Puting Mungil Gadis Seksi, Namanya Ita, usianya 4 tahun lebih tua dariku, karena Ita sekarang sudah berusia 32 tahun. Namun status Ita masih bujangan sama denganku. Awalnya aku juga bingung terhadap Ita, wajahnya cukup cantik, bahkan boleh dibilang termasuk sangat cantik untuk ukuran seorang wanita biasa, tapi sampai seusia itu kok belum juga dia menikah? Tingginya semampai, mungkin sekitar 173 cm, karena dia lebih tinggi dariku saat kami berdiri berjajar, sedangkan tinggiku saja sudah 170 cm. Aku memang tidak menanyakan hal itu padanya.
Aku dan Ita baru berkenalan belum lama, awalnya sejak aku mulai menuliskan kisahku di sumbercerita.com. Ita termasuk salah seorang wanita yang juga rajin membaca kisahku. Emailnya yang pertama tidak kurespons dengan serius, kujawab asal-asalan saja, karena kupikir ini pasti cowok yang menyamar dan mengaku sebagai cewek. Namun lama kelamaan aku percaya juga padanya dan ternyata memang dia cewek juga sepertiku, ini diawali dari foto yang ia kirimkan via email, kemudian nomor HP yang ia berikan padaku. Aku tidak pernah mengontak dia, Ita yang berkirim SMS duluan padaku dan dia juga yang mengawali meneleponku. Akhirnya kami sering kontak melalui telepon, juga janji bertemu, jalan bersama hingga terkadang cuci mata di mall.
Hubungan kami makin hari makin akrab dan kami saling curhat hingga bertukar pengalaman tentang sex, kami berbagi rasa hingga cerita tentang kiat menulis pengalamanku di sumbercerita.com. Ita juga memuji keberanianku dalam mengungkapkan kisahku, dia juga berterus terang sering melakukan masturbasi di depan computer saat membaca kisah-kisahku.
Akhirnya aku tahu bahwa Ita ternyata seorang bisex, dia bisa berhubungan dengan laki-laki, tapi dia juga suka melakukan hubungan dengan perempuan. Aku terus terang jadi penasaran dengan pengalamannya melakukan ML dengan para cewek temannya itu, kalau didengar dari ceritanya cukup membuat diriku ikut terangsang. Apa lagi aku juga secara tidak sengaja pernah melakukan hal yang hampir serupa dengan apa yang Ita lakukan, hanya bedanya aku melakukannya dengan Lina bersama dengan suaminya saat aku ke Jakarta beberapa waktu yang lalu, pembaca yang belum pernah mengikuti kisahku yang satu itu, silakan membaca kisahku terdahulu.
Tak jarang pada setiap obrolannya Ita juga sering memancingku untuk melakukan hubungan, namun momentnya banyak yang kurang tepat, lagi pula aku bukan seorang lesbian, jadi terus terang kurang begitu berminat dan masih ada rasa aneh bila aku harus melakukannya dengan sesamaku secara sengaja.
Entah kalau kejadiannya tidak disengaja seperti saat aku melakukannya dengan Lina yang kemudian diikuti oleh suaminya itu. Tapi terus terang dalam lubuk hatiku yang paling dalam, ada terselip rasa ingin sesekali mencobanya, dan akhirnya apa yang kubayangkan itu terjadi juga bersama Ita. Begini ceritanya..
Pada suatu siang Ita menghubungi HP-ku..
“Hallo Lia! Lagi ngapain nich?” tanya Ita diseberang sana.
“Nggak lagi ngapa-ngapain, kenapa?” balasku.
“Kamu di rumah kan? Aku jemput ya? Kita ke Trawas nginap di villaku yuk!” ajak Ita.
“Aku sudah lama tidak menginap di sana dan aku juga harus memberi gaji untuk penjaga villaku, karena Papaku sedang sibuk di luar kota” lanjut Ita menjelaskan padaku.
“Kapan pulangnya?” tanyaku pada Ita.
“Terserah! Mau besok siang atau besok malam juga boleh, aku jemput sekarang ya, kamu siap-siap saja, okey sampai nanti” sambung Ita yang kemudian mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dariku lagi.
Pukul 11 siang, tepatnya 40 menit setelah Ita meneleponku, mobil Ita sudah parkir di depan rumahku. Seperti biasanya Ita langsung nyelonong masuk ke rumahku tanpa mengetuk lagi, karena rumahku terbiasa terbuka lebar begitu saja saat siang hari. Melihat kondisi rumahku yang sepi, Ita langsung main teriak saja seperti biasanya.
“Lia! Ayo! Sudah siap belum? Cepetan dikit aku sudah lapar, nanti kita makan di rumah makan aja ya”, demikian ajak Ita dengan sedikit berteriak padaku.
Ita siang itu memakai singlet tipis warna putih sehingga BH-nya yang tipis dan berbentuk mini dapat terlihat dengan jelas dari luar singletnya. Aku yakin BH yang dipakainya siang itu pasti satu setel dengan CD-nya, karena aku dapat mengenali bentuk dan warna BH yang ia pakai. Setelan tersebut memang dia beli bersamaku di Darmo Outlet beberapa saat yang lalu. Modelnya memang banyak yang bagus-bagus dan sexy sekali, sangat cocok dengan seleraku, maka aku juga membeli beberapa saat itu.
“Sebentar ya, aku ganti pakaian dulu” kataku sambil berganti pakaian tanpa menutup pintu kamarku, aku tidak kuatir ada orang yang melihat saat aku berganti pakaian, karena siang itu di rumahku juga tidak ada siapa-siapa, kecuali adikku yang juga perempuan dan juga ada Ita.
Aku sengaja memakai singlet juga tapi tanpa BH, pembaca yang sudah pernah membaca kisahku tentu sudah paham akan kebiasaanku yang memang selalu tanpa BH. Aku juga memakai celana pendek mengikuti penampilan Ita, tapi bentuk celana pendekku lebih sexy daripada yang dikenakan Ita. Celana pendekku berbentuk hot pants yang sangat pendek dan sexy, ujungnya lebih tinggi daripada selangkanganku, apa lagi ujung bawahnya agak lebar sehingga dari belakang dapat terlihat dengan jelas bentuk lekukan pantatku yang sintal.
“Ayo..! Aku sudah selesai” ajakku.
