” jawabnya ketus
“Oohh…bagus-bagus, akhirnya Non dateng juga, saya kira mau batalin janji, kalau gitu silakan buka aja pintunya Non, ga dikunci kok, saya udah seperempat jam disini, khusus nungguin Non, hehehe !”
Dengan tegang dia membuka pintu itu dan seraut wajah tua tak bersahabat muncul.

“Ooo…Non Jesslyn, mari masuk sudah saya tunggu daritadi” sapa orang itu
“Jadi Bapak orangnya, kurang ajar, berani-beraninya…!” bentak Jesslyn memelototkan matanya.
“Kurang ajar yah, heheheh…udah ah Non, jangan marah-marah gitu lagi, serem ah !” katanya dengan nada mengejek “kita disini kan buat berunding Non, lupa ya ?”
“Tolong Pak, serahkan HPnya ke saya atau paling tidak hapus foto-fotonya !” pintanya
“Yeehh…masa gampang gitu Non, saya susah payah ngundang Non kesini cuma buat itu” katanya mencibir
“Heh…denger yah, Bapak bisa saya laporkan ke polisi tau !” bentaknya bertambah emosi
“Wah…asyik dong, polisinya untung tuh bisa ngeliatin foto-foto ini terus yang lain juga bakal tau juga” timpalnya kalem sambil menunjukkan foto bugil dirinya di HP itu.
Jawaban itu langsung membuatnya terkesiap tanpa sanggup berkata-kata lagi selain menatap Imron yang tersenyum penuh kemenangan, ruangan itu sunyi sejenak.

“Foto-foto ini ga akan Bapak publikasikan dan Bapak juga akan tutup mulut” katanya memecah kesunyian “asal Non…” sambil melanjutkan kata-katanya dia mendekati Jesslyn dan meraih kerah setelan luarnya untuk dilucuti.
“Tidak, jangan macam-macam Pak !” katanya dengan menahan tangannya.
“Hhmmhh…jadi ga setuju nih ? ya udah, ga maksa kok, kalau gitu sekarang Bapak ke tempat cetak digital aja”
Tak berdaya Jesslyn dibuatnya, pikirannya kalut dan panik membayangkan apa yang bakal terjadi kalau foto-foto itu tersebar. Karena tak ada jalan lain lagi, dia menurunkan tangannya membiarkan Imron membuka setelan luarnya, kain itu pun jatuh ke lantai sehingga kini bahu dan lengannya yang putih mulus itu dapat dilihat Imron. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi selain yang satu ini.
“Nah, gitu dong, ternyata Non pinter memilih mana yang lebih baik” kata Imron seraya berjalan ke pintu di belakang Jesslyn lalu menguncinya.

Imron mengitari sejenak tubuhnya mengamat-ngamati kesempurnaan tubuh yang langsing bak biola itu. Tatapan Imron yang jalang itu menyebabkan wajahnya tertunduk malu dan kedua tangannya disilangkan di dada padahal belum juga ditelanjangi. Tak bisa lagi menahan nafsunya, Imron mendekap tubuh Jesslyn dari belakang.
“Pak jangan, aahh…sudah lepaskan !” Jesslyn berusaha berontak ketika tangan itu mulai merambahi payudaranya.
“Udahlah Non, nurut aja biar kita sama-sama enak, kalau Non berontak terus saya bakal main kasar loh, mau ?!”
Kemudian tangannya mencengkram buah dada Jesslyn dari luar dan meremasinya dengan gemas, rambut panjangnya dia sibakkan ke kiri dan menghirup aroma tubuhnya yang harum. Perasaan jijik ditambah putus asa membuatnya meneteskan air mata, dirasakannya ada benda mengganjal pantatnya dari balik celana Imron, dia mulai terangsang ketika lidah Imron menyapu telak lehernya sehingga membuat bulu kuduknya merinding. Imron meneruskan rangsangannya dengan mejilati telinga Jesslyn, lidahnya didorong-dorong ke lubang telinganya menyebabkan Jesslyn menggelinjang dan meronta kecil antara menolak dan terangsang.
“Jangan…jangan, ahhh…ahh !” katanya menghiba

