Pagi ke 2..
Aku bangun dengan penis ereksi yang mendambakan sarapan paginya. Seperti kemarin anak-anak telah bangun lebih dahulu dan sebagian mereka ada di perapian serta lainnya pada pergi mandi. Sesudah ambil handuk dan sikat gigi lantas menyusul pergi mandi, akupun menelusuri jalan seperti kemarin. Sampai di rerimbunan sebelum tempat mandi sekali lagi aku belok masuk ke semak-semak. Dari balik dedaunan yang rimbun, dengan gaya orang sedang kencing, aku mengulang kenikmatan dari anak-anak lelaki yang pada telanjang dengan penis, bokong dan pantatnya yang sangat membangkitkan gairah libidoku. Kembali aku mengelusi penis yang telah keluar dari celanaku. Kembali khayalku menerawang jauh.
Paling pinggir sini nampak Pardi telanjang bulat. Dadanya nampak kekar berotot. Dan seoerti kemarin pula hadir Rini, istriku yang dengan liar mengemuti penis si Pardi yang Hansip itu. Dia itu yang biasanya narik becak menjemputi anak-anak sekolah di RT kami sesekali membantu istriku membawa barang-barang belanjaan dari pasar. Orangnya tidak cakep tetapi badannya sangat seksi dan cukup tinggi. Kini nampak tangannya yang berotot menjambak rambut Rini untuk memaju mundurkan mulutnya lebih dalam mengisap penisnya. Dan berakhir dengan gelagapan istriku ini saat penis Pardi menyemprotkan spermanya yang berliter-liter ke mulut Rini yang dengan lahapnya menelan seluruh cairan air mani itu.
Di tengah anak-anak itu nampak Tardja anak Pak RT. Anak SMP ini sangat menggemaskan. Badannya kerempeng tetapi penisnya sudah nampak bakalan gede nantinya. Nampaknya belum disunat. penis kecil macam itu sangat enak di'emut-emut'. Dan kalau waktunya air mani anak-anak seumur dia itu mau keluar, biasanya dia meracau. Sambil tanganku semakin kencang mengelusi penisku ini dan khayalanku terbang membayangkan aku menjilati selangkangannya yang ranum itu.
Pak Johan sedang jongkok menggosoki dakinya. Uhh.., betapa nikmatnya apabila dia menduduki wajahku. Pasti pantatnya serta lubang duburnya yang penuh bulu akan kulumati hingga Pak Johan mendesah-desah ketagihan. Kini istriku sedang ngentot dengan si Pardi Hansip itu. Dengan gaya anjing nungging 'doggie style' Pardi memompa bokong istriku. Rini nampak meraih-raihkan tangannya kea rah pinggul Pardi agar memompa lebih dalam lagi.
Dan kini Anggoro idamanku mulai hadir dalam khayalku. Aku sedang menjilati anusnya yang belum cebok dari beraknya. Aku rasakan serpihan tainya di seputar anus itu. Duh.. nikmat banget, nih. Ayyoo.. berikan Anggoro.. berikan pantatmu Anggoro.. biar kujilati hingga bersih. Saat spermaku muncrat-muncrat aku merosot hingga jatuh bertumpu pada dengkulku. Aku mengerang merasakan nikmat yang menimpaku. Aku terkulai. Kulihat air maniku tercecer di dedaunan. Aku merasakan kepuasan syahwat yang luar biasa. Pelan-pelan aku bangkit dan bergeser menuju tempat anak-anak mandi. Aku terduduk di tepian kali. Anak-anak memandangiku dan menganggap aku masih mengantuk.
Puncak obsesiku..
