Namanya Anggoro. Dia ini menjadi obsesi beratku. Sejak masih bujangan tampang dan gerak laku pria ini sangat membuatku birahi. Tampangnya mirip penyanyi Bragi. Kini umurnya kira-kira 28 tahunan. Sudah kawin dengan 1 anak, tinggal tidak jauh dari rumahku bahkan masih satu RT. Dua atau tiga kali dalam seminggu aku selalu berpapasan dia saat main atau berangkat kerja.
Tubuhnya anggun dan sangat indah. Semampai dengan tinggi sekitar 175 cm. Dengan rambutnya yang relatip agak panjang lepas dan sedikit liar, Anggoro menjadi nampak sangat seksi. Aku suka membayangkan seandainya Rini, istriku mau bersanggama dengannya. Aku akan rela mengamati saat-saat Rini dilanda nikmat karena disetubuhi Anggoro. Akan kubiarkan Rini memuaskan syahwat dengannya. Mungkin dia akan menciumi penisnya dan menunggu tumpahnya sperma Anggoro di mulutnya. Kemudian menjerit kecil saat penis Anggoro menusuk vaginanya. Dan aku akan menunggu tumpahnya sperma di vagina Rini untuk aku bersihkan dengan lidahku. Akan aku jilati cairan-cairan Anggoro yang terserak di pinggulnya, pantatnya dan vagina istriku Rini.
Aku juga banyak membayangkan dalam khayalku, kapan aku bisa "nyungsep-kan" hidungku atau mulutku ke pantat dia. Woo.. Anggoro.., kapan aku berkesempatan merasakan aroma pantatmu, kapan aku bisa merasakan spermamu.., kapan..? Biasanya kalau sudah begini, aku lantas menyendiri di ruang kerjaku. Aku meneruskan khayalanku sambil mengelusi penisku hingga meraih kepuasan birahi.
Sebelum terlalu jauh, aku perlu perkenalkan diriku. Aku Basir, 35 tahun, jebolan dari fakultas ekonomi, swasta. Menikah, istri menjalankan KB spiral dengan alasan belum ingin punya anak demi karirnya di dunia per-bank-an. Dalam hal seksual aku termasuk kategori bi-seksual. Aku mencintai perempuan cantik sepertinya Rini istriku yang sangat cantik dan sintal. Tetapi aku juga mudah terpesona sama pria. Kalau perempuan mutlak harus cantik, kalau pria harus tampan. Tetapi kalau pria ada kekecualian, kalau tidak tampan penisnya harus yang gede. Bagiku pria yang berpenis gede itu selalu memancarkan daya tarik seksual. Dan.. apapun yang keluar dari tubuhnya semuanya bisa dinikmati. Aku suka semuanya dari mereka itu.
Tetapi perlu kuakui bahwa aku ini sebetulnya pria pengecut. Akan halnya obsesiku yang tersebut di atas tadi, sejauh ini lebih banyak aku meng-khayal untuk mengantarkan aku saat melakukan onani. Dalam keseharianku, cukup banyak wanita maupun pria, yang cinta sesama pria tentunya, yang juga menunjukkan minatnya padaku. Aku kira tidak berlebihan kalau orang-orang di sekitarku bilang bahwa aku mirip Clay Aiken, bintang American Idol itu.
Aku merasakan berhubungan seks dengan pria untuk yang pertama kali saat aku masih SMP. Aku setengah dijebak dan diperkosa oleh Pak Arwan. Dia tak lain adalah paman kawan sekolahku. Kejadiannya saat kami berlibur, aku diajak temanku ini untuk menginap di rumahnya. Dia sudah punya istri yang aku pandang sangat cantik dengan 2 anaknya yang masih kecil-kecil. Pak Arwan ini rupanya kutu buku. Rumahnya yang kecil itu dipenuhi dengan buku-buku yang disusun dalam rak-rak yang teratur. Aku sendiri juga termasuk kutu buku, sehingga kunjunganku kerumah paman temanku ini betul-betul memberikan aku kegembiraan yang bukan main. Aku puas-puaskan membaca. Aku membaca apa saja. Ya, novel, sejarah, komik, astrologi dan sebagainya. Apapun aku selalu ingin tahu. Pak Arwan gembira ketika tahu aku senang membaca. Jadinya aku malahan lebih banyak bersama Pak Arwan untuk bersama-sama membaca dari pada bermain dengan temanku.