Tangan kanannya kini mulai menyusup lewat bawah baju Jesslyn menyentuh perutnya dan menyusup ke balik bra-nya. Jesslyn menggeliat karena tangan kasar itu terasa geli di payudaranya yang halus, terlebih ketika Imron menggesekkan jarinya pada putingnya. Sambil merasakan kepadatan dan kehalusan payudara Jesslyn, Imron terus mencupangi lehernya yang jenjang meninggalkan bekas merah pada kulit putih itu. Jesslyn hanya bisa menggigit bibir bawah dengan mata terpejam menerima serbuan-serbuan erotis pria setengah baya ini. Sekarang tangan satunya bergerak ke bawah perut melepaskan sabuknya.
“Nggak Pak, jangan disitu !” desisnya dengan terisak
Tanpa mempedulikan ocehan Jesslyn, Imron terus bergerak membuka kancing disusul resleting celananya, dan masuklah tangan kirinya lewat atas celana dalamnya, dirasakannya bulu-bulu halus yang menyelimuti daerah kewanitaannya.

Tangannya mula-mula hanya mengelus-elus permukaanya, lalu sebentar kemudian jarinya mulai merayap masuk ke belahannya mengaduk-aduk bagian dalamnya. Hal ini membuat tubuh Jesslyn bergetar dan nafasnya semakin tidak teratur, rupanya dia sudah tak kuasa menahan diri lagi. Mulutnya menceracau tak jelas dan kakinya terasa lemas, kalau saja tidak didekap Imron mungkin tubuhnya kehilangan topangan. Imron meningkatkan serangannya untuk membuat gadis itu takluk sepenuhnya dengan cara memainkan klitorisnya, daging kecil itu dia gesekkan pada jarinya dan sesekali dipencet-pencet sehingga pemiliknya tersentak dan mengerang, Jesslyn tinggal pasrah saja membiarkan Imron mengocok-ngocok vaginanya dengan jarinya.
“Haha…mulai konak ya Non, liat udah basah gini !” ejeknya dekat telinga Jesslyn
Kalau mau terus terang, memang Jesslyn sudah terangsang berat, namun disisi lain dia juga merasa harga dirinya direndahkan oleh penjaga kampus itu, hal ini jelas-jelas pemerkosaan.

Beberapa saat kemudian, Imron mengeluarkan tangannya dari celana Jesslyn, jari-jarinya basah oleh lendir vagina. Dia lantas mengangkat Jesslyn dengan kedua lengan kokohnya.
“Aaww…mau apa Pak, lepasin, lepasin !” Jesslyn menjerit kecil sambil meronta-ronta
Dibaringkannya tubuh itu diatas sebuah meja dengan kedua kaki terjuntai. Begitu menurunkan tubuh Jesslyn, Imron langsung mencopot tank-top beserta bra dibaliknya lalu dilemparkan ke belakang, rontaan Jesslyn malah membuat Imron semakin bernafsu. Dengan sigap ditangkapnya kedua pergelangan tangan Jesslyn lalu mencondongkan tubuhnya ke depan sampai hampir menindihnya. Jesslyn menggelengkan kepalanya kekiri dan kanan menghindari Imron yang makin mendekatkan wajahnya untuk menciuminya.

“Nggak mau Pak, jangan…minggir…mmmhh !” kata-katanya terhenti saat bibir Imron akhirnya melumat bibir mungilnya.
Jesslyn merapatkan bibirnya kuat-kuat sebagai tanda penolakan, namun lama-lama pertahanannya bobol juga karena Imron terus merangsangnya dengan menjilati bibirnya dan mendesak-desakkan lidahnya. Mulut Jesslyn mulai membuka dan secara refleks menyambut lidah Imron dan beradu dengan panasnya. Merasa korbannya sudah berhasil dijinakkan, Imron melepas pegangannya pada tangannya dan beralih mengelusi payudaranya. Nafas Jesslyn sudah putus-putus ketika Imron melepas ciumannya, dia memalingkan wajahnya ke samping, tapi Imron menatap wajah cantiknya dan mengelus wajahnya.
“Non ini cantik sekali, Bapak emang beruntung hari ini Non mau ngentot sama Bapak !” pujinya.
“Siapa yang mau main sama lu kalo ga dijebak gini, dasar bajingan licik !” umpat Jesslyn dalam hati dengan tatapan penuh kebencian.