Penasaranku pada Anggoro tak kunjung padam. Rasanya tak puas-puasnya mengimpikan nikmat birahi bersamanya. Sesudah cuci muka dan gosok gigi aku kembali menelusuri tepian kali macam kemarin. Tubuhku gemetar dan bergetar, membayangkan mendapatkan nikmat syahwat macam kemarin. Aku bergaya seperti petualang kecil yang sedang mencari-cari serangga atau dedaunan langka. Terkadang aku berhenti, memegang dedaunan, membungkuk, merabai pepohonan dan sebagainya untuk menghindarkan kecurigaan apabila ada anak-anak yang memergoki aku. Tiba-tiba hidungku mencium aroma yang menyengat. Nah, ini dia, demikian hatiku. Ku ikuti, bau itu dari arah sebelah kiriku. Dan tak jauh.. Nampak dedaunan basah dan terlihat setumpuk pasta kehijauan yang sangat indahnya. Tai. Tai siapa ini? Aku mendekatinya.. Bau itu sungguh menaikkan libidoku. Aku tak perlu berpikir lagi tai siapa. Pertama kuraih daun basah yang tercecer di seputar itu.
Kuangkat dan ku endus. Tak salah lagi, ini bau air kencing. Daun itu kujilati. Rasa asinnya kukecap-kecap dan kutelan. Ada daun agak cekung sendok di sebelah depan, cairannya nampak tergenang. Hati-hati kuangkat dan kuteguk isinya hingga bersih. Kemudian nampak ada daun basah yang lusuh. Aku gemetar. Itu pasti daun bekas 'peper'.
Kuambil dan ku endus-endus. Tak salah lagi Anggoro cebok dengan daun itu. Dengan penuh birahi kujilati daun itu dan juga daun-daun bekas cebokan yang lain. Pasti mulut dan bibirku kini nampak belepotan antara basah dan kehijauan. Aromanya jangan tanya lagi. penisku menjadi sangat ereksi dibuatnya.
Sesudah puas dengan daun-daunan semua itu aku mulai konsentarsi pada tumpukan utama, pasta kuning kehijauan itu. Di tengah gemuruhnya nafsu syahwatku, aku nggak buru-buru untuk langsung meraihnya. Aku dekati tai itu. Bukan dengan tanganku tetapi dengan wajahku. Aku nungging bertumpu pada kedua sikutku, mendekat hingga wajahku hampir lekat ke gundukkan penuh aroma itu. Kusaksikan penuh pesona syahwat, betapa tai itu seperti spiral stupa. Pangkalnya berupa gumpalan nampak mengeras. Kemudian melunak naik melingkar. Dan ujungnya nampak sangat lunak dengan bentuh lancip akibat tarikan saat jatuh dari lubang anus. Ah, Anggoroo.. betapa indahnya taimu ini..
Sementara air liurku tak lagi tertahan aku mulai mendekat, menjulurkan lidahku dan aku menjilat-jilat ujung itu. Setiap jilatan sebagian kecil terbawa lidahku dan kutarik ke mulutku untuk kukenyam-kenyam. Rasa sepat mulai memenuhi rongga mulutku. Kemudian menyusul jilatan lainnya hingga ujung itu semakin lenyap.
Dengan tetap nungging seperti anjing kini aku mulai melahap gundukkan sisanya. Mulutku meraih pasta-pasta itu dan mengunyah-unyah untuk kemudian menyemprotkan ampasnya ke dedaunan di sekitar situ, meraih kembali dan mengunyah-unyah dan menyemprotkan ampasnya lagi. Demikian ber-ulang-ulang. Memang aku hanya merasai sarinya. Nggak mungkin menelan seluruhnya karena akan membuat perut sangat penuh.
Dan ketika sampai kebagian paling bawah aku bangkit duduk. Kini tanganku yang bekerja. Gumpalan tersebut kuraih dan kuremasi dalam tanganku hingga mencotot di sela-sela jari-jariku. Terasa ada serpih-serpih yang mengisi gumpalam itu. Mungkin jenis makanan yang nggak mudah di cerna. Hasil akhirnya adalah mengusap tanganku ke wajah dengan gumpalan tai-tai itu. Duuhh.. Sedap sekali rasanya.. Aku merasakan syahwat yang penuh sensasi. Kenikmatan tak terhingga merambati syaraf-syarafku. Aku kembali gemetar dan bergetar. Aku seperti kerasukan. Tai Anggoro membuat aku tenggelam dalam nafsu yang sangat nikmat kualami dan rasakan. Aku merasa melayang di awang-awang. Hingga akhirnya..
