Sebelumnya aku perkenalkan dulu, namaku Rian. Tinggiku 170 cm dengan berat badan 60 kg. Sejak dua hari yang lalu, umurku sudah 17 tahun. Menurutku, wajahku sih sebenarnya biasa saja, tapi banyak yang bilang kalau aku imut, mungkin karena kulitku yang putih bersih dan sifatku yang agak kekanakan hingga membuatku masih tampak seperti anak-anak. Bahkan banyak yang masih menyangka kalau aku masih SMP. Tapi aku cuek saja dengan anggapan itu, bahkan cenderung senang karena bisa 'menipu' orang dengan tampangku. Aku kira cukup itu saja tentang aku. Selanjutnya aku akan bercerita tentang seseorang di tempat pemandian umum.
Aku tinggal di sebuah desa. Kebetulan di desaku air cukup berlimpah, sehingga ada beberapa tempat di desaku yang digunakan sebagai tempat pemandian umum. Tapi aku paling suka dengan tempat pemandian yang di dekat sawah. Bukan karena tempatnya lebih wah, tapi karena kebanyakan yang mandi di sana adalah orang-orang tua yang terkadang habis pulang dari sawah mereka.
O ya, aku adalah seorang gay, setidaknya itu anggapanku. Meskipun sampai saat ini aku belum sekalipun melakukan kegiatan seksual dengan laki-laki. Aku baru menyadari kalau aku gay saat aku dan kawan-kawanku melihat film blue, kira-kira tiga tahun yang lalu. Saat itu aku baru sadar kalau aku tidak tertarik dengan wanita di film tersebut, tapi aku tertarik dengan pria yang bermain di film itu. Kebetulan pria yang ada di film itu sudah cukup matang, maksudnya sudah berusia separuh baya (mungkin sekitar 45-50 tahun). Dan saat itulah aku sadar kalau aku ternyata menyukai laki-laki yang sudah matang.
Memang selama ini aku selalu mempunyai perasaan yang aneh kalau aku melihat laki-laki dengan kriteria tersebut. Mungkin karena aku merindukan sosok seorang ayah yang selama ini tidak pernah aku dapatkan dari ayah kandungku yang pergi entah kemana. Tapi sebelumnya aku tidak pernah memikirkannya secara seksual, soalnya karena lingkunganku yang menyebabkan aku tidak pernah memikirkannya. Dalam lingkunganku adalah hal yang tabu kalau kita memikirkan laki-laki yang lain secara seksual. Namun sekarang, pikiran itu mulai ada dalam otakku. Aku mulai merasa kalau aku tidak hanya memikirkan laki-laki karena figur seorang ayah, tapi juga karena aku mulai menyukai hal-hal tentang seks dari mereka. Dan itulah sebabnya aku mulai suka mandi di tempat pemandian yang dekat sawah.
Suatu hari aku pergi ke tempat pemandian umum tersebut, kira-kira pada jam 10 pagi. Sebenarnya pada jam-jam begini tempat pemandian tersebut sepi pengunjung. Tapi memang aku sengaja, soalnya selain ingin mandi aku juga ingin mencuci pakaian. Jadi sambil aku mencuci pakaian aku bisa menunggu orang-orang yang akan mandi. Memang selain sebagai tempat mandi, tempat tersebut juga merupakan tempat orang-orang mencuci pakaian. Maklum tempat itu merupakan sebuah mata air yang cukup besar yang airnya selalu mengalir, sehingga tempat tersebut selalu bersih meskipun digunakan untuk mencuci pakaian sekalipun.
Kira-kira dari jarak sekitar 5 meter dari tempat pemandian tersebut, aku mulai mendengar suara aneh. Dan semakin aku mendekat, semakin jelas dalam telingaku kalau suara itu adalah suara orang yang sedang mengerang dan mendesah. Ada sedikit perasaan yang menyenangkan yang mulai muncul dalam diriku. Aku yakin sekali kalau ada orang yang sedang mengadakan aktifitas seksual di tempat pemandian tersebut. Tapi aku sendiri tidak begitu yakin apa, apakah hanya orang iseng yang sedang onani, ataukah memang ada orang yang sedang melakukan hubungan seksual dengan istrinya, atau mungkin dengan selingkuhannya.
Rasa penasaran begitu memenuhi otakku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, apakah aku hanya harus terus mendengarkan suara tersebut dan hanya membayangkan apa yang terjadi di dalam tempat pemandian tersebut, ataukah aku harus masuk ke tempat pemandian tersebut. Yang jelas tempat pemandian tersebut mempunyai tembok yang cukup tinggi, sehingga tidak mungkin kalau aku harus mengintip apa yang dilakukan oleh orang tersebut. Konon ceritanya tempat ini dibangun oleh pemiliknya karena digunakan sebagai tempat pemilik tersebut berselingkuh dengan wanita lain. Tapi namanya juga isu, kebenarannya masih perlu ditanyakan. Apapun alasannya, aku tidak tahu mengapa tembok tempat ini begitu tinggi.
Akhirnya, dengan tekad yang bulat, aku mencoba memberanikan diri untuk masuk saja ke tempat pemandian tersebut. Terserah apa yang akan dikatakan oleh orang tersebut, salah sendiri kalau dia melakukannya di tempat umum seperti ini. Lagian kalau nanti orang tersebut kesal atau marah aku akan membuat alasan bahwa aku tidak begitu tahu kalau dia sedang melakukan hal tersebut.