Sekarang sasarannya adalah kedua payudara montok Jesslyn, Imron dengan rakus melumat daging kenyal itu dengan mulutnya, dikenyot dan dijilati, sementara tangannya meremasi yang sebelahnya. Jesslyn meringis di tengah desahannya karena payudaranya terasa sakit oleh remasan Imron yang kasar.
“Ooohh…!” desahnya ketika Imron menyentil-nyentilkan lidahnya pada putingnya yang sensitif, kadang disertai gigitan kecil yang membuatnya makin menggelinjang.
Setelah puas menyusu, Imron melepaskan sepatu bertumit tinggi yang dipakai Jesslyn agar bisa meloloskan celananya. Kembali Jesslyn hanya bisa pasrah saja ketika celana berikut celana dalamnya ditarik lepas sehingga kedua paha mulus dan kemaluannya yang berbulu lebat pun terlihat. Hawa dingin dari AC menerpa tubuhnya yang sudah telanjang bulat. Segera setelah menelanjanginya, Imron pun membuka seluruh pakaiannya hingga sama-sama bugil.

Jesslyn terhenyak dengan menyilangkan kedua tangan menutupi dada dan mengatupkan kedua belah pahanya melihat penis Imron yang hitam besar itu sudah mengacung dengan gagahnya.
“Tenang aja Non, sekarang Bapak mau ngelicinin memek Non dulu biar Non ga kesakitan nanti !” katanya seraya mendorong tubuh Jesslyn kembali rebah di meja.
Diambilnya sebuah kursi dan dia duduk tepat di depan kemaluan Jesslyn seperti dokter kandungan sedang memeriksa pasiennya saja. Kedua tungkai Jesslyn yang menjuntai diangkatnya dan diletakkan di bahunya. Matanya menatap tajam kearah kemaluan yang sudah basah itu, hembusan nafasnya makin terasa bersamaan dengan wajahnya yang makin mendekat.
“Aahhh…Pak !” desahan halus keluar dari mulutnya saat Imron menyapukan lidahnya pada bibir kemaluannya.
Lidah Imron semakin liar saja, kini lidah itu memasuki liang vaginanya dan bertemu dengan klitorisnya. Badan Jesslyn bergetar seperti tersengat listrik dengan mata merem-melek Bukan saja menjilati, Imron juga memutar-mutarkan telunjuknya di liang itu, sementara tangan lainnya mengelusi paha dan pantatnya yang mulus.

Permainan mulut Imron pada daerah yang paling pribadinya itu mau tidak mau membawa perubahan pada dirinya. Geliat tubuhnya sekarang tidak lagi menunjukkan perlawanan, dia nampak hanyut menikmati perlakuan Imron, hati kecilnya menginginkan Imron meneruskan aksinya hingga tuntas. Dibawah sana Imron makin meningkatkan serangannya menjilat dan mengisap vaginanya.
“Mmmhh…memeknya asoy banget Non, rajin dirawat yah ?” gumam Imron ditengah aktivitasnya.
Sepuluh menit kemudian, tanpa dapat ditahan lagi cairan pelumas membanjir keluar dari vaginanya diiringi erangan panjang,tubuhnya menggelinjang tak terkendali, ya…dia telah orgasme, orgasme dari orang yang menjebak dan memperkosanya. Imron dengan rakusnya menyeruput cairan yang keluar seperti orang kelaparan, terdengar bunyi sslluurpp….sssrrppp…! dari hisapannya.