Pada suatu malam, kira-kira jam 11 malam saat semuanya sudah tidur aku masih di ruang baca Pak Arwan. Aku ingin menyelesaikan bacaan novelku. Saat itulah Pak Arwan muncul di pintu,
"Belum tidur kamu, Basir?!," dia menegur sambil mendekat ke tempat aku duduk. Sambil merangkul pundakku dia menanyakan aku membaca apa. Saat itu aku merasakan sedikit aneh. Dia merangkul aku dan juga mengelus-elus pundakku sambil menyodorkan buku lain,
"Kamu pernah lihat ini belum?"
Ternyata itu majalah dari luar negeri. Di halaman depannya terpampang gambar perempuan telanjang. Aku heran, kenapa Pak Arwan memberiku majalah beginian.
"Lihat-lihat saja boleh, kok. Sekarang kan jamannya informasi. Sebentar ya, aku tak buatkan minuman hangat, aku akan kembali."
Dia meninggalkanku untuk mengambil minum. Terus terang majalah bergambar itu memang langsung menggelitik naluri libidoku, walaupun waktu itu usiaku baru 14 tahun. Saat pamanku membuat minuman dengan cepat kubuka lembar-lembar majalah itu. Aku sangat kaget sekaligus terpesona. Ternyata isi majalah itu penuh dengan adegan-adegan panas yang langsung membuat panas birahi remajaku juga. Kemaluanku ereksi saat melihat adegan-adegan "super hot" dalam majalah itu.
Aku yang masih asyik dan tegang berubah kaget setengah mati hingga tubuhku terlonjak dari kursiku, saat kusadari bahwa Pak Arwan telah berada di belakangku. Dia meletakkan cangkir teh panasku kemudian dengan merunduk hampir menghembus kupingku dia berbisik,
"Bagaimana, Sir, bagus ya? Kamu pasti telah membuka-buka ya? Nggak usah malu-malu."
Dan astagaa.. Pak Arwan mengulurkan tangannya langsung meraih selangkangan celanaku dan meremas kemaluanku yang masih ereksi karena melihat adegan-adegan panas itu.
"Nahh.., bener, khan? Nggak apa-apa, ini namanya kamu anak laki yang normal dan sehat seperti orang-orang lain," dia berkata begitu sambil tangannya terus meremasi kemaluan dalam celanaku.
Walaupun tubuhku gemetaran, aku tak berani menolak, takut Pak Arwan marah. Jadi yaa.. kubiarkan saja. Demikian juga saat posisinya bergeser ke depanku tanpa melepaskan remasannya kemudian disusul dengan jari-jari tangannya yang melepasi kancing celanaku dan akhirnya membetot penisku keluar dari celana dalamku. Sambil dia urut-urut batang kemaluanku,
"Duhh.. indah banget burungmu, Sir. Boleh, ya, aku cium yaa.."
Tanpa menunggu persetujuanku mulutnya sudah nyosor dan mengulum penis kecilku itu. Aku sangat ketakutan. Kenapa Pak Arwan tega begini padaku. Aku gemetar dan menggigil. Aku langsung lemas dan lunglai kehilangan daya karena takutku yang amat sangat. Aku digendongnya ke sofa di ruangan itu. Tanpa ragu-ragu Pak Arwan mencopot lepas celanaku. Dan.. aku sangat kaget.. wajahnya dia usel-uselkan ke selangkanganku dan bibirnya mencium serta mengecupi selangkangan dan kemaluanku.
Tetapi.. gemetar dan rasa takutku mulai pupus saat aku merasakan semacam sensasi ketika dia
menjilati dan mengulum penisku. Rasa gatal yang nikmat merambat datang seperti saat aku melakukan onani. Sampai akhirnya.. ahh.. air maniku keluar deras dalam mulut Pak Arwan. Dia lumat dan telan seluruh cairan kentalku. Kulihat wajahnya yang sedemikian nampak nikmat saat mulutnya mengecap-ecap air maniku itu.
