Joane



Kilatan cahaya dan kelap-kelip lampu disco yang mengikuti irama musik underground memenuhi dance floor tempat para muda-mudi asyik melewati malam dengan berdansa, minum alkohol, ngobrol-ngobrol, dan kegiatan lainnya. Sebagian besar yang hadir malam itu adalah mahasiswa/i karena malam itu sedang acara campus nite. Di tempat clubbing elite itu mereka bersantai dan melupakan sejenak kesibukan dan stress mengenai masalah kuliah. Diantara mereka yang bergoyang mengikuti irama musik nampak Joane, Devi, serta beberapa teman wanita dan pria mereka. Setelah puas bergoyang Joane kembali ke sofa tempat teman-teman lainnya berkumpul, ia pun bersulang segelas kecil Jack Daniels. Ia nampak seksi malam itu dengan tank top kuning dan rok mini putih yang memamerkan pahanya, Ia pun larut dalam canda tawa dengan mereka, kadang untuk mengobrol mereka harus agak berteriak mengimbangi dentuman-dentuman speaker yang bising itu.
“Loh, Jo…bukannya itu si Yogi !” sahut Anna, seorang temannya.
“Hah ?? apa ?” tanyanya agak keras.
“Yogi…cowok baru lu tuh !” Anna mengeraskan suara sambil menunjuk.
Joane menengok ke belakang ke arah yang dimaksud temannya, senyuman di wajahnya mendadak hilang. Matanya memandang tajam ke arah seorang pria berambut spike yang sedang baru duduk di sofa lalu merangkul seorang gadis cantik, mereka sepertinya begitu akrab sampai-sampai si cewek mengecup pipinya begitu dia duduk.

“Bangsat !” makinya dalam hati sambil bangkit berdiri dengan tangan terkepal kuat.
Seorang temannya memegang pergelangan tangannya bermaksud menahan, namun ia menyentak tangannya dan tetap berjalan menghampiri pria itu. Orang-orang yang berkumpul di sofa itu memandang ke arahnya, begitu juga pemuda berambut spike yang baru datang itu, ia kaget dan langsung menurunkan tangannya dari bahu gadis itu begitu melihat Joane sudah berdiri disitu sambil melipat tangan, lalu ia segera membuang muka dan meninggalkan mereka. Seperti yang diharapkan, pria itu mengikutinya keluar ruangan. Joane menghentikan langkahnya di dekat toilet yang agak sepi dan jauh dari hingar bingar musik.
“Dasar laki-laki brengsek, lu tau kan gua paling gak suka diboongin !” ia langsung menyemprotnya dengan marah.
“Jo…Jo…please denger dulu dong, kita tuh emang abis bicarain urusan kerja, udah gitu baru temen-temen gua ngajakin ke sini” Yogi berusaha menjelaskan sambil meletakan tangan ke bahu Joane yang mulai uring-uringan.
“Terus cewek itu nyium lu juga disuruh temen lu? iya !?”
“Aduh Jo, itu kan cuma gitu aja…lagian dari sebelum jadian kita duaan juga udah ga perawan ini kan ?”
“Cuma gitu aja hah lu bilang !” Joane benar-benar marah mendengar jawaban itu, minta maaf pun tidak malah masih membela diri. Ia menepis tangan pemuda itu dari bahunya, lalu menamparnya dan berlari meninggalkannya.
Dengan hati hancur ia berlari ke mobilnya di basement parkir. Begitu masuk dan menutup pintu, ia mengeluarkan ponselnya dan menulis SMS, ‘Dev,ntar u sama si Anna plg ikut yg lain aja yah, sori gw hrs plg duluan’. Setelah mengirim SMS itu ia menghidupkan mesin mobil dan menjalankannya. Sepanjang pejalanan pikirannya nerawang sampai diteriaki ‘goblok’ oleh seorang pengendara motor karena menyalip jalur dengan kecepatan tinggi. Untuk kesekian kalinya ia kembali menelan pil pahit dalam berpacaran. Memang ia mengakui dirinya bukanlah wanita baik-baik, ia seorang ayam kampus yang pernah terlibat macam-macam petualangan seks, namun setidaknya selama ini ia tidak pernah berbohong pada para pria yang menjadi pacarnya. Pada mereka yang pernah menjalin hubungan kasih dengannya ia selalu mengakui latar belakangnya yang suram dan kalau mereka mau menerima apa adanya ia akan berusaha memperbaiki diri. Namun selama ini kebanyakan laki-laki itu hanya menginginkan tubuhnya sehingga ia sudah terbiasa disakiti dan makin terjerumus dalam kehidupan yang kelam, terlebih ia kini telah menjadi budak seks Imron, si penjaga kampus bejat itu. Sebulan lalu ia baru saja mencoba hubungan serius dengan Yogi, eksekutif muda itu, yang berhasil menundukannya. Pemuda itu menjanjikannya segudang harapan bahwa ia menerima dirinya yang telah kotor itu apa adanya dan bersama mereka akan menghadapi masa depan yang lebih baik. Di pundak pemuda itu, Joane telah menaruh harapan besar tentang hari depannya setelah lulus nanti dan lepas dari cengkraman Imron. Namun baru sebulan saja janji-janji itu hanya tinggal janji, persis janji-janji para politikus setelah memenangkan kampanye, semua pria sama saja, hanya pintar mengobral janji dan bermanis mulut.
Sampai di kamar kostnya ia langsung membanting tubuhnya ke ranjang, dipeluknya bantal guling sambil menangis sejadi-jadinya. Pria itu bahkan belum menelepon untuk setidaknya minta maaf. Tak lama kemudian ia tertidur kelelahan tanpa sempat berganti pakaian. Ia baru bangun pagi hari jam sepuluh ketika matahari menerangi kamarnya. Setelah menyesuaikan matanya yang baru menyesuaikan diri dengan cahaya, ia turun dari ranjang dan melepaskan pakaiannya hingga bugil lalu memasuki kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya. Di kamar mandi, ia memutar kran dan mengucurlah air dari shower membasahi tubuhnya. Sambil menyabuni tubuhnya, dalam pikirannya masih terbayang-bayang kejadian semalam, apa gerangan yang sedang dilakukan lelaki itu sekarang, pasti ia juga baru bangun setelah tidur seranjang dengan gadis itu atau mungkin sekarang mereka sedang meneruskan babak selanjutnya di kamar mandi. Tapi…ah sudahlah ngapain juga harus memikirkan seperti itu terus, ini memang bukan pertama kalinya, tapi entah sampai kapan akan ada lelaki baik yang bukan hanya menginginkan tubuhnya dan serius mencintainya.