Setelah pamit ke adikku, kami pun segera memasuki mobil Ita dan langsung meluncur mengarah keluar kota, melewati Jalan Mayjend Sungkono, masuk jalan tol Satelit untuk menghindari tengah kota terutama bundaran Waru yang sering macet. Keluar pintu tol Gempol, Ita langsung membelokkan mobilnya masuk ke halaman rumah makan. Kami pesan sepiring nasi cap cay dan sea food untuk dibagi berdua, karena porsinya yang banyak tidak mampu kami habiskan sendirian. Kami juga sama-sama pesan orange juice. Siang itu rumah makan itu agak sepi. Selesai makan kami melanjutkan perjalanan menuju ke Trawas. Siang itu jalanan cukup lengang.
Villa Ita yang letaknya dekat dengan Grand Trawas, ternyata cukup besar dan halamannya sangat luas, ada kolam renang yang cukup besar di sana. Letaknya di bagian belakang Villa. Orang tua Ita memang dari kalangan keluarga yang berkecukupan, dalam bidang apa usahanya aku juga tidak pernah bertanya.
Villa yang mewah dan sebesar itu hanya dijaga oleh seorang penjaga yang usianya sudah cukup lanjut, panggilannya Pak Djo, usianya mungkin sekitar 70 tahun. Menurut Ita, Pak Djo sudah ikut keluarga Ita sejak dari kakek Ita, kakek Ita sendiri sudah almarhum dan Pak Djo juga ikut mengasuh Ita sejak masih bayi, saat diajak kedua orang tuanya berlibur di villa keluarga itu. Jadi hubungan Ita dengan Pak Djo juga seperti layaknya kakek sendiri hingga aku pun ikut menaruh hormat pada Pak Djo. Semua kebutuhan sehari-hari sudah ada dan tersedia di villa milik keluarga Ita, mulai dari makanan kecil, hingga pakaian ganti dan sebagainya, maka tak heran kalau Ita tadi tidak membawa apa-apa walau harus menginap di villanya.
“Kita berenang yuk!” ajak Ita sambil langsung melepat singlet dan celana pendeknya.
Ternyata betul juga perkiraanku, Ita memang memakai setelan dalaman yang mini berbentuk bikini yang dibelinya beberapa saat yang lalu bersamaku di Darmo Outlet. BH dan CD-nya tipis sekali sehingga puting susunya dapat terlihat dari luar BH yang ia kenakan, demikian pula CD-nya, lipatan vagina Ita tampak dengan jelas tapi tidak terlihat bulu kemaluannya, rupanya Ita telah mencukur bersih bulu kemaluannya.
Ita tampak cuek dan santai sekali dengan hanya memakai bikini mini dan tipis begitu di villanya, mungkin juga karena di villa itu tidak ada orang lain selain aku dan Pak Djo yang sudah dianggapnya seperti kakeknya sendiri itu tadi. Namun aku ragu-ragu untuk mengikuti caranya, bukan karena aku takut berenang tapi karena bentuk CD-ku adalah model G string yang sangat mini sekali, bahkan lebih mini daripada yang dipakai Ita, dan lagi aku tidak memakai BH. Rupanya Ita tahu akan keraguanku.
“Ayo, tidak masalah, lepaskan aja singletmu, tidak ada orang lain kecuali Pak Djo” ajak Ita.
“Lho It, aku kan tidak pakai BH, lagian CD-ku bisa bikin Pak Djo tidak bisa tidur nanti” jawabku.
“Gila loe! Pak Djo kan sudah uzur, lagian dia tau diri dan tidak bakal iseng, tau kita sedang berenang pakai pakaian minim begini, paling dia malah sembunyi di kamarnya, ayo aku temani juga tanpa pakai BH” lanjut Ita sambil langsung menarik tali BH-nya yang ikatannya ada di lehernya.
Tubuh Ita pun hampir bugil tanpa sehelai benang pun kecuali selembar kain tipis segi tiga yang membungkus bagian bawah selangkangannya. Aku akhirnya terpaksa mengikuti juga apa kemauan Ita. Kulepas singlet dan hot pants-ku hingga tinggal memakai G String yang di ujung lipatannya tersembul ujung-ujung bulu kemaluanku yang halus dan lembut.
Aku buru-buru menceburkan diri ke dalam air, kami bermain dan berenang dengan riangnya. Baru kali ini aku melihat bentuk tubuh Ita yang ternyata juga molek serta bersih dan putih sekali. Terus terang tubuhku juga tidak kalah dengan tubuh Ita hingga tidak dapat kubayangkan seandainya ada mata cowok yang mengintip kami berdua saat itu. Tapi aku melihat sekeliling yang ternyata cukup aman, selain dikelilingi tembok yang tinggi, di sekeliling bagian dalam tembok juga ditumbuhi pohon penesium yang cukup rindang dan tumbuh rapat sekali, jadi boleh dibilang tidak mungkin ada orang dari luar pagar tembok yang bisa mengintip ke dalam villa.
Air kolam renang lumayan dingin juga hingga kami pun tidak bisa berlama-lama berenang, maka kemudian kami sama-sama naik dan masuk ke dalam rumah untuk mandi dengan air hangat. Kami berdua mandi dalam satu kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur utama, kamar mandinya cukup besar dan mewah.
Ita tidak canggung-canggung melepaskan CD-nya di hadapanku, tubuhnya mulus dan sexy sekali, tak kalah dengan kemolekan tubuhku. Vaginanya bersih tanpa bulu kemaluan yang ternyata bukan karena dicukur, vagina Ita menurut pengakuannya memang sejak kecil sudah tidak pernah ditumbuhi bulu.
Ita menarik tali G Stringku sehingga aku pun ikut bugil di hadapannya, Ita juga mulai menggosokkan sabun cair ke tubuhku, tangannya mengelus seiap bagian tubuhku sambil meratakan tubuhku dengan sabun cair. Elusannya membuatku horny. Aku pun ikut menyabuni tubuhnya, sehingga kami akhirnya saling mengelus dan saling meraba. Elusan dan rabaan itu lama-kelamaan menjadi remasan-remasan, terutama saat tangan-tangan kami menyentuh bagian payudara kami masing-masing.
Saat itu kami sudah sama-sama terangsang sekali, sehingga entah kapan mulainya, kami pun sudah saling berpagutan, bibir kami saling lumat dan tangan kami juga saling raba, lidah kami pun bergantian saling menyusup dan saling lumat. Entah sudah berapa lama kami berdua saling kulum.
