Pukul 05.30 pagi, saat morning call membangunkan kami, Dean mengecup keningku. Kami mandi berdua di bawah shower saling mengosok dan saling pagut tanpa permainan sex. Dalam berciuman aku selalu memejamkan mataku, menikmatinya sekaligus menghilangkan rasa malu. Aku sangat menyukai sikap dewasanya yang menghargai pasangan dalam berhubungan sex. Aku menyayanginya, serasa tak ingin berpisah darinya.
"Bagaimana malam ini, apakah kamu masih ingin melanjutkan permainan kita?" tanya Dean.
"What ever you want, Dean.. I'm here waiting for your passion.." jawabku manja sambil memberikan dia ciuman sebelum kami berpisah, karena dia harus ke rumahnya untuk berganti pakaian sebelum berangkat kerja.
"Ok, Honey.. see you in the office.." ucap Dean sambil berjalan menyusuri koridor meninggalkan kamarku.
Saat Dean telah berlalu, aku merenung di kamarku, menunggu waktu untuk berangkat ke kantor. Tiba-tiba ada penyesalan yang kurasakan dalam hatiku. Aku akhirnya menangis, menyesali mengapa semuanya harus terjadi. 26 tahun aku memendam dan menahan semua gejolak dan semua hasratku, aku takut akan dosa, tapi malam ini semuanya berlalu begitu saja, serasa hal yang biasa. Kukeraskan volume TV di kamarku, kukeraskan tangisku melepaskan semua sesal dan sesak yang kurasakan.
Setengah jam berlalu, aku menghampiri kaca dan bercermin. Aku merenungkan lagi, untuk apa lagi kusesali, semuanya telah terjadi dan tak dapat kupungkiri, aku menyukai permaian ini.
"Tuhan, aku manusia biasa, tak kuasa aku menghindari nafsu duniawi. Aku harus tegar, biarlah semua aku jalani dengan apa adanya. Hanya Tuhan yang tahu dan akan menghibur hatiku.." batinkumantap.
Setibanya di kantor dan bertugas, aku tak kuasa untuk selalu tersenyum ke arah Dean. Tapi dalam aktivitas kantor kami saling menyapa "Pak", agar kesan formil tetap terjaga. Saat aku dan Team berada di ruang kerja, Dean masuk dan menanyakan hasil pemeriksaan kami. Juga menanyakan kapan keberangkatan kami kembali ke Jakarta. Aku, Tony dan Tanti menyatakan ingin berkeliling Sumatera Barat dulu, sebelum kembali ke Jakarta dan Dean menyanggupi untuk mengantar kami.
Akhirnya hari Jumat itu selesailah sudah tugas kami di Padang, dan kami merencanakan untuk refreshing. Keesokan harinya ke tempat wisata di Sumatera Barat didampingi Dean dan beberapa pejabat di kantor itu.
Malam harinya, Dean menelponku dan menanyakan apakah aku memerlukannya malam ini. Aku tak ingin mengecewakannya, walau sempat terbersit keinginanku untuk tidak mengulang kejadian kemarin. Akhirnya aku mengundangnya untuk datang ke kamarku, tak sampai lima menit dia sudah mengetuk pintu kamar. Aku kaget dan menanyakan hal itu. Ternyata saat menelepon tadi dia sudah berada di Lobby Hotel dan dia yakin kalau aku tidak akan menolaknya datang.
"Uhh Dean.. kamu jahat, sepertinya kamu selalu dapat membaca kata hatiku.." ujarku manja dalam pelukannya.
Dia menciumi rambutku, belakang telinga leher dan punggungku sambil membuka kancing kemejaku satu persatu. Gerakan tangannya begitu erotis, membelai dadaku, perut dan penisku. Aku menggeliat sambil tanganku berpegangan pada lehernya. Dean membalikkan wajahku dan mencium bibirku seperti orang kesetanan. Kupejamkan mataku, lidahku disedotnya tanpa memberikan kesempatan padaku untuk bernafas. Dia gigit bibir atasku sampai aku merasakan sakit dan mendorongnya. Dean kaget dan mengatakan maaf, dia lepas kendali karena begitu terangsang.