Sebagai ayam kampus ia juga tidak berharap terlalu muluk untuk mendapatkan lelaki yang perfect, penampilan tidak terlalu pentinglah, kekayaan pun ya bisa ditempatkan di nomor sekianlah karena keluarganya termasuk sangat berkecukupan, yang diperlukannya hanyalah kasih sayang tulus dan perhatian yang tidak pernah didapat dari orang tuanya sejak kecil, mereka selalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan seringkali bertengkar bahkan tidak jarang di depan dirinya. Mamanya yang lebih sayang pada adik laki-lakinya sering mencubit dan memukulnya bila berbuat salah. Kurangnya kasih sayang dan perhatian inilah yang membuat Joane menjadi rusak. Sejak kehilangan keperawanan pada umur 16 tahun, hidupnya semakin tak karuan, terlebih saat itu ia telah tinggal di kost jauh dari keluarga. Ia mulai menjual diri dan kecanduan seks, predikat wanita nakal mulai melekat pada dirinya. Sebenarnya dalam hati kecil Joane, ia pun ingin merasakan cinta yang tulus dan kelak membangun keluarga bahagia, ia juga senang sekali dengan anak kecil, hal ini nampak dari hubungannya dengan keponakannya yang masih balita, ia begitu akrab bermain-main dengan mereka. Kepolosan dan kelucuan merekalah yang dapat membuatnya seperti meneguk setetes kebahagiaan di tengah hidupnya yang kelam. Sebagai manusia tentu ia tidak ingin berkubang dalam lumpur dosa selamanya, beberapa kali ia mencoba memperbaiki diri setiap ada lelaki yang dianggapnya benar-benar mencintainya, namun beberapa kali pula mereka mengecewakannya sehingga membuatnya terjerumus makin dalam.
Sejak Yogi menyatakan cintanya sebulan lalu ia telah mengurangi merokok dan menolak seks dengan pria lain selain pemuda itu dan tentu saja Imron yang telah menguasainya. Dengan segala rayuan gombalnya mampu membuat Joane yakin dialah ‘sang prince charming’ yang selalu dinantinya, terlebih keduanya memiliki latar belakang yang sama-sama kelam, Joane telah mendukung pemuda itu dalam usahanya lepas dari ketergantungan alkohol dan kesukaannya main perempuan. Ia melihat keseriusan pemuda itu yang mulai mengurangi minum dan tidak main perempuan, sehingga ia pun mulai memperbaiki diri juga, ia tidak lagi menerima panggilan untuk menjual tubuh dan meredam nafsunya yang liar dengan berolah raga dan kegiatan positif lainnya. Panggilan dari Imron adalah perkecualian karena si monster pemangsa wanita itu telah menjeratnya, ia hanya berharap segera lulus sehingga lepas darinya seperti yang dijanjikan Imron bahwa korbannya baru bisa lepas setelah lulus atau minimum dua tahun menjadi budaknya sambil menunggu mangsa baru dari angkatan berikutnya, pria itu selalu mengancam bila keluar dari kampus itu sebelum waktunya ia akan membeberkan foto-foto memalukan korbannya. Sepuluh menit kemudian, Joane menyudahi mandinya, ditutupnya kran hingga air berhenti mengalir. Ia mengelap tubuhnya yang basah dengan handuk lalu keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya. Hari itu adalah hari Minggu, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang seperempat. Ia membuka lemarinya untuk mengambil pakaian, dipilihnya pakaian yang santai berupa sebuah kaos pink tanpa lengan dan bawahannya hot pants yang sangat pendek sehingga mengekspos paha rampingnya yang putih mulus.
Setelah berpakaian ia mengambil ponselnya, hanya ada satu SMS yang masuk sejak semalam yaitu dari temannya, Devi. Isinya, ‘Jo, u gpp kan ? j5 sore ini kta jln2 ke mall aja yah, biar kita fun dikit’. Joane membalas SMS itu sambil berjalan keluar kamarnya untuk menggantung handuknya yang basah di jemuran. Ketika berjalan ke tempat jemuran, karena matanya melihat ke layar ponsel, ia hampir bertabrakan dengan Mumun, si kacung kost yang baru berusia 14 tahun yang biasa kerjanya bersih-bersih, membelikan barang titipan penghuni kost, atau pekerjaan-pekerjaan ringan lainnya. Ia bekerja disini membantu ibunya, Mbak Sarti, karena tidak punya biaya untuk meneruskan sekolah. Mbak Sarti sendiri lebih sering berada di rumah ibukost yang letaknya berdekatan dengan kost itu. Anak itu berambut cepak dan kurus, kulitnya gelap karena sering terkena panas matahari, dibanding Joane tinggi anak itu baru sebatas mulutnya, sifatnya pendiam dan pemalu. Joane tersentak pelan lalu mengelus dada karena agak terkejut anak itu hampir menabraknya dari samping, ia sedang mengepel lantai saat itu.
“Maaf Non” ujarnya sambil tetap menunduk dan meneruskan pekerjaannya.
Setelah menggantungkan handuknya di jemuran Joane langsung berbalik kembali ke kamarnya. Diam-diam Mumun memandangi sosoknya yang seksi itu, pria mana yang tidak menelan ludah melihat tubuhnya yang ramping itu dengan kostum yang minim, pahanya yang mulus membuat orang bernafsu membelainya, hotpants yang pendek dan ketat itu mencetak bentuk pinggulnya yang bulat indah. Sebenarnya Joane pun merasa dirinya sedang dipandangi, namun ia santai saja karena tatapan nakal pria bukan hal yang asing baginya.
Joane menyalakan TV lalu duduk berselonjor di ranjang sambil menonton. Tangannya meraih sekotak rokok A-Mild dan menyelipkannya sebatang diantara bibirnya yang indah. Pikirannya tentang pria itu masih terngiang-ngiang di benaknya walau ia berusaha melupakannya.
“Dasar laki-laki, dimana-mana sama aja! Di depan mulutnya manis, di belakang selingkuh, emangnya gua ga bisa gitu apa ?!” marahnya dalam hati sambil mengepulkan asap dari mulutnya.
Dalam kemarahannya, pikiran nakal melintas di benaknya, tiba-tiba saja ia teringat pada Mumun, si bocah pembantu kost yang barusan berpapasan dengannya. Ia ingin menggoda anak itu sebagai pelampiasan kekesalan terhadap pria yang telah mengkhianatinya. Nuraninya sempat berbicara sebentar, bagaimanapun ia telah berusaha memperbaiki diri apakah harus mengotorinya lagi demi membalas dendam ? Maka ia pun memendam hasrat itu sementara sambil menunggu pria itu menghubunginya lewat ponsel setidaknya untuk meminta maaf. Namun dua puluh menit ia menunggu tidak pria itu belum juga menelepon ataupun meng-SMSnya. Sungguh pria itu mengecewakannya, ia sama saja dengan yang lainnya, tidak pernah mencintainya dengan tulus. Habis sudah kesabarannya, sisi liar dalam dirinya mulai menggeliat, ia memutuskan untuk merayu anak itu. Setelah menghabiskan rokoknya yang kedua ia turun dari ranjang dan melepaskan bra yang dipakainya lalu keluar mencari anak itu. Suasana kost pada hari Minggu seperti ini biasanya lenggang karena kebanyakan penghuninya kelau tidak ke gereja ya bermain di luar. Irama musik rap terdengar dari sebuah kamar yang tertutup dan di kamar lain yang pintunya terbuka setengah nampak dua orang pemuda sedang asyik main Winning Eleven di PS2. Joane mendapati Mumun sedang menonton TV di ruang tamu kost itu.
“Mun…Mumun, bisa ke kamarku bentar ga? Ada perlu nih” ajaknya.
Joane naik terlebih dulu sementara Mumun mematikan TV. Ia menunggu kedatangan anak itu dengan jantung berdebar-debar. Tidak sampai semenit, Mumun sudah menyusul ke kamarnya.
“Ada apa Non ?” tanyanya canggung.
“Ayo masuk aja” ajaknya, “itu tolong kamu bukain tutup botol di meja itu, keras banget” katanya sambil menggerakan wajah ke arah botol Coca-cola Diet di atas meja yang kebetulan masih baru dan belum dibuka.