Liang vaginaku sudah basah sekali, demikian pula liang vagina Ita saat jari-jari tanganku menyusup di celah belahan vaginanya. Kami melakukan semua itu di bawah siraman shower, hingga beberapa saat kemudian Ita memutuskan untuk melanjutkannya di tempat tidur saja.
Selesai mengeringkan tubuh kami dengan apa adanya, kami pun bergumul di tempat tidur. Ita langsung melumat bibirku, dan aku pasrah saja saat bibir Ita melumat bibirku. Herannya aku tidak merasa jijik saat bibirku dikulum oleh sesama jenisku, bahkan aku sangat menikmatinya.
Ciumannya memang berbeda dengan cowok, beda yang paling menyolok adalah adanya kelembutan pada ciuman bibir Ita, kami sudah sama-sama diselimuti hawa nafsu hingga kami pun bergumul layaknya sepasang kasih yang sedang dilanda asmara, Ita bertindak lebih agresif dengan menjilat bagian leherku, sesekali bibirnya memberi kecupan di tubuhku.
Mulut Ita terus beraksi di sekujur tubuhku, payudaraku tak luput dari lumatannya, puting susuku dimainkan dengan ujung lidahnya. Aku jadi benar-benar horny, liang vaginaku kembali basah karena luapan birahiku, aku hanya dapat mengelus selangkangan Ita yang ternyata juga sudah mulai dibasahi oleh cairan yang mengalir keluar dari dalam rahimnya.
Kumainkan ujung jariku di atas klitoris Ita hingga membuat cairan bening yang membasahi liang vaginanya lebih deras mengalir keluar, kuselipkan ujung jariku dan kugesekkan naik turun dari atas ke bawah di sela lipatan bibir vaginanya. Ita jadi lebih bernafsu sekali tampaknya, jilatan lidahnya terus mengarah ke bagian bawah tubuhku.
Tangan Ita meremas-remas payudaraku sambil mulutnya tetap menjilat menjalari bagian perutku, ujung lidah Ita sengaja dikorekkannya di pusarku, sesekali bibirnya mengecup pusarku hingga aku merasa geli bercampur nikmat, kemudian Ita mengawali menjilat vaginaku, aku pun melakukan hal yang sama padanya dalam posisi 69.
Aku terus terang sangat terangsang saat menjilati vagina Ita yang mulus tanpa bulu kemaluan itu, kukecup klitorisnya dan kumainkan dengan ujung lidahku. Cairan sedikit kental yang membasahi vagina Ita kujilat dan kutelan bersama ludah yang membasahi rongga mulutku.
Dapat kurasakan Ita sangat menikmati sekali jilatanku, dia pun tak kalah piawainya melumat habis bibir vaginaku, ujung lidahnya dijulurkan dan ditancapkannya ke dalam liang vaginaku, dapat kurasakan ujung lidahnya menyentuh bagian dalam dinding vaginaku yang juga sudah sangat basah oleh cairan yang mengalir deras dari dalam rahimku. Mulut Ita mengulum klitorisku, sambil ujung lidahnya sengaja dimainkannya di situ.
Entah dari mana diambilnya, tiba-tiba tangannya sudah menggenggam sebuah alat yang berbentuk seperti batang kemaluan pria yang terdiri dari dua sisi bertolak belakang. Panjang dan besar sekali batang kemaluan mainan itu, bila dibandingkan dengan aslinya yang selama ini pernah kulihat, terbuat dari bahan semacam silikon atau mungkin sejenis plastik elastis.
Ita langsung memasukkan ujung batang kemaluan mainan itu ke dalam liang vaginaku sambil diputar dan dikocoknya, aku mengalami kenikmatan yang luar biasa. Liang vaginaku jadi tersumbat penuh oleh benda yang mirip sekali dengan batang kemaluan asli itu, ujungnya menyentuh-nyentuh benjolan daging sebesar ibu jari yang tumbuh di dalam liang vaginaku.
Aku hanya dapat mengeluh panjang sambil menghentikan jilatanku pada vagina Ita, aku tidak mempu melakukan sesuatu kecuali merintih dan menggeliat sambil menikmati batang kemaluan mainan yang keluar masuk memompa liang vaginaku. Punggungku terangkat dan kugoyangkan mengikuti irama kocokan batang kemaluan mainan yang besar dan panjang itu.
Ita rupanya mengetahui bahwa aku sudah akan mencapai puncak hingga tangannya mengocokkan batang kemaluan mainan tadi lebih cepat lagi. Rasanya luar biasa sekali, lebih heboh daripada aslinya, dan aku baru pertama kali merasakan hal seperti ini, sebelumnya memang aku juga pernah melihatnya saat menonton BF, namun tidak pernah terbayang sebelumnya kalau aku ternyata akhirnya juga dapat menikmati memakai alat tersebut.
Tubuhku menggigil dan terguncang hebat, akhirnya aku mencapai puncaknya, kurasakan semburan cairan dari dalam rahimku muncrat keluar membasahi liang vaginaku. Mengetahui bahwa aku sudah mengalami orgasme, Ita langsung menjilati klitorisku sambil tetap mengocokkan batang kemaluan mainan tadi.
“Aa.. Aacch! Ayoo.. Itt..! Teruu.. Uuss..!” rrangku sambil terus melepaskan semburan lendir dari dalam liang vaginaku.
Vaginaku berkedut-kedut saat melepaskan hasratku sementara bibir Ita tetap menempel ketat di klitorisku sambil ujung lidahnya sengaja menggelitiknya. Kemudian Ita juga memasukkan ujung batang kemaluan mainan yang sisi satunya ke liang vaginanya sendiri sehingga posisi vagina kami saling berhadapan dan masing-masing tersumpal oleh ujung mainan yang berbentuk batang kemaluan itu.
Tangan Ita memegang dan mengocok-ngocok batang kemaluan mainan tersebut, saat ujung yang satu masuk lebih dalam ke liang vaginaku, di bagian ujung lain yang berada di dalam liang vagina Ita jadi sedikit tercabut. Demikian pula sebaliknya, bila di bagian ujung yang terbenam di dalam liang vagina Ita tertancap lebih dalam lagi, maka di bagian yang terbenam dalam liang vaginaku jadi sedikit tercabut, demikian terus menerus saat dikocok oleh Ita. Posisiku tetap telentang sementara Ita sedikit berjongkok di atas tubuhku.