Inilah yang mengherankan aku. Spermaku muncrat-muncrat tanpa sedikitpun tanganku menyentuhnya. Saat-saat mau keluar, terasa sekali sperma tadi merambati saluran penisku yang membuat perasaan seperti jauh melayang dalam nikmat yang berkepanjangan. Entah berapa belas denyutan, rasanya spermaku tak habis-habisnya menyemprot-nyemprot di dalam celanaku. Aku jadi ingat, kejadian macam itu pernah berlangsung sudah belasan tahun yang lalu, saat aku pertama kali ingin onani. Waktu itu aku mengintip bibiku lagi mandi dan cebok dari bilik bambu kamar tidur yang penuh lobang-lobang. Antara takut dan pengin banget aku merangkaki dinding itu. Tanganku harus berpegangan pada tulang bilik bambu itu agar bias meraih lubang yang tepat, sementara penis kecilku sudah sangat tegang menahan birahi. Kurasakan ada yang mendesak seakan mau kencing. Aku tegang dan gemetar. Dan kemudian air mani kecilku muncrat membasahi celanaku. Ah.., kenikmatan belasan tahun yang lalu itu kini kembali kudapatkan.
Setelah kepuasan itu aku turun ke kali membersihkan diri dan kembali mencuci tubuhku.
Ada sisa-sisa aroma yang sengaja kutinggalkan di celah-celah kukuku. Aku akan menikmati nanti sambil tiduran sementara teman-teman pada 'hunting' naik gunung atau memasuki hutan-hutan.
Saat aku balik menyusuri tepian kali aku melihat kelebatan orang di balik semak-semak. Loh.. siapa dia? Adakah yang mengikutiku?
Pelan-pelan aku mengendap dan mengintip. Ah.. Lhoo.. ternyata itu si Anggoro. Dia sedang mau berak. Jadi itu tadi tai siapa?? Ampun deh..
Sarapan ke 2..
Tetapi nggak timbul juga rasa penyesalanku. Toh aku telah mendapatkan kenikmatan dari barang yang bukan sasaranku. Dan benar-benar nikmat pula. Sementara yang ini, akupun tidak ingin meninggalkan yang ini.
Aku kembali mengendap-endap. Uh, ternyata dia tidak sendirian. Anggoro ada bersama Pakde Sastro. Sedang ngapain mereka? Ternyata aku melihat pemandangan yang sangat mengejutkan. Pakde Sastro bersama Anggoro berasyik masyuk. Ternyata mereka berdua itu sejenis denganku. Mereka saling suka pasangan sejenis. Dengan posisi setengah jongkok dan tanpa membuka sama sekali pakaiannya Anggoro sedang mengulum penis Pakde Sastro yang hanya melepas ikat pinggang dan memerosotkan celana panjangnya. Edan, kalau aku cuma berani ngintip, mereka ternyata lebih jauh lagi. Hebat juga mereka ini.
Kudengar Pakde Sastro mendengus-dengus menahan gelora birahinya saat mulut Anggoro mengisapi bijih pelernya dan menjilati batang gede panjangnya itu. Sambil tangannya merenggut rambut Anggoro Pakde Sastro mendorong pantatnya maju mundur untuk memompakan penisnya ke mulut Anggoro. Desahnya semakin tak keruan. Sementara Anggoro sendiri sepertinya bergumam. Dia mempercepat lumatan mulutnya. Dia pengin merasakan sperma Pakde Sastro yang akan tumpah ke mulutnya. Sementara tangan kirinya berpegang pada paha Pakde, tangan kanannya bergerak memegang batang penis dan bibir serta lidahnya menyelusuri batang, bijih pelir dan belahan kepala penis tempat lubang kencing yang merebak keluar itu. Anggoro nampak kesetanan dan merem melek menikmati isepannya.