Ia menjatuhkan pantatnya di ranjang setelah menutup pintu dan diam-diam menggeser grendelnya. Dengan mudah Mumun memutar tutup botol itu hingga terbuka.
“Udah Non, ini !” katanya seraya menyodorkan pada gadis itu.
“Makasih ya, ayo sini minum dulu” tawar Joane sambil menuangkan ke gelas.
Anak itu menerima sambil tertawa malu-malu, mereka pun meneguk minuman di gelas masing-masing. Sambil minum, diam-diam matanya terus tertuju pada paha Joane yang indah dan dadanya yang agak rendah. Tingkahnya yang kikuk itu membuat Joane makin suka menggodanya.
“Eeenngg…udah Non, terima kasih ya, saya pergi dulu !” ucapnya seraya meletakkan gelas itu dimeja.
“Eh, sebentar Mun, kenapa gak temenin aku dulu sini, kita kan kebetulan lagi sendirian nih” kata Joane sambil menepuk tempat di sebelahnya.
Mumun makin salah tingkah karena tingkah genit gadis itu, wajahnya tertunduk tidak berani memandang wajah gadis itu yang sedang tersenyum nakal.
“Heh, kenapa ? kok bengong gitu sih ? sini dong…santai aja aku gak bakal ngegigit kok” ujar Joane sambil meraih pergelangan tangan anak itu dan mendudukannya di sebelahnya.
“Kamu udah berapa lama kerja disini Mun ?” tanyanya membuka percakapan.
“Baru setaun sih Non, abis gak cukup biaya nerusin ke SMP, ya udah sama Mak disuruh kerja aja deh” jawabnya jujur.
“Terus kamu betah kerja disini Mun ?” tanyanya lagi.
“Mmmm…ya betah juga sih Non, orang-orang disini baik-baik, ada juga sih yang agak sombong tapi gak banyak”
Joane tersenyum mendengar jawaban polosnya, pemalu sekali anak ini pikirnya sehingga ia makin tertantang.
“Kalau aku Mun, termasuk yang mana nih, yang baik atau yang sombong”
“Yah kalau Non sih baik banget, mau ngebagi Coca-cola ke saya gitu masa ga baik sih hehe” jawabnya sambil mengelus kepala yang semakin menampakan keluguannya.
“Hehehe…dasar kamu ah, ini lagi ngegoda aku yah ?” Joane tertawa renyah sambil mencolek lengan anak itu.
“Nggak Non, bener kok Non baik makannya saya omong terus terang”
“Ya udah sekarang kamu yang nanya dong Mun, masa dari tadi aku yang tanya terus sih”
“Eerrr…tanya apa Non ?” katanya “Mumun bingung mo tanya apa?”
“Apa aja lah, kan kita lagi ngobrol-ngobrol santai ini”
Walaupun sejak tadi tidak berani bertatap muka dengan Joane, namun mata anak itu selalu saja mencuri-curi pandang tubuh gadis itu, jantungnya deg-degan dan tak terasa penisnya menggeliat karenanya.
“Non…Non asalnya dari mana, kok logatnya agak Jawa-Jawa gitu ?” tanyanya
“Dari Semarang Mun, kamu pernah kesana ?” jawabnya tersenyum.
“Oohh…ga pernah sih” jawab anak itu menggeleng, “terus Non udah berapa lama disini”
“Ya dari kuliah aja, dua tahunan lah”
Setelah sepuluh menitan ngobrol-ngobrol, rasa canggung Mumun mulai berkurang apalagi Joane kadang mengajaknya bercanda sehingga mau tidak mau anak itu ikut tersenyum. Ia mulai berani mengangkat wajah menatap lawan bicaranya yang cantik itu. Tampak anak itu menelan ludah melihat puting Joane agak tercetak di balik tank kaosnya.
“Non udah punya pacar belum ?” tanyanya tiba-tiba membuat Joane terdiam sejenak.
“Belum” jawabnya singkat.
“Masa belum sih Non, Non kan cantik masa belum ada yang mau ?” tanyanya polos.
“Bener, emang belum kok, kalau kamu sendiri Mun ?” Joane balik bertanya
“Ya belum lah Non, saya kan masih kecil hehe” jawabnya sambil garuk-garuk kepala, “eeh, Non mo tanya juga nih, kalau pacaran itu emangnya ngapain aja sih ?”
Joane tersenyum lagi, kepancing juga nih anak pikirnya, Mumun sendiri merasa Joane semakin manis dengan senyumnya itu sehingga dia senang memandanginya terlebih dengan pakaian yang minim seperti itu.
“Ehm, gimana yah jawabnya, ya intinya sih antara pria dan wanita saling mendekati gitulah misalnya jalan bareng, nonton bareng, makan bareng, nah dari situ timbul deh perasaan diantara mereka jadi makin mendalami pasangan masing-masing” kata Joane menjelaskan.
“Oohh gitu yah Non, kayanya asik juga yah Non” katanya mangut-mangut, “terus Non kalau yang namanya ngentot itu kaya gimana Non?”
Joane agak terkejut mendengar pertanyaan terakhir anak itu, tapi sekaligus senang juga, ini berarti umpan yang dilemparnya sudah semakin mengena.
“Kamu…kamu denger itu darimana Mun ?” tanyanya, ia melihat wajah anak itu sepertinya polos sekali waktu bertanya demikian, tidak tampak sedikitpun ekspresi mupeng.
“Ya itu Non, Mumun sering denger orang ngobrol-ngobrol di warung gitu, terus dari temen juga, katanya ntar kalau udah kawin kita tuh harus ngentot” katanya dengan lugu, “terus mereka bilang ngentot tuh enak, tapi saya ga dijelasin gimana, masih kecil katanya”
“Ok deh Mun, aku mau ngajarin kamu tentang apa itu ngentot, tapi kamu gak boleh cerita ke siapa-siapa, janji ?” Joane semakin bergairah karena itulah yang diharapkannya.
“Wah, bener nih Non, iya Mumun janji kok gak bakal ngomong ke siapa-siapa !” katanya antusias karena kepenasarannya sebentar lagi terjawab.
“Jadi gini Mun, ngentot itu bisa dibilang proses antara sepasang cowok sama cewek saling melepas nafsu birahi dengan berhubungan badan”
“Mmm, apa maksudnya tuh Non, ngelepas nafsu misalnya gimana ?” tanyanya belum terlalu mengerti.
Joane tersenyum sambil menggeser duduknya makin mendekati anak itu, selain itu digenggamnya juga tangan anak itu membuatnya semakin grogi.
“Nah prakteknya gini Mun, apa yang kamu rasain sejak berduaan sama aku tadi sama sekarang juga waktu berdekatan gini ?” tanyanya.
“Eeengg…ya deg-degan gitu Non, agak grogi jadinya” jawabnya.
“Kamu tau kenapa kamu ngerasa gitu ?” tanyanya lagi.
“Ya gimana ya…abis, abis Non kan cantik, seksi lagi jadi saya deg-degan” jawabnya gugup.
“Terus anu kamu tegang ga?” tanyanya yang dijawab anak itu dengan anggukan, “Nah itu yang namanya birahi, nah…terus kalau gini rasanaya gimana Mun ?” Joane meletakkan tangan yang digenggamnya itu di atas paha mulusnya.
“Mulus Non, kulit Non bagus banget !” jawab anak itu.