Nikmat sekali, aku terus terang baru pertama kali melakukan hal seperti ini. Tangan Ita terus membantu memegang dan mengocok batang kemaluan mainan tersebut. Ita memainkannya dengan piawai sekali sehingga kami akhirnya mengalami orgasme secara hampir bersamaan. Pada saat selesai orgasme, Ita langsung mencabut alat itu dan kembali melumat vaginaku.
Dengan tanpa merasa jijik sama sekali Ita menjilat habis dan menelan semua cairan yang membasahi liang vaginaku. Aku pun tidak mau kalah dengannya, kujilat pula vaginanya hingga kami akhirnya kembali melakukan posisi 69. Ita rupanya mempunyai kesamaan denganku, sangat suka saat klitorisnya dijilat, apa lagi saat ujung klitorisnya dimainkan dengan ujung lidah.
Ini adalah sungguh suatu pengalaman yang luar biasa bersama Ita yang pasti juga membaca kisahku ini. Selesai melampiaskan segala bentuk kepuasan bersama, kami tertidur tanpa mengenakan sehelai benang pun yang menutupi tubuh montok kami, dan kami baru terbangun saat udara dingin di Trawas mulai menghembus dan merayapi tubuh dan menyusup ke dalam tulang.
Ita memberikan sebuah kimono untuk kupakai, sedang Ita sendiri hanya memakai hem yang longgar dan agak panjang, sehingga lebih mirip dengan rok mini yang berbentuk hem. Gila betul Ita ini, pikirku, karena selain itu ia sudah tidak mengenakan apa-apa lagi, sehingga bagian selangkangannya dapat terlihat dengan jelas saat dia berjalan, karena ujung hem yang ia kenakan ujungnya hanya menutupi tepat di bagian selangkangannya.
Mungkin ini juga dikarenakan Ita sudah terbiasa dan tidak terusik dengan keberadaan Pak Djo, yang memang sejak Ita masih kecil sudah ikut mengasuh Ita hingga dia terbiasa cuek saja dengan penampilannya seperti itu saat ada Pak Djo, dan kulihat Pak Djo juga biasa-biasa saja saat kami berada dalam satu ruangan, ketika Pak Djo harus mengantarkan minuman untuk kami.
Untuk makan malam, Ita meminta Pak Djo membelikan ayam goreng di sebuah restoran. Pak Djo pergi cukup lama dengan mengendarai ojek, karena tempatnya cukup jauh dari villa yang kami tempati. Pada saat menunggu kedatangan Pak Djo kami berdua menonton BF koleksi Ita.
Rupanya Ita banyak menyimpan BF di villanya, ada tempat tersembunyi yang hanya dia yang mengetahui tempatnya untuk menyimpan BF, dan berbagai peralatan masturbasi. Ita punya berbagai macam dan bentuk mainan yang berbentuk alat kelamin pria, ada pula vibrator, memakai baterai yang bisa berputar meliuk-liuk sambil bergetar.
Ita mengambil salah satu yang bisa bergetar dan meliuk-liuk, bentuknya transparan, di dalamnya ada banyak semacam bola-bola yang akan bergeser saat berputar melingkar bagaikan mata bor. Di bagian atasnya ada tonjolan panjang dan lunak sekali, bisa bergetar hebat saat vibrator dinyalakan, fungsinya ternyata untuk mengorek-ngorek klitoris kita (kaum wanita tentunya) saat batang kemaluan mainan tersebut ditancapkan ke dalam liang vagina. Gila!, pikirku dalam hati, bagaimana Ita bisa mendapatkan benda-benda seperti itu?
Ita menyalakan TV-nya, sementara dia menyuruhku telentang di sofa yang panjang, aku seperti terhipnotis saja layaknya dan menuruti semua perintah Ita. Lalu dia berjongkok di samping sofa dekat selangkanganku. Kimonoku disingkapnya sedikit ke atas sehingga bagian bawah tubuhku terpampang jelas, karena aku tidak mengenakan apa-apa lagi di dalam kimono yang kukenakan.
Ita membuka pahaku lebar-lebar, kakiku yang kiri diletakkan di atas sandaran sofa, sementara kaki kananku diarahkan ke bawah sofa sehingga selangkanganku terbuka lebar dan vaginaku terpampang jelas di hadapannya. Ita mulai menyalakan vibrator di tangannya, dan kulihat batang kemaluan mainan yang dipegangnya sejak tadi itu mulai menggeliat berputar melingkar dengan tempo tetap.
Butiran yang ada di dalamnya ikur terputar, ujungnya digesekkan ke belahan bibir vaginaku, dapat kurasakan ujung batang kemaluan mainan itu bergetar dan berputar di belahan bibir baginaku. Ita menggesek-gesekkan ujungnya naik turun di sela-sela lipatan bibir vaginaku, sesekali berhenti di ujung klitorisku dan ditekankan sedikit.
Bisa dibayangkan bagaimana rasa yang menyelimuti bagian luar vaginaku yang langsung seketika itu juga menjadi basah. Hal ini memudahkan Ita untuk mulai menyusupkan batang kemaluan mainan itu masuk ke dalam lipatan bibir vaginaku, dapat kurasakan ujungnya mulai masuk ke dalam liang vaginaku.
Bagaikan mata bor yang besar berputar pelan sambil bergetar memasuki liang vaginaku lebih dalam lagi, aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya, kuremas-remas payudaraku sendiri sambil memilin-milin puting susuku. Batang kemaluan mainan itu akhirnya benar-benar masuk membenam di dalam liang vaginaku, kurasakan ujungnya menempel, menekan dan berputar di tonjolan daging kecil sebesar ibu jari yang tumbuh di dalam liang vaginaku. Ita menarik dan membenamkannya kembali, mengocok terus makin lama makin cepat.
Ujung tipis yang bergetar di bagian luar vaginaku menyentuh ujung klitorisku, aku merasakan setiap inci dinding vaginaku mendapat rangsangan hebat, liukan batang kemaluan mainan itu membuat dinding bagian dalam vaginaku bergetar, cairan yang membasahi liang vaginaku makin lama makin banyak.
Aku hampir pingsan rasanya karena merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tidak memerlukan waktu yang lama hingga aku mengalami orgasme yang hebat sekali. Ita tampak tersenyum puas setelah berhasil mengerjaiku dengan alat koleksinya.