Dengan jantung yang berdegup begitu keras, aku mulai melangkahkan kakiku memasuki tempat pemandian tersebut. Dan apa yang aku sangka ternyata benar juga. Di depanku duduk Mbah Karyo. Mbah Karyo ini orangnya sudah tua, mungkin sekitar 75 tahun. Tubuhnya juga sudah banyak yang keriput, tapi tetap masih terlihat kalau Mbah Karyo menjaganya dengan baik, tentu saja dengan bekerja di sawah. Wajah Mbah Karyo menurutku sih menarik, mungkin waktu mudanya dulu Mbah Karyo ini banyak disukai oleh gadis-gadis, soalnya di usianya yang sudah senja saja, masih tampak garis-garis ketampanan di wajah Mbah karyo. Kulitnya hitam karena terbakar matahari, tapi di sekitar selangkangannya kulitnya tampak lebih muda warnanya. Mungkin karena terbiasa bekerja di sawah, sehingga tubuh yang tidak tertutupi tampak hitam, sedang yang biasa tertutupi menjadi lebih muda warnanya. Mungkin banyak dari kalian yang tidak akan terangsang melihat Mbah Karyo dalam keadaan seperti itu. Tapi aku lain, karena pada dasarnya aku memang menyukai pria yang sudah matang (tua), maka apa yang terjadi di depanku benar-benar membuat libidoku langsung menuju puncak. Aku menahan napas melihat apa yang dilakukan oleh Mbah Karyo.
Mbah Karyo tampak begitu menikmati apa yang sedang dilakukannya. Dengan mata terpejam dan tangan yang sudah penuh dengan busa sabun, Mbah Karyo dengan perlahan dan ritme yang teratur sedang mengocok alat kemaluannya. Begitu pelan, dan begitu teratur, beda dengan aku saat aku melakukan onani, biasanya aku selalu melakukannya dengan tergesa-gesa, bahkan seperti orang yang kesetanan. Mungkin karena usia Mbah Karyo yang memang sudah cukup uzur yang membuatnya begitu menikmati onani seperti itu, sedangkan aku yang masih muda begini selalu ingin cepat orgasme untuk kemudian melakukan lagi sekian menit kemudian.
Setiap kali tangannya bergerak naik dia mulai mengerang, dan di saat tangannya bergerak turun dia mendesah. Tangan kirinya juga tidak tinggal diam, dia mulai meraba-raba pahanya bagian dalam, terus diraba sambil terus melakukan onani dengan tangan kanannya. Kemudian setelah puas meraba-raba pahanya, tangan kirinya mulai bergerak ke arah perut. Di sini dia memainkan jari-jarinya di sekitar pusarnya. Erangannya semakin cepat saat dia melakukan kegiatan tersebut. Kemudian tangannya bergerak lagi ke atas, dan mulai meraba-raba putingnya. Digerakkannya jarinya melingkar beberapa kali di sekitar putingnya, dan erangan serta desahannya pun terdengar semakin cepat mengikuti gerakan jari-jarinya.
Tampak Mbah Karyo menikmati sekali dengan apa yang dilakukannya. Setelah itu dia mulai memilin putingnya, mungkin dia pilin dengan keras, karena seiring dengan hal itu Mbah Karyo juga mulai mengerang dengan lebih keras dan lebih cepat. Aku yakin dia benar-benar sudah dalam keadaan yang sangat terangsang, soalnya gerakan tangan kanannya juga dipercepat. Erangan dan desahannya semakin cepat dan semakin keras. Aku pastikan bahwa sebentar lagi Mbah Karyo akan mengalami orgasme. Tapi aku keliru, karena begitu dia mulai merasa bahwa dia akan orgasme, secepatnya dia melepaskan tangan kanannya. Meskipun tangan kirinya masih tetap bermain-main dengan putingnya, tapi tangan kanannya hanya meraba-raba pahanya bagian dalam. Erangannya juga sudah mulai melemah dan melambat, hanya erangan sekedar menikmati sensasi yang dia buat sendiri dengan kedua tangannya.
Setelah meraba-raba pahanya, tangan kanannya mulai memainkan buah pelirnya. Mbah Karyo mulai memijit-mijit buah pelirnya, dan terkadang dia menggenggam kedua buah pelirnya dan menariknya menjauhi selangkangannya sambil mengerang keenakan. Penisnya tampak bergerak-gerak mengikuti setiap kali dia melakukan hal itu. Dan saat itulah aku bisa melihat penis Mbah Karyo secara keseluruhan.
Aku cukup terkejut juga dengan penis yang dimiliki oleh Mbah Karyo. Penisnya tampak lucu sekali. Tidak terlalu besar dan terlalu panjang memang, bahkan kalau bisa aku katakan untuk ukuran laki-laki dewasa, ukurannya tergolong cukup kecil. Kalau saya perkirakan panjangnya mungkin sekitar 10 cm, dengan diameter tidak lebih dari 3 cm. Meskipun begitu ukuran kantungnya cukup besar, kira-kira sebesar bola tenis, dan tampak masih kencang dan mengkerut. Tapi justru itu yang membuat penisnya terlihat lucu dan menarik. Apalagi dengan bentuk yang cukup bagus, aku benar-benar ingin mengulum penis tersebut, yah hitung-hitung sebagai latihan untuk pertama kali melakukannya. Kalau penisnya masih kecil begitu kan aku tidak bakal kesulitan untuk melakukan oral sex.
Nafasku sudah mulai memburu karena terangsang dengan apa yang kulihat, bahkan sepertinya aku sudah kesulitan untuk menelan ludahku karena keinginan untuk mendekati Mbah Karyo. Tapi aku tidak punya keberanian untuk melakukannya, sehingga aku hanya menikmati saja pertunjukan itu dari tempatku berdiri. Sambil melakukan hal tersebut, mata Mbah Karyo masih tetap terpejam.
Bersambung . . . .