Joane mengusapkan tangan itu pada pahanya, ia merasakan darahnya berdesir dan tangan anak itu gemetaran. Muka anak itu memerah malu walau ia merasakan sesuatu dalam dirinya yang menggelegak, suatu perasaan yang luar biasa namun tidak bisa diungkapkannya dengan kata-kata.
“Kamu pasti belum pernah pegang-pegang cewek ya Mun ?” tanyanya nakal.
“Be…belum Non, mana berani saya” terlihat sekali ia semakin gugup.
“Kalau liat cewek telanjang ?”
“Pernah sih, tapi nggak sengaja di kampung dulu, lewat di sungai eh ada yang mandi, pernah juga sih ga sengaja mergokin emak saya mandi, itu juga ga sengaja” jawaban yang benar-benar apa adanya tanpa dibuat-buat.
Joane tertawa dalam hati melihat keluguan anak itu, seumur-umur baru pernah dia menggoda yang masih hijau dan usianya hampir tujuh tahun jauh dibawahnya seperti si Mumun ini. Seru juga nih sama yang bau kencur gini, nambah pengalaman, begitu katanya dalam hati.
“Mun, kamu berani nggak bukain bajuku ?” tantang Joane.
“Aduh…yang bener Non, Mumun malu nih” wajahnya tersipu-sipu.
“Yee…gapapa lagi, kan katanya mau diajarin ngentot, ya harus telanjang dulu dong !” katanya sambil meletakkan tangan anak itu di ujung bawah bajunya. “ayo Mun, angkat ke atas dong !”
Setelah didesak terus Mumun pun mengangkat kaos itu perlahan-lahan, Joane sendiri mengangkat tangannya membiarkan kaos itu lolos dari tubuhnya. Mata Mumun yang belo itu terlihat seperti mau keluar memandang tubuh Joane yang sudah setengah telanjang itu yang tinggal memakai hotpants saja. Tubuh itu begitu putih mulus tanpa cacat dengan payudara 34B nya yang mancung serta perutnya yang rata karena rajin berolahraga. Ketika Mumun sedang terbengong tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun, Joane meraih tangannya dan meletakkannya pada payudaranya. Tangannya gemetaran ketika pertama kalinya menyentuh gundukan daging kenyal itu. Dibimbingnya tangan itu membelai dan meremas payudaranya yang montok itu.
“Mmhh…gitu Mun, remas pelan-pelan, rasain putingnya ngeras” katanya sambil membimbing tangan Mumun yang satunya membelai tubuhnya.
Joane memejamkan mata menikmati belaian tangan bocah pembantu kostnya itu, belaian itu kadang terkesan ragu-ragu tapi sangat mengusik birahinya.
Joane kemudian menaikan satu kakinya di pangkuan Mumun dan merangkul bahunya, tangan bocah itu juga ia lingkarkan pada tubuhnya. Wajah mereka sangat dekat sekali sampai hidungnya bersentuhan, Mumun dapat merasakan hembusan nafas gadis itu menerpa wajahnya.
“Kamu senang kan Mun ?” tanyanya dengan suara mendesah yang dijawab bocah itu dengan anggukan, “sekarang buka mulut yah, jangan ditutup, aku mau ajarin kamu ciuman”
Bibir keduanya saling berpagutan, Joane dengan agresif memainkan lidahnya di dalam mulut Mumun, ia menyapu langit-langit mulutnya dan mendorong-dorong lidah anak itu dengan lidahnya. Mumun pun tergerak untuk ikut memainkan lidahnya membalas lidah gadis itu yang seolah mengajaknya ikut menari. Sambil berciuman dengan penuh gairah tangan anak itu mengelusi punggung Joane yang mulus dan hangat. Joane merasakan pahanya yang dipangkuan anak itu menyentuh benda keras di selangkangannya. Beberapa saat kemudian mereka melepas ciuman setelah merasa nafasnya memburu dan butuh udara segar. Kemudian Joane berdiri di depan Mumun yang masih melongo dan melepaskan pakaian terakhir yang tersisa di tubuhnya, ia menurunkan sekaligus hotpants beserta celana dalam di baliknya. Mumun terpana menatap pemandangan indah di depan matanya itu, mata besarnya itu tak berkedip menatap kemaluan Joane yang ditumbuhi bulu-bulu hitam yang lebat.
“Ayo Mun, kamu juga buka baju” kata Joane menyentuh bagian bawah kaos lusuhnya.
Mumun mengangkat tangannya, ia pasrah membiarkan gadis itu melucuti pakaiannya walau masih tegang. Setelah melemparkan kaos itu ke belakang, Joane menyuruhnya berbaring di ranjangnya.
“Ayo cepet, tunggu apa lagi !?” katanya tidak sabaran karena anak itu bengong saja.
Mumun pun berbaring telentang di ranjang itu, tidak tahu apa lagi yang harus dilakukannya karena dia sama sekali buta soal seks, bahkan nonton film bokep atau lihat gambar porno saja belum pernah. Memang di usianya yang mulai puber itu ada rasa senang ketika melihat gadis-gadis penghuni kost itu lalu-lalang dengan pakaian yang memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh mereka, tapi ia sendiri tidak tahu mengenai perasaan yang disebut ‘birahi’ itu. Anak itu kaget dan menahan celana pendeknya ketika Joane hendak menurunkannya, namun tangannya segera ditepis gadis itu yang terus menurunkan celana itu hingga lepas. ‘Wew’ serunya dalam hati melihat penis anak itu yang sudah tegang, ujungnya sudah disunat dan berbentuk seperti helm, memang ukurannya tidak sebanding dengan pria-pria dewasa yang pernah terlibat seks dengannya, namun lumayan juga untuk ukuran anak seusianya. Joane merunduk dan menggerakan tangan untuk menggenggam penis itu.
“Eh…Non, jangan ah !” katanya sambil menutupi penisnya dengan telapak tangan.
“Kenapa sih lu, katanya mau diajarin !” Joane jadi agak sewot “kalau cerewet terus ya udah, sana pake baju keluar!” dengan kesal ia menggeser tubuhnya ke tepi ranjang dan memunggungi anak itu, tangannya meraih hotpants dan celana dalamnya yang diletakkan di kursi dekat situ. Namun tiba-tiba ia merasakan sepasang lengan kurus memeluknya dari belakang.
“Non, jangan marah dong, Mumun minta maaf, Mumun kan tegang baru pertama kali”
kata anak itu memelas.
Joane sengaja diam tak berkata apa-apa sehingga anak itu terus memohon dengan mengguncang-guncang tubuhnya. Dalam hati ia tersenyum melihat reaksinya yang seperti anak-anak minta permen itu. Ia pun menengokan wajah memandang wajah anak itu lalu berkata,
“Iya, iya kali ini aku ampuni, tapi janji jangan banyak bacot lagi”
“Iya Non, Mumun janji kok bakal nurut ke Non aja” jawabnya dengan penuh harap.
Maka Joane pun menyuruhnya kembali berbaring dan dituruti tanpa pikir panjang oleh bocah itu. Joane kembali ke posisinya semula berlutut di samping anak itu, ia merunduk dan menggenggam penis itu. Tangannya yang lembut dengan jari-jari lentik mulai mengusap batang itu. Mumun memejamkan mata dan menelan ludah menikmati usapan lembut itu.
“Pernah Mun ininya diginiin ?” tanya Joane yang hanya dijawab dengan gelengan kepala.
“Pakai tangan sendiri juga belum ?” tanyanya lagi.