“Kamu mau alat ini?” tanya Ita padaku sambil menawarkan alat yang baru digunakannya untuk memuaskanku.
“Ini untuk kamu saja. Kalau kamu mau, besok boleh kamu bawa pulang” imbuh Ita sambil menyodorkan batang kemaluan mainannya yang baru saja membuatku orgasme.
Demikianlah kisah petualanganku dengan sesama wanita.
Aku dan Ita baru berkenalan belum lama, awalnya sejak aku mulai menuliskan kisahku di sumbercerita.com. Ita termasuk salah seorang wanita yang juga rajin membaca kisahku. Emailnya yang pertama tidak kurespons dengan serius, kujawab asal-asalan saja, karena kupikir ini pasti cowok yang menyamar dan mengaku sebagai cewek. Namun lama kelamaan aku percaya juga padanya dan ternyata memang dia cewek juga sepertiku, ini diawali dari foto yang ia kirimkan via email, kemudian nomor HP yang ia berikan padaku. Aku tidak pernah mengontak dia, Ita yang berkirim SMS duluan padaku dan dia juga yang mengawali meneleponku. Akhirnya kami sering kontak melalui telepon, juga janji bertemu, jalan bersama hingga terkadang cuci mata di mall.
Hubungan kami makin hari makin akrab dan kami saling curhat hingga bertukar pengalaman tentang sex, kami berbagi rasa hingga cerita tentang kiat menulis pengalamanku di sumbercerita.com. Ita juga memuji keberanianku dalam mengungkapkan kisahku, dia juga berterus terang sering melakukan masturbasi di depan computer saat membaca kisah-kisahku.
Akhirnya aku tahu bahwa Ita ternyata seorang bisex, dia bisa berhubungan dengan laki-laki, tapi dia juga suka melakukan hubungan dengan perempuan. Aku terus terang jadi penasaran dengan pengalamannya melakukan ML dengan para cewek temannya itu, kalau didengar dari ceritanya cukup membuat diriku ikut terangsang. Apa lagi aku juga secara tidak sengaja pernah melakukan hal yang hampir serupa dengan apa yang Ita lakukan, hanya bedanya aku melakukannya dengan Lina bersama dengan suaminya saat aku ke Jakarta beberapa waktu yang lalu, pembaca yang belum pernah mengikuti kisahku yang satu itu, silakan membaca kisahku terdahulu.
Tak jarang pada setiap obrolannya Ita juga sering memancingku untuk melakukan hubungan, namun momentnya banyak yang kurang tepat, lagi pula aku bukan seorang lesbian, jadi terus terang kurang begitu berminat dan masih ada rasa aneh bila aku harus melakukannya dengan sesamaku secara sengaja.
Entah kalau kejadiannya tidak disengaja seperti saat aku melakukannya dengan Lina yang kemudian diikuti oleh suaminya itu. Tapi terus terang dalam lubuk hatiku yang paling dalam, ada terselip rasa ingin sesekali mencobanya, dan akhirnya apa yang kubayangkan itu terjadi juga bersama Ita. Begini ceritanya..
Pada suatu siang Ita menghubungi HP-ku..
“Hallo Lia! Lagi ngapain nich?” tanya Ita diseberang sana.
“Nggak lagi ngapa-ngapain, kenapa?” balasku.
“Kamu di rumah kan? Aku jemput ya? Kita ke Trawas nginap di villaku yuk!” ajak Ita.
“Aku sudah lama tidak menginap di sana dan aku juga harus memberi gaji untuk penjaga villaku, karena Papaku sedang sibuk di luar kota” lanjut Ita menjelaskan padaku.
“Kapan pulangnya?” tanyaku pada Ita.
“Terserah! Mau besok siang atau besok malam juga boleh, aku jemput sekarang ya, kamu siap-siap saja, okey sampai nanti” sambung Ita yang kemudian mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dariku lagi.
Pukul 11 siang, tepatnya 40 menit setelah Ita meneleponku, mobil Ita sudah parkir di depan rumahku. Seperti biasanya Ita langsung nyelonong masuk ke rumahku tanpa mengetuk lagi, karena rumahku terbiasa terbuka lebar begitu saja saat siang hari. Melihat kondisi rumahku yang sepi, Ita langsung main teriak saja seperti biasanya.
“Lia! Ayo! Sudah siap belum? Cepetan dikit aku sudah lapar, nanti kita makan di rumah makan aja ya”, demikian ajak Ita dengan sedikit berteriak padaku.
Ita siang itu memakai singlet tipis warna putih sehingga BH-nya yang tipis dan berbentuk mini dapat terlihat dengan jelas dari luar singletnya. Aku yakin BH yang dipakainya siang itu pasti satu setel dengan CD-nya, karena aku dapat mengenali bentuk dan warna BH yang ia pakai. Setelan tersebut memang dia beli bersamaku di Darmo Outlet beberapa saat yang lalu. Modelnya memang banyak yang bagus-bagus dan sexy sekali, sangat cocok dengan seleraku, maka aku juga membeli beberapa saat itu.
“Sebentar ya, aku ganti pakaian dulu” kataku sambil berganti pakaian tanpa menutup pintu kamarku, aku tidak kuatir ada orang yang melihat saat aku berganti pakaian, karena siang itu di rumahku juga tidak ada siapa-siapa, kecuali adikku yang juga perempuan dan juga ada Ita.
Aku sengaja memakai singlet juga tapi tanpa BH, pembaca yang sudah pernah membaca kisahku tentu sudah paham akan kebiasaanku yang memang selalu tanpa BH. Aku juga memakai celana pendek mengikuti penampilan Ita, tapi bentuk celana pendekku lebih sexy daripada yang dikenakan Ita. Celana pendekku berbentuk hot pants yang sangat pendek dan sexy, ujungnya lebih tinggi daripada selangkanganku, apa lagi ujung bawahnya agak lebar sehingga dari belakang dapat terlihat dengan jelas bentuk lekukan pantatku yang sintal.
“Ayo..! Aku sudah selesai” ajakku.
Setelah pamit ke adikku, kami pun segera memasuki mobil Ita dan langsung meluncur mengarah keluar kota, melewati Jalan Mayjend Sungkono, masuk jalan tol Satelit untuk menghindari tengah kota terutama bundaran Waru yang sering macet. Keluar pintu tol Gempol, Ita langsung membelokkan mobilnya masuk ke halaman rumah makan. Kami pesan sepiring nasi cap cay dan sea food untuk dibagi berdua, karena porsinya yang banyak tidak mampu kami habiskan sendirian. Kami juga sama-sama pesan orange juice. Siang itu rumah makan itu agak sepi. Selesai makan kami melanjutkan perjalanan menuju ke Trawas. Siang itu jalanan cukup lengang.