Tubuh Jesslyn pun melemas setelah menegang sesaat, matanya terpejam dengan nafas terengah-engah. Tiba-tiba dia membelakakan matanya karena merasakan suatu benda tumpul menyentuh bibir vaginanya.
“Jangan…jangan masukin !” katanya dengan suara lemas
Dia terlalu lemas untuk meronta setelah orgasmenya barusan. Kini Imron telah berdiri diantara kedua pahanya dengan kepala penis sudah menempel di vaginanya, kedua betis Jesslyn dia sangkutkan di bahunya yang lebar.
“Nah, sekarang udah licin Non, ga bakal sakit, tahan yah, uuhh…!!” begitu menyelesaikan kata-katanya ditekannya penis itu masuk.
Jesslyn merintih menahan nyeri saat penis besar itu menyeruak ke dalam kemaluannya yang sempit, demikian juga Imron meringis menahan sakit merasakan penisnya tergesek dinding vaginanya. Dengan beberapa kali gerakan tarik dorong yang keras maupun lembut, penis itu akhirnya terbenam seluruhnya. Mata Jesslyn sudah basah oleh air mata ketika itu, tangisan yang disebabkan rasa frustasi, nyeri, dan ketidakberdayaan.

Penis itu terasa sangat sesak di liang vaginanya, ini memang bukan pertama kalinya bagi Jesslyn, namun penis mantan pacarnya, Ricky tidaklah sebesar milik Imron.
“Oohh…enak banget Non, sempit, legit, padahal udah gak perawan, hehehe…!” katanya sambil menggenjot.
Imron meningkatkan tempo goyangannya, penis yang besar dan berurat itu menggesek dan menekan klitorisnya ke dalam setiap kali menghujam. Kedua payudaranya yang membusung tegak itu ikut berguncang hebat seirama guncangan badannya. Imron meraih yang sebelah kanan dan meremasnya dengan gemas. Gairah Jesslyn mulai bangkit lagi, dia merasakan kenikmatan yang berbeda dari biasanya, yang tidak didapatnya saat bercinta dengan mantan pacarnya itu, ditambah lagi sudah sejak putus dua bulan yang lalu tubuhnya merindukan belaian pria. Tanpa disadari dia juga ikut menggoyangkan pinggulnya seolah merespon gerakan Imron.

“Turun Non, kita ganti gaya !” perintahnya
Mungkin karena saking terangsangnya, Jesslyn menurut saja apa yang dimintanya, Imron mengatur posisinya berdiri dengan pantat agak ditunggingkan, tangannya bertumpu pada meja di depannya. Dan, penis Imron kembali memasuki vaginanya dari belakang. Dalam posisi demikian, Imron memaju-mundurkan pinggulnya sambil berpegangan pada kedua payudara Jesslyn. Mulutnya sibuk menciumi pundak dan lehernya membuat Jesslyn serasa melayang, sekonyong-konyong dia tidak merasa diperkosa karena turut menikmatinya. Ditariknya wajah Jesslyn hingga menengok ke belakang dan begitu wajahnya menoleh bibir tebalnya langsung memagut bibirnya. Karena sudah pasrah, Jesslyn pun ikut membalas ciumannya, lidah mereka saling membelit dan beradu, air liur mereka menetes-netes di pinggir bibir.

Setelah sepuluh menit dalam posisi berdiri itu, Jesslyn merasa genjotanya makin kencang dan disusul cairan hangat memenuhi rahimnya. Imron melenguh panjang, penisnya masih menghujam-hujam namun frekuensi goyangannya menurun, sperma yang ditumpahkannya sebagian meleleh membasahi selangkangan Jesslyn. Untuk yang satu ini Jesslyn merasa agak lega karena saat itu bukan masa suburnya, tapi juga merasa kesal Imron menumpahkan spermanya sembarangan tanpa bertanya terlebih dulu, bagaimana seandainya kalau saat itu sedang subur, tapi…kalaupun ya, apakah Imron mau tahu.
“Ohh…apa yang terjadi padaku, ini pemerkosaan, tapi kenapa…kenapa aku malah menikmati, dengan orang macam ini pula !” Jesslyn mengalami konflik batin sedemikian rupa, tak habis pikir dia bagaimana mungkin dirinya begitu bergairah menikmati persetubuhan barusan, “bagaimana mungkin seorang penjaga kampus rendahan seperti ini bisa berbuat seperti itu terhadapku, seorang mahasiswi terpelajar, anak dari keluarga terhormat, ini gila…gila!” seribu satu konflik berkecamuk dalam pikirannya.