“Pakai tangan sendiri, emang buat apa Non, tapi iya juga enak sih tititnya dikocok-kocok gitu” jawaban itu membuat Joane tersenyum geli sambil terus mengocok penis itu.
Anak itu mendesah dan tubuhnya berkelejotan ketika Joane pertama kali mendaratkan bibirnya mengecup kepala penisnya, lidahnya lalu menyusul menjilati bagian yang bersunat itu sambil tangannya memijat pelan buah zakarnya. Tak lama kemudian Joane sudah memasukan penis itu ke dalam mulutnya. Anak itu meremas-remas sprei dan mendesis merasakan hangatnya ludah gadis itu menyelubungi penisnya serta hisapan dan jilatannya yang berpengalaman itu.
“Aduh Non…sshhh…Mumun gak tahan…enakhh !” desahnya.
Sungguh sebuah sensasi luar biasa yang baru pernah dirasakannya dimana penisnya diemut-emut seorang gadis cantik seperti Joane. Terkadang Joane menggerakkan matanya untuk melihat reaksi anak itu, tatapan matanya saat itu membuat Mumun tak sanggup berlama-lama memandangnya. Tak lama kemudian saat kepala penis Mumun bersentuhan dengan daging lembut di langit-langit tenggorokan Joane, menyemprotlah spermanya tanpa terbendung. Tubuh anak itu menegang sambil menggigiti bibir bawahnya, kenikmatan ini tak terlukiskan dengan kata-kata, ia merasa seperti sedang kencing, tapi bukan kencing entah perasaan apakah ini namanya, demikian pikirnya. Penis itu banyak sekali mengeluarkan sperma yang langsung dihisap Joane dengan teknik menyedotnya yang telah membuat banyak pria serasa terbang. Meskipun cairan putih yang keluar cukup banyak namun tak setetespun keluar dari mulutnya, Joane mengisapnya hingga tetes terakhir dan penis itu menyusut dalam mulutnya.
“Gimana Mun, enak gak barusan ?” tanyanya begitu melepas penis itu dari mulutnya.
“Uenak banget Non, duh baru pernah ngerasain yang ginian” katanya puas.
“Itu tadi namanya orgasme, kalau udah sampai di puncak kenikmatan ya gitu tuh rasanya” Joane menjelaskan sambil membaringkan tubuhnya menyamping di sebelah anak itu.
“Oohh…ngerti jadi waktu kita orgasme itu kita ngeluarin pipis kaya tadi itu ?”
“Aduh Mun itu bukan pipis” Joane memutar mata dongkol, “cape deh !” katanya dalam hati, “tadi yang keluar itu namanya sperma, itu tuh yang bikin perempuan hamil kalau lagi subur Mun, aduuh”
“Sini, aku ajarin yang lain lagi !” suruhnya seraya menelentangkan tubuhnya dan menarik tangan anak itu sebelum dia harus memberi kuliah biologi padanya.
Diletakkannya tangan anak itu diatas kemaluannya yang berbulu lebat dan tangan satunya di payudaranya. Ia membimbing tangan Mumun pada vaginanya untuk membelai dan memasukkan jarinya memasuki liangnya.
“Gimana rasanya dibawah sana Mun ?”
“Hangat Non, becek-becek juga”
“Coba masuk lebih dalem lagi cari daging yang aahh !” desah Joane karena saat itu jari Mumun menyentuh klitorisnya yang sensitif.
“Oh, Non sakit yah, maaf Non, maaf !” katanya sambil mengeluarkan jarinya dari vaginanya.
“Heh siapa suruh keluarin ?” bentaknya memegangi lengan anak itu, “itu tadi yang namanya klitoris, titik sensitifnya cewek, coba kamu gosok pelan-pelan, yahh…ahhh…gitu”
“Jadi diginiin enak yah Non” kata Mumun tersenyum dan menggosokkan jarinya pada daging kecil itu.
Mumun kini telah menindih tubuhnya, mulutnya mengisap dan menjilati payudaranya sementara tangannya terus mengorek-ngorek vaginanya. Tanpa harus dibimbing lagi anak itu mengenyoti payudara montok Joane sampai pipinya kempot, lidahnya juga menyapu-nyapu putingnya menyebabkan Joane makin terangsang. Ia memegangi kepalanya dan menekan-nekan wajahnya ke payudaranya seolah memintanya terus melakukannya.
“Iyah Mun…terushh…gitu enak…ahhh…aahhh !” desahnya.
“Mun…Mun !” panggilnya menepuk-nepuk kepala Mumun yang sedang asyik menyusu, “udah dulu disitu, sekarang kamu jilatin memekku pakai cara ciuman yang tadi kuajari”
Mumun menurut saja apa yang disuruh Joane, ia menggeser tubuhnya ke bawah. Aroma kewanitaan yang harum karena rajin dirawat itu langsung tercium oleh Mumun begitu Joane membuka pahanya.
“Ayo Mun, jilati sepuasmu !” pintanya.
Mumun mulai menjilati bibir vagina Joane yang sudah basah, mula-mula ia agak canggung melakukannya namun lama-lama dengan dibimbing Joane ia semakin menikmati tugasnya.
“Iyah, disitu Mun, mmmhh…iyah disitu !” desahnya sambil mengarahkan Mumun menjilat daerah yang tepat.
Sedikit demi sedikit lidah Mumun mulai terlatih dalam melakukan oral seks. Lidah itu menyapu bibir vaginanya dan menggelitik klitorisnya sampai Joane menggeliat-geliat dan mendesah nikmat. Mumun sangat menikmati sari kewanitaan yang terus keluar dari vagina itu. Sedang enak-enaknya menikmati jilatan Mumun, tiba-tiba HP yang terletak di meja sebelah berbunyi.
“Terusin aja Mun, santai aja jilatinnya yah” katanya seraya meraih HPnya, ternyata yang menelepon temannya, Devi.
“Jo, kalau kita keluarnya jam dua aja gimana ? soalnya sorenya gua ada acara nih!” kata Devi di seberang sana.
“Jam dua, ya boleh juga lah, lu yang jemput gua kan?”
“Iya, ni hari gua aja yang bawa mobil, Jo lu gapapa kan kemaren ? kita udah watir loh sama lu, takutnya gimana-gimana gitu”
“Tenang aja lah Dev, udah biasa gua, yah ntar juga biasa lagi kok sshhh !” Joane menjawab telepon itu dengan nafas berat sambil menggigit bibir.
Joane harus melayani obrolan di telepon dengan Devi dalam keadaan vagina dijilati oleh Mumun. Lidah anak itu bergerak makin liar membuat gairah Joane semakin bergolak sehingga terkadang kata-katanya bergetar atau disertai desahan.
“Jo…lu kenapa sih ? kok ngomongnya aneh gitu sih ?” tanya Devi.
“Nggak…gapapa kok Jo gua cuma mmmhhh…sshhh…ok deh sampe nanti yah, lu jemput gua kan ?” Joane makin tak sanggup menahan desahannya karena Mumun makin bernafsu mengisap vaginanya.
“Hayo lu lagi ngapain nih ?” Devi menebak-nebak “lagi sama sapa tuh disitu, si Yogi dateng yah jangan-jangan…”
“Udah ah Dev jangan sebut-sebut bangsat itu, udah ya, see you !” Joane langsung menutup telepon itu dan kekesalannya bangkit lagi karena teringat lagi pria itu.
“Mun…sini !” panggilnya.