Villa Ita yang letaknya dekat dengan Grand Trawas, ternyata cukup besar dan halamannya sangat luas, ada kolam renang yang cukup besar di sana. Letaknya di bagian belakang Villa. Orang tua Ita memang dari kalangan keluarga yang berkecukupan, dalam bidang apa usahanya aku juga tidak pernah bertanya.
Villa yang mewah dan sebesar itu hanya dijaga oleh seorang penjaga yang usianya sudah cukup lanjut, panggilannya Pak Djo, usianya mungkin sekitar 70 tahun. Menurut Ita, Pak Djo sudah ikut keluarga Ita sejak dari kakek Ita, kakek Ita sendiri sudah almarhum dan Pak Djo juga ikut mengasuh Ita sejak masih bayi, saat diajak kedua orang tuanya berlibur di villa keluarga itu. Jadi hubungan Ita dengan Pak Djo juga seperti layaknya kakek sendiri hingga aku pun ikut menaruh hormat pada Pak Djo. Semua kebutuhan sehari-hari sudah ada dan tersedia di villa milik keluarga Ita, mulai dari makanan kecil, hingga pakaian ganti dan sebagainya, maka tak heran kalau Ita tadi tidak membawa apa-apa walau harus menginap di villanya.
“Kita berenang yuk!” ajak Ita sambil langsung melepat singlet dan celana pendeknya.
Ternyata betul juga perkiraanku, Ita memang memakai setelan dalaman yang mini berbentuk bikini yang dibelinya beberapa saat yang lalu bersamaku di Darmo Outlet. BH dan CD-nya tipis sekali sehingga puting susunya dapat terlihat dari luar BH yang ia kenakan, demikian pula CD-nya, lipatan vagina Ita tampak dengan jelas tapi tidak terlihat bulu kemaluannya, rupanya Ita telah mencukur bersih bulu kemaluannya.
Ita tampak cuek dan santai sekali dengan hanya memakai bikini mini dan tipis begitu di villanya, mungkin juga karena di villa itu tidak ada orang lain selain aku dan Pak Djo yang sudah dianggapnya seperti kakeknya sendiri itu tadi. Namun aku ragu-ragu untuk mengikuti caranya, bukan karena aku takut berenang tapi karena bentuk CD-ku adalah model G string yang sangat mini sekali, bahkan lebih mini daripada yang dipakai Ita, dan lagi aku tidak memakai BH. Rupanya Ita tahu akan keraguanku.
“Ayo, tidak masalah, lepaskan aja singletmu, tidak ada orang lain kecuali Pak Djo” ajak Ita.
“Lho It, aku kan tidak pakai BH, lagian CD-ku bisa bikin Pak Djo tidak bisa tidur nanti” jawabku.
“Gila loe! Pak Djo kan sudah uzur, lagian dia tau diri dan tidak bakal iseng, tau kita sedang berenang pakai pakaian minim begini, paling dia malah sembunyi di kamarnya, ayo aku temani juga tanpa pakai BH” lanjut Ita sambil langsung menarik tali BH-nya yang ikatannya ada di lehernya.
Tubuh Ita pun hampir bugil tanpa sehelai benang pun kecuali selembar kain tipis segi tiga yang membungkus bagian bawah selangkangannya. Aku akhirnya terpaksa mengikuti juga apa kemauan Ita. Kulepas singlet dan hot pants-ku hingga tinggal memakai G String yang di ujung lipatannya tersembul ujung-ujung bulu kemaluanku yang halus dan lembut.
Aku buru-buru menceburkan diri ke dalam air, kami bermain dan berenang dengan riangnya. Baru kali ini aku melihat bentuk tubuh Ita yang ternyata juga molek serta bersih dan putih sekali. Terus terang tubuhku juga tidak kalah dengan tubuh Ita hingga tidak dapat kubayangkan seandainya ada mata cowok yang mengintip kami berdua saat itu. Tapi aku melihat sekeliling yang ternyata cukup aman, selain dikelilingi tembok yang tinggi, di sekeliling bagian dalam tembok juga ditumbuhi pohon penesium yang cukup rindang dan tumbuh rapat sekali, jadi boleh dibilang tidak mungkin ada orang dari luar pagar tembok yang bisa mengintip ke dalam villa.
Air kolam renang lumayan dingin juga hingga kami pun tidak bisa berlama-lama berenang, maka kemudian kami sama-sama naik dan masuk ke dalam rumah untuk mandi dengan air hangat. Kami berdua mandi dalam satu kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur utama, kamar mandinya cukup besar dan mewah.
Ita tidak canggung-canggung melepaskan CD-nya di hadapanku, tubuhnya mulus dan sexy sekali, tak kalah dengan kemolekan tubuhku. Vaginanya bersih tanpa bulu kemaluan yang ternyata bukan karena dicukur, vagina Ita menurut pengakuannya memang sejak kecil sudah tidak pernah ditumbuhi bulu.
Ita menarik tali G Stringku sehingga aku pun ikut bugil di hadapannya, Ita juga mulai menggosokkan sabun cair ke tubuhku, tangannya mengelus seiap bagian tubuhku sambil meratakan tubuhku dengan sabun cair. Elusannya membuatku horny. Aku pun ikut menyabuni tubuhnya, sehingga kami akhirnya saling mengelus dan saling meraba. Elusan dan rabaan itu lama-kelamaan menjadi remasan-remasan, terutama saat tangan-tangan kami menyentuh bagian payudara kami masing-masing.
Saat itu kami sudah sama-sama terangsang sekali, sehingga entah kapan mulainya, kami pun sudah saling berpagutan, bibir kami saling lumat dan tangan kami juga saling raba, lidah kami pun bergantian saling menyusup dan saling lumat. Entah sudah berapa lama kami berdua saling kulum.
Liang vaginaku sudah basah sekali, demikian pula liang vagina Ita saat jari-jari tanganku menyusup di celah belahan vaginanya. Kami melakukan semua itu di bawah siraman shower, hingga beberapa saat kemudian Ita memutuskan untuk melanjutkannya di tempat tidur saja.