Rupanya dengan keluarnya air maniku, Pak Arwan belum juga terpuaskan syahwatnya. Kini dia balik tubuhku hingga tengkurap. Dan inilah sensai hebat yang Pak Arwan berikan padaku. Pak Arwan menjilati lubang duburku. Dia sodokkan lidahnya untuk menusuk-nusuk lubang pantatku. Dan duuhh.. rasanya sangat nikmat banget. Rasanya aku sedang terbang ke awang-awang. Dia jilat dan sedot-sedot pantatku sepertinya tak kenyang-kenyangnya.
Tiba-tiba kini dia yang juga telah bertelanjang tanpa setahuku menghentikan serangan pada duburku dan berdiri. Dia bergerak melangkahkan satu kakinya ke atas dadaku untuk mengangkangi aku. penisnya yang cukup besar di asongkan ke mulutku. Tentu aku bereaksi untuk menolaknya. Aku tak mengerti akan kemauannya itu dan merasa jijik.
"Gantian Sir, masa Pak Arwan terus..," katanya sambil memaksakan kehendaknya, mendorong-dorongkan kemaluannya ke mulutku. Sekali lagi aku tak bisa menolak saat penisnya mengusel-usel bibirku, tanpa aku mau mengulumnya, hingga akhirnya spermanya muncrat-muncrat membasahi bibir, gigi dan pipiku. Sesudahnya aku menangis karena takut, menyesal, sakit hati pada Pak Arwan dan perasaan campur aduk yang lain. Kulihat Pak Arwan meninggalkan aku dengan santainya.
Keesokan harinya aku minta temanku untuk pulang lebih dahulu dari rencana kami yang mestinya 2 hari lagi. Aku beralasan khawatir meninggalkan ibu yang hanya ditemani adikku sendirian di rumah. Dengan ramah mereka, termasuk Pak Arwan, mengantarkan aku hingga ke terminal bus.
Anehnya sejak itu, aku selalu melamun dan terkenang pada apa yang Pak Arwan telah lakukan padaku. Aku merasa bahwa Pak Arwan telah membuat aku berubah. Aku juga sering merasa menyesal kenapa aku buru-buru pulang dari kunjunganku yang masih 2 hari. Aku membayangkan seandainya aku tidak buru-buru pulang tentu Pak Arwan akan kembali mengelusi aku dan melampiaskan nafsunya lagi pada malam-malam berikutnya. Mungkin akan melakukan hal-hal yang lebih seru lagi agar aku terangsang dan mengeluarkan spermaku lagi untuk dia minum dengan penuh kenikmatan. Aku juga masih ingat dengan gamblang bagaimana Pak Arwan mengangkangi aku dan mengasongkan kemaluannya ke mulutku, menggosok-gosokkan kebibirku hingga menumpahkan spermanya. Ah, kenapa tak kubuka mulutku hingga sperma itu menyemprot dan membasahi mulutku. Dan aku akan menelannya sebagaimana Pak Arwan menelan spermaku juga.
Rasa sesal itu berakhir sejak aku menjadi mahasiswa di sebuah kampus swasta di Jakarta. Disitu aku bertemu dengan Roni. Dia adalah seniorku. Dia bukan termasuk lelaki yang tampan. Namun tubuhnya yang atletis membuat dia tampil sangat jantan dan seksi di mataku. Aku sangat suka saat melihat Roni di atas sepeda motornya. Cara duduk dan membungkuknya sangat sensual bagiku. Aku suka menghadirkan kembali saat-saat dalam pelukan Pak Arwan tetapi kali ini bersama Roni seniorku ini. Ah, Ronii..
Sebagai kakak kelasku dia sangat baik padaku. Dia sering meminjami aku buku-buku atau hal-hal lain yang kuperlukan. Semua kebaikannya aku terima dengan tulus hingga pada suatu hari dia minta agar aku menemani tidur di asramanya karena teman kostnya kebetulan lagi pulang kampung. Terus terang aku sudah lama sangat menunggu kesempatan macam ini. Sesudah aku dewasa, sejak masa di SMP untuk pertama kalinya aku digauli pria macam Pak Arwan hingga kini aku belum pernah merasakan kembali berhubungan dengan sesama lelaki. Ternyata dendam birahiku masih membara. Dan berhadapan dengan Roni kali ini, dendam birahi itu tiba-tiba kurasakan berkobar-kobar. Aku ingin dia belai aku, ciumi aku dan paksa aku untuk menciuminya juga. Ah Ronii.., tak usah kamu paksa aku akan menciumi penismu dan telan air manimu. Mungkinkah itu datang dari Roniku ini..? Apakah dia juga lelaki macam Pak Arwan? Memang aku sering memperhatikan bagaimana dia memandangi aku. Tetapi aku tak berani menyimpulkan lebih jauh.