“Iyah Non, kenapa ?” ia merangkak di atas tubuh Joane hingga wajah mereka saling berhadapan, mulut anak itu nampak basah oleh cairan kewanitaan.
Tanpa banyak bicara lagi Joane langsung menarik kepala anak itu ke wajahnya dan melumat bibirnya. Mumun walaupun kaget dengan gerakan yang tiba-tiba itu pasrah saja, ia bahkan membalas pagutan Joane, lidahnya mulai berani menyapu-nyapu rongga mulut gadis itu dan bermain lidah dengannya. Joane menggulingkan badan ke samping sehingga kini ia berada di atas anak itu, dadanya yang montok dan hangat bergesekan dengan dada kurus Mumun. Joane menciuminya dengan ganas sebagai pelampiasan atas kekecewaannya pada pria yang pernah menjadi harapannya. Ketika mereka melepas ciuman tiga menit kemudian ludah mereka teruntai dan sedikit menetes.
“Sekarang waktunya Mun” katanya sambil menegakkan tubuh dan meraih penisnya.
Tangannya yang lain membuka vaginanya sendiri lalu secara perlahan ia menurunkan pinggulnya. Mumun merasakan kepala penisnya yang bersunat itu menyentuh daging yang hangat dan basah. Semakin Joane menurunkan pinggulnya semakin terbenam pula penis itu dalam vaginanya.
“Uuuhh…perih Non, perih !” erang Mumun yang kulit penisnya tertarik oleh himpitan dinding vagina Joane.
“Ssstt…jangan keras-keras, kalau ketauan orang di luar kita bisa gawat” kata Joane menempelkan telunjuknya ke bibir anak itu, “sebentar yah digoyang dikit dulu supaya pas” lalu ia menggoyang sedikit dan memaju-mundurkan pinggulnya.
Mumun merasakan sensasi dahsyat ketika penisnya tertanam seluruhnya dan bergesekan dengan vagina Joane yang bergerinjal-gerinjal, itulah saat pertama ia kehilangan keperjakaannya yang dirasanya tegang tapi nikmat dan akan bertambah nikmat.
“Nikmatin yah Mun, tapi jaga suaranya jangan terlalu rebut !” kata Joane sambil membelai pipi bocah itu.
Maka mulailah ia menaik-turunkan pinggulnya di atas penis anak itu. Nafas Mumun semakin menderu-deru merasakan kenikmatan yang baru pernah dirasakannya seumur hidup dimana penisnya serasa diperas di dalam rongga vagina gadis itu.
“Kamu remas-remas disini dong Mun !” kata Joane dengan manja sambil meletakkan tangan anak itu di payudaranya. “Aahh…ssshh…kerasan dikit Mun, gitu enak…iyahh…aahh !” desahnya.
“Auuuhh…, Non, ooohh…, enaakk… susu Non mantep banget, mm…,oooh goyangnya enak !” pujian jujur keluar dari mulut anak itu disertai desahan.
Joane melakukan gerakan naik-turun itu cukup lama juga, ada mungkin seperempat jam, tubuh keduanya sudah mulai berkeringat. Tangan Mumun yang mengusap punggungnya jadi ikut basah karena keringat yang keluar melalui pori-pori kulit seperti embun itu. Goyangan Joane yang semakin cepat menyebabkan rasa nikmat terus menjalar ke seluruh tubuh melalui penisnya. Kenikmatan itu membuatnya ikut menggerakan pinggulnya secara refleks menyambut goyangan gadis itu.
“Uuhh…tambah pinter yah kamu…bener gitu Mun, gerakin juga badan kamu…aahh…bagus !”
“Bangun sini Mun, aku ajari posisi lain !” katanya seraya menarik lengan anak itu hingga terduduk di ranjang, “nah, gini kan kamu bisa sambil nyusu !”
Ia meneruskan kembali goyangannya dan menekan wajah Mumun ke dadanya. Tanpa diperintah lagi Mumun mengenyoti payudara kanan Joane dan tangannya meremasi payudara yang lain. Kedua kaki Joane melingkari pinggang anak itu, sesekali ia menempelkan bibir mencumbunya agar desahannya tidak terlalu keras.
“Oohhh…Mun, jangan keras-keras !” Joane meringis dan menjenggut rambut pendek anak itu ketika putingnya digigit keras.
Kenikmatan yang semakin melambungkannya semakin membuat Mumun lupa diri hingga tak terasa puting Joane yang sedang dikenyotnya tergigit dengan kuat.
“Maaf Non, gak sengaja, abis enak banget…uuhh !”
Tak dapat disangkal rasa nyeri itu turut bercampur menjadi bagian dari kenikmatan persetubuhan itu. Joane merasakan vaginanya semakin banjir dan berkontraksi makin cepat. Ia pun menambah kecepatan goyangannya dan sesekali meliuk-liukan pinggulnya.
“Non….ooohhh…enak !”
“Aaahhh…aku…aku keluar Mun….mmhh…uummhh !”
Keduanya mencapai puncak kenikmatan secara berbarengan, Joane buru-buru memagut bibir Mumun agar erangannya teredam. Tubuh keduanya mengejang selama beberapa detik hingga melemas kembali dengan nafas terputus-putus.
“Kamu udah jadi laki-laki Mun, udah bukan perjaka lagi, ngerti kan yang namanya ngentot ?” tanya Joane membelai kepala anak itu.
“Asyik banget Non, baru pernah Mumun ngerasain yang gini, Mumun masih mau Non, boleh kan Non !?” pintanya.
Joane mengangguk dan tersenyum, sambil memulihkan tenaga ia membuarkan saja anak itu membelai dan mencium payudaranya.
Lama berpelukan Joane merasa semakin gerah, apalagi tubuhnya sudah keringatan begitu. Maka ia melepaskan pelukannya dari anak itu dan berbaring telentang.
“Ambilin minum dong Mun !” suruhnya.
Mumun langsung turun dari ranjang tanpa harus diperintah lagi, ia menuangkan Coca-cola Diet yang masih terletak di meja ke gelas Joane lalu memberikannya padanya. Setelah meneguknya, Joane menyodorkan sisanya yang setengah pada anak itu.
“Minum dulu Mun, kamu juga pasti haus kan !” katanya.
Mumun berterimakasih dan buru-buru meminumnya hingga habis. Setelah itu ia menaruh gelas itu di meja dan kembali ke Joane yang sedang berbaring. Tubuh kurusnya naik menindih Joane, mulutnya langsung nyosor ke payudaranya.
“Mmm…Mun, mulai gak sopan yah kamu” Joane mendesah genit dan meremas-remas rambut anak itu yang sedang mengisapi putingnya, “oohhh !” ia mendesah lebih panjang ketika jari anak itu memasuki vaginanya.
Cepat juga anak ini belajarnya, belum apa-apa sudah bisa merangsang seperti ini, pikirnya. Mumum melumat payudaranya secara berganti-ganti kiri dan kanan.
“Tetek Non mantap, bentuknya bagus, saya suka banget netek dari Non” katanya di sela-sela mengenyot payudara Joane.
Gairah Joane pun mulai bangkit lagi akibat rangsangan-rangsangan itu, demikian pula Mumun, penisnya kembali mengeras dan Joane merasakannya karena benda itu bersentuhan dengan pahanya. Disuruhnya anak itu berlutut diantara kedua pahanya dan menusuk vaginanya dengan penis yang sudah keras itu. Mumun mengikuti pengarahan Joane, ia menekan kepala penisnya ke vagina gadis itu.