Selesai mengeringkan tubuh kami dengan apa adanya, kami pun bergumul di tempat tidur. Ita langsung melumat bibirku, dan aku pasrah saja saat bibir Ita melumat bibirku. Herannya aku tidak merasa jijik saat bibirku dikulum oleh sesama jenisku, bahkan aku sangat menikmatinya.
Ciumannya memang berbeda dengan cowok, beda yang paling menyolok adalah adanya kelembutan pada ciuman bibir Ita, kami sudah sama-sama diselimuti hawa nafsu hingga kami pun bergumul layaknya sepasang kasih yang sedang dilanda asmara, Ita bertindak lebih agresif dengan menjilat bagian leherku, sesekali bibirnya memberi kecupan di tubuhku.
Mulut Ita terus beraksi di sekujur tubuhku, payudaraku tak luput dari lumatannya, puting susuku dimainkan dengan ujung lidahnya. Aku jadi benar-benar horny, liang vaginaku kembali basah karena luapan birahiku, aku hanya dapat mengelus selangkangan Ita yang ternyata juga sudah mulai dibasahi oleh cairan yang mengalir keluar dari dalam rahimnya.
Kumainkan ujung jariku di atas klitoris Ita hingga membuat cairan bening yang membasahi liang vaginanya lebih deras mengalir keluar, kuselipkan ujung jariku dan kugesekkan naik turun dari atas ke bawah di sela lipatan bibir vaginanya. Ita jadi lebih bernafsu sekali tampaknya, jilatan lidahnya terus mengarah ke bagian bawah tubuhku.
Tangan Ita meremas-remas payudaraku sambil mulutnya tetap menjilat menjalari bagian perutku, ujung lidah Ita sengaja dikorekkannya di pusarku, sesekali bibirnya mengecup pusarku hingga aku merasa geli bercampur nikmat, kemudian Ita mengawali menjilat vaginaku, aku pun melakukan hal yang sama padanya dalam posisi 69.
Aku terus terang sangat terangsang saat menjilati vagina Ita yang mulus tanpa bulu kemaluan itu, kukecup klitorisnya dan kumainkan dengan ujung lidahku. Cairan sedikit kental yang membasahi vagina Ita kujilat dan kutelan bersama ludah yang membasahi rongga mulutku.
Dapat kurasakan Ita sangat menikmati sekali jilatanku, dia pun tak kalah piawainya melumat habis bibir vaginaku, ujung lidahnya dijulurkan dan ditancapkannya ke dalam liang vaginaku, dapat kurasakan ujung lidahnya menyentuh bagian dalam dinding vaginaku yang juga sudah sangat basah oleh cairan yang mengalir deras dari dalam rahimku. Mulut Ita mengulum klitorisku, sambil ujung lidahnya sengaja dimainkannya di situ.
Entah dari mana diambilnya, tiba-tiba tangannya sudah menggenggam sebuah alat yang berbentuk seperti batang kemaluan pria yang terdiri dari dua sisi bertolak belakang. Panjang dan besar sekali batang kemaluan mainan itu, bila dibandingkan dengan aslinya yang selama ini pernah kulihat, terbuat dari bahan semacam silikon atau mungkin sejenis plastik elastis.
Ita langsung memasukkan ujung batang kemaluan mainan itu ke dalam liang vaginaku sambil diputar dan dikocoknya, aku mengalami kenikmatan yang luar biasa. Liang vaginaku jadi tersumbat penuh oleh benda yang mirip sekali dengan batang kemaluan asli itu, ujungnya menyentuh-nyentuh benjolan daging sebesar ibu jari yang tumbuh di dalam liang vaginaku.
Aku hanya dapat mengeluh panjang sambil menghentikan jilatanku pada vagina Ita, aku tidak mempu melakukan sesuatu kecuali merintih dan menggeliat sambil menikmati batang kemaluan mainan yang keluar masuk memompa liang vaginaku. Punggungku terangkat dan kugoyangkan mengikuti irama kocokan batang kemaluan mainan yang besar dan panjang itu.
Ita rupanya mengetahui bahwa aku sudah akan mencapai puncak hingga tangannya mengocokkan batang kemaluan mainan tadi lebih cepat lagi. Rasanya luar biasa sekali, lebih heboh daripada aslinya, dan aku baru pertama kali merasakan hal seperti ini, sebelumnya memang aku juga pernah melihatnya saat menonton BF, namun tidak pernah terbayang sebelumnya kalau aku ternyata akhirnya juga dapat menikmati memakai alat tersebut.
Tubuhku menggigil dan terguncang hebat, akhirnya aku mencapai puncaknya, kurasakan semburan cairan dari dalam rahimku muncrat keluar membasahi liang vaginaku. Mengetahui bahwa aku sudah mengalami orgasme, Ita langsung menjilati klitorisku sambil tetap mengocokkan batang kemaluan mainan tadi.
“Aa.. Aacch! Ayoo.. Itt..! Teruu.. Uuss..!” rrangku sambil terus melepaskan semburan lendir dari dalam liang vaginaku.
Vaginaku berkedut-kedut saat melepaskan hasratku sementara bibir Ita tetap menempel ketat di klitorisku sambil ujung lidahnya sengaja menggelitiknya. Kemudian Ita juga memasukkan ujung batang kemaluan mainan yang sisi satunya ke liang vaginanya sendiri sehingga posisi vagina kami saling berhadapan dan masing-masing tersumpal oleh ujung mainan yang berbentuk batang kemaluan itu.
Tangan Ita memegang dan mengocok-ngocok batang kemaluan mainan tersebut, saat ujung yang satu masuk lebih dalam ke liang vaginaku, di bagian ujung lain yang berada di dalam liang vagina Ita jadi sedikit tercabut. Demikian pula sebaliknya, bila di bagian ujung yang terbenam di dalam liang vagina Ita tertancap lebih dalam lagi, maka di bagian yang terbenam dalam liang vaginaku jadi sedikit tercabut, demikian terus menerus saat dikocok oleh Ita. Posisiku tetap telentang sementara Ita sedikit berjongkok di atas tubuhku.
Nikmat sekali, aku terus terang baru pertama kali melakukan hal seperti ini. Tangan Ita terus membantu memegang dan mengocok batang kemaluan mainan tersebut. Ita memainkannya dengan piawai sekali sehingga kami akhirnya mengalami orgasme secara hampir bersamaan. Pada saat selesai orgasme, Ita langsung mencabut alat itu dan kembali melumat vaginaku.