Rupanya Pakde Sastro tak bisa menahan geloranya. Ditariknya berdiri si Anggoro kemudian merangkulnya untuk melumati bibirnya. Anggoro sepertinya perempuan yang menyerah pada kebuasan Pakde. Dia juga meraih pundak Pakde dan membalas dengan panas lumatan dibibirnya. Keadaan berlangsung cukup lama ketika nampak tangan Pakde menggerayangi ikat pinggang Anggoro dan melepasinya. Kini celana Anggoro luruh ke bawah dan aku lihat ada 2 penis lelaki yang saling tegang setengah beradu. Aku sendiri menjadi tak keruan. Libidoku melonjak melihat apa yang kulihat ini. Ingin rasanya aku bergabung untuk mengisep ke dua penis itu, tetapi aku nggak punya nyali. Yang kulakukan sekarang adalah mengeluarkan penisku dan mengocok sendiri sambil dengan melotot mengamati tingkah orang-orang di depanku itu.
Kini Pakde juga membuka kancing kemeja Anggoro. Mulutnya bergerak turun, mempagut leher Anggoro yang menerimanya dengan desahan yang cukup hebat. Tangan Anggoro langsung merenggut penis Pakde yang telah mengacung besar dan tegang untuk mengelusi dan mengocokinya. Nampak Pakde menikmati banget apa yang tengah berlangsung.
Mulut Pakde turun lagi. Kini dia menggigiti dada Anggoro, kanan dan kiri bergantian. Ketika mulut Pakde turun lagi aku melihatnya semakin tak keruan. Sejenak menciumi perut Anggoro untuk langsung meluncur ke arah penisnya. Dan dengan mulutnya yang nampak rakus banget Pakde Sastro mulai menjilat kemudian mengulum penis Anggoro. Uuhh.. nikmatnya.. Pakdee..
Anggoro memaju mundurkan pantatnya menusukki rongga mulut Pakde Sastro sambil desahannya tak henti-henti. Dan aku mengocok penisku semakin kencang. Kadang-kadang jariku menjepit pelan untuk menimbulkan efek yang sangat kunikmati. Aku tegang banget melihat adegan-adegan di balik semak yang terpampang di depanku itu.
Ketika akhirnya Anggoro melepaskan spermanya, nampak Pakde Sastro gelagapan menampung seluruh caitan di mulutnya dan berusaha menelan tanpa ada yang terceceer sedikitpun. Pakde minum seluruh air mani Anggoro. Gerakan-gerakan semakin perlahan. Dan desahan semakin menyepi. Tetapi belum usai..
"Sekarang gantian..," terdengar suara berat Pakde Sastro. Dan Anggoro yang tanggap segera ganti setengah jongkok dan kembali mengisep dan mengkulum penis Pakde. Pelan-pelan dan penuh ritme Pakde mulai menggenjot mulut Anggoro. Aku sendiri ikut gelagapan menyaksikan semua tadi. Koncokkan penisku penuh variasi, kenceng, kendor, jepit, lepas, elus dan sebagainya. Aku juga merasa spermaku mulai tak bisa kubendung.
Saat-saat Pakde tak mampu lagi menahan lepasnya air maninya, tangannya mencengkeram kencang kepala Anggoro dan ditarik dan dorongnya kuat-kuat keluar masuk agar mulut Anggoro memompa penisnya. Dan pada puncaknya dengan setengah paksa dijejalkan penisnya ke mulut Anggoro sehingga terdengar bunyi kerongkongan setengah tersedak. penis Pakde Sastro nampak berdenyut-denyut hebat saat spermanya lepas muncrat menembaki rongga mulut Anggoro. Entah berapa denyutan penis Pakde mengagguk angguk dan berapa liter air maninya tumpah. Dan semua yang tumpah itu harus ditelan oleh Anggoro.
Begitu selesai mereka bergegas merapikan pakaian dan berajak balik ke tenda. Aku cepat menyelinap agar tak kepergok ngintip.
Bersambung . . . . .