“Ssshhh !” Joane mendesah meresapi proses penetrasi.
Sesaat kemudian Mumun sudah mulai bergoyang mencari kenikmatannya, tangannya perpegangan pada kedua betis Joane, ia mengikuti nalurinya tanpa pengarahan Joane lagi. Mumun yang baru pertama kali menikmati hubungan seks itu benar-benar menikmati penisnya keluar-masuk dalam vagina gadis itu. Pinggulnya bergerak maju-mundur menghujam-hujam vagina Joane menyebabkan tubuhnya tergoncang-goncang sehingga payudaranya pun bergetar hebat.
“Goyangnya cepetin Mun…aahh…enaknya, aku suka punyamu….aaahhh !” desah Joane sambil mengimbangi genjotan anak itu dengan menggoyang pinggulnya.
Setelah sepuluh menit anak itu maju menindih Joane tanpa melepas penisnya, persenggamaan itu terus berlanjut dalam posisi misionaris. Mumun menatap wajah seksi Joane yang sedang high itu, sungguh sangat menggoda pipinya yang bersemu merah dan sorot matanya yang dipenuhi hasrat itu sehingga Mumun tak tahan untuk tak menciumi pipinya dan bibirnya. Ciuman Mumun juga mengarah ke leher dan payudaranya membuat Joane sangat terbuai. Ia tak menyangka ABG kurus yang baru melakukannya pertama kali ini begitu cepat belajar dan mampu memuaskannya. Akhirnya ia tak sanggup bertahan lebih lama lagi, gelombang klimaks yang dahsyat kembali menerpa tubuhnya.
“Oohhh…oohhh…keluar lagi…aku gak kuat lagi Mun !” erangnya sambil memeluk erat tubuh anak itu, cairan kewanitaannya meleleh membasahi penis Mumun yang masih keras.
“Tambah enakhh Non…jadi tambah licin aja…uuhh…aahhh…nikmat Non !” desah Mumun merasakan ejakulasi Joane yang menghangatkan dan menghimpit penisnya lebih keras sehingga memberi kenikmatan ekstra.
Mumun menyusul tak lama kemudian dengan melenguh panjang dan menyemburkan spremanya di dalam vagina gadis itu.
Keduanya tergolek dalam posisi berpelukan, Joane menggeser tubuh Mumun yang menindihnya hingga terguling lemas ke samping, karena merasa berat dan panas. Namun Mumun kembali merangkul tubuhnya sambil terus meraba-raba tubuhnya, mulutnya menjatuhkan ciuman-ciuman ringan di pipi, bibir dan payudara gadis itu. Joane diam saja membiarkan anak itu berbuat semaunya.
“Non, Non cantik sekali, seksi lagi, lain kali boleh gak minta ginian lagi Non !” tanyanya.
“Boleh aja, tapi aku kasih tau ya, kalau di depan umum jangan macem-macem lu, jaga sikap, ngerti ?” katanya mewanti-wanti.
Mumun hanya mengangguk, ia juga sudah cukup lelah melayani keliaran gadis ini. Joane melirik ke arah weker di sebelahnya. Sudah jam 1.20, wah tak terasa lama juga persetubuhan ini, selain itu sepertinya Devi sebentar lagi akan datang menjemputnya.
“Mun, bangun, pake baju sana !” katanya.
Namun Mumun masih terus mengelusi payudaranya tanpa melepas rangkulannya sehingga Joane terpaksa menepis tangannya.
“Heh, bangun aku bilang, denger ga sih !” nadanya agak ketus.
“Tapi Non…”
“Cepet turun, masih ada kerjaan tau, jangan ngelunjak ah !” Joane mendorong dada anak itu sambil bangkit terduduk di ranjang.
Mumun buru-buru memunguti pakaiannya dan memakainya, takut dengan sikap Joane yang mulai judes itu.
“He…he…jangan asal keluar dulu dong, liat dulu dari jendela kalau sepi baru keluar !” katanya ketika anak itu menggeser grendel pintu.
“Sepi Non, biasa lah hari gini !” jawabnya terbata-bata setelah mengintip dari jendela.
“Ya dah keluar sana, tutup lagi pintunya !”
Sepeninggal Mumun, Joane membersihkan diri di kamar mandi. Dalam hati ia merasa puas, baik puas secara birahi, dan puas telah melampiaskan kekesalannya pada pria yang membohonginya itu, hatinya terasa lebih plong. Devi datang tak lama setelah ia selesai mandi dan berpakaian. Merekapun pergi menikmati hari Minggu dengan mobil Devi.
###
Yogi baru meneleponnya pada keesokan harinya.
“Jo…gua bener-bener sori kemarin itu, gua pengen ketemu aja buat minta maaf ke lu, gua benernya masih sayang kok ke lu”
“Masih sayang, dari kemaren ngapain aja lu ? udah puas sama tuh cewek baru nyari gua lagi” omelnya dalam hati sehingga ia terdiam beberapa saat tanpa menjawabnya.
“Jo…Jo…jawab dong, gua bener nyesel banget, gua sengaja nunggu sampai hari ini biar lu cooling down dulu, please kasih gua kesempatan sekali lagi”
“Emm, ya dah lu dateng kesini aja jam empat sore, gua ada kuliah sekarang” jawabnya lalu menutup pembicaraan.
Sorenya jam setengah empatan Joane memanggil Mumun ke kamarnya. Tentu saja anak itu senang sekali, apalagi Joane mengajaknya mandi bareng. Ia menyuruh Mumun masuk duluan ke kamar mandi dan menyalakan air hangat, tak lama kemudian ia menyusul ke dalam. Mata Mumun seperti mau copot melihat Joane yang masuk sudah dalam keadaan bugil, penisnya tambah mengeras melihat keindahan di depan matanya itu. Ia memeluk anak itu dibawah siraman shower yang membasahi tubuh keduanya, lalu menundukan kepala memagut bibirnya. Mereka berciuman beberapa saat sampai Joane menurunkan tubuhnya hingga berlutut di depan anak itu. Diraihnya penis yang telah menegang itu dan dikulumnya. Mumun melenguh dan wajahnya mendongak ke atas menggeleng-geleng karena merasa geli penisnya dipermainkan Joane dengan kuluman dan kocokan.
Lima menit kemudian, Joane melepas penis Mumun yang sudah mencapai ketegangan maksimal. Ia berdiri membelakangi anak itu dengan menunggingkan pantat dan menyandarkan tangan ke tembok. Dibimbingnya penis anak itu ke arah vaginanya, setelah tepat sasaran disuruhnya dia mendorong pinggulnya hingga penis itu memasuki vaginanya. Mumun harus sedikit berjinjit karena kaki Joane lebih panjang dari kakinya.
“Hhhshhh…entot aku Mun, entot sepuasmu !” desah Joane menikmati sodokan demi sodokan penis Mumun.
Sambil menggenjot, tangan Mumun menjelajahi lekuk-lekuk tubuh gadis itu, payudara yang menggantung itu diremas-remasnya dengan gemas. Joane turut menggerakan pinggulnya meyambut genjotan anak itu. Sepuluh menit lamanya mereka bersenggama dalam posisi demikian hingga keduanya orgasme dalam waktu bersamaan. Mumun menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma sambil melenguh panjang, demikian juga Joane yang tak mampu menahan desahannya dan matanya membeliak-beliak. Setelah mencapai orgasme Joane tersenyum pada anak itu dan menciumnya di bibir. Diambilnya sabun dan digosokannya ke tubuh kurus itu. Wajahnya masih malu-malu ketika tangan halus Joane dan sabun itu membelai tubuhnya, tapi yang jelas penisnya tampak tegang terutama ketika Joane menyabuninya, dengan nakal gadis itu sengaja mengocoknya pelan sehingga anak itu sedikit mendesah.