Dengan tanpa merasa jijik sama sekali Ita menjilat habis dan menelan semua cairan yang membasahi liang vaginaku. Aku pun tidak mau kalah dengannya, kujilat pula vaginanya hingga kami akhirnya kembali melakukan posisi 69. Ita rupanya mempunyai kesamaan denganku, sangat suka saat klitorisnya dijilat, apa lagi saat ujung klitorisnya dimainkan dengan ujung lidah.
Ini adalah sungguh suatu pengalaman yang luar biasa bersama Ita yang pasti juga membaca kisahku ini. Selesai melampiaskan segala bentuk kepuasan bersama, kami tertidur tanpa mengenakan sehelai benang pun yang menutupi tubuh montok kami, dan kami baru terbangun saat udara dingin di Trawas mulai menghembus dan merayapi tubuh dan menyusup ke dalam tulang.
Ita memberikan sebuah kimono untuk kupakai, sedang Ita sendiri hanya memakai hem yang longgar dan agak panjang, sehingga lebih mirip dengan rok mini yang berbentuk hem. Gila betul Ita ini, pikirku, karena selain itu ia sudah tidak mengenakan apa-apa lagi, sehingga bagian selangkangannya dapat terlihat dengan jelas saat dia berjalan, karena ujung hem yang ia kenakan ujungnya hanya menutupi tepat di bagian selangkangannya.
Mungkin ini juga dikarenakan Ita sudah terbiasa dan tidak terusik dengan keberadaan Pak Djo, yang memang sejak Ita masih kecil sudah ikut mengasuh Ita hingga dia terbiasa cuek saja dengan penampilannya seperti itu saat ada Pak Djo, dan kulihat Pak Djo juga biasa-biasa saja saat kami berada dalam satu ruangan, ketika Pak Djo harus mengantarkan minuman untuk kami.
Untuk makan malam, Ita meminta Pak Djo membelikan ayam goreng di sebuah restoran. Pak Djo pergi cukup lama dengan mengendarai ojek, karena tempatnya cukup jauh dari villa yang kami tempati. Pada saat menunggu kedatangan Pak Djo kami berdua menonton BF koleksi Ita.
Rupanya Ita banyak menyimpan BF di villanya, ada tempat tersembunyi yang hanya dia yang mengetahui tempatnya untuk menyimpan BF, dan berbagai peralatan masturbasi. Ita punya berbagai macam dan bentuk mainan yang berbentuk alat kelamin pria, ada pula vibrator, memakai baterai yang bisa berputar meliuk-liuk sambil bergetar.
Ita mengambil salah satu yang bisa bergetar dan meliuk-liuk, bentuknya transparan, di dalamnya ada banyak semacam bola-bola yang akan bergeser saat berputar melingkar bagaikan mata bor. Di bagian atasnya ada tonjolan panjang dan lunak sekali, bisa bergetar hebat saat vibrator dinyalakan, fungsinya ternyata untuk mengorek-ngorek klitoris kita (kaum wanita tentunya) saat batang kemaluan mainan tersebut ditancapkan ke dalam liang vagina. Gila!, pikirku dalam hati, bagaimana Ita bisa mendapatkan benda-benda seperti itu?
Ita menyalakan TV-nya, sementara dia menyuruhku telentang di sofa yang panjang, aku seperti terhipnotis saja layaknya dan menuruti semua perintah Ita. Lalu dia berjongkok di samping sofa dekat selangkanganku. Kimonoku disingkapnya sedikit ke atas sehingga bagian bawah tubuhku terpampang jelas, karena aku tidak mengenakan apa-apa lagi di dalam kimono yang kukenakan.
Ita membuka pahaku lebar-lebar, kakiku yang kiri diletakkan di atas sandaran sofa, sementara kaki kananku diarahkan ke bawah sofa sehingga selangkanganku terbuka lebar dan vaginaku terpampang jelas di hadapannya. Ita mulai menyalakan vibrator di tangannya, dan kulihat batang kemaluan mainan yang dipegangnya sejak tadi itu mulai menggeliat berputar melingkar dengan tempo tetap.
Butiran yang ada di dalamnya ikur terputar, ujungnya digesekkan ke belahan bibir vaginaku, dapat kurasakan ujung batang kemaluan mainan itu bergetar dan berputar di belahan bibir baginaku. Ita menggesek-gesekkan ujungnya naik turun di sela-sela lipatan bibir vaginaku, sesekali berhenti di ujung klitorisku dan ditekankan sedikit.
Bisa dibayangkan bagaimana rasa yang menyelimuti bagian luar vaginaku yang langsung seketika itu juga menjadi basah. Hal ini memudahkan Ita untuk mulai menyusupkan batang kemaluan mainan itu masuk ke dalam lipatan bibir vaginaku, dapat kurasakan ujungnya mulai masuk ke dalam liang vaginaku.
Bagaikan mata bor yang besar berputar pelan sambil bergetar memasuki liang vaginaku lebih dalam lagi, aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya, kuremas-remas payudaraku sendiri sambil memilin-milin puting susuku. Batang kemaluan mainan itu akhirnya benar-benar masuk membenam di dalam liang vaginaku, kurasakan ujungnya menempel, menekan dan berputar di tonjolan daging kecil sebesar ibu jari yang tumbuh di dalam liang vaginaku. Ita menarik dan membenamkannya kembali, mengocok terus makin lama makin cepat.
Ujung tipis yang bergetar di bagian luar vaginaku menyentuh ujung klitorisku, aku merasakan setiap inci dinding vaginaku mendapat rangsangan hebat, liukan batang kemaluan mainan itu membuat dinding bagian dalam vaginaku bergetar, cairan yang membasahi liang vaginaku makin lama makin banyak.
Aku hampir pingsan rasanya karena merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tidak memerlukan waktu yang lama hingga aku mengalami orgasme yang hebat sekali. Ita tampak tersenyum puas setelah berhasil mengerjaiku dengan alat koleksinya.
“Kamu mau alat ini?” tanya Ita padaku sambil menawarkan alat yang baru digunakannya untuk memuaskanku.
“Ini untuk kamu saja. Kalau kamu mau, besok boleh kamu bawa pulang” imbuh Ita sambil menyodorkan batang kemaluan mainannya yang baru saja membuatku orgasme.
Demikianlah kisah petualanganku dengan sesama wanita.