Jesslyn masih terbengong-bengong dengan tatapan mata kosong ketika gairah Imron mulai bangkit lagi. Dia menarik tubuhnya dari meja dan berpindah ke lantai tanpa melepas penisnya yang masih menancap, lalu diaturnya posisi Jesslyn seperti merangkak. Rasa dingin dari lantai marmer putih menjalari tubuh Jesslyn begitu lutut dan tangannya menempel di sana. Kembali Imron menghujam-hujamkan penisnya dengan berbagai variasi, Jesslyn pun mengiringinya dengan desahan. Sensasi nikmat mengaliri tubuh gadis itu, sampai suatu saat dia merasa dinding-dinding kemaluannya makin berdenyut-denyut serta makin menjepit kuat penis yang sedang menghajarnya.
“Aahh…Pak…Pak…!” desisnya saat diambang klimaks
Desahan Jesslyn semakin seru sampai dia merasa ada sesuatu yang meledak-ledak dalam dirinya, tubuhnya mengejang hebat, dan cairan kewanitaannya bercampur dengan sperma yang tadi ditumpahkan Imron meleleh keluar membasahi paha dalamnya.

Ketika gelombang klimaks mulai surut, Imron melepas penisnya dan pindah ke depan, rambut kemerahannya dia jenggut sehingga tubuhnya terangkat ke posisi berlutut.
“Isap Non, cepet !” perintahnya setengah memaksa.
Karena ingin secepatnya menuntaskan penderitaan ini, Jesslyn pun meraih penis yang sudah penuh lendir itu, sambil memejamkan mata dimasukkannya benda itu kemulutnya. Walaupun merasa jijik dengan baunya dan bulu-bulu kasarnya yang sudah basah, dia mau tidak mau mengulumnya, menghisap dan memainkan lidahnya dengan harapan bajingan ini keluar secepatnya dan membebaskannya.
“Mmmm…gitu Non, gitu, ternyata Non nyepongnya jago yah !” komentar Imron sambil merem-melek menikmati emutan Jesslyn.
Lima menitan kemudian, Imron mengerang panjang bersamaan dengan menyemprotnya spermanya di dalam mulut Jesslyn. Jesslyn gelagapan karena keluarnya cukup banyak, sebagian cairan kental itu meluap membasahi bibirnya. Sebelum semprotannya berhenti, Imron sudah menarik penisnya dari mulut Jesslyn sehingga sisanya yang tinggal sedikit mendarat di pipi dan hidung mancungnya.

Tubuh Jesslyn ambruk di lantai yang dingin, nafasnya naik turun mengambil udara segar setelah beberapa saat disumpal penis besar. Badannya terasa pegal-pegal, keringat membasahi sekujur tubuhnya walaupun ruangan itu ber-AC. Imron menyuruhnya tutup mulut tentang kejadian ini, juga tentang ponsel yang ternyata milik mantan pacarnya itu kalau mau rahasianya aman. Begitu sampai di rumahnya, Jesslyn langsung menyiram dirinya di bawah shower, membersihkan tubuhnya dari kenajisan yang baru dialaminya. Tubuhnya terduduk di box shower itu dan mulai menangis menumpahkan segala perasaannya yang campur aduk itu. Di saat yang sama Imron pun sedang mandi, cuma bedanya Imron sambil senyum-senyum, sebuah senyum kepuasan karena telah berhasil menambah satu nama lagi dalam daftar korbannya yang akan terus bertambah.
###########################






© Karya Shusaku