“Sini Mun sekarang kamu yang sabuni aku yah !” ujarnya seraya menyerahkan sabun.
Mumun mulai menyabuni tubuh Joane dengan tangan bergetar. Ketika sampai di vaginanya, Joane memegang lengannya dan mengeluskannya disana. ‘Emmmhhh !” desisnya sambil memejamkan mata. Ia memeluk anak itu dan menggeser tubuh ke bawah shower sehingga air menyiram dan membilas busa sabun di tubuh mereka. Mumun mengelus dan memasukkan jarinya ke vagina Joane sambil mengemut puting gadis itu. Joane terus mendesis menikmati jari-jari Mumun di vaginanya dan hisapan pada putingnya, air shower menyiram wajahnya yang menengadah dengan mata terpejam. Sedang larut-larutnya dalam birahi tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan Yogi muncul di ambang pintu, ia tercengang melihat pacarnya yang sedang bugil di bawah siraman shower sedang memeluk bujang kostnya yang umurnya jauh dibawahnya dan sedang mengenyot payudaranya.
“Jo ! heh…anjing lo, berani-beraninya !” bentak Yogi pada anak itu dan melangkah ke anak itu hendak menghajarnya.
Mumun yang terkejut langung melepas pelukannya dan sembunyi ke belakang tubuh Joane. Joane sendiri tidak nampak terkejut ketika Yogi muncul mendadak karena itu memang sesuai yang diharapkannya, sebelumnya ia telah mengirim SMS padanya yang berisi, ‘gua tunggu di kmr mndi yah yang, pintu kamar ga gua kunci kok, u lgsg msk aja’
Joane mematikan air dan menghalangi Yogi yang hendak menangkap Mumun dengan tubuhnya.
“Hei…hei kenapa sih lo, kesurupan yah, kalau berani jangan beraninya ke anak kecil dong heh !” kata Joane dengan ketus sambil mendorong dada pemuda itu.
“Minggir Jo…kurang ajar bener si tuyul itu, minggir biar gua hajar !” katanya dengan emosian.
“Kok lu nyalahin dia sih, orang gua yang mau kok” kata Joane santai sambil mengelap tubuhnya dengan handuk.
“Apa ? lu ini…apa-apaan sih maksudnya ? jadi lu ada main sama si tuyul sialan itu ?” tanya Yogi dengan suara bergetar seolah tak percaya pendengarannya
“Iya emang, so what gitu loh, apa peduli lu, cuma gitu aja kan ?” ia melilitkan handuk ke tubuhnya dengan sikap cuek, “sekarang lu tau kan perasaan gua waktu lu boongin gua bilang ada urusan bisnis terus gua liat lu ciuman sama cewek lain !”
Yogi langsung terpaku, ia sadar ini adalah pembalasan atas perselingkuhan yang dilakukannya, namun bagaimanapun ia tidak terima Joane membalasnya dengan cara demikian.
“Lu…lu…dasar perek, emang udah aslinya perek, lu juga sama aja belum berobah !” maki Yogi sambil menunding Joane.
“Iya, emang, gua tau gua seperti apa, lu juga udah tau kan, tapi seenggaknya gua ga pernah main belakang kaya lu tau !” balasnya sengit.
“Hhiiihh !” Yogi gregetan mengangkat tangan hendak menampar Joane.
“Kenapa ? mau nabok ? ayo…tabok aja kalau berani, biar heboh orang diluar sana tau, biar mereka tau lu tuh banci, ayo !” tantang Joane sambil memberi pipinya.
Joane melangkah maju menantangnya sementara Yogi hanya bisa mundur-mundur tak kuasa menggerakan tangannya ataupun berkata apapun lagi. Ia hanya bisa membalikan badan dan mendengus kesal.
“Tunggu dulu” sahut Joane ketika pria itu hendak melangkah ke pintu, “Ini nih, gua gak butuh ini lagi, kasih aja ke perek lu itu !” ia melepaskan cincin emas putih yang diberikan Yogi ketika menyatakan cintanya dan melemparnya ke kaki pria itu.
Yogi meneruskan langkahnya dan membuka pintu tanpa menengok ke belakang, setelah di luar ia membanting pintu itu agak keras. Sepeninggal Yogi, Joane menengok ke kamar mandi di belakangnya, Mumun masih meringkuk di sudut kamar mandi, ia nampak bingung melihat cekcok barusan. Ia mendekati Mumun namun ketika baru mau berjongkok dan menenangkannya pintu kamarnya ada yang mengetuk.
“Tunggu disitu yah ! jangan keluar dulu !” katanya lembut.
Ia menutup kamar mandi dan membukakan pintu untuk dua teman kostnya yang kebetulan dekat situ dan mendengar suara perang mulut di dalam dan melihat Yogi keluar sambil membanting pintu.
“Jo….kenapa tadi ? lu gapapa kan ?” tanya seorang gadis kurus berkacamata.
“Nggak, biasalah urusan cowok cewek, yah gitulah cape deh !” katanya menghela nafas.
Setelah berbasa-basi dan meyakinkan mereka segalanya baik-baik, iapun kembali menutup pintu.
Joane kembali pada Mumun di kamar mandi, ia memegang bahu anak itu untuk menengangkannya. Mumun tersenyum terpaksa membalas pandangan mata Joane.
“Maaf yah Mun barusan itu !” ucapnya lembut lalu mengecup ringan pipi Mumun.
Ia menyuruh anak itu segera berpakaian dan menunggu sebentar di kamarnya sampai di depan agak sepi sehingga bisa keluar. Mumun tidak berani bertanya apa-apa mengenai kejadian tadi pada Joane, demikian pula Joane ia nampaknya cuek saja merokok sambil sesekali memantau situasi di luar dari celah tirai. Mumun keluar meninggalkan kamar itu setelah disuruh Joane yang yakin situasi di luar sepi. Joane menyalakan CD-playernya dan menjatuhkan diri ke ranjang. Walau agak sedih karena sendiri lagi, secara keseluruhan ia merasa kelegaan dalam hatinya, lepas sudah beban pikirannya. Malam itu Joane menepikan mobilnya sejenak di tepi sebuah jembatan. Dari sana ia melempar jauh-jauh cincin dari bekas pacarnya itu hingga benda itu menghilang di tengah luasnya laut. Devi memandang Joane dan mengelus-elus punggungnya, ia mengerti perasaan sahabatnya itu dan berusaha menghiburnya. Seminggu kemudian, setelah melunasi tagihan bulanan, Joane mengepak barang-barangnya untuk pindah ke kost baru. Sebelum pindah ia berkata pada Mumun yang membantu membereskan barangnya.
“Makasih yah Mun, sori kalau selama ini ngerepotin kamu, jangan lupain yang pernah kita pelajari yah”
Mumun merasa kesepian setelah Joane pindah dari kost itu, ia tidak mana kemana gadis itu pindah karena Joane tidak mengatakannya, namun ia tidak akan melupakan pengalaman yang didapatnya dari gadis itu, pengalaman itu menjadi kesan tersendiri dalam kehidupannya.
###########################



© Karya Shusaku