Saat datang aku sedikit terperangah dan kagok. Roni hanya memakai celana dalamnya, alasannya udara yang panas. Aku berlagak acuh dan acuh. Aku bergaya sibuk membaca ini itu sementara pikiran dan ekor mataku terus mengikuti gerak dan tingkahnya. Dia mondar-mandir di kamar seakan memiliki masalah. Dia nampaknya gelisah. Aku berkesempatan untuk menyaksikan posturnya yang setengah telanjang itu. Duh, jantan banget kamu Ron..
Sepintas kusaksikan celana dalamnya. Nampak alur tebal melintang. Itu bayangan penisnya. Gede banget, pikirku. Tak kuingkari, penisku sendiri sejak tadi sudah ereksi. Aku terobsesi dengan Roni yang hanya bercelana dalam ini.
Tiba-tiba dia mendekat ke aku dan setengah berbisik,
"Sir.. eehh.. eehh, mau nggak kalau.. kamu..," lama dia nggak terusin kata-katanya, aku tanyakan balik,
"Kenapa Ron?"
"Aku ingin kamu mengisapi penisku..," dia akhiri kata-katanya sambil merogoh dan mengasongkan kemaluannya yang amat tegang ke mukaku.
Kata-katanya yang sangat vulgar itu terdengar aneh di telingaku. Kata-kata vulgar itu sepertinya sihir bagiku. Aku tak mengelak saat penis gede itu diasongkan padaku. Kuperhatikan sesaat kepalanya nampak keras dan licin berkilatan. Langsung kurasakan bau ke-lelakian, ini sangat mengingatkan pada Pak Arwan. Aku masih terpesona saat dia mendesak,
"Ayoo, Sir.. tolong.. Aku kebelet banget.."
Dia dorong dan senggolkan penisnya ke mukaku. Dan, ah.. refleks bibirku.. aku membuka bibirku, membiarkan kepala itu mendesaki gigiku. Aku menggelinjang, syahwatku datang menerjang. Aku menggoyang posisi kepalaku, sedikit mendongak dan sepertinya kena tamparan sihir yang membuat aku dengan tanpa daya melahap penis Roni. Duh, nikmatnya.. Aku mendongak kembali menyaksikan wajah Roni. Dia menyeringai nikmat sambil mengeluarkan desahan. Serta merta tangannya meraih kepalaku, mengelusi dan meremas-remas rambutku. Kami sama-sama tenggelam. Deras nafsu membahana menenggelamkan kami hingga ber-jam-jam. Kami bergulat dalam kancah gelora birahi. Kamar kost yang sempit ini sempat gaduh. Masing-masing menyalurkan dendamnya. Pergulatan itu berakhir saat sperma bermuntahan susul menyusul dari Roni dan aku. Kemudian dalam keheningan kami sama-sama tertidur hingga esok paginya.
Saat mandi bersama dalam shower air hangat, kami saling bermain kembali. Aku jadi terbiasa mengisap kemaluannya dan dia juga tanpa ragu mengisap kemaluanku. Kami kembali mengarungi samudra kenikmatan syahwat.
"Sir, mau nggak kamu jongkok menghadap ke dinding. Aku akan buat kejutan buat kamu."
Aku langsung melakukan keinginannya dan menunggu kejutan itu. Aku berharap-harap cemas saat kepalaku merasakan adanya pancuran hangat yang kemudian jatuh ke mukaku. Kulihat cairan kekuningan. Ah, Roni.., kamu mengencingi aku. Kudengar dia tertawa penuh kegirangan. Aku bukannya marah, sebaliknya justru nafsu birahiku melonjak. Aku bernafsu sekali menyaksikan air kencingnya membasahi kepala dan mukaku. Tanpa ragu aku menghadap balik dan mengangakan mulut. Pancuran dari kemaluannya langsung kuterima ke mulutku. Aku berkumur dengan air seni yang hangat itu. Sebagian lainnya aku minum dan telan. Ah, sangat sensasional rasanya. Itulah awal aku menikmati air seni.
Bersambung . . . . .