Aku balik menyerang dia, membuka kaosnya dan menciumi dadanya. Dia menggendongku dan kami kembali larut dalam ciuman yang memabukkan, mataku selalu terpejam. Kakiku menjepit pinggangnya, dan terasa penisnya yang sudah tegang menyodok pantatku dari bawah. Kuarahkan dia ke tempat tidur, aku membuka celananya dan memulai menciumi setiap sudut selangkangannya. Bau khas itu kembali menyeruak, membangkitkan hasratku. Kulakukan kembali blowjob-ku pada penisnya yang bagus itu. Dia mendesah dan sambil tangannya mencengkram pinggir tempat tidur.
Sekitar lima belas menit aku bermain dengan penisnya, belum ada tanda akan orgasme. Aku tanyakan hal itu padanya, jawabnya dia dapat menyetel kapan dia ingin orgasme. Lalu kukatakan aku sudah capek dan memintanya untuk keluarkan maninya dan aku minta dikeluarkan di mulutku.
Dia menatapku dalam-dalam, "Apakah kamu tidak merasa jijik Ju..?" tanya Dean.
Aku menggeleng dan mengatakan ingin merasakannya.
Akhirnya Dean minta aku merangsangnya lagi dan tak lama, "Ohh.. aahh.. oohh.. Ju..!" kurasakan dengan derasnya mani itu memancar di mulutku.
Dan aku mencoba untuk merasakan nikmatnya, tapi tidak menelannya.
Selesai orgasme, dia menatapku dan memelukku, mengatakan blowjob-ku hebat, dan aku berani mengambil resiko dengan merasakan maninya. Lalu dia mengatakan akan memuaskanku, dia memintaku melepas celanaku.
Tapi aku menolaknya, "Tidak Dean.. tidak ada hasrat lagi. Aku cukup puas sudah melakukan tugasku, bukankah itu yang kamu inginkan..?"
Dean cemberut dan memegang tanganku, "Bukan begini caranya Ju, aku nggak mau menjadi pihak yang selalu diservice, aku bisa menyenangkan kamu, please don't make me curious..!" rengeknya manja.
"No Dean, aku nggak perlu sampai orgasme dalam berhubungan. Aku sudah puas dengan permainan kita.." jawabku sambil mengelus pipinya.
Akhirnya Dean menghargai keputusanku, dan mengatakan kapanpun aku inginkan, dia siap untuk melayaniku. Malam itu Dean tidak menginap di kamarku, dia memutuskan untuk pulang bersiap untuk keberangkatan kami esok hari.
"Good night Ju, have a nice dream.." ujarnya sambil mengecup bibirku.
Tak ada tanda kemarahan di wajahnya, aku lega.
Sabtu pagi, Dean beserta empat orang rekan kerjanya menjemput kami di Hotel. Setelah berbincang sejenak, rombongan kami dengan dua buah mobil berangkat memulai perjalanan. Aku semobil dengan Dean, karena memang dia yang mengatur, bersama kami staff Bank yang lain Pak Hendri dan Pak Tri. Sedang di mobil lain Tony, Tanti, Pak Ray, Ibu Era dan Ibu Riri istri Pak Ray. Aku duduk di kursi tengah bersama Dean, sedangkan Pak Hendri duduk di samping Pak Tri yang membawa mobil kami.
Sepanjang perjalanan tak pernah habis bahan pembicaraan kami, dan pada beberapa kesempatan Dean dengan nakal meremas tanganku, pahaku bahkan tangan jahilnya bergerak mengelus penisku. Aku hanya dapat memberikan cubitan kecil dan kerdipan mata, karena takut ketahuan oleh Pak Tri dan Pak Hendri yang duduk di depan kami. Perjalan kami dimulai dari Solok, menikmati pemandangan indah danau-danaunya. Lalu menyusuri danau Singkarak perjalan kami menuju utara ke Batu sangkar, Payakumbuh dan berhenti di Bukittinggi untuk beristirahat.
Ternyata pihak personalia sudah mem-'book' empat buah kamar untuk kami tempati di Hotel Novotel yang megah itu. Lagi-lagi Dean yang mengatur, aku kebagian satu kamar dengan dia. Pak Tri dengan Pak Hendri, Tony dengan Pak Ray, sedangkan Tanti bergabung dengan Bu Riri dan Bu Era.
"Mau mandi bareng aku Honey..?" bisiknya saat kami sudah berada di kamar, dengan hanya mengenakan Balmoral-England celana dalamnya.
Hmm.., tubuhnya seksi sekali, kulit kuningnya kontras dengan CD mini warna hitam. Aku tersenyum dan mengangguk sambil melepaskan pakaianku. Dean membimbingku ke arah bath room, kami melepaskan CD kami masing-masing dan duduk di dalam bath tub sambil menikmati guyuran air hangat dari shower.
Dia menggosok tubuhku dengan sabun cair, setiap lekuk tubuhku digosoknya dengan halus. Lalu memberi shampoo pada rambutku dan membilas tubuhku dengan mesra. Aku pun melakukan hal yang sama padanya, dan setelah itu kami saling mengeringkan badan dengan handuk dan berjalan ke arah tempat tidur. Dingin AC menyergap kulitku, kurapatkan tubuhku ke tubuh Dean, dia tersenyum ke arahku dan menyergap bibirku, kami pun hanyut dalam ciuman yang menggelora.
"Krriing.." kami terkejut saat pesawat telepon di kamar berbunyi.
Dean lalu mengangkat dan berbicara di telpon. Ternyata Pak Tri memberitahukan bahwa semuanya telah berkumpul di Lobby untuk memulai acar makan malam.
"Wah nggak sempat ya Ju.., but tonight you are mine.." ujarnya sambil mengedipkan matanya.
Aku deg-degan mendengar ucapannya, "Tapi jangan paksa aku ya Dean, biarkan semuanya mengalir sampai aku benar-benar siap. Kamu bisa bayangkan 26 tahun aku memendam ketakutan, so biarkan aku yang memutuskan.." pintaku.
Dean mengangguk dan memberikan kecupan manis di keningku, kami pun beranjak turun.
Makan malam berlalu dengan kegembiraan, tak henti-hentinya kami saling bercanda. Tapi satu hal yang membuat aku gembira, Dean selalu berada di sampingku. Aku yakin hal ini tak membuat orang curiga, karena walaupun berdampingan, bahasa tubuh kami tidak menunjukan kemesraan.
Pukul 23.00, saat kami masing-masing kembali ke kamar setelah letih berkaraoke dan bermain bilyard. Dhean tersenyum manis sekali ke arahku, dia beranjak ke wastafel membersihkan wajah dan menggosok gigi. Lalu mengganti pakaian dengan pakaian tidurnya, aku pun membersihkan diri dan bersiap mengenakan pakaian tidurku. Tapi aku terhenti ketika sepasang tangan kokoh mencegahku. Aku hanya mengenakan celana dalam HOM-ku warna biru terang, dan berdiri menghadap Dhean. Dhean memulai serangannya dengan menciumi leher, dada dan perutku. Belaiannya begitu menenangkanku sekaligus merangsangku. Tangannya meremas pantatku dan akhirnya membuka CD-ku.
Dhean terhenti sejenak dan memandangi penisku, "Kamu uncut Ju..? Kenapa nggak bilang sebelumnya.."
"Kenapa, apakah kamu nggak suka..?" tanyaku sambil berusaha mengenakan kembali CD-ku.
"Bukannya nggak suka, justru suka sekali.." jawabnya sambil menahan tanganku dan melepaskan kembali CD miniku.
Bersambung . . . .